Anda di halaman 1dari 24

HASIL OBSERVASI ASSESMENT & INTERVENSI FISIOTERAPI

KASUS SYNDROME OBSTRUKTIF POST TUBERCULOSIS (SOPT)


DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MAKASSAR

DISUSUN OLEH :

 AINUN FATWA
 ANDI HUSNUL KHATIMA
 ANDI FADILA PANCA PUTRI
 ERIN TRIANI
 EGA INDAH SARI
 MAGFIRAH ASLAM
 MUH. FITRANSYA
 MULYANA
 NURASWITA
 RANI QURAINI JIHAD
 SRI ULFA PUTRI
 YULI HASRI AINUN

TK.II A FISIOTERAPI
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan hidayahNya, sehingga
akhirnya kami dapat menyelesaikan observasi assesment & intervensi fisioterapi
pada kasus “SYNDROME OBSTRUKTIF POST TUBERCULOSIS (SOPT) “ Dalam
penyelesaian lapsus ini, kami menyadari bahwa semua itu tidak terlepas dari berbagai
pihak.
Kami menyadari bahwa terdapat hal-hal yang kurang sempurna dalam
penyusunan lapsus ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya saran dan kritik
yang membangun. Semoga lapsus ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan
pihak-pihak lain yang memerlukan pada umumnya.

Makassar, 29 Juni 2017


BAB I

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan
sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Prevalensi TB di
Indonesia dan negara-negara sedang berkembang lainnya cukup tinggi. Pada tahun
2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh
masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun). Angka kematian karena
infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per
tahun. Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya
mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB di
masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif (PPTI, 2012).

Gejala sisa akibat TB masih sering ditemukan pada pasien pasca TB dalam
praktik klinik. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal paru
dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Inilah yang dikenal sebagai Sindrom Obstruksi Pasca TB
(SOPT). Patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, kemungkinan imunologis
perorangan sehingga terjadi mekanisme makrofag aktif yang menimbulkan reaksi
peradangan nonspesifik yang luas. Peradangan yang berlangsung lama ini
menyebabkan proses proteolisis dan beban oksidasi sangat meningkat untuk jangka
lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas dan akhirnya
mengakibatkan gangguan fatal paru.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Fisiologi
Anatomi Saluran Pernafasan
Fungsi utama pernafasan adalah pertukaran gas, dimana O 2 akan diambil
dari  alveolus dan dibawa oleh hemoglobin menuju ke jaringan yang akan diperlukan
dalam proses  metabolisme, CO2  sebagai  hasil dari  sisa metabolisme akan dibuang
saat ekspirasi. Secara anatomi pernafasan dimulai dari hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, bronkeolus, paru-paru.
Hidung
Merupakan saluran nafas pertama yang dilapisi oleh membran mukosa yang
bersilia dan juga selaput lendir. Saluran ini dilapisi dengan epithelium silinder dan
sel epitel berambut, yang mana udara akan disaring, dihangatkan dan
dilembabkan.Ketiga proses tersebut merupakan fungsi utama rongga hidung
sebagai bagian dari respirasi.
Faring
Sebuah pipa musculo membranosa, panjangnya 12-14 cm membentang dari
basis cranial sampai setinggi verterbra servikalis. Lebar faring dibagian superior ±
3,5 cm. Faring terdiri dari : Nasofaring (bagian yang berbatasan dengan rongga
hidung), Orofaring (bagian yang berbatasan dengan rongga mulut), Hipofaring
(bagian  yang berbatasan dengan  laring, yakni pemisahan antara udara dan
makanan).
Larynx (tekak)
Larynx merupakan saluran udara yang bersifat sphingter dan juga organ
pembentuk suara, yang membentang antara lidah sampai trakea. Letak larynx
didepan  bagian  terendah  faring yang memisahkan dari kolumna vertebra,
berjalan dari farynx sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam
trakea di bawahnya. Fungsi larynx sebagai jalan udara dan celah suara diantara
pita suara sebagai pelindung dari jalan udara. Diantara pita suara terdapat glotis
yaitu pemisah antara saluran pernafasan dan pencernaan. 
Trakea
Trakea merupakan pipa udara yang terbentuk dari tulang rawan dan selaput
fibro muscular, panjang trakea ± 10-11 cm, tebal 4-5 mm, diameter 2,5 cm dan
luas permukaan 5 cm2. Bagian belakang trakea terdapat 16 -20 cincin tulang
rawan yang    membentuk huruf ” U”. Adanya cincin tersebut menyebabkan
trakea selalu terbuka, sehingga dapat bernafas dengan leluasa. Trakea bercabang
menjadi 2 yaitu bronkus kiri dan bronkus kanan.
Bronkus
Bronkus merupakan percabangan dari trakea yang membentuk bronkus
kanan dan  bronkus kiri, antara bronkus kanan dan bronkus kiri tidak sama, karena
bronkus kanan lebih pendek dan lebar dari pada bronkus kiri, kemudian bronkus
kanan bercabang  menjadi  tiga  bronkus  sedangkan  bronkus kiri bercabang
menjadi dua bronkus.
Bronkeolus
Cabang-cabang yang lebih kecil dan keluar dari bronkus,bronkeolus
tidak diperkuat  oleh  cincin  tulang  rawan tetapi otot polos sehingga dapat
berubah ukurannya
Paru-paru
Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan puncak (apex) diatas
dan muncul sedikit lebih tinggi dari klavikula didalam dasar leher. Paru-paru
dibungkus oleh pleura, paru-paru di bagi menjadi 2: paru kanan dan paru kiri, paru
kanan lebih besar dari paru kiri, karena paru kanan terdapat 3 lobus dan 10
segment,sedangkan paru kiri terdapat 2 lobus dan 8 segment yaitu :

1). Paru kanan

a). Lobus Superior

(1). Segment Apikal

(2). Segment Posterior                            

(3). Segment Anterior

b). Lobus Medius

(1). Segment Lateralis

(2). Segment Medialis

c). Lobus Inferior

(1). Segment Superior

(2). Segment Mediobasal

(3). Segment Anterobasal

(4). Segment Laterobasal

(5). Segment Posterobasal


2). Paru kiri

a). Lobus Superior

(1). Segment Apicoposterior

(2). Segment Anterior

(3). Segment Lingula Superior

(4). Segment Lingula Inferior

b). Lobus Inferior

(1). Segment Superior

(2). Segment Anteromediobasal

(3). Segment Laterobasal

(4). Segment Posteriorbasal 


Rongga Dada dan Fisiologi Pernafasan

Rongga dada

Thorax atau dada merupakan bagian tubuh yang terletak antara leher
dan abdomen.  Rongga  dada  bagian  posterior  terdiri  dari  12 vertebra
thorakalis, 12 pasang costa. Sedangkan bagian depan anterior terdiri dari
sternum dan cartilago costa. Rongga dada memiliki akses masuk ke dalam
lewat  pintu atas dan pintu bawah thorax.
Pintu atas thorax yang sempit, terbuka dan berkesinambungan dengan
leher sedangkan pintu bawah yang
relatif  luas  tertutup  oleh   diafragma.  Fungsi thorax melindungi organ
internal dan memberi ruang untuk proses respirasi.

Fisiologi Pernafasan

Proses pernafasan dapat di bagi dalam tiga proses utama :

 Ventilasi pulmonal, keluar masuknya udara antara dari luar ke


alviole paru-paru.
 Difusi O2 dan CO2 antara alviole dan darah.
 Transportasi O2 dan CO2  dalam dan cairan tubuh ke dan dari sel-sel.

2. Definisi

Penyakit TBC ( Tuberkulosis ) adalah sebuah penyakit infeksi yang


terjadi pada saluran pernafasan manusia yang disebabkan oleh bakteri.
Bakteri penyebab penyakit TBC ini merupakan jenis bakteri basil yang
sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk
mengobati penyakit TBC ini. Secara umum, bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ pernapasan paru-paru (90%) dibandingkan dengan
bagian lain pada tubuh manusia.

3. Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang sebagian besar disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Spesies lain yang dapat
menyebabkan tuberkulosis adalah Mycobacterium kansasii,
Mycobacterium bovis, dan Mycobacterium intracellulare, bakteri ini
berbentuk batang lurus atau bengkok, dengan panjang 1-4 mikron dengan
lebar 0,2-0,8 mikron. Mycobacterium tuberculosis merupakan aerob
obligat yang dapat tumbuh dengan baik dalam jaringan yang memiliki
kadar oksigen yang tinggi seperti paru-paru. Pertumbuhan Mycobacterium
tuberculosis berlangsung cukup lambat dengan waktu generasi 12-18 jam
(Radji, 2011).
SOPT disebabkan oleh bekas dari luka akibat infeksi TB paru. Jadi
semakin luas jaringan paru yang rusak akibat infeksi kuman TB, semakin
luas bekas luka yang ditimbulkan. Jika pasien datang dengan TB paru
yang parah maka kemungkinan setelah sembuh akan menimbulkan bekas
yang luas sehingga keluhan yang dirasakan juga semakin berat. TB yang
telah menyelesaikan pengobatannya, 16-50% akan menderita SOPT mulai
dari derajat ringan sampai berat

4. Tanda dan Gejala


Adapun gejala yang timbul pada pengidap TBC dan SOPT yaitu:

 Demam,
 Batuk atau batuk berdarah
 Sesak nafas,
 Nyeri dada,
5. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit
( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini
basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh
limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi
hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar
cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya
dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria
namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit
akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul geja pneumonia akut. Pneumonia seluler akan
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan
berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast
menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana
bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan
percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru
lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen
brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt
dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi
kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan
lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang
dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk
kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
Paru yang terinfeksi menjadi lebih bengkak, mengakibatkan terjadinya
bronko pneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proes tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat
mengarah kebawah kehilum paru-paru dan kemudian meluas kelobus yang
berdekatan. Proses infeksi umumnya secara laten tidak menunjukkan
gejala sepanjang hidup, sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi
mengalami penyakit aktif dan menjadi sakit TB. Dengan integritas
kekebalan yang menurun karena malnutrisi, infeksi HIV, supresi
kekebalan immunoterapi, atau bertambahnya usia.
Terjadinya TB Paru dibedakan menjadi:

1. Infeksi primer
Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru.
Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, hingga da pat melewati
mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai di alveolus dan menetap
disana. Infeksi dimulai saat kuman TB PARU berhasil berkembang biak
dengan cara membelah diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan
pada Paru, dan ini disebut komplek primer . Waktu antara terjadinya
infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4 -6
minggu. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluluer).
Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TB PARU. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur),
kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang
bersangkutan akan menjadi penderita TB PARU. Masa inkubasi, yaitu
waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan.
2. Infeksi Pasca Primer (Post Primary TB PARU)
TB PARU pasca primer biasanya terjadi s etelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari TB
PARU pasca primer adalah kerusakan Paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura.
6. Problematika Fisioterapi
Problematika pada kondisi Sindrom Obstruksi Paska Tuberkulosis terdiri
dari: sesak napas, nyeri dada, penurunan mobilitas sangkar thoraks, dan
spasme otot-otot pernapasan.
7. Modalitas Intervensi Fisioterapi
1. Modalitas Alat
a. Spirometer
Alat untuk mengukur aliran udara yang masuk dan keluar dari paru-
paru dan dicatat dalam grafik volume per waktu.
b. MWD (Micro Wave Diathermy)
Suatu aplikasi terapeutik dengan menggunakan gelombang mikro dlm
bentuk radiasi elektromagnetik yg akan dikonversi dalam bentuk
dengan frekuansi 2456 MHz dan 915 MHz dengan panjang
gelombang 12,25 arus yang dipakai adalah arus rumah 50 HZ,
penentrasi hanya 3 cm, efektif pada otot.
c. TENS
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan
suatu cara penggunaan energi listrik yang digunakan untuk
merangsang sistem saraf dan peripheral motor yang berhubungan
dengan perasaan melalui permukaan kulit dengan penggunaan energi
listrik dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri.
TENS mampu mengaktivasi baik syaraf berdiameter besar maupun
kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris ke saraf
pusat. Efektifitas TENS dapat diterangkan lewat teori gerbang
kontrol.
d. Nebulizer
Nebulizer adalah alat atau mesin pengubah cairan obat menjadi uap
untuk kemudian dihirup oleh paru-paru dan membuka saluran
pernapasan yang menyempit. Nebulizer terdiri dari mesin kompresor,
wadah untuk menampung cairan obat, selang penghubung kompresor
dan wadah cairan obat, lalu corong atau masker untuk menghirup
udara yang dihasilkan oleh kompresor.
e. Ultrasound
Ultrasound therapy adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran
mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz.
Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan
untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.
f. Oxygen Concentrator
Alat terapi oksigen bagi pasien yang memiliki ganguan pernapasan.
Dengan teknologi Pressure Swing Adorptio alat terapi oksigen ini
memberikan banyak manfaat dengan menghasilkan udara segar yang
bebas bakteri.
g. Treadmill
adalah satu perangkat alat olahraga untuk berjalan atau berlari di
tempat. Treadmill merupakan sebuah  mesin yang memiliki platform
bergerak dengan conveyor belt lebar, dan digerakkan oleh motor
listrik. Belt atau sabuk bergerak ke belakang, sedangkan pengguna
bergerak mengikuti belt berjalan atau berlari pada kecepatan tertentu.
Kecepatan belt bergerak disebut dengan speed. Dengan demikian,
kecepatan berjalan atau berlari dapat dikendalikan dan diukur sesuai
dengan kebutuhan latihan.

2. Modalitas Terapi
Chest Physiotherapy
Pada pasien SOPT Chest physioterapy yang dapat diberikan
sebagai berikut :

1. Breathing Exercise

Breathing Exercise terdapat berbagai macam tehnik, di


antaranya yaitu latihan nafas dalam (deep breathing exercise),
difragma breathing exercise, pursed lip breathing, dan breathing
control. Pada kondisi SOPT Breathing Exercise yang digunakan yaitu
pursed lip breathing.

2. Pursed lips breathing exercise

Latihan ini menekankan pada proses ekspirasi. Metode


kontemporer yang digunakan dalam latihan ini adalah penggunaan
ekspirasi secara pasif. Ketika melakukan ekspirasi pasien sedikit
mengatupkan kedua bibir untuk menghambat udara keluar. Hambatan
ini menyebabkan tekanan dalam mulut lebih positif (Basuki, 2009).
3. Batuk efektif

Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,


dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah
dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal dari jalan napas dan
area paru. Batuk efektif merupakan teknik batuk efektif yang menekan
inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi (Pratama, 2012).

4. Mobilisasi sangkar thoraks


Latihan-latihan ini dengan gerakan pada trunk dan anggota gerak
atas yang dapat membantu mobilisasi dada dapat dilakukan dengan
latihan pernapasan yang spesifik untuk meningkatkan ekspansi dada
baik secara segmental dan regional serta dapat disertai peregangan
manual dan teknik-teknik fasilitasi (Pratama, 2012).
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien
Nama : Mr. SB
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : BTN Minasa upa Blok D5/8

B. Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Sesak nafas dan batuk
Riwayat penyakit : pasien pertama kali masuk BBKPM pada tanggal 30-3-
2015 dengan diagnosa Tb paru, pasien pertama kali ke
fisioterapi tanggal 4-12-2018
ADL yang bermasalah :
- ADL mandiri
- Kesulitan bekerja

C. Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Denyut Nadi : 112 kali/menit
Frekuensi Pernapasan : 26 kali/menit

D. Inspeksi / Observasi
a) Statis
 Pola nafas takhypnoe
 Bentuk dada barrel chest
 Posisi tulang belakang kifosis
b) Dinamis
 Pasien berjalanan normal
E. Pemeriksaan Spesifik
1. Derajat Sesak

Skala Derajat Sesak

0 Tidak sesak sama sekali


0,5 Sesak sangat ringan
1 Sesak nafas sangat ringan
2 Sesak nafas ringan
3 Sedang
4 Sesak nafas cukup berat
5 Sesak berat
6
7 Sesak nafas sangat berat
8
9 Sangat-sangat berat (hampir
10 maksimal)
Maksimal

Interpretasi: 4
2. Mobilitas sangkar thoraks
Pengembangan chest dapat di ukur dengan meteran pada 3 tempat
yaitu Upper lobus : axilla, middle lobus : processus xipoid dan lower
lobus : subcostal. Dilakukan dengan meletakkan meteran secara
melingkar antara axilla, processus xipoid dan subcosta, dengan ujung
berada pada pertengahan dada. Dimulai saat pasien full expirasi lalu
deep inspirasi, catat hasil penambahan pengembangan chest.
Titik Inspir Awal ekspir Selisih
Ukur
ins Eks

Axilla 96 95 95 1 -

P.Mamae 93 92 91 1 1

Xypoid 89 88 88 1 -

Interpretasi : penurunan mobilitas toraks


3. Auskultasi
Adalah suatu tekhnik pemeriksaaan dengan mendengar bunyi nafas
menggunakan stateskop untuk evaluasi paru-paru.
a.       Bunyi nafas normal dan abnormal terjadi akibat gerakan udara pada
dinding airway (jalan nafas) selama inspirasi dan ekspirasi(sistem respirasi)
b.      Bunyi nafas diidentifikasikan untuk mengetahui :
 Area paru-paru yang mengalami hambatan berat dan area letak
sputum untuk menentukan posisi postural darainase akan
dilakukan.
 Untuk menentukan apakah postural drainase efektif atau tidak
 Untuk menentukan apakah paru-paru telah bersih ayau belum
dan apakaah postural drainase dilanjutkan atau dihentikan.
c.       Prosedur
 Posisi pasien duduk comfortable dan rileksasi lalu memakai
stateskop, dan tempatkan stateskop langsung diatas kulit
anterior dan posterior dinding dada pasien.
 Stateskop digerakkan dengan pola simetris (S) pada dinding
dada anterior dan posterior lalu posisi lateral dinding dada
setinggi T2,T6,T10
 Anjurkan pasien inspirasi dalam melalui hidung lalu ekspirasi
melalui mulut beberapa kali dan bersamaan dengan itu terapis
menggerakkan statskop pada tiap titik pada dinding dada
anterior dan posterior
 Evealuasi: catat kualitas dan intensitas bunyi akhir pernafasab
apakah normal atau abnormal.
d.      Bunyi nafas normal diklasifikasikan bergantung pada Tracheal, bising
dan keras yang terdengar hanya diatas trakea dengan kualitas bunyi saat
inspirasi dan ekspirasi
Regio Kiri Kanan

Ves ronch Whea ves Ronch whea


i i

Apical 

Mild zon 

Low zon 

posterior

Indikasi : karena adanya penyempitan jalan udara atau tersumbat sebagian.


Obstruksi seringkali terjadi sebagai akibat adanya sekresi atau edema.

4. Pemeriksaan spirometri

Tujuan

1. mengukur volume paru secara statis dan dinamik


2. menilai perubahan atau gangguan pada faal paru

Klasifikasi gangguan ventilasi(% nilai prediksi) :


1. Gangguan restriksi : Vital Capacity (VC) < 80% nilai prediksi FVC <
80% nilai prediksi
2. Gangguan obstruksi : FEV1 < 80% nilai prediksi FEV1/FVC < 75%
nilai prediksi
3. Gangguan restriksi dan obstruksi : FVC < 80% nilai prediksi
FEV1/FVC < 75% nilai prediksi.

FVC : 11,65
FEV1 : 14,79
FVC/FEV1 : 131,71
Interpretasi : abnormality :very severe

5. Pemeriksaan panjang otot


 M. Pectoralis mayor : memendek
 M. Pectoralis minor : memendek
 M. Uppertapezius : normal
 M. Sterno Cleido mastoideus : normal
F. Diagnosa Fisioterapi
Diagnosa Fisioterapi : “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada post TB

G. Problematik Fisioterapi
Problematik Fisioterapi
a. Impairment
1) Whezeng pada apikal, midle dan low sisi kanan
2) Sesak napas
3) Batuk
4) Penurunan mobilitas toraks
b. Activity Limitation
1) ADL mandiri
2) Kesulitan bekerja berat

H. Tujuan Intervensi Fisioterapi


a. Meningkatkan moobilitas thorax
b. Meringankan sesak
c. Mengurangi akumulasi sekresi
d. Mengembalikan fungsi ADL

I. Program Intervensi Fisioterapi

1. TENS

Tujuan : Mengurangi nyeri dan merileksasikan otot


Persiapan Alat : TENS
Posisi Pasien : Pasien tidur tengkurap
Posisi Fisioterapis : Berada di samping pasien untuk memantau reaksi alat.
Teknik :
 Periksa vital sign pasien
 Kemudian sambungkan TENS ke sumber listrik
 Basahi pad sebelum dipasang dengan alkohol
 Pasang 4 pad yaitu 2 pad dipasang pada area punggung bawah,1
pad pada m.piriformis, dan 1 pad pada m.gastrocnemius.
 Atur timer selama 10 menit, kemudian naikkan intensitas sesuai
ambang batas pasien.
2. MWD
 Persiapan alat:

Tes alat, pre pemanasan 5-10 menit, jarak <10cm dari kulit

 Persiapan pasien :
bebaskan dari pakaian dan logam, posisikan pasien senyaman mungkin, tes
sensibilitas, jarak 5-10 cm, durasi 20-30 menit. alat 2456MHz, frekuensi
terapi 3-5 x/minggu, intensitas 50-100 watt (toleransi pasien), dosis
intensitas ditentukan oleh aktualitas patologi (aktualitas rendah : thermal,
aktualitas sedang : subthermal, aktualitas tinggi : a thermal)
3. OXYGEN (O2)
Alat terapi oksigen bagi pasien yang memiliki ganguan pernapasan.
Dengan teknologi Pressure Swing Adorptio alat terapi oksigen ini
memberikan banyak manfaat dengan menghasilkan udara segar yang bebas
bakteri.
 Persiapan Alat :
 Tabung oxygen beserta isinya
 Regulator dan flow meter
 Botol pelembab
 Masker atau nasal prong
 Selang penghubung
 Pasien :
 Pasien diberi penjelasan tindakan yang akan dilakukan
 Pasien ditempatkan pada posisi yang sesuai
Tata kerja :
1. Tabung oxygen dibuka dan diperiksa isinya
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3. Hubungkan nasal prong atau masker dengan selang oxygen ke botol
pelembab
4. Pasang ke pasien
5. Atur aliran oxygen sesuai kebutuhan
6. Setelah pemberian tidak dibutuhkan lagi lepas nasal prong atau masker
dari penderita
7. Tabung oksigen ditutup
8. Pasien dirapikan kembali
9. Peralatan dibereskan
4. BREATHING EXERCISE
- Posisi pasien Rileks dan Comfortable (Semi Fowler’s = Reclined
sitting è Evaluasi pola nafas pasien è lalu perlihatkan metode
Diaphragma Breathing yang benar
- Tempatkan satu atau kedua tangan diatas rectus abdominis dibawah
anterior costal margin
- Anjurkan pasien Deep inspirasi dan perlahan melalui hidung diikuti
abdomen digembungkan . Paisen menjaga shoulder rilek dan upper
chest diam
- Kemudian anjurkan pasien mengeluarkan nafas dengan perlahan dan
ekspirasi terkontrol
- Pasien mempraktekkan 3 – 4 kali lalu Rest , hindari Hyperventilasi
- Pasien menempatkan kedua tangannya diatas costal margin dan
merasakan gerakannya , Tangan pasien naik selama inspirasi dan
turun saat expirasi . Tangan ini juga merasakan kontraksi abdomen
saat batuk atau mengontrol expirasi
- Setelah pasien mengerti dan mampu menggunakan Diaphragm Breath
- Ini maka anjurkan inspirasi dengan melalui hidung dan expirasi
melalui mulut .
- Praktekkan Diaphragma BE ini dalam berbagai posisi (Sitting ,
Standing) dan selama aktivitas (berjalan dan naik / turun tangga )
5. TAPOTEMENT
Mempunyai tonus otot syaraf vegetatior (tak sadar)
padajaringan perifeer (tepi).
Tujuan : Mempertinggi tonus otot dan mempergiat peredaran
darahpada kulit.
Teknik : pada umumnya tapotement dikerjakan dengan kedua
tanganbergantian. Sikap tangan dapat berupa setengah mengepal, jari-
jari terbukaatau rapat, dapat pula dengan punggung jari-jari, atau
dengan mencekungkantapak tangan jari-jari rapat. Biasanya
tapotament diberikan di daerahpinggang, punggung dan pantat, tetapi
boleh juga diberikan di tempat lainapabila diperlukan. Arahnya naik
turun bebas.

J. Home Program
Diajarkan cara bernafas yang baik dan latihan mengurangi sesak

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gejala sisa akibat TB masih sering ditemukan pada pasien pasca TB dalam
praktik klinik. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal
paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Inilah yang dikenal sebagai
Sindrom Obstruksi Pasca TB (SOPT). Patogenesis timbulnya SOPT sangat
kompleks, kemungkinan imunologis perorangan sehingga terjadi mekanisme
makrofag aktif yang menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas.
Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan proses proteolisis dan
beban oksidasi sangat meningkat untuk jangka lama sehingga destruksi
matriks alveoli terjadi cukup luas dan akhirnya mengakibatkan gangguan fatal
paru.
B. Saran
1. Fisioterapi
 Memahami dan mengerti tentang fisiologi pernapasan
 Memberikan latihan secara bertahap dan continyu.
 Mengikuti perkembangan fisioterapi.
2. Penderita
 Mau bekerjasama dengan terapis.
 Menghindari factor pencetus yang memperberat..
3. Keluarga
 Beri dukungan mental ke penderita.
 Menjaga kebersihan lingkungan setempat.
 Mengawasi semua aktivitas penderita.
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA

Pratama Rezi. 2012. Modalitas Fisioterapi.


Http://Remizapratama.Blogspot.Com/2011/01/Alat-Alat-Yang-Digunakan-
Pada.Html\ \

Luklukaningsih, Z. 2009. Anatomi, Fisiologi Dan Fisioterapi. Yogyakarta: Nuha


Medika
Nadia Fatma. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Ischialgia Sinistra Di
Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Http://Eprints.Ums.Ac.Id/45415/1/NASKAH
%20PUBLIKASI.Pdf

Angelita sinta. 2015. Ischialgia Fisioterapi.


http://shintaangelita.blogspot.com/2015/09/laporan-kasus-ischialgia-fisioterapi.html

Djohan , Aras. Hasnia ,Ahmad .Andy , Ahmad. 2016/12/01“ the new concep of test
and measurement in patient care physitherapy” .makassar:physiocare publishing

http://imphysicaltherapist.blogspot.com/2013/03/ischialgia-akibat-spasme-
ototpiriformis.html

Anda mungkin juga menyukai