Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TB PARU DI


RUANG MELATI RSUD dr. HARYOTO LUMAJANG

oleh:
Sukma Ningrum
NIM 162310101194

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Penyakit


a. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan
mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus.
Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi
lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang
disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan
oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001 dalam anonim,
2011).
Fungsi paru yang utama adalah untuk proses respirasi, yaitu
pengambilan O2 dari luar masuk ke dalam saluran napas dan terus ke dalam
darah. Oksigen digunakan untuk proses metabolisme dan CO2 yang
terbentuk pada proses tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar.
Proses respirasi terdiri atas tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi.
Ventilasi adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru serta
keluarnya CO2 dari alveoli ke udara luar (Martini, 2001).
Menurut Otter (2000), ada empat volume paru utama dan 4 kapasiti
paru utama yang merupakan penjumlahan 2 atau lebih volume paru adalah
sebagai berikut :
Volume Tidal
a. Volume tidal (VT) yaitu jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar
dari paru pada pernapasan biasa. Pada orang normal dengan berat badan
70 kg dalam keadaan istirahat biasanya mempunyai VT sebesar 500 ml.
b. Volume cadangan inspirasi (VCI) yaitu jumlah udara yang masih dapat
masuk ke dalam paru pada saat inspirasi maksimal setelah inspirasi
biasa. Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg besarnya sekitar 3
liter.
c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) yaitu jumlah udara yang dikeluarkan
secara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi biasa. Pada orang dewasa
dengan berat 70 kg besarnya sekitar 1,5 liter.
d. Volume residu (VR) yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah
ekspirasi maksimal. Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg
besarnya 1 liter.
Kapasitas Paru
a. Kapasitas paru total (KPT) yaitu jumlah total udara dalam paru setelah
inspirasi maksimal atau merupakan penjumlahan keempat volume utama
paru. Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg besarnya sekitar 6
liter.
b. Kapasitas vital (KV) yaitu jumlah udara yang dapat diekspirasi
maksimal setelah inspirasi maksimal atau merupakan penjumlahan VT,
VCI, dan VCE. Pada orang dewasa normal dengan berat badan 70 kg
besarnya sekitar 5 liter.
c. Kapasitas inspirasi (KI) yaitu jumlah udara maksimal yang dapat masuk
ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa atau merupakan penjumlahan
VT dan VCI. Pada orang dewasa normal dengan berat badan 70 kg
besarnya sekitar 4 liter.
Kapasitas residu fungsional (KRF) yaitu jumlah udara dalam paru pada
akhir ekspirasi biasa atau merupakan penjumlahan VCE dan VR. Pada orang
dewasa normal dengan berat badan 70 kg besarnya sekitar 2,5 liter.

b. Definisi Penyakit

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menerang paru-paru


biasanya ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita
dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
Sebagaian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
orgtan tubuh lainnya.
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada
struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrpbacterium
tuberculosis (Saputra, 2010). Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007).
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri berbentuk batang yang tahan asam-
alkohol (acid-alcohol-fast bacillus/AAFB) Mycrobacteria tuberculosis
terutama mengenai paru, kelenjar getah bening dan usus.
TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang
parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia melalui droplet (bersin,
batuk dan berbicara) yang dapat menyerang lewat udara dari penderita ke
orang lain.
c. Epidemiologi

Dalam laporan WHO pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta
kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah
pasien dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di
wilayah Afrika, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000 orang yang
menderita TB MDR dan 170.000 diantaranya meninggal dunia. Pada tahun
2012 diperkirakan proposal kasus TB anak diantara seluruh kasus TB secara
global mencapai 6% atau 530.000 pasien TB anak perhun, atau sekitar 8%
dari total kematian yang disebabkan TB (Depkes RI, 2016)
Di Indonesia berpeluang mengalami penurunan angka kesakitan dan
kematian akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 apabila
dibandingkan dengan tata tahun 1990. Angka prevelensi TB pada tahun
1990 sebesar 443 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan
menjadi 280 per 100.000 penduduk. Berdasarkan hasil survei prevelensi TB
tahun 2013, pravelensi TB Paru smear positif per 100.000 penduduk umur
15 tahun ke atas sebesar 257. Secara umum angka notifikasi kasus BTA
positif baru ada semua kasus dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami
peningkatan. Angka notifikasi kasus (case notification rate/ CNR) pada
tahun 2015 untuk semua kasus sebesar 117 per 100.000 penduduk (Depkes
RI, 2016).
d. Etiologi

Penyebab Tuberkulosis adalah bakteri mycrobaterium tuberculosis,


sejenis kuman terbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal
0,3-0,6/um (Amin dan Asril, 2007). Mycobaterim tuberculosis merupakan
bakteri yang bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang
jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi oksigen seperti paru-paru. Kuman
ini terbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada perwanaan oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Mycobacterium tuberculosis rentan atau cepat mati terhadap paparan
sinar matahari langsung, namun dapat bertahan hidup sampai beberapa jam
di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini bisa
mengalami dorman atau inaktif (tertidur lama) selama beberapa tahun.
penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nekles,
kemudian dihirup oleh manusia melalui udara dan menginfeksi organ tubuh
teerutama paru-paru. Diperkirakan satu orang menderita TB paru BTA
positif yang tidak diobati akan menular 10-15 oarang setiap tahunnya
(depkes RI, 2002; Aditama, 2002).
e. Manifestasi Klinis

Gejala utama penderita TB paru adalah batuk bertahak selama 2-3


minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu batuk
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
manurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang ke UPK dengan gajala tersebut diatas, dianggap sebagai
orang tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan
dahak untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes, 2007).
Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) tanda dan gejala tuberkulosis
dibagi atas 2 golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala Sistemik adalah:
1. Badan Panas
Panas badan merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru,
sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore
hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses
berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan
badannya hangat atau muka terasa panas.
2. Menggigil
Menggigil dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi
tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau
dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.
3. Keringat Malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk
penyakit tunerkulosis paru. Keringat mlam umumnya baru timbul
bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan
vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea,
takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.
4. Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang manahun, maka dapat terjadi
rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan
makin kurus, sakit kepala, mudah lelah.
b. Gejala Respiratorik
1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan
bronchus. Batuk berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau
lebih. batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronchus,
selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronchus, batuk akan
menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang
produk-produk eksresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid
atau purulen. Pada tahap lanjut, dapat di jumpai dahak bercampur
darah, batuk darah dan sesak nafas.
2. Sekret
Suatu bahan yang keluar dari patu sifatnya mukoid dan keluar
dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi
mukopurulen/kuning atau kuning hijau sampai purulen dan
kemuadian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan
dan perlunakan.
3. Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura
terkena gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.
4. Ronchi
Suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar
selama ekspirasi disertai adanya sekret.
f. Patofisiologi

Menurut Somantri, 2008. Infeksi diawali karena seseorang menghirup


basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas
menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari
paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah
ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari
paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons
dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal
biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.

Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan


tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang
disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati
yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa
tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri
yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk
seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan
akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Menurut Widagdo, 2011, setelah infeksi awal jika respons sistem imun
tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian
parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak
aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami
ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses
ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan
jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis adalah:

1. Sputum culture atau pemeriksaan sputum BTA


Untuk mengetahui positif atau tidaknya Mycobacterium tuberculosis
pada tahap aktif penyakit.
2. Foto thoraks PA dan lateral
gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
a. bayangan lesi terletak di lapang atas paru atau segmen apikal lobus
bawah
b. bayangan berawan (patchy) atau bercak (nodular)
c. adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. kelainan bilateral, terutama di bagian atas paru,
e. adanya klasifikasi
f. bayangan menetap saat melakukan foto ulang beberapa minggu
kemudian
g. terdapat bayangan milier
3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi
DNA, termasuk DNA M. Tuberculosis. Hasil dari pemeriksaan PCR ini
dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan
tersebut dikerjakan dengan benar dan sesuai standar.
4. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metode yaitu:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral beruba proses
antigen yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup
lama.
b. Mycodot
Uji ini dapat mendeteksi antibodi antimikrobakterial didalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM)
yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik.
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) uji ini merupakan salah satu
jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi
d. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosisi)
adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M. Tuberculosis
dalam serum. Uji ICT ini merapakan uji diagnostik TB yang
menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M. Tuberculosis.
5. Pemeriksaan BACTEC
Teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M. Tuberculosis memetabolismeasam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indeknya.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeruksaan biakan
secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis.
6. Pemeriksaan Cairan pleura
Pemeriksaan cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura dilakukan
pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interprestasi hasil analisi yang mendukung diagnosis TB adalah uji
rivalta positif dan cairan eksudat, serta pada analisi cairan pleura
terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
7. Pemeriksaan hispatologi
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru
dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy
(TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening
dan biopsi organ lain diluarparu. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi
dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi ini
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada
tuberkulosis ekstra paru.
8. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan
kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator
tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik pasien,
sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
pasien, serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan
penderita.
7. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB
di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Pada pleuritis
tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan
infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika
diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi
yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang
analog dengan
a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang
terkena infeksi atau
b) status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari
basil tahan asam yang bersangkutan M. tuberculosis.
h. Penatalaksanaan
1. Terapi umum untuk pasien Tb yaitu:
a. Istirahat yang cukup
b. Diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
c. Medikamentosa, dasar terapi medikamentosa Tb paru adalah
a) Kombinasi : minimal dua macam tuberkulostika
b) Kontinyu : minum obat setiap hari
c) Lama : berbulan-bulan
d) Bila obat pertama sudah diganti maka dianggap sudah resisten
terhadap obat tersebut.
e) Semua obat sebaiknya di berikan dalam dosis tunggal (kecuali
pirazinamaid)
2. Tujuan, dan Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis
(OAT)(Kemenkes, 2011).
Pengelompokan obat OAT:
a. Golongan 1 First line drugs (obat primer)
a) INH (isoniazid)
Isoniazid berkeja dengan cara menghambat sintesis asam
mikolik, asam mikolik yaitu suatu kompenen dari esensial dinding
sel bakteri. Mekanisme ini yang akan menimbulkan efek terapi
obat pada pasien tb yang bersifat bakterisid terhadap organisme
Mycobacterium tuberculosis yang aktif secara intraseluler dan
ekstraseluler. Cara kerja INH dapat terjadi peningkatan pada
ekskresi piridoksin (vitamin B6).
Piridoksin fosfat yang merupakan derivat piridoksin
dibutuhkan untuk sintesis asam d-aminolevulenat, sebuat enzim
yang berfung sebagai pembentukkkan heme. Heme sendiri adalah
suatu bagian dari sek darah merah dan akan memberikan pigmen
berwarna merah pada darah. Defisiensi piridoksin yang disebabkan
oleh INH dapat menyebabkan anemia sideroblastik.
b) Rifampisin
Rifampisin merupakan obat antibiotik yang digunakan
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Rifampicin
sering dipakai untuk mencegah infeksi yang serius. Rifampisin
bekerja sebagai pembunuh bakteri yang menyebabkan infeksi, cara
kerjanya dengan menonaktifkan enzim RNA polimerase. RNA
polimerase untuk membuat protein dan untuk mengetahui inforasi
tentang genetik (DNA).
c) Ethambutol
Ethambutol adalah obat antibiotik untuk menghentikan
pertumbuhan bakteri. Ethambutol cara penggunaannya bersama
dengan obat lain untuk mengobati tuberculosis. Selain digunakan
untuk mengobati tuberculosis obat ini juga bisa mengobati infeksi
MAC (Mycobacterium Avium Complex) bersama dengan obat
lain.
d) Streptomisin
Streptomisin adalah obat anti biotik golongan
aminoglikosida yang memiliki spektrum kerja yang menengah.
Obat ini digunakan untuk mengatasi jumlah infeksu pada
tuberculosis, radang pada endokardium jantung, tularemia, wabah
pes, bekteremia, meningitis, pneumonia, brucellosis, dan infeksi
saluran kemih.
Mekanisme kerja pada obat ini ialah berdasarkan hambatan
sintesa protein kuman dengan pengikatan RNA ribosomal. Obat
anti biotik ini toksisitas intuk organ pendengaran dan
keseimbangan. Oleh karena itu, obat ini digunakan dengan jangka
waktu yang lama supaya tidak menimbulkan efek neurotoksis
terhadap saraf cranial e 8 yaitu dapat menimbulkan ketulian
permanen.
e) Pirazinamide
Pirazinamid adalah anlog nikotinamid yang telah dibuat
sintetiknya. Obat pirazinamaide ini tidak larut dalam air.
Pirazinamid di dalam tubuh akan dihidrolisis oleh enzim
pirazinamidase yang menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai
tuberkulostatik hanya untuk yang bersifat asam medianya.
Pirazinamid ini mudah diserah oleh usus dan tersebar luar
keseluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalu filtrasi glomelurus.
Pirazinamid terdapat dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg.
b. Golongan 2 obat suntik Second line drugs (bila yang pertama resisten)
a) Kapreomisin
Kpreomisin adalah suatu obat anti tuberculosis polipeptida
yang dihasilkan oleh streptomyces sp. Obat ini digunakan untuk
infeksi paru oleh M tuberculosis yang resisten terhadap obat
primer. Obat ini efeknya sama dengan obat streptomisin dan obat
ini juga digunakan dengan untuk kuman yang telah resisten
terhadap streptomisin.
b) Amikacin
Amikacin adalah obat yang bisa menghambat pertumbuhan
bakteri, obat amikacin ini bisa membuat bakteri gagal
memproduksi protein untuk bertahan hidup dalam tubuh seseorang
yang terinfeksi.
c) Kanamisin
Kanamycin adalah golongan obat antibiotik aminiglikosida
digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri serius pada berbagai
bagian tubuh. Obat kanamisin ini bekerja dengan cara membunuh
bakteri. Selain itu, obat ini juga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri dengan cara mengikat sintesa protein dalam sel bakteri.
Karena merupakan obat antibiotik, maka kanamycin tidak bisa
digunakan untuk infeksi akibat virus, termasuk flu.
c. Golongan 3 atau Golongan Floroquinolone
a) Ofloxacin
Obat oflaxacin adalah obat yang dapat digunakan untuk
mengobati infeksi bakteri seperti infeksu pada paru, infeksi
menular seksual, serta infeksi kulit dan jaringan lunak. Obat
ofloxacin ini dapat membunuh bakteri penyebab infeksi dengan
cara menghambat enim DNA girase, yang berperan penting dalam
pertumbuhan bakteri
b) Levofloxacin
Obat levofloxacin adalah obat untuk mengobati berbagai
macam infeksi bakteri, obat ini termasuk antibiotik quinolone yang
digunakan untuk mengobati penderita yang terkena sinusitis,
pneumonia, tuberkulosis, bronkitis, dll.
Mekanisme kerja obat levofloxacin adalah isomer optik S(-)
ofloxacin yang memiliki spektrum anti bakteri luas. Levofloxacin
efektif untuk bakteri gram positif dan bakteri gram negatif
(termauk anaerob) dan bakteri atipikal chlamydia pneumonia dan
mycoplasma pneumonia. Efek bakterisidal levofloxacin berada
pada konsentrasi sebanding atau lebih besar dari konsentrasi
penghambatnya dengan menghambat DNA-gyrase yaitu suatu
topoisomerase tipe II sehingga menghambat replikasi dan
transkripsi DNA bakteri
c) Moxifloxacin
Moxifloxacin adalah obat yang digunakan untuk mengobati
berbagai infeksi bakteri. Obat moxifloxacin ini termasuk dalam
kelas obat yang disebut antibiotik kuinolon. Obat ini bekerja
dengan menghentikan pertumbuhan bakteri. Antibiotik ini hanya
mengobati infeksi bakteri. Antibiotik ini tidak akan bekerja untuk
infeksi virus (seperti pilek, flu). penggunaan antibiotik yang tidak
perlu atau berlebihan dapat menyebabkan efektivitasnya menurun.
d. Golongan 4 atau Obat Bakteriostatik Lini kedua
a) Ethionamide
Obat ethionamide umumnya digunakan bersamaan dengan
obat lain untuk mengobati tuberculosis (TB). Ethionamide
merupakan antibiotik dan obat ini bekerja dengan menghentikan
pertumbuhan bakteri. Antibiotik ini hanya bisa mengobati infeksi
bakteri dan tidak bekerja pada infeksi virus (seperti pilek, flu).
Penggunaan yang tidak sesuai dapat mengurangi efektivitas
antibiotik
b) Prothionamide
Mekanisme kerja didasarkan pada proses sintesis asam
mikolievyh yang merupakan komponen penting dari dinding sel
agen struktur tuberculosis yang dapat membloki Mycobacterium.
Protionamida memiliki khasiat antagonis asam nikotinat. Dosis
tinggi obat ini dapat menyebabkan mengganggu proses sintesis
protein pada sel mycobacterium.
Obat prothionamide ini memiliki efek bakteriostatik pada
mikroorganisme ekstraselular, intraseluler, pada reproduksi
mycobacterium tuberculosis, termasuk obat ini juga mempengaruhi
bentuk atipikal. Perlawanan silang lengkap dicatat antara preparat
etionamid dan protionamida.
c) Cycloserine
Obat cycloserine sama dengan obat ethionamide umumnya
digunakan bersamaan dengan obat lain untuk mengobati
tuberculosis (TB). Cycloserine merupakan antibiotik dan obat ini
bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri obat ini juga
bisa digunakan untuk mengobati infeksi saluran kencing..
Antibiotik ini hanya bisa mengobati infeksi bakteri dan tidak
bekerja pada infeksi virus (seperti pilek, flu). Penggunaan yang
tidak sesuai dapat mengurangi efektivitas antibiotik
d) Para amino salisilat (PAS)
Obat PAS yang mempunyai rumus molekul yang sama
dengan asam para aminobenzoat (PABA), mekanisme kerja obat
ini sangat mirip dengan sulfonamid. Karena sulfonamid tidak
efektif terhadap M. Tuberculosis dan PAS tidak efektif terhadap
kuman yang sensitif terhadap sulfonamid, maka enzim yang
bertanggung jawab untuk biosintesis folat pada berbagai macam
mikroba bersifat spesifik.
e. Golongan 5 atau Obat belum terbukti efikasinya dan tidak
direkomendasikan ole WHO
a) clofazimine
b) Linezolid
c) Amoxilin Clavulanate (Amx-Clv)
d) Thiocetazone
e) Clarithromycin
f) Imipenem

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:


a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu:


1. Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
B. Clinical Pathway

Mycrobacterium Diihirup Kurang


tuberculose Individu informasi

Masuk paru Defisien


Pengetahuan

Reaksi Terjadi
Nyeri Akut Hipertermi
inflamasi/peradanga peningkat
n an suhu
tubuh
Penumpukan eksudat

Tuberkel Penumpukan
sekret
berlebih
Penyebaran
hematogen limfogen Sekret susah Bersin
dikeluarkan

peritoneum
Ketidakefektifan Resiko
bersihan jalan napas Penyebaran
infeksi
Disfusi 𝑂2

Ketidakseimbang
Asam lambung an suplai 𝑂2

Mual Anoreksi
Intoleransi
aktivitas
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
C. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Tujuan dari pengkajian/ anamnesa adalah merupakan kumpulan
informasi subyektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien
terkait dengan masalah kesehatan yang menyebabkan pasien melakukan
kunjungan ke pelayanan kesehatan (Niman, 2013). Identitas pasien yang perlu
untuk dikaji meliputi:
a. Meliputi nama dan alamat
b. Jenis kelamin : TB paru bisa terjadi pada pria dan wanita
c. Umur: paling sering menyerang orang yang berusia antara 15 – 35
tahun.
d. Pekerjaan: Tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat
pendapatan, jenis pekerjaan
I. Pengkajian Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang:
pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien
hanya kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan anggukan kepala atau
gelengan.
b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita TB paru atau penyakit lain yang memperberat
TB Paru.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga:
secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
d. Riwayat Tumbuh Kembang:
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit
seperti gizi buruk.
e. Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang yang likungan atau
tempat tinggalnya padat dan kumuh karena kebanyakan orang yang
terkena TB Paru berasal dari likungan atau tempat tinggalnya padat dan
kumuh itu.
f. Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kita
kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan TB Paru
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku seperti halnya berhubungan
dengan aib dan rasa malu dan juga ada rasa kekhawatiran akan
dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya sehingga
dapat mengakibatkan orang tersebut menjauhkan diri dari semua orang.
II. Pengkajian Berdasarkan NANDA
a. Domain Promosi Kesehatan
1) Arti sehat dan sakit bagi pasien.
2) Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini.
3) Perlindungan terhadap kesehatan: program skrining, kunjungan ke
pusat pelayanan kesehatan, diet, latihan dn olahraga, manajemen
stress, faktor ekonomi.
4) Pemeriksan diri sendiri: riwayat medis keluarga, pengobatan yang
sudah dilakukan.
5) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan.
6) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan.
b. Domain Nutrisi
1) Kebiasaan jumlah makanan.
2) Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)
3) Pola makan 3 hari terakhir/ 24 jam terakhir, porsi yang
dihabiskan, nafsu makan.
4) Kepuasaan akan berat badan.
5) Persepsi akan kebutuhan metabolic
6) Faktor pencernaan: nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau,
gigi, mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan,
alergi makanan.
7) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (berat badan saat ini dan
SMRS)
c. Domain Eliminasi dan Pertukaran
1) Kebiasaan pola buang air kecil: frekuensi, jumlah (cc), wana, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan menontrol BAK, adanya perubahan
lain.
2) Kebiasaan pola buang air besar: frekuensi, jumlah (cc), warna,
bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya
perubhana lain.
3) Keyakinan budaya dan kesehatan.
4) Kemampuan perawatan diri: ke kamar mandi, kebersihan diri.
5) Penggunaan bantuan untuk ekskresi
6) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdmen, genetalia,
rectum, prostat)
d. Domain Aktivitas / Istirahat
1) Aktivitas kehidupan sehari-hari
2) Olahraga: tipe, frekuensi, durasi, da inetensitas.
3) Aktivitas menyenangkan
4) Keyakinan tentang latihan dan olahraga
5) Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi,
makan, kamar mandi)
6) Mandiri, bergantung atau perlu bantuan.
7) Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
8) Data pemeriksaan fisik (pernapasan, kardiovaskular,
muskoloskeletal, neurologi)
9) Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan
bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat
kesegaran setelah tidur)
10) Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan)
11) Jadwal istirahat dan relaksasi
12) Gejala gangguan pola tidur
13) Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)
14) Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum,
mengantuk)
e. Domain Persepsi / Kognisi
1) Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,
pendengar, perasa, peraba)
2) Penggunaan ketidaknyaman nyeri (pengkajian nyeri secara
komprehensif)
3) Keyakinan budaya terhadap nyeri
4) Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
5) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
f. Domain Persepsi Diri
1) Keadan sosial: pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial.
2) Identitas Personal: penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki
3) Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang
disukai dan tidak)
4) Harga diri: perasaan mengenai diri sendiri.
5) Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran).
6) Riwayat berhubungan denan masalah fisik dan tau psikologi.
7) Data meneriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung,
gidak mau berintaksi)
g. Domain Hubungan Peran
1) Gambaran tentang peran berkaitan degan keluarga, teman, kerja
2) Kepuasan/ ketidak puasaan menjalankan peran
3) Efek terhadap status kesehatan
4) Petingnya keluarga
5) Struktur dan dukungan keluarga
6) Proses pengambilan keputusan keluarga
7) Pola membesarkan anak
8) Hubungan dengan orang lain
9) Orang terdekat dengan klien
10) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
h. Domain seksualitas
1) Masalah atau perhatian seksual
2) Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami/istri
3) Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman, peukan,
sentuhan, dll)
4) Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan
reprosuksi
5) Efek terhadap kesehatan
6) Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan psikologi
7) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara,
rektum)
i. Domain Koping / Toleransi Stress
1) Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
2) Tingkat stress yang dirasakan
3) Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
4) Strategi mengatsai stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya.
5) Strategi koping yang biasa digunakan
6) Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
7) Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga.
j. Domain Prinsip Hidup
1) Latar belakang budaya/ etnik
2) Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya/ etnik
3) Tujuan kehidupan bagi pasien
4) Pentingnya agama/ spiritualitas
5) Dmapak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
6) Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, larangan, adat)
yang dpat mempengaruhi kesehatan
k. Domain Keamanan / Perlindungan
1) Infeksi
2) Cedera fisik
3) Perilaku kekerasan
4) Bahaya lingkungan
5) Proses pertahanan tubuh
6) Temoregulasi
l. Domain Kenyamanan
1) Berisikan Kenyamanan fisik, lingkungan dan sosial pasien
m. Domain Pertumbuhan / Perkembangan
1) Berisi tentang pertumbuhan dan perkembangan klien
III. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaaan umum
Keadaan umum pada klien dengan TB Paru dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu,
perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri dari compos
mentis, apatis, somnolen, sopo, soporokoma, atau koma. Hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital pada klien dengan TB Paru biasanya di dapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
apabila disertai sesak nafas, denyut nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan dan tekanan
darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit seperti hipertensi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien TB Paru meliputi pemeriksaan fisik
umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda
vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel),
B6 (Bone) serta pemeriksaan yang fokus pada B2 dengan pemeriksaan
menyeluruh sistem pernafasan.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1. B1 (Breathing) : pemeriksaan fisik pada klien TB Paru merupakan
pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi,perkusi dan
auskultasi.
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien
dengan TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari Tb Paru seperti adanya
efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga
dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB Paru yang
disertai etelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang
membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostal space (ICS)
pada sisi yang sakit.
Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukan-
meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada TB Paru
yang disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan
mendorong posisi trakhea kearah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan. TB Paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukanpalpasi, gerakan dada saat bernafas
biasanya normal dan seimbang antara kiri dan kanan.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon
bronkhial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama
pada bunyi konsonan.
Perkusi
Pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien TB Paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksaan untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara
disebut sebagai resonan vokal.

2. B2 (Blood) : pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat


meliputi :
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB Paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
3. B3 (Brain) : kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah mringis,
menangis,merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva
anemis pada TB Paru dengan hemoptoe masif dan kronis, dan sklera
ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
4. B4 (Bladder): pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Olek karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat
dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai
ekskresi karena meminum OBAT terutama rifampisin.
5. B5 (Bowel) : klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone) : aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB
Paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia,
pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak teratur.

b. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan jumlah mukus
yang berlebihan
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan dan kurangnya upaya batuk
c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru-paru
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan makanan kurang
e. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi aktif
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
g. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat
dan kurangnya pengetahuan tentang resiko patogen
h. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
dintadai dengan kurang pengetahuan tentang penyakit

c. Perencanaan / Nursing Care Plan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(NOC) (NIC)
1. Domain 11 Kelas 2 Setelah dilakukan asuhan 1) Buka jalan nafas
Kode Diagnosis 00081 keperawatan selama 2x24 dengan teknik chin
Ketidakefektifan jam, ketidak efektifam lift atau jaw thrust,
bersihan jalan nafas b.d bersihan jalan napas teratasi sebagaimana
produksi mukus yang dan mukus pasien berkurang mestinya
berlebihan dengan kriteria hasil 2) Posisikan pasien
1) Frekuensi pernapasan untuk
kembali normal dalam memaksimalkan
rentang 16-20x/menit ventilasi
2) Irama pernapasan 3) Lakukan fisioterapi
kembali normal dada, sebagaimana
3) Kemampu untuk mestinya
mengeluarkan sekret

2. Domain 4 Kelas 4 Setelah dilakukan asuhan 1) Monitor kecepatan,


Kode Diagnosis 00032 keperawatan selama 2x24 irama, kedalaman
Ketidakefektifan pola jam, masalah ketidakefektifan dan usaha
napas bd keletihan otot pola napas pada pasien dapat pernapasan
pernapasan dan teratasi dengan kriteria hasil 2) Catat kapan
kurangnya upaya batuk 1) Frekuensi napas terjadinya,
kembali normal dalam karakteristik dan
rentang 16-20x/menit durasi dari batuk
2) Irama pernapasan 3) Ajarkan teknik
kembali normal bernafas/ relaksasi
3) Saturasi oksigen dapat
bertambah
3. Domain 12 Kelas 1 Setelah dilakukan asuhan 1) Lakukan pengkajian
Kode Diagnosis 00132 keperawatan 2x24 jam. nyeri komprehemsif
Nyeri akut bd inflamsi Masalah nyeri akut pada yang meliputi lokasi,
paru-paru pasien dapat teratasi, dengan karakteristik,
kriteria hasil onset/durasi,
1) Mengenali kapan frekuensi, kualitas,
nyeri terjadi intensitas atau
2) Menggunakan tidakan beratnya nyeri dan
pengurangan nyeri faktor pencetus
tanpa analgesik 2) Ajarkan prinsip-
3) Melaporkan prinsip manajemen
perubahan terhadap nyeri
gelaja nyeri pada 3) Ajarkan penggunaan
profesional kesehatan teknik non
farmakologi (seperti
biofeedback, TENS,
hypnosis, relaksasi,
bimbingan
antisipatif, terapi
musik, terapi
bermain, terapi
aktivitas dll
4) Gunakan tindakan
pengontrol nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
4. Domain 2 Kelas 1 Setelah dilakukan asuhan 1) Tentukan status
Kode Diagnosis 00002 keperawatan 3x24 jam, gizi pasien dan
Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi pasien kemampuan
nutrisi kurang dari terpenuhi, dengan kriteria pasien untuk
keputuhan tubuh bd hasil memenuhi
asupan makanan kurang 1) Asupan gizi terpenuhi kebutuhan
2) Asupan makanan 3x gizinya
sehari terpenuhi 2) Bantu pasien
3) Asupan cairan dalam
terpenuhi menentukan
pedoman atau
piramida
makanan yang
paling cocok
dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi
dan prefensinya
3) Anjurkan pasien
untuk memantau
kalori dan intake
makanan dan
cairan
5. Domain 11 Kelas 6 Setelah dilakukan asuhan 1) Pantau suhu dan
Kode Diagnosis 00007 keperawatan 2x24 jam, suhu tanda-tanda vital
Hipertermia bd proses tubuh pada pasien kembali 2) Pantau komplikasi-
inflamsi yang aktif normal, dengan kriteria hasil komplikasi yang
1) Penurunan suhu tubuh berhubungan dengan
pasien dari 40˚C demam serta tanda
menjadi 36,5-37,2˚C dan gejala kondisi
2) Denyut nadi radial penyebab demam
normal pada skala 60- (misalnya kejang,
100x/menit penurunan tingkat
3) Tingkat pernapasan kesadaran, status
normal pada skala 16- elektrolit abnormal,
20x/menit ketidakseimbangan
asam basaa, aritmia
jantung, dan
perubahan
abnormalitas sel
3) Beri obat atau cairan
IV (misalnya
antipiretik, agen anti
bakteri dan agen anti
menggigil)
6. Domain
M 4 Kelas 4 Setelah dilakukan asuhan 1) Bantu klien
o
Kode Diagnosis 00092 keperawatan 1x24 jam, untuk
Intoleran
n aktivitas bd intoleran aktivitas dapat mengidentifikasi
ketidakseimbangan
i teratasi, dengan kriteria hasil aktivitas yang
antara
t suplai dan 1) Saturasi oksigen diinginkan
kebutuhan
o oksigen kembali dalam 2) Bantu klien
r rentang normal 95- untuk memilih
100% aktivitas dan
2) Frekuesi nadi ketika pencapaian
beraktivitas normal tujuan melalui
60-100x/menit aktivitas yang
3) Frekuensi pernapasan konsisten dengan
ketika beraktifitas kemampuan
normal dalam rentang fisik, fisiologi dn
16-20x/menit sosial
4) Kemudahan bernapas 3) Dorong aktivitas
ketika beraktivitas kreatif yang tepat
4) Bantu klien dan
keluarga untuk
mengidentifikasi
kelemahan
dalam level
aktivitas tertentu
7. Domain
b 11 Kelas 1 Setelah dilakukan asuhan 1) Ajarkan pada pasien
a
Kode Diagnosis 0004 keperawatan 2x24 jam, tidak dan anggota
Resiko
m infeksi bd terjadi penyebaran atau keluarga mengenai
pertahanan primer tidak aktivitas ulang infeksi, agaimana
adekuat dan kurangnya didapatkan kriteria hasil menghindari infeksi
pengetahuan tentang 1) sputum purulen tidak 2) Isolasikan orang
resiko patogen mengandung BTA+ yang terkena
2) kolonisasi kultur penyakit menular
sputum 3) Batasi jumlah
3) kestabilan suhu pengunjung

d. Implementasi

Diagnosa Implementasi Paraf


Domain 11 : (3160) penghisapan lendir pada jalan nafas
Keamanan/perlindung 1. Melakukan tindakan cuci tangan.
an. Kelas 2. Cedera 2. Melakukan tindakan pencegahan umum.
fisik (00031) 3. Menggunakan alat pelindung diri sesuai
Ketidakefektifan dengan kebutuhan.
bersihan jalan nafas 4. Menentukan perlunya suktion mulut atau
berhubungan dengan trakhea.
sekresi mukus yang 5. Mengaukultasi suara nafas sebelum dan
kental, hemoptisis, setelah tindakan suction.
kelemahan, upaya batuk 6. Mengaspirasi nasopharingeal dengan kanul
buruk, dan edema suction sesuai dengan kebutuhan
trakheal/faringeal. 7. Memberikan sedatif sebagaimana mestinya.
8. Memasukan nasopharingeal airway untuk
melakukan suction nasotracheal sesuai
kebutuhan
9. Menginstruksikan pada pasien untuk
menarik nafas dalam sebelum dilakukan
suction nasotracheal dan gunakan oksigen
sesuiai kebutuhan
Diagnosa : (1100) manajemen nutrisi
Domain 2: Nutrisi 1. Menentukan status gizi pasien dan
Kelas 1. Makan (00002) kemampuan pasien untuk memenuhi
Ketidakseimbangan kebutuhan gizi
nutrisi: kurang dari 2. Mengindentifikasi adanya elergi atau
kebutuhan tubuh intoleransi makanan yang dimiliki pasien.
Definisi: asupan nutrisi 3. Menentukan apa yang menjadi prefensi
tidak cukup untuk
makanan bagi pasien.
memenuhi kebutuhan
metabolik 4. Menginstruksikan pasien mengenai
kebutuhan nutrisi.
5. Menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi.
6. Memberikan pilihan makanan sambil
menawarkan bimbingan terhadap pilihan
yang lebih sehat
Domain 4: (1850) peningkatan tidur
aktivitas/istirahat
1 Menentukan pola tidur pasien
Kelas 1. Tidur/istirahat
2 Menjelaskan pentingnya tidur yang cukup
(000198) Gangguan
selama penyakit dan lain-lain
pola tidur
3 Memonitor pola tidur pasien dan catat
Definisi: interupsi jumlah
kondisi fisik.
waktu dan kualitas tidur
akibat faktor eksternal 4 Menyesuaikan lingkungan untuk
meningkatkan tidur.
5 Memulai/Menerapkan langkah-langkah
kenyamanan seperti pijat,pemberian posisi
dan sentuhan efektif.
6 Membantu meningkatkan jumlah jam tidur.
7 Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk meningkatkan tidur.
e. Evaluasi

Diagnosa kekeprawatan Evaluasi


Domain 11 : S : Pasien sudah tidak merasakan sesak nafas dan
Keamanan/perlindungan. batuk berdahak.
Kelas 2. Cedera fisik O: pasien tidak tampak batuk dan suara pasien normal.
(00031) Ketidakefektifan bersihan A : Masalah pasien teratasi.
jalan nafas berhubungan dengan P : Hentikan intervensi
sekresi mukus yang kental,
hemoptisis, kelemahan, upaya batuk
buruk, dan edema trakheal/faringeal.

Definisi: ketidakmampuan
membersihkan sekresiatau obstruksi
dari saluran nafas untuk
mempertahankan jalan nafas.
Diagnosa : S : Pasien sudah tidak merasakan mual.
Domain 2: Nutrisi O : berat badan pasien sudah bertambah.
Kelas 1. Makan (00002) A : Masalah pasien teratasi
Ketidakseimbangan nutrisi: P : hentikan intervensi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
Diagnosa : S : Pasien mengatakan sudah merasakan kemudahan
Domain 4: aktivitas/istirahat saat melakukan aktivitas hariannya, namun kadang
Kelas 1. Tidur/istirahat (000198) masih meminta bantuan keluarganya.
Gangguan pola tidur O : Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah terlihat
Definisi: interupsi jumlah waktu dan membaik.
kualitas tidur akibat faktor eksternal A : Masalah pada pasien teratasi sebagian.
P : lanjutkan intervensi.
REFERENSI

Aditama, TY. (2002). Tuberkulosis Paru: Masalah dan penanggulangannya.


Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Alpers.
Alsagaff, H dan Mukty, A. (2006). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press

Bulechek, G.M., Butcher, H., Dochterman, J.M. 2013. Nursing Intervention


Classification (NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Intervention Classification
(NIC). Edisi Indonesia Keenam. Yogyakarta: CV. Mocomedia.

Depkes RI. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan 2011. [Serial Online]
Diunduh dari
http://www.dokternida.rekansejawat.com/dokumen/DEPKES-Pedoman-
Nasional-Penanggulangan-TBC-2011-Dokternida.com.pdf Diakses tanggal
12 Oktober 2017.
Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta

Depkes RI. 2016. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.


Jakarta:Depkes RI.

Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.


Jakarta:Depkes RI.

Herdman, T. dan S. Kamitsuru. 2018. Nanda Diagnosis Keperawatan Definisi


Dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H. dan S. Kamitsuru. 2017. Diagnosis Keperawatan: Definisi Dan


Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Info kedokteran. 2016. Diagnosis dan Penatalaksanaan TB Paru


https://www.infokedokteran.com/medis/diagnosis-dan-penatalaksanaan-
pada-tuberkulosis-paru-tb-paru.html. [Diakses pada 13 Januari 2019].

NANDA International. (2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


Edisi 10, 2015-2017. Jakarta : EGC.
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.

Santa Manurung dkk, (2009). Gangguan Sistem Pernafasan Akibat


Infeksi,CV.Trans Info Medika: Jakarta – timur.

Smeltzer c Suzanne.2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and


Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta:EGC.

WHO. (2010). Multidrug and extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB). 2010


Global Report On Surveillance And Response. ISBN 978 92 4 159919 1
[Serial On Line]
Diunduh dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44286/1/9789241599191_eng.pdf
[Diakses tanggal 13 Januari 2018].

Anda mungkin juga menyukai