Anda di halaman 1dari 33

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus atas nama Muhammad Fitransya Nim : PO.71.3.241.17.1.028 dengan

judul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Low Back Pain Et Causa Sacroiliac Joint Block” telah

disetujui untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan praktek klinik di

RSI Faisal Makassar, mulai tanggal 20 Januari 2020 – 15 Februari 2020.

Makassar, 2020

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Rahmy Amd.FT ` Fahrul Islam, S. St.Ft.Physio,M.Kes


NIP.196401071991031003
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT,atas berkat rahmat dan karunia-nya sehingga saya

dapat menyelesaikan Laporan kasus dengan JUDUL “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

PADA LOW BACK PAIN ET CAUSA SACROILIAC JOINT BLOCK” Laporan kasus ini

disusun berdasarkan praktek Klinik di RSI Faisal Makassar.

Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Pembimbing Klinik dan Pembimbing

Akademik yang memberikan arahan selama menyusun laporan ini.

Saya berharap hasil Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa Fisioterapi

Khususnya dan seluruhnya mahasiswa pada umumnya


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman, banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, dalam hal

ini maka manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan melakukan

pekerjaan. Dalam aktifitas pekerjaannya manusia kurang memperhatikan keamanan

anggota tubuhnya terhadap pola gerak yang dilakukan. Hal ini dapat menimbulkan

beberapa keluhan nyeri, salah satu diantaranya nyeri pada daerah punggung bawah.

(Pinzon, 2012).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial. Peraturan utama dalam merawat

pasien dengan nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya

tidak diketahui. Oleh karena itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan

pasien.

Nyeri punggung terbagi menjadi dua yaitu nyeri punggung atas dan nyeri punggung

bawah. Nyeri punggung bawah (Low Back Pain) merupakan salah satu ancaman terbesar

kesehatan masyarakat yang dihadapi individu di seluruh dunia (Tsega-Ab, 2018).

Menurut Aisyiah dkk (2015) nyeri punggung bawah merupakan keluhan yang sering kita

dengar dari orang usia lanjut, namun tidak menutup kemungkinan dialami oleh orang usia

muda.

Dalam The World Health Report (WHO, 2002) low back pain dikaitkan dengan

stres ergonomis di tempat kerja, termasuk mengangkat dan membawa beban

berat,tuntutan pekerjaan fisik, whole body vibration, sering membungkuk,dan postur

yang janggal. Tingginya tingkat Low Back Pain pada kelompok khusus pekerja, seperti
petani, perawat, operator alat berat, dan pekerja konstruksi. Low back pain sering terjadi

di negara -negara industri. Meskipun data tersebut terbatas, angka yang dilaporkan di

China mirip dengan di negara industri lain. Low back pain dapat dicegah, tetapi

intervensi yang sukses membutuhkan kerjasama antar mitra, termasuk manajemen,

tenaga kerja, insinyur industri, ergonomi, dan praktisi medis. Analisis menunjukkan

bahwa sekitar 37% dari Low back pain disebabkan faktor risiko pekerjaan. Meskipun

bukan penyebab kematian, Low Back Pain menyebabkan angka kesakitan atau morbiditas

yang cukup besar, sehingga diperkirakan 0,8 juta Disability Adjusted Life Years (DALYs

: 0,1%) di seluruh dunia. Ini adalah penyebab utama ketidakhadiran kerja, dan karena itu

menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi.

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah bagaimana Penatalaksanaan

Fisioterapi Pada Low Back Pain Et Causa Sacroiliac Joint Block?

C. Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui Penatalaksanaan

Fisioterapi Pada Low Back Pain Et Causa Sacroiliac Joint Block.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kasus

1. Definisi

Low Back Pain ( LBP ) atau nyeri punggung bawah adalah sindroma klinik yang

ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah

tulang punggung bagian bawah ( Sunarto, 2005 ).

Nyeri punggang bawah umumnya dikategorikan ke dalam akut, subakut, dan

kronik. Nyeri punggang bawah akut biasanya di definisikan suatu periode nyeri

kurang dari 6 minggu lainnya, nyeri punggang bawah subakut adalah suatu periode

nyeri antara 6-12 minggu lamanya dan nyeri pinggang bawah kronik merupakan

suatu periode nyeri lebih 12 minggu ( David Ip, 2007 ).

2. Anatomi

a. Vertebra Lumbal
Ukuran tulang vertebrae lumbal semakin bertambah dari L1 hingga L5

seiring dengan adanya peningkatan beban yang harus disokong. Pada bagian

depan dan sampingnya, terdapat sejumlah foramina kecil untuk suplai arteri dan

drainase vena. Pada bagian dorsal tampak sejumlah foramina yang lebih besar

dan satu atau lebih orificium yang besar untuk vena basivertebral. Corpus

vertebrae berbentuk seperti ginjal dan berukuran besar, terdiri dari tulang korteks

yang padat mengelilingi tulang medular yang berlubang-lubang. Permukaan

bagian atas dan bawahnya disebut dengan endplate. End plates menebal di

bagian tengah dan dilapisi oleh lempeng tulang kartilago. Bagian tepi end plate
juga menebal untuk membentuk batas tegas, berasal dari epiphyseal plate yang

berfusi dengan corpus vertebrae pada usia 15 tahun. Lengkung vertebrae

merupakan struktur yang berbentuk menyerupai tapal kuda, terdiri dari lamina

dan pedikel. Dari lengkung ini tampak tujuh tonjolan processus, sepasang

prosesus superior dan inferior, prosesus spinosus dan sepasang prosesus

tranversus. Pedikel berukuran pendek dan melekat pada setengah bagian atas

tulang vertebrae lumbal. Lamina adalah struktur datar yang lebar, terletak di

bagian medial processus spinosus. Processus spinosus sendiri merupakan suatu

struktur datar, lebar, dan menonjol ke arah belakang lamina. Processus

transversus menonjol ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan

lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai

tuas untuk otot-otot dan ligamen-ligamen yang menempel kepadanya. Processus

articular tampak menonjol dari lamina. Permukaan processus articular superior

berbentuk konkaf dan menghadap kearah medial dan sedikit posterior. Processus

articular inferior menonjol ke arah lateral dan sedikit anterior dan permukaannya

berbentuk konveks.
b. Sacrum

Merupakan tulang besar berbentuk segitiga terdiri dari lima vertebrae yang

berfusi. Berartikulasi pada bagian proksimal dengan lima tulang lumbal, bagian

lateral dengan ilium, dan bagian distal dengan coccyx. Di tengah permukaan

cembung bagian dorsal terdapat kurang lebih empat processus spinosus yang

bersatu membentuk medial sacral crest. Di samping sacral crest ini, dan sedikit di

medial foramina sacralis posterior, terdapat satu seri sendi zygapophyseal yang

membentuk intermediate crest. Permukaan endopelvis berbentuk konkaf, pada

permukaannya terdapat empat pasang foramina sacral pelvis yang berlawanan

dengan foramina sacral dorsalis. Ujung runcing sacrum dibentuk oleh vertebra

sacrum ke lima yang berartikulasi dengan coccyx. Vertebra ke lima ini

membentuk suatu hiatus disebut dengan cornu sacralis.

c. Coccyx

Coccygeus (Gb.2.9) yang disebut juga dengan tulang ekor, terdiri dari tiga

hingga lima vertebra yang berfusi secara bervariasi. Segmen pertama dan terbesar

berartikulasi melalui discus rudimenter dengan permukaan bagian bawah vertebra

sacral ke lima dan berbentuk padat. Di bagian posterior, terbentuk coccygeal

cornua. Tulang coccygeus tidak mengandung canalis spinalis.

Otot-otot pada region lumbal terdiri atas 3 kelompok yaitu :


a. Otot erector spine ; merupakan group otot yang luas dan terletak dalam pada

facialumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista

iliaca dan processus spinosus thoracolumbal. Group otot ini terbagi atas

beberapa otot yaitu :

1. M. transversus spinalis

2. M. Longgissimus

3. M. liiocostalis

4. M. spinalis

5. Paravertebra muscle ( deep muscle ) seperti M. interspinalis dan M.

intrasversaris.

Group otot ini merupakan penggerak utama pada gerakan ekstensi

lumbal dan sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan

gerak ( Anshar dan Sudaryanto,2011 ).

b. Deep lateral muscle, merupakan group otot instrinsik pada bagian ;ateral

lumbal yang terdiri dari :

1) M. Quadratus lumborum

2) M. Psoas

Group otot ini berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal

( Sinta,2018 ).

c. Abdominal wall muscle merupakan group otot ekstrinsic yang membentuk dan

memperkuat dinding abdominal. Pada group otot ini ada 4 otot abdominal

yang penting dalam fungsi spine, yaitu M. rectus abdominis, M. obliqus

eksternal, M. Obliqus internal, dan M. transversalis abdominis. Group otot ini


merupakan fleksor trunk yang sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan

kurva lumbal. Disamping itu M. obliqus internal dan eksternal berperan dalam

rotasi trunk. Didalam memperkuat dinding abdominal, M. obdominal bekerja

sebagai direct brade, M. obliqus internal bekerja sebagai oblique brace kearah

inferior dan posterior sedangkan M. obliqus eksternal bekerja sebagai brace

kearah anterior.

3. Etiologi

Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang

belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong

tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain:

a) Kelainan kongenital/kelainan perkembangan: spondilosis dan

spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis.

b) Trauma minor: regangan, cedera whiplash

c) Fraktur: traumatik yaitu jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atraumatik

yaitu osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen

d) Herniasi diskus intervertebral


e) Degeneratif: kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis

spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan

sendi atlantoaksial (misalnya arthritis reumatoid)

f) Arthritis: spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun (misalnya

ankylosing spondilitis, sindrom reiter)

g) Neoplasma: metastasis, hematologic, tumor tulang primer

h) Infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus,

meningitis, arachnoiditis lumbalis

i) Metabolik: osteoporosis, hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis (misalnya

penyakit paget)

j) Vaskular: aneurisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral

k) Lainnya: nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura

sakit, sindrom nyeri kronik (Fauci et al., 2008).

4. Tanda dan Gejala


a. Cara berjalan pincang, diseret, kaku ( merupakan indikasi pemeriksaan neurologis

).

b. Perilaku penderita apakah konsisten dengan keluhan nyerinya (kemungkinan

kelainan psikiatrik ).

c. Nyeri yang timbul hampir pada semua pergerakan daerah lumbal (pinggang)

sehingga penderita berjalan sangat hati-hati (kemungkinan infeksi, peradangan,

tumor atau patah tulang).

d. Nyeri yang dirasakan bisa terus menerus atau hilang timbul.

e. Nyeri diperparah bila bersin atau mengejan (HNP).


f. Nyeri menjalar atau kesemutan ke daerah tungkai sepanjang paha belakang

sampai betis.

g. Nyeri saat membungkuk atau menegakkan badan.

B. Tinjauan Tentang Assesment & Pengukuran Fisioterapi


Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, fisioterapi seharusnya selalu

memulai dengan melaksanakan assesment yaitu di mulai dari pengkajian  data

(anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan spesifik, dan lain-lain) kemudian dilanjutkan

dengan tujuan terapi, penatalaksanaan fisioterapi serta tindak lanjut dan evaluasi.

1. Pengkajian Data

Dalam pengkajian fisioterapi, proses pemeriksaan untuk menentukan

problematika pasien dimulai dari anamnesa, pemeriksaan, dan dilanjutkan dengan

menentukan diagnose fisioterapi.

2. Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan

mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara langsung (auto anamnesis) ataupun

dengan mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara langsung (hetero anamnesis)

mengenai kondisi/ keadaan penyakit pasien. Dengan melakukan anamnesis ini akan

diperoleh informasi-informasi penting untuk membuat diagnosis. Anamnesis

dikelompokan menjadi dua yaitu anamnesis umum dan anamnesis khusus.

1) Anamnesis Umum

Identitas pasien

Data identitas pasien yang diperoleh berupa  nama, jenis kelamin, umur, agama,

pekerjaan, serta alamat pasien.


2) Anamnesis Khusus

a. Keluhan utama

Merupakan satu atau lebih keluhan atau gejala dominan yang mendorong

penderita untuk mencari pertolongan.

b. Kapan terjadi

Merupakan waktu awal terjadinya keluhan pada pasien yang dirasakan

hingga saat diberikan terapi.

c. Riwayat penyakit sekarang

Merupakan rincian keluhan dan menggambarkan proses terjadinya riwayat

penyakit secara kronologis dengan secara jelas dan lengkap. Yang isinya

kapan mulai terjadinya, sifatnya seperti apa, manifestasi lain yang menyertai,

penyebab sakit, dan lain-lain.

d. Riwayat penyakit dahulu / penyerta

Pertanyaan diarahkan pada penyakit-penyakit yang pernah dialami yang

tidak berkesinambungan dengan munculnya keluhan sekarang.

e. Riwayat pribadi

Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-hari yang dilakukan

pasien menyangkut hobi atau kebiasaan Riwayat penyakit keluarga

f. Riwayat keluargaa dalah penyakit-penyakit yang bersifat menurun dari orang

tua atau keluarga yang lain .


3. Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dilakukan dibagi menjadi dua, antara lain:

1) Pemeriksaan fisik

a. Tanda – tanda Vital

Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh data sebagai berikut: (1) tekanan

darah, (2) denyut nadi, (3) pernafasan (4) temperatur.

b. Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Ada

dua macam yaitu inspeksi statis dan inspeksi dinamis.Inspeksi statis adalah

inspeksi dimana pasien dalam keadaan diam, sedangkan inspeksi dinamis

adalah inspeksi dimana pasien dalam keadaan bergerak.

c. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Pemeriksaaan fungsi gerak adalah suatu cara pemeriksaan dengan

melakukan yang terdiri dari pemeriksaan gerak aktif, pasif, dan isometrik

melawan tahanan..

 Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan secara mandiri oleh

pasien tanpa bantuan dari orang lain atau terapis. Hasil yang didapat

dari pemeriksaan fungsi gerak dasar aktif adalah nyeri dan

keterbatasan gerak.
 Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan terapis sementara pasien

dalam keadaan pasif atau rileks. Hasil yang didapat dari pemeriksaan

fungsi gerak dasar pasif adalah nyeri, keterbatasan gerak dan end feel.

 Pemeriksaan Fungsi Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan terapis dengan

memberikan tahanan pada pasien saat melakukan gerakan. Hasil

yang didapat dari pemeriksaan fungsi gerak dasar Isometrik

Melawan Tahanan adalah nyeri, dan kualitas otot.

2) Pemeriksaan Spesifik

 Gapping Test

 Gapping Anterior Test

Tes ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan pada

SIJ/ligamen anterior SIJ dengan cara pasien terlentang dengan posisi

kedua tungkai rileks. Praktikan meletakkan kedua tangan diatas SIAS

pasien secara menyilang. Praktikan selanjutnya mengaplikasikan

tekanan pada SIAS pasien kearah luar dan bawah. Penyilangan lengan

meningkatkan strain pada komponen lateral ligament. Temuan yang

diharapkan adalah bukannya nyeri local tetapi lebih kepada

memperberat gejala pada gluteal. Tes ini positif hanya jika nyeri timbul

pada area unilateral gluteal posterior crural.


 Gapping Posterior Test

Tes ini bertujuan untuk untuk mengidentifikasi kelainan pada

SIJ/ligamen posterior SIJ dengan cara pasien tidur miring dengan posisi

kedua knee difleksikan dan rileks. Praktikan meletakkan kedua tangan

diatas crista iliaca pasien. Praktikan selanjutnya mengaplikasikan

tekanan kearah bed/lantai. Manuver ini menyebabkan penekanan diatas

sacrum pasien. Positif tes apa bila ada perasaan peningkatan tekanan

pada sacroiliac joint.

 SLR Test

Tes ini dikenal juga dengan Laseque’s test. Tes ini dilakukan untuk

meregangkan saraf sciatic pada pasien Ischialgia di level L4-L5 atau L5-

S1  yang menyebabkan tekanan pada akar saraf L5 atau S1 (Gross,

2009). Tes ini dilakukan dengan cara pasif, posisi pasien tidur telentang

dengan tungkai lurus normal, hip medial rotasi dan adduksi, lutut ekstensi,

setelah itu terapis memfleksikan atau mengangkat tungkai antara 35 0-

700 tersebut sampai pasien mengeluh nyeri atau kaku di posterior paha

(Magee, 2006). Hasil dikatakan positif bila timbul rasa nyeri sepanjang

perjalanan saraf iskhiadikus dan kemungkinan ada penekanan pada akar

saraf, bila tes negatif kemungkinan penekanan akar saraf kecil (Tjokorda,

2009). Namun dalam penderita nyeri punggung bawah miogenik hasil tes ini

negatif, karena tidak ada keterlibatan radik vertebra (Willms, 2005).


 Bragard Test

Tes ini merupakan modifikasi dari tes laseque atau SLR dan cara

melakukan tes sama dengan tes laseque atau SLR hanya waktu mengangkat

tungkai disertai dorsifleksi kaki dan fleksi cervical untuk hasilnya atau

interpretasinya sama dengan  laseque atau SLR (Tjokorda, 2009). Namun

dalam penderita nyeri punggung bawah miogenik hasil tes ini negatif,

karena tidak ada keterlibatan radik vertebra (Willms, 2005).

 Gillet test

Tujuan tes ini untuk mengidentifikasi sacroiliac hypomobile atau

blocked dengan cara meletakkan kedua ibu jari masing-masing pada SIPS

pasien. Praktikan lalu meminta pasien untuk berdiri pada satu tungkai

dengan mengangka tugkainya kearah dada. Pada saat bersamaan ini

menyebabkan sacrum berotasi ke posterior. Lakukan secara bergantian.

Positif tes jika sacroiliac joint pada sisi knee yang di fleksikan (sisi

ipsilateral) bergerak minimal atau naik.

 Palpasi
Palpasi merupakan cara pemeriksaan dengan cara meraba,

menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien dimana untuk

mengetahui adanya nyeri tekan, spasme otot, suhu local, tonus otot, dan

oedema.

4. Pengukuran

a. Visual Analog Scale (VAS)

Vas digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang pasien

rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai dari ”tidak nyeri,
ringan, sedang atau berat” . Secara operasional VAS umumnya berupa garis

horizontal atau vertical, panjang 10 cm seperti yang di ilustrasikan pada gambar.

Pasien menandai garis dengan menandai sebuah titik yang mewakili keadaan

nyeri yang di rasakan pasien saat ini.

Kriteria Visiual analog scale (VAS)

o Skala 0, tidak nyeri

o Skala 1, nyeri sangat ringan

o Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu

sakit

o Skala 3, nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi

o Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)

o Skala 5, nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam

waktu lama

o Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera

penglihatan

o Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas

o Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan

terjadi perubahan perilaku

o Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan cara

apapun untuk menyembuhkan nyeri

o Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan

Anda tak sadarkan diri


b. Schober Test

Tes ini dilakukan untuk mengetahui LGS dari tulang belakang khusunya pada

region lumbal, untuk melakukan tes ini posisi awal pasien berdiri tegak dengan

lebar kaki selebar bahu, kemudian diberikan tanda setinggi spina iliaka posterior

superior (SIPS) atau processus spinosus S2 10 cm ke atas, tetapi Macrae and

Wright memodifikasi dengan memberikan 3 tanda yaitu SIPS, 5 cm dibawah SIPS

dan 10 cm di atas SIPS, kemudian pasien diminta untuk membungkuk sampai

adanya keterbatasan dan ukur jarak antara dua tanda atas dan bawah, kemudian

hasil dari pengukuran ini selisih dari hasil pengukuran akhir dan awal. Hasil dari

tes ini pada dewasa muda selisih jarak kurang dari 4 cm menunjukkan adanya

gangguan fleksi pada lumbal (Willms, 2005; Clarkson, 1989; Reese, 2002). Tes

juga dilakukan pada gerakan lateral fleksi, posisi awal pasien berdiri tegak dan

jarak kaki selebar bahu, pasien diminta untuk menggerakkan ke lateral fleksi

sampai gerakan terbatas. Midline diletakkan di ujung jari tangan ketiga dan lantai

sampai adanya keterbatasan gerak (Clarkson, 1989).

Metode I :

Untuk menentukan luas gerak sendi pada fleksi thorakal lumbal adalah

mengukur jarak antara procesus spinosus C7 dan S1 dengan alat ukur pita

meteran. Pengukuran awal dibuat saat pasien dalam posisi berdiri.

Perbedaan antara pengukuran awal dan akhir menunjukkan besarnya jarak

gerak fleksi thoracal dan lumbal. Magee menjelaskan bahwa perbedaan 10 cm

pada pita meteran adalah normal untuk pengukuran. AAOS menjelaskan bahwa 4
inchi merupakan suatu pengukuran rata-rata untuk pengukuran rata-rata orang

dewasa yang sehat.

Zero starting dan pengukuran selanjutnya dibuat dalam akhir ROM saat

fleksi lumbal.

Metode II :

Dalam metode ini yang digunakan oleh beberapa pemeriksa untuk

mengukur fleksi thoracal dan lumbal adalah mengukur jarak antara ujung jari

tengah dengan tanah lantai pada saat akhir ROM fleksi lumbal. Ukuran ujung jari

tangan dengan lantai atau fleksi lumbal merupakan kombinasi untuk fleksi spine

dn fleksi hip sehingga membuat sulit untuk mengisolasi dan mengukur fleksi

spine, oleh karena itu test ini tidak dianjurkan untuk mengukur fleksi thorakal dan

lumbal tetapi dapat digunakan untuk memeriksa fleksibillitas tubuh secara umum.

Metode III :

Dalam metode ini digunakan 3 tanda

1. Pada saat berdiri, beri tanda pada titik tengah antara level SIPS kanan-kiri.

2. Beri tanda kedua diatas tanda pertama dengan jarak 10 cm dan tarik garis lurus

pertama (midline).

3. Kemudian beri tanda ketiga dibawah tanda pertama dengan jarak 5 cm dan tarik

garis lurus kedua (midline).


C. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

1. Infra Red Rays (IRR)

Infra red rays adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang

lebihpanjang dari cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio.

Infra red adalah gelombang elektromagnetik dan merupakan cahaya monokromatis

(pada level frekuensi tertentu) oleh karena itu gelombang ini merambat lurus.

 Persiapan alat

Perlu dipersiapkan alat serta pemeriksaan alat antara lain meliputi kabelnya,

jenis lampu dan besarnya watt. pada umumnya generator non-luminous

diperlukan waktu pemanasan 5 – 10 menit.

 Persiapan pasien

Posisi pasien diatur seenak (confortable) mungkin disesuaikan dengan posisi

terlentang. daerah yang diobati bebas dari pakaian dan perhiasan serta perlu

dilakukan tes sensibilitas temperatur terhadap daerah yang akan disinari.

 Prosedur pelaksanaan

Jarak antara Lampu IR dengan pasien kisaran 30-45 cm. dengan waktu 15

menit dan intensitas diatur berdasarkan toleransi pasien dengan merubah jarak

sewaktu waktu.

2. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)

TENS adalah sebuah modalitas yang bertenaga listrik rendah yang dialirikan ke

kulit melewati elektrodra yang di letakkan di atas area yang mengalami nyeri. Arus

listrik yang dapat diberikan TENS dapat merangsang sel neuron sensory yang

berdiameter besar untuk masuk lebih dahulu ke gate di substansia gelatinosa dan
menghambat sel nosiceptor yang berdiameter kecil untuk memberikan informasi ke

otak, sehingga rangsang nyeri tidak sampai ke otak dan membuat nyeri berkurang.

Modalitas fisioterapi berupa Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation

(TENS) dimana menggunakan energi listrik untuk merangsang sistem saraf melalui

permukaan kulit dalam hubungannya dengan modulasi nyeri. Pemberian TENS pada

kasus post ruptur anterior carciatum ligament ini bertujuan untuk mengurangi nyeri

melalui mekanisme segmental. TENS akan menghasilkan efek analgesia dengan

jalan mengaktivasi serabut A beta yang akan menginhibisi neuron nosiseptif di cornu

dorsalis medula spinalis. Teori ini mengacu pada teori gerbang control (Gate Control

Theory) bahwa gerbang terdiri dari sel internunsia yang bersifat inhibisi yang dikenal

sebagai substansia gelatinosa dan yang terletak di cornu posterior dan sel T yang

merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi. Impuls dari serabut aferen berdiameter

besar akan menutup gerbang dan membloking transmisi impuls dari serabut aferen

nosiseptor sehingga nyeri berkurang (Parjoto, 2006).

a) Indikasi

 Nyeri akibat trauma

 Muskuloskeletal

 Sindrome kompresi neurovaskuler

 Neuralgia

 Causalgia

b) Kontraindikasi

 Pasien dengan alat pacu jantung

 Alat- alat listrik yang ditemukan pada tubuh pasien


3. Streching

Passive stretching adalah teknik stretching (penguluran) yang dilakukan oleh

terapis, atau gaya stretch berasal dari terapis atau orang lain. Passive stretching

adalah metode sretching yang sederhana, yang menggunakan gaya external dari

terapis atau mesin latihan. Pasien harus serelaks mungkin selama passive stretching.

Baik jaringan kontraktil maupun nonkontraktil dapat dipanjangkan melalui pasive

stretching.

Gaya stretch biasanya diaplikasikan sekrang-kurangnya 6 detik, tetapi yang

lebih baik adalah ± 15 – 30 detik dan diulang beberapa kali. Penelitian menunjukkan

bahwa gaya stretch selama 30 detik atau 60 detik lebih baik dari pada 15 detik.

(Anshar dkk, 2014)

a. Indikasi penggunaan peregangan

 ROM terbatas karena jaringan lunak kehilangan ekstensibilitasnya akibat

perlengketan, kontraktir, dan pembentukan jaringan parut, menyebabkan

keterbatasan kemampuan

 Keterbatasan gerak dapat menyebabkan deformitas structural yang

seharusnya dapat dicegah.

 Kelemahan otot dan pemendekan jaringan yang berlawanan menyebabkan

ROM.

 Dapat menjadi komponen program kebugaran total atau conditioning

olahraga spesifik yang dirancang untuk mencegah atau mengurangi risiko

cedera muskuluskeletal.
 Dapat digunakan sebelum dan setelah latihan berat untuk mengurangi

nyeri otot pasca latihan. (Carolyn K, Lynn A, 2014)

b. Kontraindikasi peregangan

 Bony block membatasi gerak sendi.

 Fraktur baru, dan penyambungan tulang belum sempurna.

 Terdapat bukti inflamasi akut atau proses infeksi ( panas dan

pembengkakan), atau kemungkinan gangguan penyembuhan jaringan

lunak pada jaringan yang terbatas dan daerah sekitarnya.

 Terdapat nyeri tajam dan akut pada gerak sendi atau pemanjangan otot.

 Terdapat hematoma atau indikasi trauma jaringan lain.

 Terjadi hipermobilitas. (Carolyn K, Lynn A, 2014)

4. Mobilisasi SIJ

Untuk memperbaiki mobilitas SIJ dengan cara Posisikan Pasien Tidur miring

kemuadian Posisi fisioterapi berada dibelakang pasien lalu satu tangan fisioterapis

berada di SIAS dan satu tangan di Tuber Ischiadicum. Kemudian FTis melakukan

mobilisasi pelvic kearah anterior dan posterior. Mobilisasi dilakukan sebanyak 8x

pengulangan pada setiap gerakan atau arah.


BAB III
PROSES FISIOTERAPI

A. Data-Data Medis Rumah Sakit


Diagnosa medis : Low Back Pain
B. Identitas Umum Pasien
Nama : Tn IA
Umur : 56 Tahun
Alamat : Jl Manuruki
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Dosen
C. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Nyeri Punggung Bawah
Sifat keluhan : Nyeri Menjalar (Radicular Pain)
Lama keluhan : ± 2 Bulan
RPP : Awalnya pasien mengaku mengngkat barang dengan posisi yang
salah sehingga mengakibatkan nyeri di punggung pasien.
Akhirnya pasien ke dokter dan dirujuk ke fisioterapi untuk
mendapatkan tindakan
D. Pemeriksaan Vital Sign
 Tekanan Darah :
 Denyut Nadi : 60x/Menit
 Pernapasan :
 Suhu :
E. Inspeksi/Observasi
1. Statis
 Pasien menggunakan korset
 Wajah pasien nampak cemas
2. Dinamis
 Pasien berjalan sedikit bungkuk
 Pasien berjalan menumpu dikaki kanan
F. Tes orientasi
 Lumbo Pelvic Rythem
Teknik : Fisioterapis menginstruksikan pasien untuk melakukan gerakan f
lexi-ekstensi secara aktif
Hasil : Nyeri saat gerak flexi-ekstensi
Interpretasi : Ada spasme otot dan facet joint block
G. PemeriksaanFungsi Gerak Dasar
 Lumbal

GERAKAN AKTIF PASIF TIMT


Fleksi Nyeri Nyeri Kualitas
Otot Bagus
Ekstensi Nyeri Nyeri Kualitas
Otot Bagus
Lateral Fleksi Kanan Tidak Nyeri Tidak Nyeri Kualitas
Otot Bagus
Lateral Fleksi Kiri Nyeri Nyeri Kualitas
Otot Bagus
Rotasi Kanan Tidak Nyeri Tidak Nyeri Kualitas
Otot Bagus
Rotasi Kiri Tidak Nyeri Tidak Nyeri Kualitas
Otot Bagus
H. Pemeriksaan Spesifik
 Gapping Anterior Test
Teknik : Praktikan meletakkan kedua tangan diatas SIAS pasien secara
menyilang. Praktikan selanjutnya mengaplikasikan tekanan pada
SIAS pasien kearah luar dan bawah.
Hasil : (-) Negatif Tes
Interpretasi : Tidak ada kelainan pada sacroiliac ligament anterior

 Gapping Posterior Test


Teknik : pasien tidur miring dengan posisi kedua knee difleksikan dan
rileks. Praktikan meletakkan kedua tangan diatas crista iliaca
pasien. Praktikan selanjutnya mengaplikasikan tekanan kearah
bed/lantai.
Hasil : (+) Positif Tes
Interpretasi : Ada kelainan pada sacroiliac ligament posterior
 SLR Test
Teknik : Tes ini dilakukan dengan cara pasif, posisi pasien tidur telentang
dengan tungkai lurus normal, hip medial rotasi dan adduksi, lutut
ekstensi, setelah itu terapis memfleksikan atau mengangkat
tungkai antara 350-700 tersebut sampai pasien mengeluh nyeri atau
kaku di posterior paha.
Hasil : (+) Positif Tes
Interpretasi : Ada Penekanan akar saraf
 Bragard Test
Teknik : Tes ini dilakukan dengan cara pasif, posisi pasien tidur telentang
dengan tungkai lurus normal, hip medial rotasi dan adduksi, lutut
ekstensi, setelah itu terapis memfleksikan atau mengangkat
tungkai antara 350-700 tersebut sampai pasien mengeluh nyeri atau
kaku di posterior paha disertai dengan dorso fleksi.
Hasil : (+) Positif Tes
Interpretasi : Ada Penekanan akar saraf
 Gillet Test
Teknik : Meletakkan kedua ibu jari masing-masing pada SIPS pasien.
Praktikan lalu meminta pasien untuk berdiri pada satu tungkai
dengan mengangka tugkainya kearah dada.
Hasil : (+) Positif Tes
Interpretasi : Tidak ada Hypomobile pada sendi
 Palpasi

Teknik : cara pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang


organ atau bagian tubuh pasien.

Hasil : (+) Positif Tes

Interpretasi : Ada nyeri tekan dan spasme otot pada otot erector spine dan otot
piriformis

I. Pengukuran
 Visual Analog Scale (VAS)
Tujuan : Untuk mengetahui derajat nyeri pasien
Hasil :
- Nyeri diam : 0
- Nyeri tekan : 7
- Nyeri gerak : 6

 Schober Tes
Tujuan : Untuk mengetahui fleksibilitas lumbal
Teknik 1 : Fisioterapis memberikan tanda pada L1 – L5 kemudian menyuruh pasien
untuk melakukan gerakan flexi maksimal. Kemudian ukur jarak antara L1
– L5.
Teknik 2 : Fisioterapi menyuruh pasien melakukan gerakan lateral flexi kemudian
ukur jarak antara jari-jari dengan malleoulus lateral.
Hasil : - Teknik 1 : 14 cm
- Teknik 2 : - Lateral Flexi Kanan : -
- Lateral Flexi Kiri : -
J. Problematik
 Impairment :
 Nyeri gerak pada gerakan fleksi- ekstensi,dan lateral flexi kiri
 Nyeri tekan dan spasme otot
 Penurunan flexibilitas lumbal
 Activity Limitation
 Berjalan lama
 Duduk lama
 Participation Rescriction
 Kesulitan dalam beribadah
K. Diagnosa

Low Back Pain et causa Sacroiliac Joint Block


L. Perencanaan Fisioterai
 Jangka pendek
- Mengurangi nyeri gerak dan nyeri tekan
- Mengurangi spasme
- Meningkatkan flexibilitas lumbal
 Jangka panjang
- Mengembalikan fungsional lumbal
M. Intervensi Fisioterapi
 Infra Red Rays (IRR)
Tujuan : Untuk memperlancar sirkulasi darah merelaksasikan otot dan sebagai
preliminary exercise
Frekuensi : 2 kali seminggu
Intensitas : Toleransi pasien
Time : 10 Menit
Teknik : luminous
 Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation ( TENS)
Tujuan : untuk mereduksi nyeri
Frekuensi : 2 kali seminggu
Intensitas : 4.0 Hz (toleransi pasien )
Time : 10 Menit
Tenik : Kontak langsung (2 pet)
 Streching
Tujuan : Untuk mengulur otot-otot yang spasme
Frekuensi : 2 kali seminggu
Intensitas : Toleransi pasien
Time : 8 detik dan 4x Repatisi
Tenik : Passive Streching
 Mobilisasi SIJ
Tujuan : Untuk meperbaiki postur
Frekuensi : 2 kali seminggu
Intensitas : Toleransi pasien
Time : 8 detik dan 4x Repatisi
Tenik : Manual
N. Evaluasi
- Subjektif
- pasien merasa sudah ada perubahan

- Objektif
- Nyeri berkurang
- Spasme berkurang
- Flexibilitas lumbal bertambah
-
FOLLOW UP
 VAS (Visual Analog Scale)

Tabel : Hasil Pengukuran Nyeri

Pre Test T1 T2

Nyeri gerak = 7 Nyeri gerak = 7 Nyeri gerak = 6,5

Nyeri Tekan = 6 Nyeri Tekan = 6 Nyeri Tekan = 6

 Spasme Otot
Tabel : Hasil Pemeriksaan Spasme otot dengan palpasi

No Terapi Palpasi Otot Erector Spine & Otot Piriformis


1 T1 Spasme berkurang
2 T2 Spasme berkurang
 Schoober Tes

Tabel : Hasil Pengukuran Flexibilitas Lumbal

Pre Test T1 T2

Flexi Lumbal = 14
Flexi Lumbal = 14 Cm Flexi Lumbal = 14 Cm
Cm
DAFTAR PUSTAKA
Abebaw Tsega-Ab, Mitslal Kidane Weldegebriel, Bereket Gebremichael, and Admas Abera
Abaerei, 2018. Prevalence and Associated Factors of Low Back Pain Among
Teachers Working at Governmental Primary Schools in Addis Ababa, Ethiopia: A
Cross Sectional Study. Biomedical Journal of Scientific & Technical Research.
10(1), 1-6

Anshar dan Sudaryanto.2011. Biomekanik Osteokinematika dan Arthrokinematika. Kementrian


Kesehatan RI Politeknik kesehatan Makassar.
Sunarto.2005. Dalam Nurdiati Wiwit,dkk. 2015. Pengaruh Latihan Peregangan Terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri pada Perawat yang Menderita Low Back pain.
World Health Organization (WHO). 2002. The rate of low back pain. http://www.who.int/en/
<diakses, 21 Desember 2019>

Anda mungkin juga menyukai