Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

TUBERKOLOSIS PARU

Disusun
OLEH

Nama: Ade Jihan Farida A Sipi


Npm: 1420118105
Prodi: Ilmu Keperawatan
Mata Kuliah: Keperawatan Anak 1

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIkes)


Maluku Husada
Ambon
2020

1
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Paru


1.1.1 Anatomi Paru
Paru-paru terletak pada rongga dada yang ujungnya berada di atas tulang
iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu,
paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-
paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas.
Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh
unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru dibungkus oleh
selaput tipis yaitu pleura. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang
disebut mediastinum (Sherwood, 2001).

Bagian paru paru terdiri dari beberapa organ sebagai berikut :


1. Trakea
Trakea atau tenggorokan merupakan bagian paru-paru yang berfungsi
menghubungkan larynk dengan bronkus. Trakea pada manusia teridiri dari
jaringan tulang rawan yang dilapisi oleh sel bersilia. Silia yang terdapat pada
trakea ini berguna untuk menyaring udara yang akan masuk ke dalam paru-paru.
2. Bronkus

1
Bronkus merupakan saluran yang terdapat pada rongga dada, hasil dari
percabangan trakea yang menghubungkan paru-paru bagian kiri dengan paru-paru
bagian kanan. Bronkus bagian sebelah kanan bentuknya lebih lebar, pendek serta
lebih lurus, sedangkan bronkus bagian sebelah kiri memiliki ukuran lebih besar
yang panjangnya sekitar 5cm. Jika dilihat dari asalnya bronkus dibagi menjadi
dua, yaitu bronkus premier dan bronkus sekunder.
3. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan bagian dari percabangan saluran udara dari
bronkus. Letaknya tepat di ujung bronkus. Bronkiolus mempunyai diameter
kurang lebih 1mm atau bisa lebih kecil. Bronkiolus berfungsi untuk
menghantarkan udara dari bronkus masuk menuju ke alveoli serta juga sebagai
pengontrol jumlah udara yang akan nantinya akan di distribusikan melalui paru-
paru oleh konstriksi dan dilatasi
4. Alveolus
Alveolus merupakan kantung kecil yang terletak di dalam paru-paru yang
memungkinkan oksigen dan karbondioksida untuk bisa bergerak di antara paru-
paru dan aliran darah. Di dalam tubuh manusia terdapat kurang lebih hampir 300
juta alveoli untuk menyerap oksigen yang berasal dari udara. Alveolus berfungsi
untuk pertukaran karbon dioksida (CO2) dengan oksigen (O2).
5. Pleura
Pleura adalah selaput yang fungsinya membungkus paru-paru serta
melindungi paru-paru dari gesekan-gesekan yang ada selama proses terjadinya
respirasi. Ada dua lapisan pada Pleura paru-paru manusia diantarnya adalah:
a. Pleura visceral adalah bagian dalam yang membungkus langsung paru
b. Pleura parietal adalah pleura bagian luar yang menempel di rongga dada.
1.1.2 Fisiologi Paru
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran gas antara darah dan atmosfer
dengan tujuan untuk menyuplai oksigen bagi jaringan dan mengeluargkan
karbondioksida. Pertukaran gas melalui beberapa proses udara masuk ke paru-
paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit yaitu bronkus dan bronkiolus
yang merupakan cabang dari trakea atau tenggorokan. Udara tersebut menuju ke

2
alveolus yang merupakan gelembung udara tempat pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida (Mc. Ardle, 2006). Terdapat empat mekanisme kerja paru-paru,
antara lain sebagai berikut :
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
d. Pengaturan ventilasi (Guyton, 2007).
1.2 Definisi Penyakit
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang biasanya menyerang
organ parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru biasanya ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada
struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis
(Saputra, 2010). Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007), Tuberkulosis (TB)
adalah infeksi bakteri berbentuk batang yang tahan asam-alkohol (acid-alcohol-
fast bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis terutama mengenai paru,
kelenjar getah bening, dan usus.
TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau
bagian lain dari tubuh manusia melalui droplet (bersin, batuk dan berbicara) yang
dapat menyerang lewat udara dari penderita ke orang lain.
1.3 Epidemiologi
Dalam laporan WHO pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus
TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien
dengan HIV positif. Sekitar 75 % dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika,

3
pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TB MDR
dan 170.000 diantaranya meninggal dunia.
Di Indonesia berpeluang mengalami penurunan angka kesakitan dan
kematian akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 apabila dibandingkan
dengan data tahun 1990. Angka prevalensi TB pada tahun1990 sebesar 443 per
100.000 penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000
penduduk. Berdasarkan hasil survei prevalensi TB tahun 2013, prevalesi TB Paru
smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas sebesar 257. Secara
umum angka notifikasi kasus BTA positif baru da semua kasus dari tahun ke
tahun di Indonesia mengalami peningkatan. Angka notifikasi kasus (case
notification rate/ CNR) pada tahun 2015 untuk semua kasus sebesar 117 per
100.000 penduduk (Depkes RI., 2016).
1.4 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah bakteri mycrobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um
(Amin dan Asril, 2007). Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang
bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki
konsentrasi tinggi oksigen seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena
itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Mycobacterium tuberculosis rentan atau cepat mati terhadap paparan sinar
matahari langsung, namun dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini bisa mengalami dorman
atau inaktif (tertidur lama) selama beberapa tahun. Penyebaran mycobacterium
tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia melalui
udara dan menginfeksi organ tubuh terutama paru-paru. Diperkirakan, satu orang
menderita TB paru BTA positif yang tidak diobati akan menulari 10-15 orang
setiap tahunnya. (Depkes RI, 2002; Aditama, 2002).
1.5 Klasifikasi
Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru, diantaranya adalah
sebagai berikut :

4
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
b. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
c. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
1. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan kultur atau
biakan kuman TB positif.
4) satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks normal tidak menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
2. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila

5
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien
buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu :
a. Kasus Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
1.6 Patofisiologi/Patologi
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam

6
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut.
Virus masuk melalui saluran pernapasan dan berada pada alveolus. Basil
ini langsung membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit memfagosit bakteri
namun tidak membunuh, sesudah hari-hari pertama leukosit diganti dengan
makrofag. Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi bersatu menjadi sel tuberkel epiteloid. Jaringan mengalami
nekrosis keseosa dan jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa dan membentuk
jaringan parut kolagenosa, Respon radang lainnya adalah pelepasan bahan
tuberkel ke trakeobronkiale sehingga menyebabkan penumpukan sekret.
Tuberkulosis sekunder muncul bila kuman yang dorman aktif kembali
dikarenakan imunitas yang menurun (Price dan Lorraine, 2007; Amin dan Asril,
2007).

1.7 Manifestasi Klinis

Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) tanda dan gejala tuberkulosis dibagi
atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala Sistemik adalah:
1) Badan Panas
Panas badan merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, sering kali
panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan
meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi
progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa
panas.
2) Menggigil

7
Menggigil dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak
diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi
sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.
3) Keringat Malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit
tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam
dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada
panas.
4) Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak
enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit
kepala, mudah lelah.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus. Batuk
mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronchus, selanjutnya akibat adanya
peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif
ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak
dapat bersifat mukoid atau purulen.
2) Sekret
Suatu bahan yang keluar dari paru sifatnya mukoid dan keluar dalam jumlah
sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hujau
sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi
pengejuan dan perlunakan.
3) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena,
gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.
4) Ronchi
suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar selama
ekspirasi disertai adanya sekret.

8
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis pada pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat,limfositosis)
3. Foto thoraks PA dan lateral.gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB, yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA
pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70 persen pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)
merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staning untuk menentukan adanyan IgG spesifik
terhadap basil TB
6. Tes mantoux / tuberkulin
7. Teknik polymerase chain reaction
deteksi DNA kuman secara spesifik melalui aplifikasi dalam berbagai
tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme
dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya retensi
8. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC)
deteksi grouth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh M. Tuberculosis
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay

9
deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah
1.9 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan. Obat utama yang dipakai dalam terapi
Tuberculosis Paru antara lain sebagai berikut :
1.9.1 Rifampisin
Rifampisin ; 10 mg/ kg BB, maksima l 600mg 2-3X/ minggu atau (BB >
60 kg : 600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mg, Dosis intermiten
600 mg / kali)
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan
tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan
tidak perlu khawatir.
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang kadang diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
1.9.2 Isoniazid (INH)
Dosis yang diberikan untuk obat INH adalah 5 mg/kg BB, maksimal
300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau (300
mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali).
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan
pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah
menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).

10
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang
lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT
dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
1.9.3 Pirazinamid
Obat ini digunakan pada saat fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X
semingggu, 50 mg /kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg : 1500 mg, BB 40-60
kg : 1 000 mg, BB < 40 kg : 750 mg
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadangkadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini juga
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
1.9.4 Streptomisin
Pada obat streptomisin ini di berikan dosis 15mg/kgBB atau (BB >60kg :
1000mg, BB 40 - 60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB). Efek samping utama
adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan
peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.
1.9.5 Etambutol
Untuk obat ini diberikan fase intensif dengan dosis 20mg /kg BB, fase
lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu
atau : (BB >60kg : 1500 mg, BB 40 -60 kg : 1000 mg, BB < 40 kg : 750 mg,
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali).
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun
demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang
sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam
beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan
pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

11
1.10 Pathway
Mycrobacterium Tuberculosis

Alveolus

Respon radang

Leukosit Demam Pelepasan bahan tuberkel


memfagosit bacteri dari dinding kavitas

Leukosit digantikan
Trakeobronkial
oleh makrofag

Makrofag mengadakan Bersihan jalan


Penumpukan sekret
infiltrasi napas tidak efektif

Terbentuk Sel tuberkel Batuk Anoreksia, mual,


epiteloid muntah

Nekrosis kaseosa Nyeri droplet

Granulasi Gangguan keseimbangan


Resiko tinggi
nutrisi kurang dari
penyebaran
Jaringan parut kolagenosa kebutuhan
infeksi

Kerusakan membran Sesak Gangguan pola tidur


alveolar nafas

Inadekuat oksigen untuk


beraktivitas
12
Gangguan
pertukaran
Gas Intoleransi aktivitas

BAB II
KONSEP ASKEP PADA PASIEN DENGAN
TUBERKOLOSIS PARU

2.1 Pengkajian
Tujuan dari pengkajian atau anamnesa merupakan kumpulan informasi
subyektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan
masalah kesehatan yang menyebabkan pasien melakukan kunjungan ke
pelayanan kesehatan (Niman, 2013). Identitas pasien yang perlu untuk dikaji
meliputi:
a. Meliputi nama dan alamat
b. Jenis kelamin : TB paru bisa terjadi pada pria dan wanita
c. Umur: paling sering menyerang orang yang berusia antara 15 – 35 tahun.
d. Pekerjaan: Tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat
pendapatan, jenis pekerjaan
2.1.1 Pengkajian Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang:
pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien
hanya kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan anggukan kepala atau
gelengan.
b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita TB paru atau penyakit lain yang memperberat
TB Paru.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga:

13
secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
2.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaaan umum
Keadaan umum pada klien dengan TB Paru dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu,
perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri dari compos
mentis, apatis, somnolen, sopo, soporokoma, atau koma. Hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital pada klien dengan TB Paru biasanya di dapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
apabila disertai sesak nafas, denyut nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan dan tekanan
darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit seperti hipertensi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien TB Paru meliputi pemeriksaan fisik
umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda
vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel),
B6 (Bone) serta pemeriksaan yang fokus pada B2 dengan pemeriksaan
menyeluruh sistem pernafasan.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1. B1 (Breathing) : pemeriksaan fisik pada klien TB Paru merupakan
pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi,perkusi dan
auskultasi.
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien
dengan TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari Tb Paru seperti adanya
efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga
dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB Paru yang

14
disertai etelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang
membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostal space (ICS)
pada sisi yang sakit.
Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukan-
meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada TB Paru
yang disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan
mendorong posisi trakhea kearah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan. TB Paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukanpalpasi, gerakan dada saat bernafas
biasanya normal dan seimbang antara kiri dan kanan.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon
bronkhial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama
pada bunyi konsonan.

Perkusi
Pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien TB Paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksaan untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara
disebut sebagai resonan vokal.

15
2. B2 (Blood) : pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat
meliputi :
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB Paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
3. B3 (Brain) : kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah mringis,
menangis,merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva
anemis pada TB Paru dengan hemoptoe masif dan kronis, dan sklera
ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
4. B4 (Bladder): pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Olek karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat
dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai
ekskresi karena meminum OBAT terutama rifampisin.
5. B5 (Bowel) : klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan.
6. B6 (Bone) : aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan
TB Paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak
teratur.
2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
2. Pemeriksaan CT Scan

16
3. Radiologi TB paru militer
a. TB paru militer akut
b. TB paru militer subakut (kronis)
4. Pemeriksaan Laboratorium

2.1.5 Analisa Data


Tabel 2.1 Konsep Analisa Data
No Data Masalah Etiologi Paraf
1. DO : Ketidakefektif Ketidakefektifan IS
an bersihan bersihan jalan
1. pasien tampak batuk
jalan nafas nafas
2. suara terdengar serak

DS : Spasme jalan
1. pasien mengatakan batuk nafas
berdahak
2. pasien mengatakan dahak Perubahan
tidak bisa keluar. frekuensi nafas
3. Pasien mengatakan sesak
nafas
4. Auskultasi paru : Terdengar
suara ronkhi pada paru kanan

2. DO : Nyeri akut Nyeri akut

1. Pasien meringis kesakitan


Agen cedera
2. TTV : TD : 110/70 mmHg,
biologis
suhu: 36C, Nadi: 84x/menit,
RR: 28x/menit.
Mengekspresikan
DS : prilaku
1. pasien mengatakan nyeri
pada dada saat batuk.
2. Pengkajian nyeri P: batuk

17
menetap Q: menusuk R:
dada, S: 5, T: timbul kadang-
kadang saat batuk.
3. DO : Ketidakseimba Ketidakseimbang IS
ngan : kurang an : kurang dari
1. Pasien mengalami penurunan
dari kebutuhan kebutuhan tubuh
berat badan
tubuh.
2. Pasien tampak lemah
Kurang asupan
3. Makan tampak tidak habis 1
makanan
porsi
4. Pasien mengalami penurunn
Berat badan 20%
berat badan ± 6 kg
atau lebih
dibawah rentang
berat badan ideal.
DS :

1. Pasien mengatakan nafsu


makan menurun
2. Pasien mengeluh mual
3. Pasien mengatakan badan
terasa lemas

4. DO: Risiko tinggi Risiko tinggi


1. Pasien sering batuk di depan penyebaran penyebaran infeksi
orang lain tanpa menutup infeksi
mulut. Kurangnya
2. BTA positif pengetahuan
DS: untuk
1. Pasien mengatakan sering menghindari
kontak dengan orang lain pemajanan
2. Pasien mengatakan bahwa patogen
saat batuk di depan orang

18
lain tidak menutup mulut
3. Membuang dahak pada
plastik yang diikat dan
dibuang ketempat sampah
5. DO: Gangguan Gangguan IS
1. klien terlihat sesak, Pertukaran Pertukaran Gas
pernafasan takipnea dan Gas
ortopnoe,menggunakan
otot bantu pernafasan , Perubahan
retraksi dinding dada, batuk membran
berdahak dan kental, alveolar-kapiler.
menggunakan nafas cuping
hidung Pola pernafasan
DS: abnormal.
1. klien mengatakan nafasnya
terasa sesak
2. Klien mengeluh susah tidur.
3. Klien mengatakan anaknya
batuk-batuk , berdahak.
6. DO : Gangguan pola Gangguan pola tidur IS
tidur
1. Kantong mata bawah hitam.
2. Konjungtiva anemis.
imobilisasi
3. Pasien tampak lemas.
4. Pasien sering terbangun pada
malam hari.
penurunan
DS :
kemampuan
1. Pasien mengatakan tidak
berfungsi
dapat tidur nyenyak dan
sering terbangun karena
batuk.
2. Pasien tidur ± 6-7 jam sehari

19
dan tidur siang ± 1-2 jam
7. DO: Intoleransi Intoleransi IS
1. Klien tampak memanggil
Aktivitas Aktivitas
keluarga saat butuh sesuatu
2. Klien tampak lemas
DS :
imobilisasi
1. Klien mengatakan badannya
lemas sehingga susah
beraktivitas.
keletihan
2. Pasien mengatakan
kepalanya pusing.
3. Pasien mengatakan sesak
nafas

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan respons
dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas (Herdman, 2015).
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan TB Paru, yaitu:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi
mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
trakheal/faringeal.
2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan menurunnya
ekspresi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan
metabolisme tubuh.
5. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan adanya batuk, sesak nafas,
dan nyeri dada.

20
6. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang
lemah)
7. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas) dan prognosis penyakit
yang belum jelas.
8. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perawatan di rumah.

3.3 Intervensi
Tabel 3.2 Konsep Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Domain 11 : Keamanan/perlindungan.
Kelas 2. Cedera fisik (00031)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Definisi: ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
nafas untuk mempertahankan jalan nafas.
NOC

Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam masalah ketidakefektifan


bersihahan jalan nafas dapat teratasi.

(0410) status pernafasan : kepatenan jalan nafas

Definisi : saluran trakeobronkial yang terbuka dan lancar untuk pertukaran gas.

1. Frekuensi pernafasan dari skala 1(deviasi berat dari kisaran normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

21
2. kedalaman inspirasi dari skala 1(deviasi berat dari kisaran normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

3. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret dari skala 1 (deviasi berat dari


kisaran normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

NIC
(3160) penghisapan lendir pada jalan nafas
Definisi : membuang sekret dengan memasukkan kateter suksion kedalam
mulut, nasofaring atau trakhea pasien
1. Lakukan tindakan cuci tangan.
2. Lakukan tindakan pencegahan umum.
3. Gunakan alat pelindung diri sesuai dengan kebutuhan.
4. Tentukan perlunya suktion mulut atau trakhea.
5. Aukultasi suara nafas sebelum dan setelah tindakan suction.
6. Aspirasi nasopharingeal dengan kanul suction sesuai dengan kebutuhan
7. Berikan sedatif sebagaimana mestinya.
8. Masukan nasopharingeal airway untuk melakukan suction nasotracheal
sesuai kebutuhan
9. Instruksikan pada pasien untuk menarik nafas dalam sebelum dilakukan
suction nasotracheal dan gunakan oksigen sesuiai kebutuhan.
Diagnosa :
Domain 4: Aktivitas/ Istirahat
Kelas 4. Respons Kardiovaskuler/ Pulmonal (00032) Ketidakefektifan
pola nafas.
Definisi: Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
NOC

Kriteria Hasil :

setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam masalah ketidakefektifan pola

22
nafas dapat teratasi.

(0403) status pernafasan : ventilasi.

Definisi : keluar masuknya udara dari dan kedalam paru.

1. Frekuensi pernafasan dari sekala 1 (deviasi berat dari kisaran normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

2. Irama pernafasan dari sekala 1 (deviasi berat dari kisaran normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

3. Kedalaman inspirasi dari sekala 1 (deviasi berat dari kisaran normal)

ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)


NIC
3140 manajemen jalan nafas
Definisi: fasilitas kepatenan jalan nafas.
1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust sebagai mana
mestinya.
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
3. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat
membuka jalan nafas.
4. Masukkan alat (NPA) atau (OPA) sebagaimana mestinya.
5. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya.
Diagnosa :
Domain 3: Eliminasi dan pertukaran
Kelas 4. Fungsi respirasi (00030) Gangguan pertukaran gas
Definisi: kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida
pada membran alveolar-kapiler
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam gangguan pertukaran gas
kembali normal.

23
(0402) status pernafasan : pertukaran gas
Definisi:
pertukaran karbondioksida dan oksigen di alveoli untuk mempertahankan
konsentrasi darah arteri.

1. Tekanan parsial oksigen didarah arteri dari skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran
normal).

2. Tekanan parsial karbondioksida didarah arteri dari skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran
normal).

3. PH arteri dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke


skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal).

4. Saturasi oksigen dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran normal)


ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal).

NIC
(3140) Manajemen jalan nafas
Definsi: fasilitas kepatenan jalan nafas.
Aktivitas-aktivitas:
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar, dan batuk
3. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
4. Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya.
Diagnosa :
Domain 2: Nutrisi
Kelas 1. Makan (00002) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
NOC
Kriteria Hasil:

24
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam intake nutrisi klien terpenuhi.
(1009) status nutrisi : asupan nutrisi.
Definisi:
asupan gizi untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan metabolik

1. Asupan protein dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala 4


(sebagian besar adekuat)

2. Asupan lemak dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala 4


(sebagian besar adekuat)

3. Asupan karbohidrat dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi


skala 4 (sebagian besar adekuat)

4. Asupan vitamin dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala


4 (sebagian besar adekuat)

5. Asupan mineral dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala


4 (sebagian besar adekuat)

6. Asupan zat besi dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala
4 (sebagian besar adekuat)

7. Asupan kalsium dari skala 1 (tidak adekuat)ditingkatkan menjadi skala 4


(sebagian besar adekuat)

NIC
(1100) manajemen nutrisi
Definisi: menyediakan dan meningkatkan intake nurisi yang seimbang.
akvifitas-aktivitas:
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Identifikasi adanya elergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien.
3. Tentukan apa yang menjadi prefensi makanan bagi pasien.
4. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi.

25
5. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi.
6. Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan terhadap pilihan
yang lebih sehat.
Diagnosa :
Domain 4: aktivitas/istirahat
Kelas 1. Tidur/istirahat (000198) Gangguan pola tidur
Definisi: interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat faktor eksternal.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam masalah gangguan pola tidur
dapat teratasi.
(0003) istirahat
Definisi: berkurangnya kuantitas dan pola aktifitas untuk memulihkan mental
dan fisik.
1. Pola istirahat dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan menjadi skala 5
(tidak terganggu)
2. kualitas istirahat dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan menjadi skala 5
(tidak terganggu)
3. beristirahat secara fisik dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan menjadi
skala 5 (tidak terganggu)
4. beristirahat secara mental dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan
menjadi skala 5 (tidak terganggu)
NIC
(1850) peningkatan tidur
Definisi: memfasilitasi tidur/siklus bangun teratur.
Aktivitas-aktivitas:
1. tentukan pola tidur pasien
2. jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama penyakit dan lain-lain
3. monitor pola tidur pasien dan catat kondisi fisik.
4. Sesuaikan lingkungan untuk meningkatkan tidur.
5. Mulai/terapkan langkah-langkah kenyamanan seperti pijat,pemberian posisi

26
dan sentuhan efektif.
6. Bantu meningkatkan jumlah jam tidur.
7. Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur.
Diagnosa :
Domain 4: aktifitas/istirahat
Kelas 4. Respon kardiovaskular/pulmonal (00092) Intoleran aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang
harus atau yang ingin dilakukan.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam masalah intoleransi aktifitas
tercapai.
(0002) konservasi energi
Definisi: tindakan individu dalam mengelola energi untuk memulai dan
mempertahankan aktivitas.

1. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat dari skala 1 (tidak pernah


menunjukan) ditingkatkan menjadi skala 4 (sering menunjukan)

2. Menyadari keterbatasan energi dari skala 1 (tidak pernah menunjukan)


ditingkatkan menjadi skala 4 (sering menunjukan)

3. Menggunakan teknik konservasi energi dari skala 1(tidak pernah


menunjukan) ditingkatkan menjadi skala 4 (sering menunjukan)

4. Mengatur aktivitas untuk konservasi energi dari skala 1(tidak pernah


menunjukan) ditingkatkan menjadi skala 4 (sering menunjukan)

NIC
(4310) terapi aktivitas
Definisi: peresepan terkait dengan menggunakan bantuan aktivitas fisik,
kognisi, sosial dan spiritual untuk meningkatkan frekuensi dan durasi aktivitas
kelompok.

27
1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas
spesifik.
2. Pertimbangkan komitmen klien untuk meningkatkan frekuensi dan jarak
aktifitas.
3. Bantu klien untuk tetap fokus pada kekuatan (yang dimilikinya)
dibandingkan dengan kelemahan (yang dimilikinya)
4. Dorong aktivitas kreatif yang tepat.
5. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan.
6. Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dalam level
aktivitas tertentu.
7. Sarankan metode-metode untuk meningkatkan aktivitas fisik yang tepat.
8. Bantu klien dan keluarga memantau perkembangan klien terhadap
pencapaian tujuan
Diagnosa :
Domain 9 : koping/toleransi stres Kelas 2. Respons koping
(00147) Ansietas Kematian
Definisi: perasaan tidak nyaman atau gelisah yang samar atau yang ditimbulkan
oleh persepsi tentang ancaman nyata atau imajinasi terhadap eksistensi
seseorang.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam klien mampu memahami dan
menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Ansietas
Definisi: perasaan tidak nyaman atau gelisah yang samar yang ditimbulkan
oleh persepsi ancaman nyawa atau imajinasi terhadap eksistensi seseorang.

1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

2. Klien mampu mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan teknik


untuk mengontrol cemas.

3. Postur tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan.

28
NIC
(5820) pengurangan kecemasan
Definisi: mengurangi tekanan, kekuatan, firasat, maupun ketidaknyamanan
terkait dengan sumber-sumber bahaya yang tidak teridentifikasi.
Aktivitas-aktivitas:
1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap prilaku klien.
3. Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi
ketakutan
4. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat.
5. Dengarkan klien
6. Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat kecemasan.
7. Bantu klien mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan.
8. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Diagnosa :
Domain 5:
Persepsi/kognisi Kelas 4. Kognisi (00126) defisiensi pengetahuan
Definisi: ketidaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan
topik tertentu.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam klien mampu melaksanakan apa
yang telah diinformasikan.
(1803) pengetahuan : proses penyakit
Definisi: tingkat pemahaman yang disampaikan tentang proses penyakit
tertentu dan komplikasinya.
1. Karakter spesifik penyakit dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
2. Faktor-faktor penyebab dan faktor yang berkontribusi dari skala 1 (tidak ada
pengetahuan) ditingkatkan menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
3. Faktor resiko dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan menjadi

29
skala 4 (pengetahuan banyak)
4. Tanda dan gejala dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan menjadi
skala 4 (pengetahuan banyak)
5. Proses perjalanan penyakit biasanya dari skala 1 (tidak ada pengetahuan)
ditingkatkan menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
6. Strategi untuk meminimalkan
Perkembangan penyakit dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
NIC
(5602) pengajaran: proses penyakit
Definisi: membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan
dengan proses penyakit secara spesifik.
Aktivitas-aktivitas:
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit yang
spesifik.
2. Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya.
3. Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai kebutuhan.
4. Jelaskan mengenai proses penyakit, sesuai kebutuhan
5. Berikan informasi pada pasien mengenai kondisi, sesuai kebutuhan.
6. Berikan informasi kepada keluarga yang penting bagi pasien mengenai
perkembangan pasien sesuai kebutuhan.
7. Edukasi pasien mengenai tindakan untuk mengontrol/meminimalkan gejala
sesuai kebutuhan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, TY. (2005). Tuberkulosis Paru: Masalah dan penanggulangannya.


Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Alpers.
Alsagaff, H dan Mukty, A. (2006). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press

Bulechek, G.M., Butcher, H., Dochterman, J.M. 2013. Nursing Intervention


Classification (NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Intervention Classification
(NIC). Edisi Indonesia Keenam. Yogyakarta: CV. Mocomedia.

Depkes RI. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan 2011. [Serial Online]
Diunduh dari
http://www.dokternida.rekansejawat.com/dokumen/DEPKES-Pedoman-
Nasional-Penanggulangan-TBC-2011-Dokternida.com.pdf Diakses tanggal
12 Oktober 2017.
Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta

31
Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.
Jakarta:Depkes RI.

Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.


Jakarta:Depkes RI.

Doenges E Marilyn.1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC.
Evelyn CP, 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia

Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.

Hiswani. 2009. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi


Masalah Kesehatan Masyarakat.
http://library.usu.ac.id/download/fkmhiswani-6.pdf 2009.

Irman Somantri, S,Kp. M. Kep. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan pada Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba  Medika.

Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 5th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Edisi kelima. CV. Mocomedia.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA International. (2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


Edisi 10, 2015-2017. Jakarta : EGC.

Nugroho, AT. 2014. Kajian Asuhan Keperawatan Pada Tn. P dengan Gangguan
Oksigenasi Tuberkulosis Paru di Ruang Isolasi Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta. STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.
http://stikespku.com/digilib/files/disk1/2/stikes%20pku--ariyantitr-79-1-
karyatu-h.pdf

Panji Utomo, Susan Hendriarini Mety, Agung Wibawanto.(2013). Pembedahan


untuk Extensively Drug Resistant Tuberculosis (XDR TB) dengan
Perhatian Pencegahan Transmisi kepada Petugas Kesehatan di RSUP
Persahabatan. Jakarta. J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013. [Serial
Online] Diuduh dari http://jurnalrespirologi.org/wp-
content/uploads/2013/05/jri-2013-33-2-122-5.pdf Diakses tanggal 12
Oktober 2017.

32
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

PPTI. 2011. Buku Saku TBC Bagi Masyarakat. Denpasar:PPTI.

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC.

Santa Manurung dkk, (2009). Gangguan Sistem Pernafasan Akibat


Infeksi,CV.Trans Info Medika: Jakarta – timur.

Sudoyo, A.,dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing,
Jakarta.

Susan Martin Tucker.1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan,


diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta:EGC.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta;EGC

Smeltzer c Suzanne.2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and


Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta:EGC.

WHO. (2010). Multidrug and extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB). 2010


Global Report On Surveillance And Response. ISBN 978 92 4 159919 1
[Serial On Line]
Diunduh dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44286/1/9789241599191_eng.pdf
Diakses tanggal 12 Oktober 2017.

33

Anda mungkin juga menyukai