Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

PERIODE 1
KLINIK CEREBELLUM

“Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan


Fungsional Dan Nyeri Akibat Cervical Syndrome
di Klinik Cerebellum”

DISUSUN OLEH :

Yuli Hasri Ainun

PO.71.3.241.17.1.047

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR


PROGRAM STUDI DIPLOMA III
JURUSAN FISIOTERAPI
TAHUN AJARAN 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus atas nama Yuli Hasri Ainun Nim :


PO.71.3.241.17.1.047 dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada
Gangguang Fungsional Akibat Cervical Syndrome” telah disetujui untuk
diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan praktek
klinik di Cerebellum Clinic , mulai tanggal 20 Januari 2020 – 15Februari
2020.

Makassar, 14 Februari 2020

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Muhammad Fathurrachman A.Md.Ft. Sri Saadiyah L,S.Ft.Physio,M.Kes


Fisioterapis Nip.196604191989032001
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT,atas berkat rahmat dan karunia-nya


sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan kasus dengan JUDUL
“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSIONAL
DAN NYERI AKIBAT CERVICAL SYNDROME” Laporan kasus ini disusun
berdasarkan praktek Klinik di Cerebellum clinic.
Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Pembimbing Klinik dan
Pembimbing Akademik yang memberikan arahan selama menyusun laporan ini.

Saya berharap hasil Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa

Fisioterapi Khususnya dan seluruh mahasiswa pada umumnya


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurangnya kepedulian dan pemahaman masyarakat dalam melakukan


posisi tubuh yang benar dalam melakukan aktivitas, salah satunya posisi saat
tidur. Posisi tidur yang tepat seharusnya mengistirahatkan otot-otot seluruh
tubuh dimana posisi yang baik adalah dengan menggunakan punggung
belakang.Selain itu, penggunaan bantal harus sampai bahu sehingga posisi
leher dalam keadaan rileks sehingga otot-otot sekitar leher tidak teregang.
Namun tak jarang, kebanyakan masyarakat tidak memahami akan hal itu
sehingga menjadi sebuah kebiasaan dan terjadi secara terus-menerus dan
berulang kali sehingga mengakibatkan timbul keluhan-keluhan di tulang
belakang terutama di leher sehingga menyebabkan gangguan fungsi leher.
Salah satu keluhan yang sering terjadi pada leher adalah rasa kaku pada leher
dan otot-otot di sekitar leher terasa tegang sehingga menimbulkan rasa nyeri
pada leher atau tengkuk, di dalam bahasa medis disebut dengan cervical
syndrome.
Cervical syndrome adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh adanya
rasa nyeri pada sepanjang ruas-ruas tulang belakang pada leher (tengkuk)
yang disebabkan oleh berbagai gangguan maupun trauma sehingga
menyebabkan rasa sakit dan dapat membatasi pergerakan pada leher karena
adanya spasme (ketegangan) otot sekitar leher (Turana, 2005).
Di Indonesia, setiap tahun sekitar 16,6% populasi dewasa mengeluhkan
rasa tidak enak di leher, bahkan 0,6% bermula dari rasa tidak enak di leher
menjadi nyeri leher yang berat. Insidensi nyeri leher meningkat dengan
bertambahnya usia, dimana lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki
dengan perbandingan 1,67:1 (Hudaya, 2009). Pada kondisi cervical
syndrome, terdapat permasalahan-permasalahan yang timbul diantaranya
spasme dan nyeri tekan pada otot sekitar leher dan pundak seperti m.
sternocleidomastoideus, m. levator scapulae, m. extensor leher, m. upper
trapezius, m. rhomboideus major, dan m. rhomboideus minor, serta nyeri
gerak pada gerakan leher yang meliputi gerak flexi, ekstensi, rotasi kanan,
rotasi kiri, lateral flexi kanan, dan lateral flexi kiri baik gerak pasif maupun
aktif, serta terjadi keterbatasan gerak pada leher yang meliputi gerak flexi,
ekstensi, rotasi kanan, rotasi kiri, lateral flexi kanan, dan lateral flexi kiri baik
gerak aktif maupun gerak pasif sehingga pada akhirnya terjadi penurunan
kemampuan aktivitas sehari-hari (ADL/Activity Daily Living). Nyeri
dianggap proses yang normal, menurut Toxonomy Commite of the
International Association for the Study of Pain (IASP) menyebutkan bahwa
nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosi yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik yang aktual
maupun yang potensial. Dengan adanya nyeri, maka pasien akan mengalami
penurunan produktivitas, penurunan kualitas hidup (Quality of Life) seperti
gangguan ADL dan penurunan keterlibatan dalam berbagai kegiatan social
(Hudaya, 2009). Adanya nyeri akan mengaktivasi nosiseptor dan merangsang
saraf simpatik yang terus menerus yang menyebabkan terjadinya guarding
spasme dimana terjadi sirkulasi statis pada jaringan yang menyebabkan
terjadinya iskemia karena mikro sirkulasi yang pada umumnya menyebabkan
nyeri berlangsung lama dan terus menerus sehingga menjadi sebuah mata
rantai yang tak terputus Cervical syndrome merupakan penyakit yang sering
terjadi di masyarakat setelah nyeri pinggang sehingga dalam penanganannya
dibutuhkan kerjasama yang baik antar tenaga kesehatan agar dapat
menegakkan diagnosis yang tepat. Penegakan diagnosis yang tepat akan
mendukung dalam pemberian pengobatan. Oleh karena itu, dalam menangani
kasus cervical syndrome perlu kerjasama antar tenaga kesehatan seperti
dokter, radiologi, fisioterapi, dan orthotik-prostetik. Fisioterapi adalah bentuk
pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan
fungsi, komunikasi (KepMenKes No.1363/ MenKes/SK XII 2001).
Di dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, fisioterapi sebagai
salah satu bagian tim kesehatan harus berperan aktif dalam meningkatkan
kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat dengan cara menguasai ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang optimal sesuai dengan bidangnya serta
memiliki profesionalisme yang tinggi. Dewasa ini, berkembangnya fisioterapi
di Indonesia banyak memberikan kemajuan yang telah dicapai dalam upaya
penyembuhan serta mempercepat pengembalian penderita kembali ke
lingkungan masyarakat.
Melihat dari permasalahan di atas, maka peranan fisioterapi adalah
mengurangi keluhan-keluhan yang ada dengan pemberian modalitas berupa
TENS, Ultrasound, Massage (friction), dan Terapi Latihan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah bagaimana
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan Fungsional Dan Nyeri Akibat
Cervical Syndrome ?

C. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan Fungsional Dan Nyeri Akibat
Cervical Syndrome
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kasus


1. Definisi
Cervical Syndrome adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus
invertebralis, gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu,
lengan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme
otot.
Nyeri leher (Cervical syndrome) adalah nyeri yang dihasilkan dari
interaksi yang kompleks antara otot dan ligamen serta faktor yang
berhubungan dengan postur, kebiasaan tidur, posisi kerja, stress,
kelelahan otot kronis, adaptasi postural dari nyeri primer lain (Shoulder,
sendi temporo mandibular, craniocervikal), atau perubahan degeneratif
dari discus cervikalis dan sendinya dan nyeri leher ini mengganggu
aktivitas seseorang.
Menurut Finkelstein, (2012) nyeri leher adalah nyeri pada ujung
saraf yang terletak di berbagai ligament dan otot leher, serta discus
intervertebral dan lapisan luar diskus (annulus fibrosus). Menurut
American College of Rheumatology (2012) nyeri leher adalah rasa sakit
di leher yang bisa dilokalisasi pada tulang belakang leher atau dapat
menyebar ke lengan bawah (radiculopati).

2. Anatomi
3. Patofisiologi

Patologi sindroma nyeri servikal disini dengan tanpa adanya


kondisi traumatik seperti fraktur, dislokasi maupun subluksasi bisa
disebabkan karena spondilosis cervical. Hal ini merupakan suatu keadaan
yang menimbulkan kaku kuduk (neck stiffness) atau rasa nyeri, yang
timbul akibat kapsul sendi yang mengandung serabut saraf sangat sensitif
terhadap peregangan dan distorsi, selain itu ligamentum dan tendon di
leher sensitif juga terhadap regangan dan torsi oleh gerakan yang keras
atau overuse leher atau bagian atas punggung, juga osteofit dapat
menekan akar saraf atau medulla spinalis karena foramen intervertebrale
menyempit akibat membesarnya osteofit paravetebral dan facet joint.

Bila ukuran lubang foramen perlahan-lahan mengecil, hanya butuh


strain cervical yang ringan saja sudah dapat membangkitkan gejala
radikuler berupa nyeri atau rasa kesemutan, yang menjalar dari lateral
leher, turun menuju bahu, lengan dan pergelangan tangan. Tergantung
akar saraf mana yang mengalami kompresi.

4. Etiologi
Etiologi adalah ilmu pengetahuan atau teori tentang faktor
penyebab suatu penyakit atau asal mula penyakit (Dorland, 2002). Nyeri
pada leher dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor
musculoskeletal, faktor nervorum, faktor vascularisasi, dan faktor pada
persendiannya (Hudaya, 2009).
Berbagai macam penyebab dari sindroma nyeri servikal, meliputi:
a. Trauma
Trauma yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan whiplash injury, kecelakaan akibat kerja atau
olahraga yang kontak badan sehingga mengakibatkan timbulnya
nyeri pada leher. Pada beberapa jenis pekerjaan dapat
menyebabkan nyeri leher akibat trauma menahun, misalnya pada
tukang cat plafon, tukang potong rambut, dan seorang pegawai
kantor yang bekerja didepan komputer selama kerjanya (Hudaya,
2009).
b. Kesalahan postural
Kebiasaan sikap postural dan posisi yang salah dan
berkepanjangan dapat menyebabkan nyeri pada leher, misalnya
kebiasaan tidur menggunakan bantal yang terlalu tinggi,
menggerakkan leher secara spontan.
c. Penyakit degeneratif
Penyakit degeneratif merupakan salah satu kondisi yang
sering mengenai leher pada orang setelah usia pertengahan dan
meningkat seiring bertambahnya usia yang menyebabkan nyeri
pada leher. Kondisi ini disebut dengan spondilosis cervicalis yang
tampak dari hasil radiologis, yaitu: perubahan discus
intervertebralis, pembentukan osteofit pada paravertebral dan facet
joint, serta perubahan arcus lamina posterior. Pada kasus sindroma
nyeri servikal ini disebabkan oleh kesalahan postural yang
berkepanjangan.

5. Tanda dan Gejala


Gejala-gejala nyeri leher antara lain:
a. Terasa di daerah leher kaku
b. Nyeri otot-otot leher yang terdapat di leher
c. Sakit kepala dan migraine
d. Nyeri leher akan cenderung merasa seperti terbakar
e. Nyeri bisa menjalar ke bahu, lengan, dan tangan keluhan tersa tebal
atau seprti tertusuk jarum
f. Nyeri yang tiba-tiba dan terus-menerus dapat menyebabkan bentuk
leher yang abnormal, kepala menghadap ke sisi yang
sebaliknya,yang di kenal dengan istilah torticolis. (Samara,2007)

B. Tinjauan Assesment dan Pengukuran Fisioterapi


1. Tinjauan Assesment

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, fisioterapi


seharusnya selalu memulai dengan melaksanakan assesment yaitu di
mulai dari pengkajian data (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
spesifik, dan lain-lain) kemudian dilanjutkan dengan tujuan terapi,
penatalaksanaan fisioterapi serta tindak lanjut dan evaluasi.

a. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang
dilakukan dengan mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara
langsung (auto anamnesis) ataupun dengan mengadakan Tanya jawab
kepada pasien secara langsung (hetero anamnesis) mengenai kondisi/
keadaan penyakit pasien. Dengan melakukan anamnesis ini akan
diperoleh informasi-informasi penting untuk membuat diagnosis.
Anamnesis dikelompokan menjadi dua yaitu anamnesis umum dan
anamnesis khusus. Pada kasus ini berdasarkan autoanamnesis
diperoleh informasi sebagai berikut :
1) Anamnesis Umum

Data identitas pasien yang diperoleh berupa nama, jenis kelamin,


umur, agama, pekerjaan, serta alamat pasien.

2) Anamnesis Khusus
a) Keluhan utama
Merupakan satu atau lebih keluhan atau gejala dominan yang
mendorong penderita untuk mencari pertolongan.
b) Kapan terjadi
c) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan rincian keluhan dan menggambarkan proses
terjadinya riwayat penyakit secara kronologis dengan secara
jelas dan lengkap. Yang isinya kapan mulai terjadinya, sifatnya
seperti apa, manifestasi lain yang menyertai, penyebab sakit,
dan lain-lain.
d) Riwayat penyakit dahulu / penyerta
Pertanyaan diarahkan pada penyakit-penyakit yang pernah
dialami yang tidak berkesinambungan dengan munculnya
keluhan sekarang.
e) Riwayat pribadi
Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-hari yang
dilakukan pasien menyangkut hobi atau kebiasaan yang
berkaitan dengan penyebab cervical sydrome.Riwayat keluarga
adalah penyakit-penyakit yang bersifat menurun dari orang tua
atau keluarga.
f) Riwayat Perjalanan Penyakit

b. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan dibagi menjadi dua, antara lain:
1) Pemeriksaan fisik
a) Tanda – tanda Vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh data sebagai
berikut:tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, temperatur,
tinggi badan, berat badan.
b) Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat
danmengamati. Ada dua macam yaitu inspeksi statis dan
inspeksi dinamis. Inspeksi statis adalah inspeksi dimana pasien
dalam keadaan diam, sedangkan inspeksi dinamis adalah
inspeksi dimana pasien dalam keadaan bergerak.
c) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan
memegang bagian tubuh pasien yang akan diperiksa atau yang
dikeluhkan pasien.
d) Test orientasi
e) Pemeriksaan fungsi gerak dasar
Pemeriksaaan fungsi gerak adalah suatu cara pemeriksaan

dengan melakukan yang terdiri dari pemeriksaan gerak aktif,

pasif, dan isometrik melawan tahanan..

 Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan secara mandiri oleh

pasien tanpa bantuan dari orang lain atau terapis. Hasil yang

didapat dari pemeriksaan fungsi gerak dasar aktif adalah

nyeri dan keterbatasan gerak.

 Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan terapis sementara

pasien dalam keadaan pasif atau rileks. Hasil yang didapat

dari pemeriksaan fungsi gerak dasar pasif adalah nyeri,

keterbatasan gerak dan end feel.

 Pemeriksaan Fungsi Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan terapis dengan

memberikan tahanan pada pasien saat melakukan gerakan.

Hasil yang didapat dari pemeriksaan fungsi gerak dasar

Isometrik Melawan Tahanan adalah nyeri, dan kualitas

otot.

2) Pemeriksaan spesifik
a) Test Provokasi
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan
cara posisi leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah
satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah pada puncak
kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah
ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala.Pemeriksaan ini
sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya
radikulopati servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam
keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara manual
dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan
distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila
nyeri servikal berkurang.
b) Test Distraksi Kepala
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan
oleh kompresi terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan
bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala
dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab lain belum
dapat disingkirkan.
c) Drop Arm Test
Tes ini untuk menentukan ada tidaknya kerobekan rotator cuff.
Pertama mintalah pasien untuk abduksi arm. Kemudian suruh
turunkan kesamping badan dengan perlahan .jika ada kerobekan
rotator cuff (khususnya musculus supraspinatus) lengan akan
jatuh kesisi badan dari posisi badan 90 derajat abduksi. Pasien
tidak akan dapat menurunkan lengannya dengan perlahan
walaupun ia mencoba berulang kali .jika pasien mampu
melakukan abduksi maka berikan sedikit tepukan pada lengan
bawahnya maka lengan segera jatuh ke sisi badan.
d) Test Eden
e) Plexus Brachialis Compression Test

2. Tinjauan Pengukuran
a. Visual Analog Scale (VAS)
Vas digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang

pasien rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai


dari ”tidak nyeri, ringan, sedang atau berat” . Secara operasional VAS

umumnya berupa garis horizontal atau vertical, panjang 10 cm seperti

yang di ilustrasikan pada gambar. Pasien menandai garis dengan

menandai sebuah titik yang mewakili keadaan nyeri yang di rasakan

pasien saat ini.

Kriteria Visiual analog scale (VAS)

o Skala 0, tidak nyeri

o Skala 1, nyeri sangat ringan

o Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak

begitu sakit

o Skala 3, nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi

o Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)

o Skala 5, nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan

dalam waktu lama

o Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama

indera penglihatan

o Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas

o Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih,

bahkan terjadi perubahan perilaku

o Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan

menginginkan cara apapun untuk menyembuhkan nyeri

o Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa

menyebabkan Anda tak sadarkan diri


b. Pengukuran ROM
Range Of Motion(ROM) adalah gerak penuh yang dapat

dilakukan. Range Of Motion(ROM) yang dapat diukur dengan

goniometer dan di catat dalam derajat adalah lingkup otot yang

berhubungan dengan ekskursi otot fungsional..

Untuk mengukur Range Of Motion normal, segmen tubuh harus

di gerakkan melalui lingkup gerak yang ada secara berkala, baik

lingkup sendi maupun lingkup otot. Ada banyak faktor yang dapat

menyebabkan penurunan Range Of Motion seperti penyakit sistemik,

sendi, saraf, otot, pasca operas, trauma atau immobilisasi.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Range Of Motion

(ROM) adalah goniometer. Goniometer digunakan untuk mengukur

Range Of Motion (ROM) baik secara pasif maupun aktif pada sendi

yang mengalami keterbatasan gerak. Banyak hal yang perlu

diperhatikan dalam melakukan pengukuran diantaranya letak

goniometer yang merupakan aksis dari sendi bahu.Hasil pengukuran

ditulis dengan standar internasional standar orthopedic measuremet

(ISOM).Cara penulisanya yaitu dimulai dari gerakan menjauhi tubuh-

posisi netral-gerakan mendekati tubuh. Pemriksaan Range Of Motion

pada sendi ini dilakukan dalam bidang gerak frontal (F), Sagital (S),

Tranversal (T). Hasil pengukuran pada gerak pasif lebih besar

daripada pemeriksaan gerak aktif.

Pengukuran ROM diperlukan untuk menilai biomekanik dan


arthokinematik dari suatu persendian, termasuk fleksibilitas dan
karakteristik gerakan. Adapun ROM yang diukur adalah pada
gerakan-gerakan cevical.

C. Tinjauan Intervensi Fisioterapi


1. Ultrasound
Gelombang suara frekuensi tinggi digunakan untuk menangani
cedera pada jaringan dalam dengan menstimulasi aktivitas sel.
Tujuan terapi ultrasound adalah untuk mengurangi rasa nyeri,
ketegangan, dan mempercepat proses pemulihan.
a. Indikasi
1) Kondisi peradangan sub akut dan khronik
2) Kondisi traumatik sub akut dan khronik
3) Adanya jaringan parut atau scar tissue pada kulit sehabis luka
operasi atau luka bakar
4) Kondisi ketegangan, pemendekan dan perlengketan jaringan
lunak (otot, tendon dan ligamentum )
5) Kondisi inflamasi khronik

b. Kontra indikasi
1) Penyakit jantung atau penderita dengan alat pacu jantung
2) Kehamilan, khususnya pada daerah uterus
3) Jaringan lembut : mata, testis, ovarium, otak
4) Jaringan yang baru sembuh atau jaringan granulasi baru
5) Pasien dengan gangguan sensasi
6) Tanda-tanda keganasan atau tumor malignan
7) Insufisiensi sirkulasi darah : thrombosis, thromboplebitis atau
occlisive occular disease
8) Infeksi akut
9) Daerah epiphysis untuk anak-anak dan dewasa

2. TENS (Transcutaneus electrical nerve stimulation)


Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) merupakan

suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf

melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai

tipe nyeri. Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara
peningkatan vaskularisasi pada jaringan yang rusak tersebut , maupun

melalui normalisasi saraf pada level spinal maupun supra spinal,

sehingga dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan gerakan yang

lebih ringan. Efek TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat

mengurangi spasme dan meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan

lingkaran “viscous circle of reflex” yang pada akhirnya dapat

meningkatkan LGS. (Garisson, 1995)

TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter

besar dan kecil melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan

informasi sensoris ke saraf pusat. TENS menghilangkan nyeri dikaitkan

melalui sistem reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor. Sistem reseptor

nosiseptif bukan akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak

bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah. Pengurangan

nyeri yang ditimbulkan oleh TENS dapat juga meningkatkan kekuatan

otot karena menormalkan aktivitas α motor neuron sehingga otot dapat

berkontraksi secara maksimal, dan berkurangnya “refleks exitability”

dari beberapa otot antagonis gelang bahu sehingga otot agonis dapat

melakukan gerakan, dan karena stabilitas terbesar pada sendi bahu oleh

otot, maka hal tersebut meningkatkan mobilitas sendi bahu.(Ganong,

2003, Susanto Hardhono 2007 )

a. Indikasi :

Nyeri, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, inflamasi otot, sakit kepala

kronis
b. Kontraindikasi

Kehamilan, sinus, nyeri yang penyebanya tidak diketahui

3. Manipulasi Friction
Manipulasi friction merupakan salah satu teknik dasar yang
digunakan di dalam massage yang mengunakan jari- jari tangan, telapak
tangan dan siku yang berpungsi agar otot- otot pada tubuh menjadi
rileks (otot tidak mengeras akibat timbunan sisa- sisa pembakaran kalori
pada otot).
Manipulasi friction adalah manipulasi dengan cara menggerus.
Tujuannya adalah menghancurkan myoglosis yaitu timbunan dari sisa-
sisa pembakaran yang terdapat pada otot dan menyebabkan pengerasan
serabut otot.Friction atau menggerus adalah prosedur yang sangat tua dan
banyak dipergunakan dalam semua bentuk masase.Pelaksanaanya adalah
dengan gerakan putaran spiral menuju ke arah jantung.Menurut letak dan
tempat bagian badan, maka manipulasi ini dapat dilakukan dengan
bermacam-macam variasi yaitu dengan menggunakan jari, ibi jari,
telapak tangan atau bahkan dengan sikut.
Menggerus dengan menggunakan jari jempol (jari yang paling
kuat), kepalan tangan, pangkal telapak tangan atau dengan siku tangan.
Bertujuan untuk melancarkan system sirkulasi darah, menimbulkan
hiperamia, pembesaran serabut otot dari refleks vaskuler, hormonal dan
syaraf, baik untuk schele post trauma (regenerasi jaringan) dan akan
mengurangi rasa nyeri otot.
Teknik pijat friction menggunakan bagian jari jempol, yaitu
melakukan gerakan melingkar kecil-kecil dengan penekanan yang lebih
dalam dengan menggunakan ibu jari tersebut.Gerakan ini digunakan pada
area tubuh tertentu seperti betis, trepezium dan lain-lain, dengan maksud
untuk penyembuhan ketegangan otot dan rasa pegal pada persendian.
Dalam melakukan gerakan friction boleh menggunakan ujung jari, buku
jari bahkan siku tangan. Untuk melepaskan bagian otot yang tegang dapat
menggunakan gerakan memutar (putaran kecil) dari jari jempol. Gerakan
ini efektif jika dilakukan pada setiap sisi tulang belakang. Teknik ini
bermanfaat untuk melepaskan bagian-bagian otot yang kejang yang
terbentuk sebagian akibat stress dan ketegangan, dapat menghilangkan
akumulasi dari sisa-sisa metabolisme.

4. Stretching Leher
Stretching merupakan suatu bentuk terapi yang ditujukan untuk
memanjangkan otot yang mengalami pemendekan atau menurunnya
elastisitas dan fleksibilitas otot.
a. Efek Fisiologis Stretching leher
 Menaikkan aliran darah melalui otot-otot aktif
 Meningkatkan detak jantung sehingga dapat mempersiapkan
bekerjanya sistem jantung dan pembuluh darah (cardiovaskular)
 Menaikkan tingkat energi yang dikeluarkan oleh metabolisme
tubuh
 Meningkatkan pertukaran (pengikatan) oksigen dalam hemoglobin
 Meningkatkan kecepatan perjalanan sinyal saraf yang memerintah
gerakan tubuh
 Meningkatkan efisiensi dalam proses reciprocal innervation,
sehingga memudahkan otot-otot berkontraksi dan rileks secara
lebih cepat dan efisien
 Meningkatkan kemampuan jaringan penghubung dalam gerakan
memanjang atau meregang
b. Efek Teraupetic Stretching leher
 Meningkatkan kapasitas kerja fisik
 Mengurangi adanya ketegangan pada otot.
 Dapat meningkatkan kebugaran fisik
 Dapat meningkatkan mental dan relaksasi fisik
 Dapat mengurangi risiko keseleo sendi dan cedera otot (kram)
 Dapat mengurangi risiko cedera punggung
 Dapat mengurangi rasa nyeri otot

5. Stretching Lengan
Passive stretching adalah teknik stretching (penguluran) yang
dilakukan oleh terapis, atau gaya stretch berasal dari terapis atau orang
lain. Passive stretching adalah metode sretching yang sederhana, yang
menggunakan gaya external dari terapis atau mesin latihan. Pasien harus
serelaks mungkin selama passive stretching.Baik jaringan kontraktil
maupun nonkontraktil dapat dipanjangkan melalui pasive stretching.
Gaya stretch biasanya diaplikasikan sekrang-kurangnya 6 detik,
tetapi yang lebih baik adalah ± 15 – 30 detik dan diulang beberapa kali.
Penelitian menunjukkan bahwa gaya stretch selama 30 detik atau 60
detik lebih baik dari pada 15 detik. (Anshar dkk, 2014)
a. Indikasi penggunaan peregangan
 ROM terbatas karena jaringan lunak kehilangan ekstensibilitasnya
akibat perlengketan, kontraktir, dan pembentukan jaringan parut,
menyebabkan keterbatasan kemampuan
 Keterbatasan gerak dapat menyebabkan deformitas structural yang
seharusnya dapat dicegah.
 Kelemahan otot dan pemendekan jaringan yang berlawanan
menyebabkan ROM.
 Dapat menjadi komponen program kebugaran total atau
conditioning olahraga spesifik yang dirancang untuk mencegah
atau mengurangi risiko cedera muskuluskeletal.
 Dapat digunakan sebelum dan setelah latihan berat untuk
mengurangi nyeri otot pasca latihan. (Carolyn K, Lynn A, 2014)
b. Kontra indikasi peregangan
 Bony block membatasi gerak sendi.
 Fraktur baru, dan penyambungan tulang belum sempurna.
 Terdapat bukti inflamasi akut atau proses infeksi ( panas dan
pembengkakan), atau kemungkinan gangguan penyembuhan
jaringan lunak pada jaringan yang terbatas dan daerah sekitarnya.
 Terdapat nyeri tajam dan akut pada gerak sendi atau pemanjangan
otot.
 Terdapat hematoma atau indikasi trauma jaringan lain.
 Terjadi hipermobilitas. (Carolyn K, Lynn A, 2014)

6. Traksi Cervical
Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen
yang satu terhadap segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada
suatu ektremitas.
Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada
intervertebralis maka penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat
berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-otot leher (Musthafa, 1988).
Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae
cervicalis. Oleh olachis dan strhom disebutkan bahwa dalam keadaan
lordosis cervical normal. Traksi diberikan dengan tarikan diperoleh
regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae yang berbatasan
sebesar 1-1,5 mm (Musthafa, 1988).
PROSES FISIOTERAPI

A. Diagnosa Medis
Cervical Syndrome

B. Identitas Umum Pasien


Nama : Endang Wahyuni
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Perdos

C. Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Nyeri pada bagian leher yang menjalar ke
lengan atas

Kapan Terjadi : Sudah sangat lama, kira-kira sekitar 2


tahun yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit : Pasien sudah lama merasakan pusing dan
pasien merasakan nyeri leher, pasien
akhirnya memeriksakan kondisinya

D. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi


Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign
Tekanan Darah : 130/80
Pernapasan :18 x/m
Denyut Nadi :85 x/m
Suhu : 36 derajat celcius
b. Inspeksi
 Statis
Bahu pasien tampak simetris
 Dinamis
 Pasien merasa nyeri ketika menggerakkan kepalanya ke arah lateral
fleksi sinistra dan rotasi dextra
 Pasien merasa nyeri ketika gerakan fleksi shoulder dan abduksi
shoulder
c. Tes Orientasi
 Gerakan fleksi-ekstensi cervical
Hasil : Pasien dapat melakukannya dan tidak terdapat nyeri
d. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
1) Cervical

Jenis Gerakan Aktif Pasif TIMT

Fleksi Tidak nyeri danFull Tidak nyeri, Tidak nyeri, nilai otot
ROM Full ROM, maksimum
Hard end feel
Ekstensi Tidak nyeri, Full ROM Tidak nyeri, Tidak nyeri, nilai otot
Full maksimum
ROM,Hard end
feel
Lateral Sinistra Nyeri, ROM terbatas Nyeri, ROM Nyeri, Nilai otot
terbatas, Elastis minimum
end feel
LateralDextra Tidak nyeri, Full ROM Tidak nyeri, Tidak nyeri, nilai otot
Full maksimum
ROM,Elastis
end feel
Rotasi Sinistra Nyeri, Keterbatasan Nyeri, Nyeri, Nilai otot
ROM Keterbatasan maksimum
ROM, Soft end
feel
Rotasi Dextra Tidak nyeri, Full ROM Tidak nyeri, Tidak nyeri, nilai otot
Full ROM, maksimum
Soft end feel

2) Shoulder

Jenis Gerakan Aktif Pasif TIMT


Fleksi Nyeri, keterbatasan Nyeri, Nyeri, nilai otot
ROM keterbatasan minimum
ROM, Hard
end feel
Ekstensi Tidak nyeri, Full ROM Tidak nyeri, Tidak nyeri, nilai otot
Full ROM, maksimum
Hard end feel
Abduksi Nyeri, Keterbatasan Nyeri, Nyeri, Nilai otot
ROM Keterbatasan minimum
ROM, hard end
feel
Adduksi Tidak nyeri, Full ROM Tidak nyeri, Tidak nyeri, nilai otot
Full ROM, soft maksimum
end feel
Eksorotasi Tidak nyeri, Full ROM Tidak nyeri, Tidak nyeri, Nilai otot
Full ROM, maksimum
elastis end feel
Endorotasi Tidak nyeri, Full ROM Tidak nyeri, Tidak nyeri, nilai otot
Full ROM, maksimum
elastis end feel

E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran


1. Pemeriksaan spesifik
1) Palpasi
Tujuan :untuk mengetahui danya nyeri tekan, spasme otot, suhu lokal,
tonus otot dan udem
Hasil:
 Spasme pada otot sternocleidomastoideus, m. trapezius dan m.
levator scapula
 Nyeri tekan pada sternocleidomastoideus, m. trapezius dan m,
levator scapula
2) Foraminal Compression Test
Tujuan :Mengidentifikasi gangguan akar saraf cervical,
untuk memprovokasi gejala.
Pasien :Posisi duduk, kedua lengan rileks di samping badan
Praktikan :Kedua tangan di atas kepala pasien (kepala pasien
netral).
Aplikasikan tekanan ke arah bawah secara tegak
lurus serta hati-hati di atas kepala pasien
Hasil : (+)
Interpretasi : Adanya gangguan akar saraf cervical
3) Distraction Test
Tujuan : Untuk meringankan gejala radicular pain.
Pasien : Posisi duduk, kedua lengan rileks di samping
badan
Praktikan : Kedua ibu jari tangan di sekitar occiput dan jemari
lainnya disekitar temporal kepala pasien. Lalu,
secara perlahan lakukan distraksi (angkat kepala
pasien).
Hasil : (+)
Interpretasi : terdapat radicular pain
4) Test Drop Arm
Tes ini untuk menentukan ada tidaknya kerobekan rotator cuff.
Pertama mintalah pasien untuk abduksi arm. Kemudian suruh
turunkan kesamping badan dengan perlahan .jika ada kerobekan
rotator cuff (khususnya musculus supraspinatus) lengan akan jatuh
kesisi badan dari posisi badan 90 derajat abduksi. Pasien tidak akan
dapat menurunkan lengannya dengan perlahan walaupun ia mencoba
berulang kali .jika pasien mampu melakukan abduksi maka berikan
sedikit tepukan pada lengan bawahnya maka lengan segera jatuh ke
sisi badan.
Hasil : (-)
Interpretasi : Tidak ada kerobekan pada rotator cuff
a. Pengukuran
 Pengukuran Intensitas Nyeri Menggunakan VAS

Parameter VAS :
0-1 = tidak nyeri
1-2 = nyeri ringan
3-6 = nyeri sedang
7-8 = nyeri berat

9-10 = nyeri sangat berat

Visual analog scale ( VAS ) : 5 Nyeri ringan

 Nyeri diam = 0 ( tidak nyeri )


 Nyeri tekan = 5 ( nyeri sedang )
 Nyeri gerak = 5,5 ( nyeri sedang )
 Pengukuran ROM
a. Cervical
Fleksi : 9 cm
Ekstensi : 20 cm
Lateral fleksi dextra : 19 cm
Lateral fleksi sinistra : 23 cm
Rotasi dextra : 18 cm
Rotasi sinistra : 21 cm
F. Diagnosis
Gangguan aktivitas Fungsional Pada Leher Akibat Cervical Syndrome

G. Problematika Fisioterapi
1. ProblematikFisioterapi :
a. Impairment
 Adanya nyeri
 Adanya spasme
 Keterbatasan ADL
 Keterbatasan ROM
b. Acivity Limitation
 Kesulitan untuk membaca Al-qur’an dalam waktu yang lama
ataugerakan menunduk

H. Tujuan Intervensi Fisioterapi


a. Jangka Pendek
 Mengurangi nyeri
 Mengurangi nyeri spasme
 Membantu ADL
 Menambah ROM
b. Jangka Panjang
Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional leher.
I. Intervensi Fisioterapi
a. USD
Tujuan : Mningkatan sirkulasi darah, relaksasi otot, mempercepat
proses penyembuhan jaringan, dan mengurangi nyeri
Dosis :
F: 3 M Hz
I : 5 W/cm2
T:Kontak langsung
T: 5 menit, 3x seminggu
b. TENS
Tujuan : Melepaskan perlengketan jaringan otot yang menumpuk
dan menurunkan nyeri.
Dosis :
F : 80 Hz
I : 30 m.A
T : kontak langsung 2 pad
T : 5 menit, 3x seminggu
c. Friction
Tujuan : Mengurangi spasme otot pada M. upper trapezius, m.
Sternocleidomastoideus, m. Levator scapula serta mengurangi nyeri dan
merileksasikan otot..
Teknik : friction menggunakan jari jempol, yaitu melakukan gerakan
melingkar kecil-kecil dengan penekanan yang lebih dalam dengan
menggunakan ibu jari tersebut
Frekuensi : 2 kali seminggu
d. Stretching
Tujuan : Untuk meningkatkan fleksibilitas otot dan mencegah
kontraktur.untuk merileksasikan otot, penguluran otot
Area : M. upper trapezius, m. Sternocleidomastoideus, m.
Levator scapula
Dosis :
F: 2x seminggu
I : Penguluran sampai batas panjang otot
T: 3x pengulangan
e. Traksi Cervical
Tujuan : Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan
pada intervertebralis maka penyempitan yang dapat menekan
akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-otot
leher (Musthafa, 1988).
Dosis :
T : 3x pengulangan
3x seminggu

DAFTAR PUSTAKA

https://dhaenkpedro.wordpress.com/ultrasound-therapy/

Anda mungkin juga menyukai