Anda di halaman 1dari 65

Laporan Kasus

RSUD Lasinrang Pinrang

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

LOW BACK PAIN et CAUSA SPONDYLOSIS LUMBAL L5 - S1

DI RSUD LASINRANG PINRANG

OLEH :

ST. KHADIJAH INDAH MAIDAH.S

PO.71.4.241.17.1.037

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN FISIOTERAPI

DIPLOMA IV

2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktek Klinik, atas nama : St. Khadijah Indah Maidah. S, NIM : PO.71.4.241.17.1.037

dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Low Back Pain Et Causa

Spondylosis Lumbal L5 - S1” telah disetujui untuk dipergunakan sebagai salah satu

persyaratan menyelesaikan praktek klinik di RSUD Lasinrang Pinrang mulai tanggal 28

Desember 2020 – 23 Januari 2021.

Makassar, 23 Maret 2021


Mengetahui

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Eka Siswanto Pratama S.St.Ft Dr. Aco Tang SKM, S.St.Ft.M.Kes

NIP : 19850915 200804 1 001 NIP : 19801221 200604 1 013

2
BAB I

PENDAHULUAN

Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada suatu

saat dalam hidup mereka. Kerusakan punggung dan tulang belakang, suatu masalah

kesehatan berat, merupakan penyebab kecacatan ketiga pada orang kerja. Keterbatasan

yang diakibatkan oleh nyeri punggung bawah pada seseorang sangat berat kerugian

ekonomis, dalam hal ini hilangnya produktivitas. Kunjungan ke dokter akibat nyeri

punggung bawah merupakan yang kedua setelah penyakit saluran nafas (Smeltzer dan

Bare, 2012) Menurut World Health Organization (WHO), 2-5% dari karyawan di negara

industri tiap tahun mengalami nyeri punggung bawah, dan 15% dari absenteisme di industri

baja serta industri perdagangan disebabkan karena nyeri punggung bawah (Sakinah, 2013).

Low back pain termasuk salah satu keluhan yang dapat menurunkan produktivitas kerja.

Sekitar 50-80% penduduk di negara industri pernah mengalami LBP dengan peningkatan

persentasi seiring pertambahan usia. 3,4.

Kejadian LBP di beberapa negara berkembang sekitar 15- 20% dari populasi total.

Sebagian besar merupakan nyeri akut maupun kronik. Hasil penelitian nasional yang

dilakukan di Indonesia oleh kelompok studi nyeri PERDOSI Mei 2002 menunjukkan

jumlah kasus nyeri punggung sebesar 18,37% dari seluruh kasus nyeri. National Safety

Council juga melaporkan bahwa sakit akibat kerja dengan frekuensi kejadian paling tinggi

ialah nyeri punggung yaitu 22% dari 1.700.000 kasus.

Spondylosis lumbal dapat diobati oleh berbagai pemberi pelayanan kesehatan salah

satunya adalah Fisioterapi. Fisioterapi dalam pelayanan kesehatan profesional bertanggung

3
jawab atas kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat khususnya dalam perbaikan

gerak dan fungsi selama daur kehidupan. Fisioterapi dalam hal ini memegang peranan

untuk mengembalikan dan mengatasi gangguan impairment, fungtional limitation dan

disability tersebut sehingga pasien dapat beraktifitas kembali (Fevharianti, 2016).

Adanya nyeri yang disebabkan oleh spondylosis lumbal dapat menyebabkan, nyeri

pada punggung bawah, spasme otot, (M. Multifidus), kekakuan otot, dan penurunan

lingkup gerak sendir. Beberapa hal tersebut mengakibatkan timbulnya nyeri saat

membungkuk, berjalan lama, dan berganti posisi dari duduk ke berdiri yang berujung

membuatnya sulit melakukan aktivitas sehari hari seperti berdiri saat toileting.

Penanganan fisioterapi yang dilakukan bertujuan untuk mengatasi permasalahan di

atas, dengan menggunakan modalitas fisioterapi berupa, Infra Red (IR), Transcutaneus

Electrical Stimulation Nerve (TENS), Traksi manual dan william fleksion sebagai terapi

latihan.

4
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Tentang Anatomi Biomekanik Lumbal

1. Anatomi Vertebra Lumbal

Vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang

terbesar.Badannya lebih besar dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk

seperti ginjal.Prosesus spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak

kecil.Prosesus transversusunya panjang dan langsing.Apophyseal joint dari lumbal

lebih ke posterior dari coronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi

oblik.Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari sagital plane.

Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior yang

terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang

terdiri dari pedikel, lamina, prosesus transverses, prosesus spinosus dan prosesus

artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus intervertebralis dan

ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum. Foramina

5
vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya sedikit lebih besar dari milik

vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra servikalis. Bagian bawah dari

medulla spinalis meluas sampai foramen vertebra lumbalis satu, foramen vertebra

lumbal lima hamya berisi kauda equina dan selaput – selaput otak.

Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra

lumbal lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada

vertebra thorakalis.Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir

atas mengarah ke arah bawah dan ke arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui

kedudukannya dengan cara meraba atau palpasi. Prosesus artikularis superior

meripakan fasies artikularis yang sekung dan menghadap posteromedial, sebaliknya

fasies artikularis inferiornya cembung dan menghadap ke anterolateralis.

Kolumna vertebralis merupakan bagian dari rangka batang badan.Berfungsi

untuk menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas dan batang badan pada tulang

panggul.Juga berfungsi untuk melindungi medula spinalis serta selaput otaknya yang

mempunyai tempat di kanalis vertebralis.Fungsi ketiga dari kolumna vertebralis

adalah untuk menghasilkan gerakan-gerakan serta menjadi tempat lekat dari otot-

otot.

Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna

vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang belakang.

Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat tubuh yang

lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum penyambung

otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat tulang-tulang

panggul bergantung.

6
2. Artikulasio

Permukaan atas dan bawah korpus dilapisi oleh kartilago hialin dan

dipisahkan oleh discus intervertebralis dan fibroblastilaginosa. Tiap discus memiliki

anulus fibrosus di perifer dan nukleus pulposus yang lebih lunak di tengah yang

terletak lebih dekat ke bagian belakang daripada bagian depan discus. Nukleus

pulpsus kaya akan glikosaminoglikan sehingga memiliki kandungan air yang tinggi,

namun kandungan air ini berkurang dengan bertambahnya usia. Kemudian nukleus

bisa mengalami hernia melalui anulus fibrosus, berjalan ke belakang (menekan

medula spinalis) atau ke atas (masuk ke korpus vertebralis – nodus Schmorl).Diskus

vertebra lumbalis dan servikalis paling tebal, karena ini paling banyak bergerak.

Persendian pada korpus vertebra adalah symphysis (articulation

cartilaginosa sekunder) yang dirancang untuk menahan berat tubuh dan memberikan

kekuatan.Permukaan yang berartikulasio pada vertebra yang berdekatan

dihubungkan oleh diskus IV dan ligamen.Discus IV menjadi perlengketan kuat di

antara korpus vertebra, yang menyatukannya menjadi kolummna semirigid kontinu

dan membentuk separuh inferoir batas anterior foramen IV.Diskus merupakan

kekuatan (panjang) kolumna vertebralis.Selain memungkinka gerakan di antara

vertebra yang berdekatan, deformabilitas lenturnya memungkinkan discus berperan

sebagai penyerap benturan.

3. Ligamentum

Vertebra lumbal agar dapat stabil dibantu oleh ligamenligamen yang berada

di lumbal. Berikut adalah sistem ligamen yang ada pada vertebra lumbal :

a. Ligamen utama dari vertebra lumbal (lumbar spine) adalah ligamen longitudinal

7
anterior. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator pasif pada saat gerakan

ekstensi lumbal dan merupakan ligamen yang tebal dan kuat.

b. Ligamen longitudinal posterior merupakan ligamen yang berperan sebagai

stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. Ligamen ini mengandung serabut

saraf afferent nyeri sehingga bersifat sensitif dan banyak memiliki sirkulasi

darah.

c. Ligamen flavum merupakan ligamen yang mengandung serabut elastin lebih

banyak daripada serabut kolagen jika dibandingkan dengan ligamen lainnya di

vertebra. Ligamen flavum memiliki fungsi dalam mengontrol gerakan fleksi

lumbal.

d. Ligamen supraspinosus dan interspinosus merupakan ligamen yang berperan

dalam gerakan fleksi lumbal. Ligamen intertransversal merupakan ligamen yang

berfungsi untuk mengontrol gerakan lateralfleksi pada daerah lumbal kearah

kontralateral

4. Otot-otot vertebra lumbal

a. Erector spine

Merupakan kelompok otot yang luas dan terletak dalam facia lumbodorsal, serta

muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista illiaca dan procesus spinosus

thoraco lumbal. Kelompok otot ini terbagi atas beberapa otot yaitu: M.

Longissimmus, M. Iliocostalis, M. Spinalis. Kelompok otot ini merupakan

penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dan sebagai stabilisator vertebra

lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak.Kerja otot tersebut dibantu oleh M.

transverso spinalis dan paravertebral muscle (deep muscle) seperti M.

8
intraspinalis dan M. intrasversaris, M. trasversus abdominal, M. lumbal

multifidus, M. diafragma, M. pelvic floor.

b. Abdominal

Merupakan kelompok otot ekstrinsik yang membentuk dan memperkuat dinding

abdominal.Ada 4 otot abdominal yang penting dalam fungsi spine, yaitu M.

rectus abdominis, M. obliqus external, M. obliqusinternal dan M. transversalis

abdominis (global muscle).Kelompok otot ini merupakan fleksor trunk yang

sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal.Di samping itu M.

obliqus internal dan external berperan pada rotasi trunk.

c. Deep lateral muscle

Merupakan kelompok otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang terdiri dari

Musculus Quadratus Lumborum dan Musculus Psoas, kelompok otot ini berperan

pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal

5. Persarafan vertebra

Sendi-sendi di antara korpora vertebra dipersarafi oleh ramus meningei

kecil setiap nervus spinalis.Sendi-sendi di antara prosesus artikularis dipersarafi oleh

cabang-cabang dari ramus posterior nervus spinalis.

6. Biomekanik

Diskus intervertebralis berperan untuk menstabilkan dan mempertahankan

satu pola garis lurus vertebra dengan cara menjangkarkan antara satu diskus dengan

diskus yang lainnya. Selain itu, diskus intervertebra juga berperan dalam

penyerapan energi, pendistribusian beban tubuh, dan menjaga fleksibilitas

vertebra.Struktur diskus terdiri atas cincin luar (anulus fibrosus) yang mengelilingi

9
substansi gelatin lunak, yang disebut nukleus pulposus. Ligamen di sekitar vertebra

memandu gerakan segmental, berkontribusi untuk menjaga stabilitas instrinsik

vertebra dengan cara membatasi gerakan yang berlebihan. Ada dua sistem utama

ligamen di vertebra, yaitu sistem intrasegmental dan intersegmental.Sistem

intrasegmental, yang terdiri dari ligamentum flavum, kapsul faset, ligamen

intertransversus, berfungsi memegang satu vertebra, tapi juga ligamentum

longitudinal anterior dan posterior serta supraspinosus.Gerakan intervertebralis

memiliki enam derajat kebebasan yaitu rotasi dan transkasi sepanjang sumbu

inferior-superior, medial-lateral, dan posterior-anterior. Kondisi vertebra akan

berubah secara dinamis ketika fleksi dan ekstensi (Rahim, 2012).

B. Tinjauan Tentang Spondylosis Lumbal

1. Definisi Spondylosis Lumbal

Spondylosis lumbal adalah suatu keadaan ditemukan degenerasi progresif

diskus intervertebra yang mengarah pada perubahan tulang vertebra dan ligament,

menyempitnya foramen intervertebra dari depan karena lipatan ligament longitudinal

posterior atau karena osteofit, sedangkan dari belakang karena lipatan ligament

flavum, degenerasi diskus akan merangsang pembentukan osteofit, yang bersama-

sama dengan pembengkakan/penebalan jaringan lunak menekan medulla spinalis

atau saraf spinal. Menurut Kelly Redden (2009), nyeri pinggang dibagi atas 2 yaitu

mekanikal nyeri pinggang dan non-mekanikal nyeri pinggang. Spondylosis lumbal

merupakan bagian dari mekanikal nyeri pinggang dgn persentase 10% (Satyanegara,

2010).

10
Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 90% kasus nyeri pinggang umumnya

mengalami spondylosis lumbal.Spondylosis lumbal banyak dialami oleh orang yang

berusia 40 tahun keatas. Spondylosis lumbal terjadi pada usia 30 – 45 tahun namun

paling banyak terjadi pada usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita

daripada laki-laki.

Spondylosis lumbal merupakan gangguan degeneratif yang terjadi pada

corpus dan diskus intervertebralis, yang ditandai dengan pertumbuhan osteofit pada

corpus vertebra tepatnya pada tepi inferior dan superior corpus.Osteofit pada lumbal

dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri pinggang karena ukuran osteofit

yang semakin tajam. Proses degenerasi umumnya terjadi pada segmen L4 – L5 dan

L5 – S1.

2. Etiologi Spondylosis Lumbal

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa spondilosis terjadi karena adanya

proses degeneratif. Adapun faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko

spondilosis lumbal adalah:

a. Kebiasaan postur yang buruk

b. Stress mekanik akibat gerakan mengangkat, membawa atau memindahkan barang

c. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan perkembangan spondylosis

lumbal.

3. Patofisiologi Spondylosis Lumbal

Spondilosis merupakan penyakit degeneratif yang sering mengenai lumbal.

Proses degenerasi diskus intervertebra disertai perubahan struktur diskus menjadi

rata. Tonjolan tulang oleh permukaan osteofit tampak ditepi anterior dan posterior

11
pada korpus vertebra. Tonjolan tulang yang muncul dibagian posterior dapat

melewati batas foramen intervertebra sehingga menyebabkan radiks saraf yang

keluar pada sisi sebelahnya(Muttaqin, 2012).

Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia

bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago

dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan

tak teratur. Penonjolan facet dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika

keluar dari kanalis spinalis yang menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf

tersebut.

Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:

a. Annulus fibrosus  menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul

retak pada berbagai sisi.

b. Nucleus pulposus kehilangan cairan

c. Tinggi diskus berkurang

d. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat

hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala.

Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping

yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan

penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada

corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture.

Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal

terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan.Pada selaput meningeal,

durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan

12
ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis

intervertebralis.Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait

dengan perubahan pada osteoarthritis.Osteofit terbentuk pada margin permukaan

articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan

penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.

4. Gambaran Klinis Spondylosis Lumbal.

Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication, yang

mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan motorik

pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan

diperingan saat duduk dan tidur terlentang.Karakteristik dari spondylosis lumbal

adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari.Biasanya segmen yang terlibat lebih

dari satu segmen.Pada saat aktivitas, biasa timbul nyeri karena gerakan dapat

merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus fibrosus dan facet joint.Duduk

dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri dan gejala-gejala lain akibat

tekanan pada vertebra lumbar.Gerakan yang berulang seperti mengangkat beban dan

membungkuk (seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat meningkatkan nyeri.

Gambaran klinis yang terjadi tergantung pada lokasi yang terjadi baik itu

cervical, lumbal dan thoracal. Untuk spondylosis daerah lumbal memberikan

gambaran klinis sebagai berikut:

a. Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak menjadi suatu

masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya ditimbulkan dari aktivitas

tidak sesuai.

b. Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint. Dan

13
mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari satu atau kedua hip.

Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5, S1.

c. Referred pain:

1) Nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya iritasi pada akar

persarafan. Ini cenderung pada area dermatomnya

2) Paha (L1)

3) Sisi anterior tungkai (L2)

4) Sisi anterior dari tungkai knee (L3)

5) Sisi medial kaki dan big toe (L4)

6) Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)

7) Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior kaki (S1)

8) Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)

d. Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit dan tertusuk,

suatu sensasi ”kesemutan” atau rasa kebas (mati rasa).

e. Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan m. quadratus

lumborum. Seringkali terdapat tonus yang berbeda antara abduktor hip dan juga

adductor hip. Kadang-kadang salah satu otot hamstring lebih ketat dibanding yang

lainnya.

f. Keterbatasan gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung terbatas. Gerakan

hip biasanya terbatas secara asimetrical. Factor limitasi pada umumnya

disebabkan oleh ketetatan jaringan lunak lebih dari spasm atau nyeri.

g. Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot gluteal.

Kelemahan mungkin terjadi karena adanya penekanan pada akar saraf

14
myotomnya. Otot-otot pada tungkai yang mengalami nyeri menjalar biasanya

lebih lemah dibandingkan dengan tungkai satunya.

h. Gambaran radiografi, terdapat penyempitan pada jarak discus dan beberapa

lipping pada corpus vertebra.

C. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi

1. Pengukuran Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensorik danemosional yang tidak menyenangkan

akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensialatau yang digambarkan

dalam bentuk kerusakan tersebut.Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang

multidimensional. Fenomena ini dapat berbedadalam intensitas (ringan,sedang,

berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi

(transien,intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisialatau dalam, terlokalisir

atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif

dan emosional, yang digambarkan dalamsuatu bentuk penderitaan. Nyeri juga

berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom. Mekanisme

timbulnya nyeri didasari olehproses multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi

perifer,perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik reorganisasi

struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman

subjektif nyeri terdapat empat prosestersendiri :tranduksi, transmisi,

modulasi,danpersepsi. Persepsinyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri.

Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi,

aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ

15
tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.Organ tubuh yang berperan

sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya

terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

jugaNociseptor. Secaraanatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin

dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen (Bahrudin, 2017).

Skala Pengukuran Nyeri :Visual Analog Scale

Pada skala nyeri jenis ini, pengukuran dilakukan menggunakan gambar garis

sepanjang 10 cm. Di masing-masing ujung garis, terdapat tulisan tidak nyeri sebagai

titik awal garis dan rasa nyeri paling parah sebagai titik akhir garis.Lalu, pasien

akan diminta untuk memberi tanda di garis tersebut, untuk menggambarkan posisi

rasa nyeri. Selanjutnya pemeriksa akan mengukur jarak antara titik awal garis

hingga ke tanda yang diberikan pasien.Semakin pendek jaraknya, maka rasa nyeri

yang dirasakan dianggap semakin ringan. Sebaliknya, jika jaraknya semakin besar,

maka rasa nyeri yang dirasakan berarti cukup parah.

Gambar Visual Analog Scale

16
Interpretasi skala nyeri VAS:

(1) skala 0 - 1 = tidak terasa nyeri;

(2) skala 1 - 3 = nyeri ringan;

(3) skala 3 - 7 = nyeri sedang ;

(4) skala 7 - 9 = nyeri berat;

(5) skala 9 – 10 = nyeri sangat berat

2. Pengukuran ROM Lumbal

Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk

menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program intervensi

terapeutik. Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot atau pun

gaya ekternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan,

maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh,

yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf.

Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of motion

(ROM).Untuk mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada

ruang gerak yang dimilikinya secara periodik. Faktor-faktor yang dapat menurunkan

ROM, yaitu penyakit-penyakit sistemik, sendi, nerologis ataupun otot; akibat

pengaruh cedera atau pembedahan; inaktivitas atau imobilitas(Apley and Solomon,

2010).

Dari sudut terapi, aktivitas ROM diberikan untuk mempertahankan mobilitas

persendian dan jaringan lunak untuk meminimalkan kehilangan kelenturan jaringan

dan pembentukan kontraktur. Teknik ROM tidak termasuk peregangan yang

ditujukan untuk memperluas ruang gerak sendi.

17
Untuk pengukuran pada regio lumbal menggunakan schober tes.Schober

Testmerupakan pengukuran yang paling sederhana dengan metodenoninvasif.

Teknik Pelaksanaan :

1) Posisi pasien berdiri tegak pada sebuah garis acuan dibuat pada daerah

punggung bawah yangmenghubungkan keduadimples of venus(kurang lebih

setinggituberkel vertebra sakral

2). Kemudian dibuat dua tanda pada garistengah punggung (sepanjang vertebra

lumbal dan sakral).Tandapertama 5 cm dibawah garis acuan dan tanda kedua

10 cm diatas garisacuan (jadi jarak kedua tersebut adalah 15 cm).

3) Kemudian pasien disuruh membungkuk semaksimal mungkin.Lalu jarak

antara kedua tanda tadi diukur kembali.Fleksibilitaslumbal dikatakan baik

jika nilai perbedaan jarak kedua tanda dalamposisi tegak dan dalam posisi

membungkuk minimal 5 cm atau lebih20 cm (≥5 cm)

18
3. Pengukuran Manual Musle Technique (MMT)

Manual Muscle Testing (MMT) merupakan salah satu bentuk pemeriksaan

kekuatan otot yang paling sering digunakan. Hal tersebut karena penatalaksanaan,

intepretasi hasil serta validitas dan reliabilitasnya telah teruji. Namun demikian

tetap saja, manual muscle testing tidak mampu untuk mengukur otot secara

individual melainkan group / kelompok otot(Trisnowiyanto, 2012).

Kriteria Nilai Otot Pada Lumbal

Nilai
Fleksor Trunk Ekstensor Trunk
Otot

Nilai 1 Mengangkat Kepala Mampu mengkontraksikan

ototnya tanpa disertai gerakan

Nilai 2 Mengangkat kepala dengan Mengangkat kepala dengan kedua

kedua tangan lurus di samping tangan lurus di samping badan

badan, bagian atas scapula

terangkat

Nilai 3 Mengangkat kepala dengan Mengangkat kepala dan sternum,

19
kedua tangan lurus di samping ekstensi lumbal dengan kedua

badan, scapulaterangkat penuh tangan lurus di samping badan

Nilai 4 Mengangkat kepala dengan Mengangkat kepala, dada dan

kedua tangan menyilang dada, costa serta ekstensi lumbal dengan

scapula terangkat penuh kedua tangan di samping badan

Nilai 5 Mengangkat kepala dengan Mengangkat kepala, dada dan

kedua tangan di belakang costa serta ekstensi lumbal dengan

leher, scapula terangkat penuh kedua tangan di belakang leher.

4. Pengukuran Fungsional Lumbal (ODI Scale)

Oswestry Disability Index (ODI) mempunyai 10 item pertanyaan tentang

aktivitas sehari-hari yang mungkin akan mengalami gangguan atau hambatan pada

pasien yang mengalami Low Back Pain (LBP). Metode pengukuran ODI terjadi dari

beberapa faktor utama, antara lain intensitas nyeri, perawatan diri, mengangkat,

berjalan, duduk, berdiri, tidur, kegiatan seksual, kehidupan sosial, serta rekreasi.

Sebelum mengisi kuisioner tersebut, terlebih dahulu pasien diberi penjelasan

tentang cara pengisian dan pasien harus memberikan tanda cek (√) pada kotakyang

disediakan. Pasien diminta memilihsalah satu pernyataan yangmenggambarkan

ketidakmampuan aktivitas fungsional.

Pemeriksaan Fungsional Dengan Menggunakan“Modified Oswestry Low Back Pain

Disability Questionaire”

20
Berikan tanda √ pada salah satu pilihan jawaban yang paling menggambarkan

keadaan anda.

Intensitas nyeri

□Saat ini saya tidak nyeri (Nilai : 0)

□Saat ini nyeri terasa sangat ringan (Nilai : 1

□Saat ini nyeri terasa ringan(Nilai : 2)

□Saat ini nyeri terasa agak berat(Nilai : 3)

□Saat ini nyeri terasa sangat berat(Nilai : 4)

□Saat ini nyeri terasa amat sangat berat(Nilai : 5)

Perawatan diri (mandi, berpakaian dll)

□Saya merawat diri secara normal tanpa disertai timbulnya nyeri(Nilai : 0)

□Saya merawat diri secara normal tetapi terasa sangat nyeri(Nilai : 1)

□Saya merawat diri secara hati-hati dan lamban karena terasa sangat nyeri(Nilai : 2)

□Saya memerlukan sedikit bantuan saat merawat diri(Nilai : 3)

□Setiap hari saya memerlukan bantuan saat merawat diri(Nilai : 4)

□Saya tidak bisa berpakaian dan mandi sendiri, hanya tiduran di bed(Nilai : 5)

Aktifitas Mengangkat

□Saya dapat mengangkat benda berat tanpa disertai timbulnya nyeri(Nilai : 0)

□Saya dapat mengangkat benda berat tetapi disertai timbulnya nyeri(Nilai : 1)

□Nyeri membuat saya tidak mampu mengangkat benda berat dari lantai, tetapi saya

mampu mengangkat benda berat yang posisinya mudah, misalnya di atas meja.

(Nilai : 2)

21
□Nyeri membuat saya tidak mampu mengangkat benda berat dari lantai, tetapi saya

mampu mengangkat benda ringan dan sedang yang posisinya mudah, misalnya di

atas meja.(Nilai : 3)

□Saya hanya dapat mengangkat benda yang sangat ringan(Nilai : 4)Saya tidak

dapat mengangkat maupun membawa benda apapun(Nilai : 5)

Berjalan

□Saya mampu berjalan berapapun jaraknya tanpa disertai timbulnya nyeri(Nilai : 0)

□Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 1 mil karena nyeri(Nilai : 1)

□Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 1/4 mil karena nyeri (Nilai : 2)

□Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 100 yard karena nyeri(Nilai : 3)

□Saya hanya mampu berjalan menggunakan alat bantu tongkat atau kruk(Nilai : 4)

□Saya hanya mampu tiduran, untuk ke toilet dengan merangkak(Nilai : 5)

Duduk

□Saya mampu duduk pada semua jenis kursi selama aku mau(Nilai : 0)

□Saya mampu duduk pada kursi tertentu selama aku mau(Nilai : 1)

□Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1 jam karena nyeri (Nilai : 2)

□Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri

(Nilai:3)

□Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 10 menit karena nyeri

(Nilai:4)

□Saya tidak mampu duduk karena nyeri(Nilai : 5)

Berdiri

□Saya mampu berdiri selama aku mau(Nilai : 0)

22
□Saya mampu berdiri selama aku mau tetapi timbul nyeri(Nilai : 1)

□Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 1 jam karena nyeri(Nilai : 2)

□Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri(Nilai : 3)

□Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 10 menit karena nyeri(Nilai : 4)

□Saya tidak mampu berdiri karena nyeri(Nilai : 5)

Tidur

□Tidurku tak pernah terganggu oleh timbulnya nyeri(Nilai : 0)

□Tidurku terkadang terganggu oleh timbulnya nyeri(Nilai : 1)

□Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 6 jam(Nilai : 2)

□Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 4 jam(Nilai : 3)

□Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 2 jam(Nilai : 4)

□Saya tidak bisa tidur karena nyeri(Nilai : 5)

Aktifitas Seksual (bila memungkinkan)

□Aktifitas seksualku berjalan normal tanpa disertai timbulnya nyeri(Nilai : 0)

□Aktifitas seksualku berjalan normal tetapi disertai timbulnya nyeri(Nilai : 1)

□Aktifitas seksualku berjalan hampir normal tetapi sangat nyeri(Nilai : 2)

□Aktifitas seksualku sangat terhambat oleh adanya nyeri(Nilai : 3)

□Aktifitas seksualku hampir tak pernah karena adanya nyeri(Nilai : 4)

□Aktifitas seksualku tidak pernah bisa terlaksana karena nyeri(Nilai : 5)

Kehidupan Sosial

□Kehidupan sosialku berlangsung normal tanpa gangguan nyeri(Nilai : 0)

□Kehidupan sosialku berlangsung normal tetapi ada peningkatan derajat nyeri

(Nilai:1)

23
□Kehidupan sosialku yang aku sukai misalnya olahraga tidak begitu terganggu

adanya nyeri (Nilai : 2)

□Nyeri menghambat kehidupan sosialku sehingga aku jarang keluar rumah (Nilai:3)

□Nyeri membuat kehidupan sosialku hanya berlangsung di rumah saja (Nilai : 4)

□Saya tidak mempunyai kehidupan sosial karena nyeri (Nilai : 5)

Bepergian/Melakukan Perjalanan

□Saya bisa melakukan perjalanan ke semua tempat tanpa adanya nyeri (Nilai : 0)

□Saya bisa melakukan perjalanan ke semua tempat tetapi timbul nyeri (Nilai : 1)

□Nyeri memang mengganggu tetapi saya bisa melakukan perjalanan lebih dari 2

jam (Nilai : 2)

□Nyeri menghambatku sehingga saya hanya bisa melakukan perjalanan kurang dari

1 jam (Nilai : 3)

□Nyeri menghambatku sehingga saya hanya bisa melakukan perjalanan pendek

kurang dari 30 menit (Nilai : 4)

□Nyeri menghambatku untuk melakukan perjalanan kecuali hanya berobat (Nilai :5)

Interpretasi Hasil :

Dari 10 pertanyaan, jumlahkan seluruh nilai yang didapat, lalu dihitung dengan

rumus :

Minimal disability (0%-20%) : Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa

terganggu oleh rasa nyeri.

24
Moderate disability (21% -40% ) : Pasien merasakan nyeri yang lebih dan mulai

kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti duduk, mengangkat barang

dan berdiri.

Severe disability (41% -60% ) : Nyeri terasa sepanjang waktu dan aktivitas sehari-

hari mulai terganggu karena rasa nyeri.

Crippled (61% -80% ) : Nyeri yang timbul mengganggu seluruh aktivitas sehari-

hari.

81% -100% :Pasien sudah sangat tersiksa oleh nyeri yang timbul.

D. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

Program intervensi fisioterapi hanya dapat direncanakan setelah melakukan assessment.

Adapun treatment yang bisa digunakan dalam kondisi ini, adalah sebagai berikut:

1. MicroWave Diathermy

a. Defenisi

Diathermy merupakan aplikasi penggunaan gelombang elektromagnetik

berfrekuensi tinggi yang digunakan untuk efek deep thermal pada tubuh.

Penetrasi diathermy lebih baik daripada penggunaan infrared. MWD memiliki

frekuensi 2456 dan 915 MHz. MWD memiliki frekuensi yang lebih tinggi dan

panjang gelombang yang lebih rendah daripada SWD (Short Wave Diathermy)

MWD lebih banyak menggunakan generator electrical field. Apabila lemak

subkutan setebal 0,5 cm atau kurang, maka MWD dapat berpenetrasi sedalam 5

cm pada jaringan tubuh.

b. Respon Fisiologis

25
Efek penggunaan MWD yaitu memaksimalkan deep heating sehingga

menghasilkan peningkatan panas pada jaringan tubuh, meningkatkan aliran

darah, meningkatkan filtrasi dan difusi pada membran yang berbeda,

meningkatkan metabolic rate jaringan, mengurangi kekakuan sendi,

menimbulkan efek relaksasi pada otot, serta membantu recovery setelah

terjadinya cidera. Pada peningkatan 1o C menyebabkan terjadinya peningkatan

metabolisme. Pada peningkatan 2-3 o C terjadinya pengurangan nyeri dan

spasme otot. Pada peningkatan 3-4 o C meningkatkan ekstensibilitas jaringan.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa peningkatan suhu lokal di atas 38-40o C

akan memberikan manfaat yang optimal pada tubuh.

c. Teknik Terapi

Pengaplikasian MWD membutuhkan waktu untuk dipanaskan terlebih dahulu.

Pengaplikasian alat yaitu tegak lurus pada area yang akan diterapi.

Pengaplikasian yang tegak lurus akan menyebabkan refleksi dari energi dan

pencegahan kehilangan area yang akan diabsorbsi (cosine law). MWD sangat

baik untuk diaplikasikan pada area tubuh yang memiliki kandungan lemak

subkutan yang rendah. Tendon pada kaki, tangan, pergelangan tangan, AC

joint, sternoklavikular joint, tendon patella, tendon distal pada hamstring,

tendon Achilles, dan sendi sacroiliac merupakan daerah yang baik untuk

diberikan terapi MWD. Waktu terapi berlangsung selama 15 menit untuk

menimbulkan efek panas pada area seperti triceps surae. Pada pengaplikasian

area tubuh lainnya, efek fisiologis dihasilkan setelah pengaplikasian 20-30

menit durasi terapi dengan MWD.

26
d. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi penggunaan MWD, meliputi: postacute musculoskeletal injuries, joint

contracture, myofascial trigger points, penggunaan untuk meningkatkan

vasodilatasi, meningkatkan metabolisme, mengurangi joint stiffness, relaksasi

otot, serta meningkatkan ekstensibilitas kolagen. Kontraindikasi penggunaan

MWD, meliputi: acute traumatic muskuloskeletal injuries, acute inflammatory,

ischemia, joint effusion, synovitis, malignancies, area pelvis selama fase

menstruasi, kehamilan, metal implants, cardiac pacemaker, serta intrauterine

devices.

2. Contract Relax Stretching

Contract Relax adalah kontraksi isotonic resisted yang berlawanan dengan

cukup tahanan untuk mencegah gerakan, diikuti dengan relaksasi dan gerakan

berikutnya kedalam ROM yang baru. Contract Relax merupakan salah satu metode

untuk memperoleh reaksi pemanjangan pada group antagonis yang mengalami

hipertonus (spasme/tightness).Contract Relax memiliki 2 metode yaitu, Direct

Method (kontraksi pada group otot yang terbatas) dan Indirect Method ( Kontraksi

otot yang berlawanan dengan group otot yang terbatas).

Tujuan dari teknik ini adalah untuk merelaksasikan dan/atau stretching otot

serta meningkatkan ROM pasien.

a. Indikasi Conrtact Relax Stretching

Indikasi dilakukannya contract relax stretching yakni Range Of Motion (ROM)

terbatas akibat dari kontraktur adhesive dan terbentuknya scar tissue (jaringan

parut) yang memicu pemendekan pada otot dan kulit, adanya keterbatasan

27
gerak akibat dari deformitas yang bersifat struktural, adanya kontraktur otot dan

kelemahan otot, digunakan untuk mencegah cedera musculoskeletal

b. Kontraindikasi Contract Relax Stretching

Kontraindikasi contract relax stretching adalah fraktur yang baru, dislokasi atau

subluksasi, terdapat gejala peradagangan atau infeksi akut pada daerah sekitar

sendi, trauma akut pada otot dan rupture tendon dan otot

3. William Flexion Exercise

Latihan ini terdiri dari 6 bentuk gerakan yang dirancang untuk mengurangi

nyeri punggung dengan memperkuat otot-otot yang memfleksikan lumbosacral

spine terutama otot abdominal dan otot gluteus maksimus dan meregangkan

kelompok otot ekstensor.

Bentuk-bentuk latihannya sebagai berikut :

a. William Flexion Exercise nomor 1

Posisi awal : terlentang, kedua lutut menekuk dan kedua kaki rata pada

permukaan matras.

Gerakan : pasian diminta meratakan pinggang dengan menekan pinggang ke

bawah melawan matras dengan mengkontraksikan otot perut dan otot pantat.

Setiap kontraksi ditahan 5 detik kemudian lemas, ulangi 10 kali.Usahakan

pada waktu lemas pinggang tetap rata.

b. William Flexion Exercise nomor 2

Posisi awal : sama dengan nomor 1.

28
Gerakan : pasien diminta mengkontraksikan otot perut dan memfleksikan

kepala, sehingga dagu menyentuh dada dan bahu terangkat dari matras.

Setiap kontraksi ditahan 5 detik, kemudian lemas, ulangi sebanyak 10 kali.

c. William Flexion Exercise nomor 3

Posisi awal : sama dengan nomor 1

Gerakan : pasien diminta untuk memfleksikan satu lutut kearah dada sejauh

mungkin, kemudian kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik

lututnya ke dada. Pada waktu bersamaan angkat kepala hingga dagu

menyentuh dada dan bahu lepas dari matras, tahan 5 detik. Latihan diulangi

pada tungkai yang lain, ulangi latihan sebanyak 10 kali. Kedua tungkai lurus

naik harus dihindari, karena akan memperberat problem pinggangnya.

d. William Flexion Exercise nomor 4

Posisi awal : sama dengan nomor 1

Gerakan : pasien diminta untuk melakukan latihan yang sama dengan nomor

3, tetapi kedua lutut dalam posisi menekuk, dinaikkan ke atas dan ditarik

dengan kedua tangn kearah dada, naikkan kepala dan bahu dari matras,

ulangi 10 kali. Pada waktu menaikkan kedua tungkai ke atas sejauh mungkin

ia rapat, baru ditarik dengan kedua tangan mendekati dada.

e. William Flexion Exercise nomor 5

Posisi awal : exaggregated starter’s position

Gerakan : kontraksikan otot perut dan gluteus maksimus serta tekankan dada

ke paha, tahan 5 hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali / sesi, pertahankan

29
kaki depan rata dengan lantai dan berat badan disangga oleh kaki bagian

depan tungkai yang belakang.

f. William Flexion Exercise nomor 6

Posisi awal : berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan tumit 10-

15 cm di depan dinding, lumbal rata dengan dinding.

Gerakan : satu tungkai melangkah ke depan tanpa merubah posisi lumbal

pada dinding, tahan 10 hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali / sesi. Bila

latihan terlalu berat, lamanya penahanan dapat dikurangi.

Latihan William Flexion Exercise ini disamping efektif untuk nyeri punggung

bawah, juga memperbaiki fleksibilitas otot-otot punggung dan sirkulasi darah yang

membawa nutrisi ke discus intervertebralis.

4. Core Stability

Dapat meningkatkan kemampuan stabilisasi lumbal secara progresif dan

meningkatkan stabilisasi lumbal melalui aktivasi otot-otot serta memberi efek beban

statis pada setiap otot.Otot utama dari Core Muscle antara lain adalah otot panggul,

Transversus Abdominis, Multifidus, Internal dan Eksternal Obliques, Rektus

Abdominis, Sacrospinalis khususnya Longissimus Thoracis, dan Diafragma. Minor

Core Muscle termasuk Latisimus Dorsi, Gluteus Maximus, dan Trapezius.

Tujuan dari core stability yaitu : (1) meningkatkan performa, (2) mencegah

terjadinya cedera, (3) mengurangi nyeri pinggang bawah. Menurut Kibler dkk

(2006: 190) yaitu: (1) meningkatkan kekuatan dan keseimbangan, (2) menurunkan

cedera, (3) memaksimalkan keseimbangan dan gerak dari ekstremitas atas dan

bawah. Menurut Thomposon (2008: 182), manfaat dari core stability yaitu: (1)

30
mengurangi resiko cedera, (2) program rehabilitasi cedera, (3) menstabilkan tulang

belakang, (4) meningkatkan prestasi atlet.

a. Indikasi Core Stability

1) Kelemahan otot

2) Stabilisasi

3) Perbaikan postur

b. Kontraindikasi Core Stability

1) Adanya tumor atau cencer pada spine

2) Infeksi pada tulang belakang

3) Spinal fraktur

4) Abdominal aneurysm

31
BAB III

PROSES ASSESSMENT FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien

Anamnesis Umum

Nama pasien : Ibu. Sarminah

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 50 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

B. History Taking

Anamnesis Khusus

a. Keluhan Utama : Nyeri Pinggang

b. Lokasi Keluhan : Pinggang bawah

c. Lamanya keluhan : 7 bulan yang lalu.

d. Sifat keluhan : Nyeri menjalar

e. Posisi yang memperberat keluhan : Duduk dalam waktu yang lama, Berjalan

jauh dan Mengangkat Beban

f. Riwayat Perjalanan Penyakit

Sekitar 7 bulan yang lalu pasien merasakan nyeri pada bagian punggung

bawah kondisi Rasa nyeri bertambah saat pasien berjalan jauh, duduk dalam

waktu yang lama dan saat mengangkat beban. Dalam kegiatan sehari-hari,

pasien sering duduk dalam waktu yang lama dan mengangkat beban berat

32
dengan posisi salah. Dari foto MRI terlihat hasil bahwa pada segmen L5-S1

terjadi sedikit penurunan ruas intervertebra Pasien, kemudian dokter

menyarankan untuk dilakukan tindakan fisioterapi. Pasien pertama kali

datang ke Fisioterapi tanggal 30 Maret 2021.

Pemeriksaan Vital sign

- TD :110/80 mmHg

- Nadi : 68x/menit

- Suhu : 370 C

- RR : 18x/menit

C. Inspeksi/Observasi

a. Statis

1) Postur tubuh tampak Anterior : Normal

2) Postur tubuh tampat Posterior : tampak Hyperlordosis

3) Postur tubuh tampat Lateral : tampak Hyperlordosis

4) Nyeri radiculer pada area lumbal dextra hingga ke tungkai

b. Dinamis

Gait pasien tampak normal

D. Regional Screening Test

1. Fleksi – Ekstensi Lumbal

Teknik = Minta pasien untuk melakukan gerakan fleksi – ekstensi lumbal

Tujuan = Untuk mengetahui adanya nyeri dan keterbatasan gerak aktif. Pada

kasus spondylosis lumbal, gerakan fleksi dan ekstensi menimbulkan nyeri

namun secara spesifik pada gerakan ekstensi lebih nyeri

33
Hasil = Nyeri saat gerakan fleksi dan ekstensi, namun lebih nyeri saat

gerakan ekstensi

2. Squad & Bounching

Teknik = Minta pasien untuk melakukan jongkok ke berdiri

Tujuan = Untuk mengetahui adanya nyeri dan keterbatasan gerak aktif

Hasil = Pasien mampu melakukan Squad & Bounching tanpa ada nyeri

E. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Gerakan Aktif Pasif TIMT

Fleksi Nyeri, Full Nyeri,Full ROM,Soft Dapat melawan tahanan

ROM end feel maksimal

Ekstensi Nyeri, Tidak Nyeri, Tidak full Dapat melawan tahanan

full ROM ROM, Empty end feel minimal

Rotasi Tidak Nyeri, Tidak Nyeri, Full Dapat melawan tahanan

Sinistra Full ROM ROM, Softend feel maksimal

Rotasi Tidak nyeri, Tidak nyeri, Full Dapat melawan tahanan

dextra Full ROM ROM, Soft end feel maksimal

L.Fleksi Nyeri, Full Nyeri, Full ROM, Dapat melawan tahanan

Sinistra ROM Elastic end feel maksimal

34
L.Fleksi Tidak nyeri, Tidak nyeri, Full Dapat melawan tahanan

dextra Full ROM ROM, Elastic end feel maksimal

F. Pemeriksaan Spesifik

1. Palpasi

Tujuan : untuk mengetahui adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu local, tonus,

oedema, dan perubahan bentuk.

Tehnik : Pasien dengan posisi prone lying kemudian fisioterapi memegang,

menekan dan meraba bagian tubuh pasien yang mengalami keluhan.

Interpretasi : ada nyeri pada saat dilakukan palpasi, membandingkan otot yang

sakit dengan otot yang sama pada sisi tubuh lain yang sehat dan menilai tonus

otot (normal, Hipotoni, atau hipertoni)

Hasil :

a) Spasme otot erector spine lumbal

b) Nyeri tekan pada area L5-S1

2. Pemeriksaan Neurologis

a) Tes Laseque (Straight Leg Raise Test)

Tujuan : untuk mengidentifikasi adanya Lumbar radiculopathy, umumnya

oleh lumbar disc hernia.

Teknik :Posisi pasien tidur terlentang dengan hip fleksi dan knee ekstensi.

Gerakkan pasif fleksi hip perlahan 00-700 sementara pelvic tetap rapat di

bed tanpa ikut terangkat. Jika terjadi nyeri pada 300-700 maka terindikasi

35
nerve entrapment.

Interpretasi : Tes positif jika nyeri radicular, rasa kebas,dan atau kesemutan

terpsovokasi. Jika nyeri timbul saat dilakukan tes maka nyeri berasal dari

Lumbar spine atau Sacroilliac Joint

Hasil :Dari pemeriksaan yang dilakukan pada tungkai dextra diperoleh

hasil positif.

Gambar 3.1 Tes Laseque

b) Tes Bragard

Tujuan : untuk mengidentifikasi adanya Lumbar radiculopathy, umumnya

oleh lumbar disc hernia.

Teknik :Posisi pasien tidur terlentang menggerakkan fleksi hip secara pasif

dengan knee lurus disertai dorsi fleksi ankle dengan sudut 30 derajat.

Positif bila pasien merasakan nyeri pada posterior gluteal yang menjalar ke

tungkai.

Interpretasi : jika nyeri timbul indikasi stretch pada durameter atau spinal

cord lesi oleh disc hernia

36
Hasil :Dari pemeriksaan yang dilakukan pada tungkai dextra diperoleh

hasil positif.

Gambar 3.2 Tes Bragard

c) Tes Neri

Tujuan : untuk mengidentifikasi adanya Lumbar radiculopathy, umumnya

oleh lumbar disc hernia.

Teknik :Gerakan sama dengan tes Laseque hanya ditambah gerakan fleksi

kepala secara aktif dan biasanya dilakukan pada 40-60 derajat. Positif bila

dirasakan neri sepanjang distribusi n. Ischiadicus.

Interpretasi : jika nyeri timbul indikasi stretch pada durameter atau spinal

cord lesi oleh disc hernia

Hasil :Dari pemeriksaan yang dilakukan pada tungkai dextra diperoleh

hasil positif

37
Gambar 3.3 Tes Neri

d) Tes Valsava Manuver

Tujuan : untuk mendeteksi apakah ada desakan (space-occupying lesion)

pada kanal spinal.

Teknik : Posisi pasien duduk, mintalah pasien untuk mengambil napas

dalam dan menahannya. Selanjutnya, pasien berupaya untuk ekhalasi

selama 2-3 detik secara berangsur-angsur meningkatkan force ekhalasi

sambil menekan kedua hidung. Secara teknis, menahan tekanan udara

keluar sewaktu glottis tertutup.

Interpretasi : Tes positif jika muncul nyeri radikuler yang berarti terjadi

peningkatan tekanan intrathecal.

Hasil : hasilnya negatif.

3. Tes Pelvic Hip

a) Tes Patrick

Tujuan : untuk mengidentifikasi adanya patologi pada Hip, Lumbar,

Sacroilliac, atau iliopsoas spasm.

38
Teknik :Posisi pasien tidur terlentang dengan knee fleksi dan tumit

diletakkan di atas lutut tungkai yang satunya. Kemudian lutut yang fleksi

tadi ditekan ke bawah mendekati bed. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

merangsang nyeri pada sendi panggul. Positif bila nyeri pada sendi

panggul.

Interpretasi : tes positif jika nyeri terprovokasi selama test, atau ROM

terbatas. Jika nyeri indikasi patologi pada hip, lumbar, atau sacroiliac. Jika

ROM terbatas, indikasi illiopsoas spasm

Hasil :Dari pemeriksaan yang dilakukan pada tungkai dextra positif ada

nyeri

Gambar 3.4 Tes Patrick

b) Tes Contra Patrick (Anti Patrick)

Tujuan : untuk mengetahui adanya kelainan pada sendi sacroiliaca

Teknik :Tes ini kebalikan dari tes Patrick, caranya knee fleksi dengan arah

gerakan endorotasi dan adduksi, kemudian knee didorong ke medial. Tes

ini untuk membuktikan adanya kelainan pada sendi sacro iliaca.

Interpretasi : Positif bila nyeri pada daerah pantat baik mengalir sepanjang

39
tungkai atau terbatas pada daerah gluteus saja.

Hasil :Dari pemeriksaan yang dilakukan pada kedua tungkai diperoleh hasil

negatif.

Gambar 3.5 Tes Contrapatrick

4. Tes Joint Play Movement

Joint play movement adalah gerakan sendi yang tidak dapat dilakukan

oleh individu. Gerakan-gerakan ini termasuk roll,spin dan slide yang

menyertai gerakan fisiologis sendi.Pergerakan aksesori diperiksa secara pasif

untuk menilai rentang dan respons gejala pada posisi paket terbuka sendi.

a) PACVP (Postero Anterior Central Vertebra Pressure)

PACVP merupakan suatu teknik manipulasi yang mempunyai efek

gapping. Teknik ini ditujukan mengulur ligament intervertebra,

menurunkan spasme otot, gapping facet,memobilisasi nuclesus pulposus,

mengoreksi puncak kyphosis untuk meningkatkan lingkup gerak sendi.

Tujuan : untuk memgetahui letak kelainan secara segemntasi region

lumbalis

Tehnik : posisi pasien prone lying dengan fisioterapis yang berdiri

disamping bed. Kemudian fisioterapi menekan setaip segmen pada

40
vertebra.

Interpretasi : jika nyeri terprovokasi adanya gangguan pada facet joit.

Hasil : Adanya nyeri minimal pada segmen L5-S1

b) PAUVP (Posteroanterior Unilateral Vertebral Pressure)

Untuk tekanan vertebra unilateral posteroanterior (PAUVP),

jaripemeriksa bergerak lateral dari ujung proses spinosus sehingga ibu jari

berada pada lamina atau proses transversal, sekitar 2hingga 3cm lateral ke

proses spinosus cervical atau vertebra thoracal. Tekanan pegas anterior

dilakukan seperti pada tekniktekanan sentral. Tekanan ini menyebabkan

rotasi minimal daritubuh vertebral. Jika seseorang meraba proses spinosus

saat melakukan teknik ini, proses spinosus akan terasa bergerak ke sisi

yang diberi tekanan.

Tujuan : untuk memgetahui letak kelainan secara segemntasi region

lumbalis

Tehnik : posisi pasien prone lying dengan fisioterapis yang berdiri

disamping bed. Kemudian fisioterapi menekan setaip segmen pada

vertebra.

Interpretasi : jika ada nyeri tekan dan firm end feel maka indikasi facet

joint dysfunction/costovertebral joint dysfunction.

Hasil : Adanya nyeri pada segmen L5-S1

5. Tes Fungsional Lumbal (Oswetry Disability Index)

41
Tujuan tes ini untuk membantu Fisioterapis mendapatkan informasi tentang

bagaimana nyeri punggung bawah yang diderita pasien berdampak pada

kemampuan fungsional pasien sehari hari, juga sebagai bahan acuan untuk

evaluasi pasien.

Penilaian Score

1. Intensitas nyeri 3

2. Perawatan diri 1

3. Mengangkat benda 2

4. Berjalan 1

5. Duduk 2

6. Berdiri 2

7. Tidur 0

8. Kehidupan sex 0

9. Kehidupan social 1

10. Rekreasi 1

Total score 13

Hasil pemeriksaan kemampuan aktivitas fungsional dengan Oswestry

disability index (ODI) = 13/50X100% = 26% (moderate disability).

6. Pemeriksaan tambahan

Hasil X-Ray tanggal 22 Maret 2021 menunjukkan adanya :

- Spondylosis lumbalis

42
- Penyempitan discus intervertebralis CV L5-S1

G. Pengukuran Fisioterapi

1. Visual Analog Scale (VAS)

Tujuan : untuk mengetahui tingkatan nyeri yang diderita pasien dengan

visualisasi berupa rentang garis sepanjang kurang lebih 10 cm, dimana ujung

garis kiri tidak mengindikasi nyeri, sementara ujung satunya lagi

mengindikasi rasa nyeri maksimal yang mungkin terjadi.

Keterangan Nilai nyeri

Nyeri diam 2

Nyeri tekan 6

Nyeri gerak 8

Keterangan:

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan

4-8 : Nyeri sedang

9-10 : Sangat nyeri

2. Manual Muscle Testing (MMT)

Tujuan pengukuran kekuatan otot dengan MMT adalah untuk membantu

menegakkan diagnosis, menentukan jenis jenis terapi latihan yang harus

diberikan, menetukan jenis jenis alat bantu yang diperlukan oleh pasien, untuk

43
menetukan prognosis.

Hasil Group otot :

a. M.fleksor trunk = 4

b. M.ekstensor trunk = 4

3. Range Of Motion (ROM)

Tujuan dilakukan pengukuran ROM untuk mendeteksi adanya gangguan

gerakan fungsi gerak pada persendian pasien. ROM yang terbatas memberikan

informasi adanya gangguan pada sendi yang terbatas tersebut sehingga perlu

dicari apa penyebab keterbatasannya. Penyebab tersebut dapat berupa nyeri,

perlengketan jaringan intra artikular, pembengkakan disekitar sendi,

pemendekan jaringan otot/tendon sekitar sendi, dan atau terhalang oleh

sesuatu diluar sendi, dan sebagainya.

Interpretasi : Magee menjelaskan bahwa perbedaan 10 cm pada pita meteran

adalah normal untuk pengukuran. AAOS menjelaskan bahwa 4 inchi

merupakan suatu pengukuran rata-rata untuk pengukuran rata-rata orang

dewasa yang sehat.

Menggunakan modifikasi metode schober

Gerakan Patokan Posisi awal Posisi akhir ROM

Fleksi C7 – S 1 43 cm 49 cm 6 cm

Ekstensi C7 – S 1 43 cm 39 cm 5 cm

Side fleksi Ujung Jari 3 52 cm 40 cm 12 cm

Dextra – lantai

Side fleksi Ujung Jari 3 52 cm 40 cm 12 cm 44

Sinistra – lantai
Hasil : keterbatasan ROM pada gerakan fleksi dan Ekstensi

H. Diagnosa Fisioterapi (ICF-ICD)

“Low Back Pain et cause Spondylosis Lumbal L5-S1 ”

I. Problematik Fisioterapi (ICF Concept)

Pemeriksaan/Pengukuran
No. Komponen ICF
Yang Membuktikan

1. Impairment

a. Muscle tight m.erector spine Palpasi dan VAS

Tes PACVP , PAUVP dan


b. Nyeri tekan pada L5-S1
VAS

c. Nyeri gerak pada ekstensi Tes Gerak Aktif , Pasif dan

lumbal VAS

d. Nyeri radiculer area lumbal Res SLR, Tes Bragard, Tes

hingga ke tungkai Neri dan VAS

2. Activity Limitation

a. Kesulitan saat melakukan Regional Screening Test,

aktivitas duduk dan berjalan Observasi dan Tes Fungsional

lama. ODI

b. Kesulitan dalam melakukan

aktivitas mengangkat barang.

45
c. Nyeri saat berjalan jauh

3. Participation Restriction

a. Kesulitan dalam melakukan Regional Screening Test,

pekerjaan sebagai Ibu Rumah Observasi dan Tes Fungsional

Tangga ODI

BAB IV

INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Panjang

46
a) Meningkatkan aktivitas fungsional pasien dalam melakukan

aktivitas duduk dan berjalan

b) Memperbaiki aktivitas fungsional mengangkat beban.

c) Mengembalikan kemampuan aktivitas pekerjaan sebagai guru

2. Tujuan Jangka pendek

a) Mengurangi nyeri radiculer pada area lumbal hingga ke tungkai pasien

b) Mengurangi nyeri gerak pada ekstensi

c) Mengurangi spasme pada otot erector spine

B. Strategi Intervensi Fisioterapi

47
No Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Intervensi

1. Impairment :

a. Muscle tight m.erector spine a. Untuk - MWD

b. Nyeri tekan pada daerah mengurangi


- Contract Relax
bagian L5-S1 dan Nyeri spasme otot
Stretching
radiculer area lumbal hingga erector spine

ke tungkai b. Untuk -Wiiliam Flexion

mengurangi

nyeri tekan dan

nyeri menjalar

pada lumbal

2. Activitiy Limitation :

a. Kesulitan dalam Mengurangi nyeri - William Flexion

melakukan aktivitas dna memperbaiki - Contract Relax

duduk dan berjalan lama aktivitas fungsional - Core Stability

b. Kesulitan dalam duduk,berjalan dan

mengangkat barang. mengangkat barang

3. Participation Restriction

Kesulitan dalam melakukan Meningkatkan - Core stability

pekerjaan sebagai Ibu Rumah kemampuan


- William flexion
Tangga fungsional dan

aktivitas pekerjaan 48

tanpa keluhan.
C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi

1. MWD ( MicroWave Diathermy)

a. Persiapan alat :

1) Bersihkan dan rapikan semua peralatan yang akan digunakan baik

sebelum dan sesudah digunakan pasien.

2) Pastikan semua peralatan mesin maupun elektrode yang ada berfungsi

dengan baik dan siap dioperasikan, sehingga tidak membahayakan

pasien dan terapist.

3) Masukan stop kontak dalam posisi yang benar.

4) Tekan tombol on.

5) Sebelum mesin di gunakan lakukanlah pemanasan ± 10 menit

b. Persiapan Pasien :

1) Panggil penderita dengan ramah dan sopan, serta masukan ke tempat

terapi sesuai kondisi dan diagnosa.

2) Lakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan keluhan yang dialami

penderita dengan teliti dan cermat.

3) Sebelum pemberian terapi, pasien terlebih dahulu diberikan penjelasan

mengenai cara kerja alat, indkasi dan kontra indikasinya.

4) Daerah yang akan di terapi dibebaskan dari pakaian dan logam

c. Teknik Pelaksanaan :

1) Letakkan alat infra red tegak lurus pada area yang akan disinari.

2) Pilih posisi pasien se-rileks mungkin baik posisi tidur atau duduk.

49
3) Minta kepada pasien membebaskan pakaian pada daerah yang akan di

terapi.

4) Beri penjelasan setiap melakukan tindakan fisioterapi apa yang akan di

rasakan kepada penderita.

5) Dalam pelaksanaan terapi utamakan prinsip aman, nyaman dan

keselamatan pasien.

2. Contract Relax Stretching

a. Persiapan alat

Dalam hal ini adalah matras atau alas dengan bahan yang tidak terlalu

lunak dan tidak terlalu keras tetapi nyaman untuk pasien.

b. Persiapan pasien

Pasien diperiksa vital sign, perlu ditanyakan pada pasien apakah ada

keluhan pusing, mata berkunang-kunang, mual atau yang lain. Sarankan

pada pasien untuk tidak menggunakan pakaian yang dapat menggangu

atau membatasi gerakan latihan.

c. Teknik Pelaksanaan

1) Direct Method

Gerakan segmen tubuh pada akhir ROM yang ada dapat dilakukan

secara aktif atau pasif, tanpa melepaskan posisi tersebut, mita pasien

untuk berkontraksi secara isotonic halus dan terkordinasi pada group

otot tersebut yang mengalami tightness dalam suatu pola kemduain

block gerakan dengan tahanan, tahan gerakan isometric selama

50
beberapa detik, ulangi rangkaian ini sampai tidak tercapai ROM yang

leboh jauh dan latihan kembali ROM

2) Indirect method

Minta pasien untuk kontraksi isotonic yang halus dan terkordinasi pada

group otot yang berlawanan dengan group otot yang terbatas dalam

suatu pola dan lakukan block dengan tahanan, pertahankan kontraksi

isometric selama beberapa detik, lalu gerakkan segmen pada akhir

ROM baru.

d. Dosis :

Frekuensi : 1 kali sehari

Intensitas : Toleransi pasien

Time :10-15 menit

3. William flexion

a. Pelvic tilting

Teknik : Pasien dalam posisi t erlentang, dengan kedua lutut ditekuk dan

kedua kaki rata pada permukaan matras.setelah itu Pasien diminta menekan

pinggang ke bawah melawan matras dengan mengkontraksikan otot perut

dan otot pantat. Setiap kontraksi ditahan 5 detik kemudian lemas, ulangi 10

kali.Usahakan pada waktu lemas pinggang tetap rata.

Tujuan : Untuk penguluran otot-otot ekstensor trunk, mobilisasi sendi

panggul, penguatan otot-otot perut.

51
b. Single knee to chest

Tehnik : Posisi pasien terlentang, dengan kedua kaki lurus. Kemudian

Pasien diminta untuk memfleksikan satu lutut kearah dada sejauh mungkin,

kemudian kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik lututnya ke

dada. Pada waktu bersamaan angkat kepala hingga dagu menyentuh dada

dan bahu lepas dari matras, tahan 5 detik. Latihan diulangi pada tungkai

yang lain, ulangi latihan sebanyak 10 kali. Kedua tungkai lurus naik harus

dihindari, karena akan memperberat problem pinggangnya.

Tujuan: Untuk merapatkan lengkungan pada lumbal, peunguluran otot-otot

ekstensor trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka, dan otot – otot

hamstring.

c. Double knee to chest

Teknik : Posisi pasien Terlentang, dengan kedua kaki lurus. Kemudian

Pasien diminta untuk melakukan latihan yang sama dengan nomor 3, tetapi

kedua lutut dalam posisi menekuk, dinaikkan ke atas dan ditarik dengan

52
kedua tangan kearah dada, naikkan kepala dan bahu dari matras, ulangi 10

kali. Pada waktu menaikkan kedua tungkai ke atas sejauh mungkin ia rapat,

baru ditarik dengan kedua tangan mendekati dada.

Tujuan: Untuk merapatkan lengkungan pada lumbal, peunguluran otot-otot

ekstensor trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka, dan otot – otot

hamstring.

d. Partial sit up

Teknik : Posisi pasien Terlentang, kedua lutut ditekuk dan kedua kaki rata

pada permukaan matras. Setelah itu Pasien diminta mengkontraksikan otot

perut dan memfleksikan kepala, sehingga dagu menyentuh dada dan bahu

terangkat dari matras. Setiap kontraksi ditahan 5 detik, kemudian lemas,

ulangi sebanyak 10 kali.

Tujuan: Untuk penguluran otot-otot ekstensor trunk, penguatan otot-otot

perut, dan otot sternocleidomastoideus.

e. Seated trunk flexion

53
Teknik : Pasien duduk di kursi yang disandarkan pada dinding, dengan

kedua tungkai terpisah. Kemudian Pasien diminta untuk membungkukkan

tubuh ke depan sampai telapak tangan menyentuh lantai.

Tujuan : untuk mengulur otot extensor trunk. gluteus maximus, peroneus,

dan tibialis anterior

f. Hamstring stretch

Teknik : Pasien Duduk dengan kaki lurus Setelah itu pasien diminta

menempatkan kedua tangannya di jari kaki. Dengan meluruskan lututnya

sebisa mungkin.

Tujuan : Untuk penguluran otot otot Hamstring

g. Squat

Teknik : Pasien berdiri dengan punggung lurus dan kedua lengan

diluruskan ke depan, posisi kedua kaki sejajar. Pasien diminta Perlahan

54
lahan jongkok, dengan kedua lengan masih lurus kedepan. Dengan

mempertahankan posisi 5 - 10 detik.

Tujuan : Untuk meningkatkan stabilitas postural seseorang dengan

gangguan persendian atau tonus otot. penguatan otot quadriceps, otot perut,

ekstensor trunk.

4. Core stability

Lakukan latihan Core Stability Exercise dengan cara sebagai berikut :

a. Prone Bridging On Elbow

Teknik : pasien dalam posisi prone lying lalu lengan bawah dan kaki menyentuh

lantai, kemudian minta pasien mengangkat tubuhnya. Punggung dalam

posisi lurus. Tahan posisi ini selama 15 detik - 1 menit.

Tujuan : untuk mengaktivasi otot serratus anterior yang mana berinsersio

di otot abdominal yang mana mampu mengaktivasi otot core.

b. Side Bridging on Elbow

55
Teknik : Pasien diminta untuk memposisikan side-lying. Lalu minta untuk

menopangnya dengan siku dan angkat pelvis, untuk menopang tubuh

bagian bawah dengan sisi lateral dari lutut sisi bawah.

Tujuan : untuk mengaktivasi otot perut yaitu otot external oblique.

c. Quadruped Opposite arm/leg

Teknik : Pasen dalam posisi merangkak, kepala lurus dengan lutut fleksi 90

derajat. Kemudian pasien diminta untuk mengangkat salah satu kaki lurus

sambil mengangkat lengan yang berlawanan.

Tujuan : untuk mengaktivasi otot tungkai dan lengan

d. Supine Butt Lift With Arm and side

Teknik : Minta pasien berbaring telentang dengan lutut ditekuk, kaki

sejajar, dan tumit berada di dekat pantat, letakkan kedua lengan di samping.

Kencangkan perut dan tilt pelvis. Pelan-pelan angkat dengan menggunakan

glutes dan hamstrings sampai trunk sejajar dengan paha. Kemudian tahan

56
selama 3-5 detik.

Tujuan : untuk mengaktivasi otot tranversus abdominis dan internal oblique

saat di permukaan yang stabil maupun tidak stabil.

Dosis : Latihan Core Stability diberikan repetisi sebanyak 5 kali tiap

gerakan dengan hitungan 1 – 8 detik dan dilakukan 3x seminggu sebanyak

12x selama 1 bulan.

D. Edukasi dan Home Program

1. Edukasi :

a) Pasen disarankan menghindari tekanan berlebihan pada area Lumbalnya.

b) Pasien disarankan untuk melakukan koreksi postur setiap saat dengan

berdiri tegak dan duduk tegak

c) Pasien tidak boleh mengangkat beban yang berat dalam posisi yang salah

atau sebaiknya menghindari mengangkat beban berat untuk sementara

waktu

2. Home Program

a) Pasien dianjurkan melakukan William Flexion Exercise seperti posisi

duduk lalu membungkuk ke depan ke arah lutut, membawa satu atau dua

lutut ke arah dada dan menghindari gerakan ekstensi berlebihan.

57
b) Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan core stability exercise.

E. Evaluasi Fisioterapi

Evaluasi
Intervensi
No Problematik Awal Terapi Akhir Terapi
Fisioterapi
30 Maret 2021 20 April 2021

Muscle Tight MWD, Contract Palpasi: Tightness


1. Palpasi: Tightness
m.erector spine Relax stretching berkurang

Nyeri Infra Red


2. VAS: 8/10 Vas:4/10
Radiculer Wiiliam Flexion

Aktifitas

Fungsional
Skala ODI : Skala ODI :
(duduk,berjala Wiiliam Flexion
3. Score 13 Score 11
n dan Core Stability
Nilai : 26% Nilai : 22%
mengangkat

beban)

MMT MMT
Core Stability,
4. Kekuatan Otot Fleksor:4 Fleksor:5
William Flexion
Ekstensor: 4 Ektensor:5

58
BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assessment Fisioterapi

1. Diagnosa dan Problematika Fisioterapi

Untuk menegakkan diagnosis fisioterapi yang berkaitan dengan kondisi patologi

penyakit, maka dibutuhkan pemeriksaan yang menunjukkan manifestasi klinis

suatu kondisi. Pada kondisi spondylosis lumbal, manifestasi klinis spondylosis

lumbal dan panduan kasus berdasarkan evidence based practice dapat dijadikan

algorhitma assessment untuk mendiagnosa spondylosis lumbal.

Beberapa panduan kasus sponsylosis lumbal dari sejumlah artikel dapat

dijadikan algorhitma assessment atau penuntun untuk penegakan diagnosa

spondylosis lumbal. Adapun panduan kasus spondylosis lumbal (KNGF

guideline) adalah sebagai berikut:

a. Dalam panduan kasus spondylosis lumbal ditemukan gejala khas

spondylosis lumbal,yaitu :

1) Kelompok usia 40-70 thn.

2) ROM terbatas daerah lumbal, seperti fleksi, ekstensi, dan lateral fleksi.

3) Nyeri saat berganti poisisi dari duduk ke berdiri.

59
4) Terbatas melakukan aktivitas seperti mengambil sesuatu di lantai akibat

kelemahan otot.

Hasil penelitian ini, berdasarkan interview dan asesmen dengan pasien,

pasien berusia 69 tahun, dan ditemukan nyeri dan keterbatasan gerak fleksi-

ekstensi lumbal, sehingga pasien tidak mampu menunduk secara penuh, dan

nyeri saat berganti posisi dari duduk ke berdiri. Hasil penelitian ini, sejalan

dengan panduan kasus spondylosis lumbal.

2. Inspeksi

Dalam panduan kasus spondylosis lumbal, ditemukan hasil isnpeksi adanya

nyeri saat ingin berdiri dan membungkuk. Hasil penelitian ini berdasarkan

pengamatan peneliti menunjukkan adanya nyeri dengan skala nyeri 5.

3. Pemeriksaan fungsi dasar

Pemeriksaan fungsi dasar terdiri atas tes gerak aktif, tes gerak pasif, dan tes

isometric melawan tahanan. Berdasarkan panduan kasus spondylosis lumbal,

ditemukan hasil pemeriksaan fungsi dasar berupa lingkup gerak sendi yaitu

fleksi lebih terbatas daripada ekstensi, dan ditemukan problem nyeri otot saat tes

isometric melawan tahanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada tes

gerak aktif ditemukan adanya keterbatasan fleksi lumbal dan sedikit ekstensi

lumbal. Kemudian, hasil tes gerak pasif menunjukkan adanya keterbatasan

gerak fleksi dan sedikit keterbatasan ekstensi lumbal. Dan pada hasil tes

isometric melawan tahanan, ditemukan adanya nyeri pada otot multifidus dan

gluteus. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian antara hasil pemeriksaan dan

panduan kasus spondylosis lumbal.

60
4. Pemeriksaan Spesifik

Berdasarkan panduan kasus spondylosis lumbal, menunjukkan adanya

keterbatasan LGS, kelemahan otot, dan tidak menimbulkan gejala neurologi.

Hal tersebut yang mendasari tes spesifik seperti lasegues test dan braggard tes

sering menimbulkan nyeri, sehingga sangat penting dilakukan kedua tes

tersebut.

Hasil penelitian berdasarkan pemeriksaan spesifik, ditemukan pasien mengalami

nyeri saat dilakukan laseigues test dan braggard test.

5. Pengukuran

Beberapa penelitian umumnya menggunakan pengukuran nyeri, ROM, kekuatan

otot, dan fungsional berjalan pada kondisi spondylosis lumbal. Hal ini sesuai

dengan problematic yang umumnya terjadi pada kosdisi spondylosis lumbal,

yaitu problem nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi, problem kelemahan

otot, serta nyeri saat membungkuk dan nyeri saat berdiri dari posisi duduk.

Begitu pula penelitian ini menggunakan alat ukur VAS (Visual Analoge

Scale) untuk mengukur nyeri, alat ukur goniometer untuk mengukur ROM,

Manual Muscle Testing (MMT), dan Oswestry Disability Index (ODI) untuk

pengukuran fungsional. Dengan pengukuran tersebut, maka evaluasi perubahan

setelah intervensi fisioterapi dapat dimonitoring setiap hari atau minggu.

Berdasarkan temuan hasil pemeriksaan di atas yang sesuai dengan panduan

kasus spondylosis lumbal, maka peneliti dapat mengambil pernyataan sebagai

diagnosis fisioterapi yaitu “Low Bac Pain akibat Spondylosis Lumbal”. Adapun

problematic yang ditemukan berupa nyeri gerak, keterbatasan ekstensi lumbal,

61
kelemahan otot, dan gangguan fungsional.

B. Pembahasan Intervensi fisioterapi

Dalam Journal of Health Sciences “Effect of Core Stabilization exercise on

functional disability in patients with chronic low back pain; Amila kapetnovic,

sabina jerkovic, dijana Avdic” Menyatakan bahwa core stability dapat memperbaiki

gangguan fungsional sehari-hari pada pasien low back pain, dimana core stability

dapat menyeimbangkan kerja antara otot-otot core sehingga terjadi keseimbangna

kerja antar otot core sehingga secara tidak langsung dapat memperbaiki aktivitas

fungsional(kapetnovic, 2016) .

Dalam Jurnal “Effectiveness of William Flexion Exercise to Reduce Pain Intensity

on Low Back Pain Of Woodcarvers “ menyatakan bahwa William Flexion dapat

menurunkan intensitas nyeri pada penderita low back pain (Yundari, 2018).

Aplikasi traksi manipulasi dapat meningkatkan fungsional dikarenakan pada otot

yang spasme akan terjadi pelemasan (rileksasi) oleh peregangan yang intermitten

terhadap otot antagonis pelemasan ini terjadi karena adanya peregangan yang akan

merangsang golgi tendon sehingga terjadi reflek rileksasi otot yang bersangkutan

dan peregangan intermiten akan memperbaiki mikrosirkulasi oleh pumping action

sehingga mengurangi iritasi pada saraf Afferent yang menimbulkan reflek

peningkatan tonus otot. selanjutnya akan terjadi penekanan diskus ke sisi posterior

sehingga akan didapat gaya tangesial yang mendorong nucleus ke ventral. akibat

62
adanya gerak dinamis ekstensi yang dilakukan berulang sehinnga dapat

meningkatkan cairan dan corpus yang kemudian akan menurunkan viscositas

nucleus pulposus yang dapat mobilisasi atau mreposisi nucleus ke posisi anterior

dan dapat mengurangi iritasi terhadap jaringan sekitarnya. Traksi manipulasi juga

dapat memperbaiki posture tubuh yang jelek akibat adanya tightness dan kontraktur

dari otot yang spasme. Bila spasme otot menurun aktivitas fungsional seperti duduk,

berdiri dan berjalan dapat ditingkatkan (Krause, 2012).

63
DAFTAR PUSTAKA

Daniel dan Worhingham. 2007. Muscle Testing: Techniques of Manual Examination, Eight

edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Saunders, H. Duane. 1979. Lumbar Traction. Journal of Orthopedic & Sports Physical

Therapy, Vol 1.No.1. University of Kansas.

Apley, A. G. and Solomon, L. (2010) Appley’s System Of Orthopaedics and Fractures.

Ninth. London: Hodder Education.

Bahrudin, M. (2017) ‘Patofisiologi Nyeri (Pain)’, 13.

Faqih, A. I. (2018) ‘Effect of muscle energy technique on pain, range of motion and

function in patients with post surgical elbow stiffness : A Randomized controlled trial’,

Hong Kong Physiotherapy Journal.

Fevharianti, N. A. (2016) Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Low Back Pain et Causa

Spondilosis Lumbal di Rumah Sakit PKU Muhammadiah Surakarta. Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

kapetnovic, A. (2016) ‘Effect of Core Stabilization exercise on functional disability in

patients with chronic low back pain’, Journal of Health Science.

Mahadewa, T. G. B. and Maliawan, S. (2009) Diagnosis dan Tatalaksana

Kegawatdaruratan Tulang Belakang. Jakarta: Sagung Seto.

Muttaqin, A. (2012) Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi pada Praktik Klinik

Keperawatan. Jakarta: ECG.

Rahim, A. H. (2012) Vertebra. Jakarta: Sagung Seto.

64
Sakinah (2013) Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada

Pekerja Batbara Di Kelurahan Lawawoi Kabupaten Sidrap. Universitas Hasanuddin.

Satyanegara (2010) Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Trisnowiyanto, B. (2012) ‘Instrument Pemeriksaan Fisioterapi dan Penelitian Kesehatan’,

Nuha Medika.

Yundari, I. D. H. (2018) ‘Effectiveness of William Flexion Exercise to Reduce Pain

Intensity on Low Back Pain Of Woodcarvers’, Proceedings of the International Conference

on Applied Scince and Health.

65

Anda mungkin juga menyukai