Anda di halaman 1dari 30

PENGALAMAN MAHASISWA PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS

JEMBER DALAM MENERAPKAN ATRAUMATIC CARE PADA ANAK YANG MENGALAMI


HOSPITALISASI DI RSUD DR. SOEBANDI JEMBER

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN KEPERAWATAN

oleh:
Sukma Ningrum
NIM 162310101194

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
PENGALAMAN MAHASISWA PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS
JEMBER DALAM MENERAPKAN ATRAUMATIC CARE PADA ANAK YANG MENGALAMI
HOSPITALISASI DI RSUD DR. SOEBANDI JEMBER

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN KEPERAWATAN

oleh
Sukma Ningrum
NIM 162310101194

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................i
HALAMAN JUDUL..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................vi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................5
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................5
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti............................................................................6
1.4.2 Instirusi Pendidikan................................................................6
1.4.3 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan dan Keperawatan...........6
1.5 Keaslian Penelitian.........................................................................6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Hospitalisasi....................................................................9
2.1.1 Definisi Hospitalisasi..............................................................9
2.1.2 Faktor Penyebab Stres Hospitalisasi.......................................9
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Stres Hospitalisasi.....................9
2.1.4 Akibat Stres Hospitalisasi.....................................................14
2.2 Konsep Atraumatic Care............................................................14
2.2.1 Definisi Atraumatic Care......................................................14
2.2.1 Pinsip Atraumatic Care ........................................................15

iii
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian..........................................................................21


3.2 Lokasi Penelitian..........................................................................21
3.3 Waktu Penelitian..........................................................................21
3.4 Partisipan Penelitian....................................................................21
3.5 Rancangan Penelitian...................................................................22
3.5.1 Tahap Persiapan..................................................................22
3.5.2 Tahap Pelaksanaan..............................................................24
3.5.3 Tahap Terminasi..................................................................24
3.6 Teknik dan Alat Perolehan Data...................................................24
3.7 Teknik Penyajian Data.................................................................25
3.8 Teknik Analisis Data....................................................................26
3.9 Keabsahan Data............................................................................27
3.9.1 Creadibility.......................................................................27
3.9.2 Dependability...................................................................27
3.9.3 Confirmability..................................................................27
3.9.4 Transferbility....................................................................28
3.10 Etika Penelitian............................................................28
3.10.1 Respect for autonomy.......................................................28
3.10.2 Beneficience.....................................................................28
3.10.3 Respect the human dignity...............................................28
3.10.4 Justice..............................................................................29

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................30

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian.................................................................................7

v
DAFTAR GAMBAR
7

vi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengalaman sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan hal yang tidak
menyenangkan bagi anak-anak. Mereka akan berhadapan dengan lingkungan
dan situasi baru, berpisah dengan hal-hal yang telah menjadi kebiasaannya
ketika masih sehat. Hospitalisasi merupakan suatu keadaan dimana anak
diharuskan untuk tinggal di rumah sakit, menjalani perawatan karena suatu
kondisi darurat maupun suatu alasan tertentu yang berencana. Selama masa
hospitalisasi, anak dapat mengalami stres karena berada dilingkungan yang asing
bagi mereka. Ketika mengalami stres, akan timbul reaksi pada anak terhadap
penyakit atau masalah diri, perpisahan, atau hilangnya kasih sayang berupa
agresi, menarik diri, tingkah laku protes, serta timbul ketakutan ketika petugas
kesehatan akan melakukan perawatan pada anak. (Wahyuni, 2016).
Anak usia pra sekolah akan mengalami kecemasan tertinggi ketika akan
masuk sekolah dan dalam kondisi sakit. Secara fisiologis, pengalaman yang
dimiliki anak usia pra sekolah masih terbatas, sehingga mempengaruhi
pemahaman dan persepsi mereka, dan oleh karena itulah mengapa anak usia pra
sekolah lebih rentang mengalami kecemasan dibandingakn orang dewasa.

Menurut Alpers (2006), prevalensi kecemasan anak ketika hospitalisasi


mencapai 75%. Di Amerika Serikat, diperkirakan lebih dari 5 juta anak yang
mengalami hospitalisasi karena prosedur pembedahan dan lebih dari 50% dari
jumlah anak tersebut mengalami stres dan kecemasan (Kain, dkk, 2006). Di
Indonesia, diperkirakan sebanyak 35 per 1000 anak mengalami hospitalisasi
(Purwandari, 2009). Berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional (SUSENAS)
tahun 2010, angka kesakitan anak di wilayah perkotaan dengan rentang usia 0-4
tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 15,91%, sekitar 9,1% dengan
usia 13-15 tahun, dan 8,13% pada kelompok usia 16-21 tahun.
8

Banyaknya masalah kecemasan pada anak selama hospitalisasi dapat


disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain lingkungan rumah sakit, berpisah
dengan orang tua, kehilangan kebebasan dan kemandirian, kurangnya informasi,
pengalaman kesehatan yangberkaitan dengan pelayanan kesehatan serta perilaku
atau interaksi dengan petugas rumah sakit. (Yuli Utami, 2014) Kecemasan akibat
hospitalisasi ini dapat membawa dampak negatif, yaitu berpengaruh terhadap
proses perawatan dan pengobatan yang sedang dijalani oleh anak. Terlebih jika
anak tersebut baru pertama kali mengalami perawatan di rumah sakit.
Berdasarkan penelitian Junarsih (2014), dari sebanyak 20 responden frekuensi
tertinggi anak mengalami tingkat kecemasan berat, yaitu sebanyak 14 anak
(70%) dan 6 anak (30)% lainnya mengalami kecemasan dengan frekuensi
sedang.

Tindakan dan sikap perawat serta kelas rumah sakit akan mempengaruhi
tingkat kecemasan anak saat proses hospitalisasi. Pelayanan Atraumatic care
merupakan bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan
yaitu perawat, dalam tatanan pelayanan kesehatan anak melalui penggunaan
tindakan yang mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang dialami
anak maupun orang tua (Supartini, 2004). Atraumatic care difokuskan dalam
upaya pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dari keperawatan
anak, pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya
dukungan sosial keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap
perawat yang penuh dengan perhatian sehingga akan mempercepat proses
penyembuhan (Hidayat, 2005).

Fokus intervensi keperawatan adalah meminimalkan stresor,


memaksimalkan manfaat hospitalisasi, memberikan dukungan psikologis pada
anggota keluarga, dan mempersiapkan anak sebelum dirawat di rumah sakit
(Supartini, 2004). Menurut Supartini (2004), Atraumatic care dibedakan menjadi
empat hal, yaitu mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orang tua,
meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anaknya,
mencegah atau meminimalkan cedera fisik maupun psikologis, serta modifikasi
9

lingkungan ruang perawatan anak. Intervensi keperawatan Atraumatic care


meliputi pendekatan psikologis berupa menyiapkan anak-anak untuk prosedur
pemeriksaan sampai pada intervensi fisik terkait menyediakan ruang bagi anak
tinggal bersama orang tua dalam satu ruangan (rooming in) (Wong, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Lory Huff et al., (2009) menyatakan bahwa
implementasi Atraumatic Care pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat
menurunkan trauma pada anak dan orang tua akibat prosedur invasif. Alasan
tersebut membuat perawat dituntut untuk memberikan pelayanan perawatan
yang berkualitas kepada anak maupun orang tua dengan pelaksanaan Atraumatic
care sehingga dapat meminimalkan kecemasan pada anak saat hospitalisasi.

Berdasarkan permasalahan hospitalisasi pada anak usia prasekolah maka


peneliti tertarik untuk membuktikan secara empiris mengenai “Pengalaman
mahasiswa profesi ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember dalam
menerapkan atraumatic care pada anak yang mengalami hospitalisasi di RSUD
dr. Soebandi Jember”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah “Bagaimana


Pengalaman mahasiswa profesi ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember
dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang mengalami hospitalisasi di
RSUD dr. Soebandi Jember?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana Pengalaman


mahasiswa profesi ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember dalam
menerapkan atraumatic care pada anak yang mengalami hospitalisasi di RSUD
dr. Soebandi Jember.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus yang hendak dicapai pada penelitian ini yaitu:
10

a) Mengeksplorasi pengalaman mahasiswa profesi ners dalam menerapkan


atraumatic care pada hospitalisasi anak,
b) Mendeskripsikan manfaat, persepsi, dan pengetahuan mahasiswa profesi
ners dalam menerapkan atraumatic care selama hospitalisasi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti tentang


penerapan atraumatic care selama hospitalisasi anak dan menambah pengalaman
riset peneliti dalam memenuhi teori dan praktik keperawatan khususnya
keperawatan anak.

1.4.2 Manfaat Bagi Lembaga dan Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan


keperawatan tentang penerapan atraumatic care selama hospitalisasi dan menjadi
bahan literatur untuk membantu proses pembelajaran mahasiswa keperawatan.
Serta dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam Program Belajar Mengajar
(PBM) di kelas tentang keperawatan anak yang mengalami hospitalisasi.

1.4.3 Manfaat Bagi Pelayanan Keperawatan

Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit mengenai penerapan atraumatic


care dalam mengurangi dampak hospitalisasi anak sehingga dapat meningkatkan
kualitas layanan yang labih baik.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Sukma Ningrum dengan judul


“Pengalaman mahasiswa profesi ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember
dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang mengalami hospitalisasi di
RSUD dr. Soebandi Jember” memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya.
Penelitian saat ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengalaman
mahasiswa profesi ners Universitas Jember dalam menerapkan atraumatic care
pada anak yang mengalami hospitalisasi.
11

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No Perbedaan Penelitian sebelumnya Penelian Sekarang
1 Judul Persepsi perawat Terhadap Hubungan Penerapan Pengalaman Mahasiswa
Penelitian Prinsip Perawatan Atraumatik Atraumatic Care dengan Profesi Ners Fakultas
Keperawatan Universitas
Pada Anak di Ruang III RSU Kecemasan Anak Prasekolah
Jember Dalam Menerapkan
dr. Pirngadi Medan Saat Proses Hospitalisasi di Atraumatic Care Pada Anak
RSU dr. H. Koesnadi Yang Mengalami
Hospitalisasi di RSUD dr.
Kabupaten Bondowoso
Soebandi Jember

2 Peneliti Sri Kurniawati Debbi Mustika Rini, Ratna Sukma Ningrum


Sari H., Iis Rahmawati

3 Tahun 2009 2013 2019


Penelitian
4 Tempat Medan Bondowoso Jember
5 Rancangan Desain penelitian deskriptif Jenis penelitian Penelitian kualitatif
Penelitian menggunakan instrumen observasional analitik menggunakan desain
kuesioner data demografi dan dengan menggunakan studi fenomenologi melalui teknik
kuesioner persepsi perawat. secara cross sectional sampling
menggunakan instrumen purposive sampling
yang berisi tentang
karakteristik responden,
penerapan Atraumatic care
dan kecemasan anak.
6 Variabel Persepsi perawat terhadap Penerapan atraumatic care Pengalaman Mahasiswa
atraumatic care dan kecemasan anak Profesi Ners Fakultas
Keperawatan Universitas
Jember Dalam Menerapkan
Atraumatic Care

7 Populasi Perawat yang bekerja di Pasien anak prasekolah yang Mahasiswa profesi ners yang
ruang III RSU Dr. Pirngadi enjalani hospitalisasi di RSU sedang menempuh praktik di
Medan dr. H. Koesnadi Bondowoso. stase keperawatan anak.
12

8 Sampel 25 20 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hospitalisasi


2.1.1 Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena alasan tertentu atau
darurat mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah. Hospitalisasi adalah bentuk stressor
individu yang berlangsung selama individu tersebut dirawat di rumah sakit
(Wong, 2008). Menurut WHO, hospitalisasi merupakan pengalaman yang
mengancam, ketika anak menjalani hospitalisasi karena stressor yang dihadapi
dapat menimbulkan perasaan tidak aman. (Yuli Utami, 2014).
2.1.2 Faktor penyebab stres hospitalisasi

Kecemasan selama hospitalisasi terjadi karena beberapa faktor, antara lain:


1) Faktor lingkungan rumah sakit
Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat
dari sudut pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak
familiar, wajah-wajah yang asing, berbagai macam bunyi yang
digunakan dan bau yang khas, dapat menimbulkan kecemasan dan
ketakutan baik bagi anak ataupun orang tua.(Norton-Westwood,
2012).
2) Faktor berpisah dengan orang yang sangat berarti
Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar
digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan serta
berpisah dengan anggota keluarga lainnya.
3) Faktor kurangnya informasi yang didapat anak dan orang tuanya
Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi merupakan hal
yang tidak umum di alami oleh semua orang. Proses ketika
menjalani hospitalisasi juga merupakan hal yang rumit dengan
berbagai prosedur yang dilakukan (Gordon dkk, 2010).
4) Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian
Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani
seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat
mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam
taraf perkembangan.

5) Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan


Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit,
maka semakin kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya
(Pelander & Leino-Kilpi, 2010).
6) Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit
Khususnya perawat, mengingat anak masih memiliki keterbatasan
dalam perkembangan kognitif, bahasa dan komunikasi. Perawat juga
merasakan hal yang sama ketika berkomunikasi, berinteraksi dengan
pasien anak yang menjadi sebuah tantangan dan dibutuhkan
sensitifitas yang tinggi serta lebih kompleks dibandingkan dengan
pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi dengan anak juga sangat
dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan kognitif, tingkah laku,
kondisi fisik dan psikologis tahapan penyakit dan respon
pengobatan (Pena & Juan, 2011).

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi stress hospitalisasi

Kondisi stres hospitalisasi pada anak dapat dipengaruhi oleh beberapa


hal, yaitu:

1) Cemas karena perpisahan

Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3 tahap, yaitu :

a. Tahap protes ( Phase of Protest )

Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit


dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif
seperti menendang, menggigit, memukul, mencubit, mencoba untuk
membuat orang tuanya tetap tinggal dan menolak perhatian orang
lain.

b. Tahap putus asa ( Phase of Despair )

Pada tahap ini anak tampak tegang, tangisnya berkurang, tidak


aktif, kurang berminat untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik
diri, tidak mampu berkomunikasi, sedih, apatis dan regresi
(mengompol atau menghisap jari).

c. Tahap keintiman kembali ( Phase of Detachment )

Pada tahap ini secara samar – samar anak menerima perpisahan,


mulai tertarik dengan apa yang ada disekitarnya, membina
hubungan dangkal dengan orang lain dan anak mulai kelihatan
gembira. Fase ini terjadi setelah perpisahan yang lama dengan orang
tua.

2) Kehilangan kendali

Anak berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan otonominya.


Terlihat pada perilaku mereka dalam hal kemampuan motorik,
bermain, melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas
harian (Activity of Daily Living – ADL) dan anak berkomunikasi
(Nursalam, 2008).
3) Luka pada tubuh dan rasa sakit
Reaksi anak terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi,
namun jumlah variabel yang mempengaruhi responnya lebih
kompleks dan bermacam - macam. Anak akan bereaksi terhadap
rasa nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan
gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar atau melakukan
tindakan yang agresif seperti menggigit, menendang, memukul atau
berlari keluar (Nursalam, 2008).
2.1.4 Akibat stres Hospitalisasi pada anak
Stres hospitalisasi akibat sakit biasanya membuat anak kurang mampu
untuk menyesuaikan diri dengan perpisahan sehingga akibatnya mereka
bereaksi dalam banyak tingkah laku walaupun bentuknya lebih halus
dibandingkan dengan anak yang lebih muda. Reaksi yang sering muncul
akibat perpisahan pada anak usia pra sekolah antara lain, menolak makan,
kesulitan tidur, menangis, menanyakan kapan orang tuanya datang dan
mengasingkan diri dari yang lain. Mereka terkadang juga akan
mengekspresikan kemarahannya dengan merusak permainannya. Memukul
anak lain atau menolak kooperatif selama aktifitas perawatan diri yang rutin
(Agustin, 2013).

2.2 Konsep Atraumatic Care

2.2.1 Definisi Atraumatic Care

Atraumatic care merupakan bentuk perawatan terapeutik yang diberikan


kepada anak dan keluarga dengan mengurangi stres psikologis dan fisik yang
dialami anak dan keluarga dari tindakan keperawatan. Hal ini antara lain
dilakukan dengan memperhatikan dampak tindakan yang diberikan, serta
memperhatikan prosedur tindakan atau aspek lain yang kemungkinan
berdampak adanya trauma selama hospitalisasi (Hidayat, 2005 dalam Suroso,
dkk. 2019).

Atraumatic care merupakan sebagai ketetapan dan kepedulian dari


tim pelayanan kesehatan melalui intervensi yang meminimalkan atau
meniadakan stressor yang dialami oleh anak dan keluarga di rumah sakit
baik fisik maupun psikis (Whaley & Wong, 1995 dalam Wong, 2005).
Menurut Supartini (2004) dalam Breving, dkk. (2015), traumatic care atau
asuhan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan keluarganya merupakan
asuhan terapeutik karena bertujuan sebagai terapi bagi anak.

2.2.2 Prinsip Atraumatic Care

Pada umumnya anak yang dirawat di rumah sakit akan timbul rasa takut
baik pada dokter maupun perawat, apalagi jika anak telah mempunyai
pengalaman mendapatkan imunisasi. Dalam bayangannya, perawat atau dokter
akan menyakiti dan menyuntik. Selain itu anak juga merasa terganggu
hubungannya dengan orang tua dan saudaranya. Lingkungan di rumah tentu
berbeda bentuk dan suasananya dengan ruang perawatan. Reaksi pertama
selain ketakutan, tidak mau makan dan minum bahkan menangis. Untuk
mengatasi masalah tersebut adalah memberikan perawatan atraumatik.

Ada beberapa prinsip atraumatic care yang harus dimiliki dan dipahami
oleh perawat (Hidayat, 2005):

1) Mencegah atau menurunkan dampak perpisahan orang tua dan anak

Dampak perpisahan dari keluarga, anak akan mengalami gangguan


psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangmya kasih sayang.
Gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang dirawat di
rumah sakit dan dalam jangka waktu yang lama tidak diperbolehkan
berhubungan dengan orang tuanya akan merasa ditolak oleh keluarga dan
mengakibatkan anak cendrung emosi saat kembali pada keluarganya.
Penerapan pendekatan family centered sangat berguna pada hal ini.

Selama hospitalisasi, keluarga memainkan peran bersifat dukungan moril


terhadap anak seperti kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan dukungan
materil berupa usaha keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota
keluarga. Dukungan-dukungan tersebut akan sangat mempengaruhi
kesembuhan anak. Untuk mencegah atau meminimalkan dampak
perpisahan dari keluarga dapat dilakukan dengan cara melibatkan orang
tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara membolehkan
mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming in), jika tidak
memungkinkan, beri kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat
dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka.

2) Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada


anak
Peningkatan kontrol orang tua pada anak diharapkan anak mampu dalam
kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas
sehari-hari dan selalu bersikap waspada.

3) Mencegah atau mengurangi cedera dan nyeri (dampak psikologis)

Mengurangi rasa nyeri pada anak merupakan hal yang sangat penting
dilakukan dalam perawatan anak. Apabila tindakan pencegahan tidak
dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan
berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan anak.

Untuk meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri,
dapat dilakukan dengan cara mempersiapkan psikologis anak dan orang
tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri, misalnya
dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan
psikologis pada orang tua. Pemberian aktivitas bermain pada anak akan
memberikan keuntungan seperti meningkatkan hubungan antara klien
(anak dan keluarga dan perawat karena bermain merupakan alat
komunikasi yang efektif antara perawat dan klien, aktivitas bermain yang
terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak, dan bisa
mengekspresikan perasaan anak. Kehadiran orang tua juga menjadi
pertimbangan pada saat dilakukan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri.
Dalam kondisi ini, tawarkan pada anak dan orang tua untuk
mempercayakan kepada perawat sebagai pendamping anak.

4) Tidak melakukan kekerasan pada anak

Kekerasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau


individu pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun yang
menyebabkan kondisi fisik dan psikis terganggu (Sugiarno, 2007).
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat
berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam
proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan
terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak
dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak seperti melakukan
tindakan keperawatan yang berulang-ulang

5) Modifikasi lingkungan fisik.

Melalui modifikasi lingkungan fisik rumah sakit yang bernuansa anak


dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi
lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di
lingkungannya.
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian


kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, dimana dirancang untuk menggali
informasi yang sebelumnya tidak diketahui atau diabaikan. Peneliti berusaha
masuk kedalam dunia konseptual partisipan. Yaitu pengalanan mahasiswa
profesi ners dalam menerapkan atraumatic care sehingga peneliti mengerti apa
dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh partisipan terhadap
peristiwa kehidupan sehari-hari. Tujuan studi fenomenologi adalah
mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menganalisis data secara mendalam,
lengkap dan terstruktur untuk memperoleh intisari pengalaman hidup dalam
bentuk cerita, narasi dan bahasa masing-masing individu (Afiyanti &
Rachmawati, 2014).

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan di tempat praktik klinik stase anak mahasisiwa
profesi ners angkatan 2019 RSD Dr. Soebandi.
3.3 Waktu Penelitian
Penyusunan proposal dimulai pada bulan Agustus 2019. Tahap awal dari
penelitian ini mengikuti prosedur administrasi dan perizinan studi pendahuluan
yang dilakukan di RSUD dr. Soebandi Jember. Penelitian akan dilakukan pada
bulan Oktober 2019 sampai pada hasil akhir laporan penelitian pada bulan
Desember 2019.

3.4 Partisipan Penelitian

Pemilihan partisipan penelitian dilakukan dengan mengunakan


Purposive sampling dimana sampel yang dipilih dalam penelitian ini
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Jumlah partisipan
ditetapkan sampai tercapai saturasi. Hal tersebut yang menyebabkan jumlah
partisipan dalam penelitian kualitatif tidak sebanyak penelitian kuantitatif.
Saturasi merupakan terdapatnya kejenuhan jawaban dari partisipan. Cresswell
(2013), menyebutkan jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif biasanya 5-
10 orang, namun apabila belum tercapai saturasi data dengan 5-10 partisipan
maka jumlah partisipan dapat ditambah sampai terjadi saturasi dengan lama
waktu wawancara maksimal selama 2 jam.

Peneliti sendiri menetapkan 5 partisipan yang dijadikan sebagai subjek


penelitian, dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1) Telah dinyatakan sebagai mahasiswa aktif profesi ners

2) Sedang menempuh stase keperawatan anak di rumah sakit RSD Dr.


Soebandi
3) Bersedia untuk diwaancarai

3.5 Rancangan Penelitian

3.5.4 Tahap Persiapan

Prosedur pengumpulan data dimulai dengan pengajuan perizinan


penelitin kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M)
Universitas Jember, dan juga melakukan prosedur uji etik penelitian. Perizinan
dilanjukan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BAKESBANGPOL)
Kabupaten Jember. Pada tahap persiapan selanjutnya peneliti melakukan
pendekatan kepada partisipan untuk membina hubungan saling percaya dan
menjelaskan tujuan penelitian sampai partisipan memiliki pemahaman yang
sama dengan peneliti. Setelah itu peneliti memberikan informed consent dan
penjelasan lebih lanjut yang dibutuhkan. Apabila partisipan bersedia, peneliti
melakukan kontrak waktu terkait pelaksanaan proses wawancara.

3.5.5 Tahap Pelaksanaan


Tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan cara
mengumpulkan data. Pengumpulan data dilakukan dengan mengunakan
metode wawancara. Peneliti melakukan wawancara dengan tiga tahap, yaitu:
1) Fase orientasi; 2) Tahap kerja; dan 3) Tahap terminasi.
a. Fase orientasi, posisi duduk peneliti dan partisipan berhadapan atau
bersebelahan. Pada tahap ini peneliti juga harus memastikan
ruangan yang digunakan dalam kondisi yang tenang dan tidak
bising. Alat perekam berada diantara peneliti dan partisipan.
b. Fase kerja, Peneliti memulai wawancara dengan pertanyaan yang bersifat
umum, lalu mengkaji terkait pendidikan dan pekerjaan partisipan.
Peneliti juga melakukan konfirmasi lebih lanjut terkait usia partisipan
sebelum memberikan pertanyaan yang rinci. Gunakan catatan lapang
selama proses wawancara berlangsung untuk menulis apa yang didengar,
dilihat, dan hal-hal yang perlu ditulis untuk melengkapi data penelitian.
c. Fase terminasi, Peneliti mengakhiri proses wawancara dengan
mengucapkan terimakasih kepada partisipan. Selanjutnya peneliti
melakukan kontrak waktu terkait validasi data apakah transkrip sudah
sesuai dengan maksud partisipan.
3.5.6 Tahap Terminasi
Validasi data berisi informasi perspektif yang dilakukan dengan
membacakan dokumentasi tertulis. Partisipan menerima dokumentasi transkrip
tulisan hasil rekaman (verbatim) untuk memberikan tanda tangan pada
dokumentasi transkrip. Validasi data dilakukan setelah proses saturasi data
melalui wawancara mendalam.

3.6 Teknik dan Alat Perolehan Data

Peneliti adalah alat pengumpul data atau juga instrumen penelitian.


Menurut Sugiyono (2014), peran peneliti sebagai instrumen penelitian adalah
untuk menetapkan fokus penelitian kualitatif yang akan dilakukan, memilih
partisipan penelitian, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,
menafsirkan dan membuat kesimpulan atas penelitian yang dilakukan.

Uji validasi peneliti sebagai instrumen penelitian dilakukan oleh dosen


pembimbing utama dari peneliti yang meliputi validasi terhadap pemahaman
peneliti terkait metode penelitian kualitatif, penguasaan wawancara terhadap
bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian.
Penelitian ini juga menggunakan instrumen pelengkap berupa pedoman
wawancara, alat perekam, catatan lapang, dan pedoman observasi.

Peneliti mengambil data dari sumber primer berarti peneliti langsung


mengumpulkan data dari partisipan. Peneliti menggunakan metode wawancara
mendalam dalam pengumpulan data dengan pendekatan wawancara semi
terstruktur, yaitu peneliti dibebaskan untuk mengeksplorasi pertanyaan namun
tetap berkaitan dengan kerangka teori atau konstruk yang diteliti. Wawancara
adalah percakapan yang memiliki tujuan. Peneliti dapat menggunakan voice
recorder yang diletakkan diantara peneliti dan partisipan untuk merekam
wawancara. Perekaman dilakukan dengan meminta izin terlebih dahulu kepada
partisipan. Selain itu, peneliti juga menggunakan catatan lapangan (field note)
yang digunakan untuk mencatat apa hal-hal penting saat proses wawancara
berlangsung antar peniliti dan partisipan. Wawancara yang dilakukan oleh
peneliti adalah dengan membuat kerangka atau garis pokok yang dirumuskan
walaupun tidak perlu ditanyakan secara berurutan, hal tersebut bertujuan agar
pokok pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup (Moleong, 2014).
Petunjuk wawancara yang telah dibuat peneliti berisi petunjuk secara garis
besar tentang isi wawancara untuk menjaga agar pokok pokok yang
direncanakan dapat sepenuhnya tercakup.

3.7 Teknik Penyajian Data


Peneliti selanjutnya menulis kembali hasil wawancara sesuai dengan
ungkapan yang disampaikan partisipan, tanpa dikurangi maupun ditambah
dengan kalimat lainnya. Penyajian data dalam bentuk teks yang bersifat naratif,
dan yang ketiga adalah membuat kesimpulan dari data yang telah diperoleh
dimana peneliti menjabarkan data yang sudah dimiliki dalam bentuk sebuah
narasi.

3.8 Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian kualitatif terdiri dari beberapa tahapan yang
merupakan proses sistematis yang berlangsung secara terus menerus (Daymon
& Halloway, 2008). Analisis data yang digunakan adalah analisis data Collaizi
yang berdasarkan 6 tahap (Polit & Beck, 2004), antara lain:
1) Membuat transkrip untuk mendapatkan keseluruhan kesan dari partisipan
dan mengidentifikasi pernyataan-pernyataan dari partisipan yang
signifikan. Pada tahap ini peneliti mendengarkan rekaman hasil
wawancara kemudian membuat transkripnya. Peneliti membuat transkrip
dengan mendengarkan rekaman hasil wawancara secara berulang-ulang.
2) Membaca transkrip secara berulang-ulang. Peneliti membaca transkrip
secara berulang-ulang dengan mendengarkan rekaman hasil wawancara.
Peneliti membaca transkrip dua sampai tiga kali untuk memahami isi dari
transkrip hasil wawancara.
3) Membuat kategorisasi dari pernyataan-pernyataan. Peneliti mengumpulkan
kata kunci untuk pernyataan-pernyataan yang mirip, kemudian
memberikan tanda memakai spidol atau stabilo kemudian disimpan.
4) Menentukan kategori-kategori pernyataan menjadi pernyataan yang
bermakna dan berhubungan sehinga menjadi sebuah tema. Peneliti
menyusun kategori-kategori yang didapat dari hasil wawancara.
5) Mengelompokkan tema-tema yang sejenis kemudian me-recek dengan
deskripsi asli yang terdapat dalam transkrip.
6) Mendeskripsikan tema-tema yang membingungkan dari batas fenomena
yang diteliti kemudian dikembangkan dengan cara menghubungi kembali
partisipan untuk melakukan klarifikasi.
3.9 Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian kualitatif dilihat dari beberapa dimensi
yaitu credibility, transferability, confirmability dan dependability.
a. Credibility
Penilaian tingkat kepercayaan penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh
kredibilitasnya. Credibility adalah penilaian metode penelitian menimbulkan
kepercayaan dalam kebenaran data dan interpretasi peneliti dari data (Polit &
Beck, 2004). Peningkatan nilai kredibilitas penelitian ini dilakukan dengan
membaca dokumentasi hasil tulisan rekaman kepada partisipan. Partisipan
dapat mengubah, menambahkan atau mengurangi dokumentasi hasil tulisan
rekaman sesuai persepsi mereka. Perubahan dokumentasi hasil tulisan
rekaman dilakukan oleh peneliti atas kehendak partisipan.
b. Transferability
Transferability adalah penilaian temuan hasil penelitian diterapkan pada
tempat yang lain (Polit & Beck, 2004). Hasil penelitian ini dapat diterapkan
pada kondisi sosial, demografi, dan budaya yang memiliki kemiripan dengan
tempat penelitian.

c. Confirmability

Confirmability yaitu penilaian hasil studi sesuai dengan karakter dan konteks
penelitian bukan bias yang berasal dari peneliti. Audit inquiry dapat
digunakan untuk kedua syarat confirmability dan dependability (Polit &
Back, 2004). Dokumentasi hasil tulisan dari rekaman dan proses analisa data
dan temuan telah dilakukan pengecekan ulang dan disepakati oleh
pembimbing penelitian.
d. Dependability
Dependability adalah penilaian bagaimana bukti penelitian konsisten dan
stabil (Polit & Beck, 2004). Dependability pada penelitian kualitatif
dilakukan dengan proses audit. Proses audit dilakukan oleh eksternal
reviewer yaitu dosen pembimbing terkait analisis data.
3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian kualitatif meliputi asas non-maleficence, beneficence,


Automomy, dan justice.

1) Autonomy
Peneliti dapat menghargai sekaligus melindungi otonomi dari partisipan
penelitian, yaitu memastikan mereka menyetujui untuk terlibat secara sukarela
tanpa ada paksaan. Prinsip respect for autonomy ini diimplementasikan melalui
informed concent yang telah diberikan pada partisipan sebelum dilakukannya
proses wawancara. Data partisipan hanya boleh diketahui oleh peneliti dan
dosen pembimbing. Disini partisipan diperbolehkan drop-out selama proses
pengambilan data untuk menghormati keputusannya.

2) Beneficience
Peneliti mampu memberikan kebaikan dan kebermanfaatan serta
meminimalkan kerugian dan bebas dari bahaya. Penelitian yang dilakukan
diharapkan dapat memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung bagi
subjek penelitian, masyarakat, dan lingkungan di sekitarnya.

3) Respect the human dignity


Dalam aspek respect the human dignity peneliti harus menghargai
martabat manusia berhubungan dengan tidak menggunakan metode pemaksaan
terhadap partisipan dan menghargai hak masyarakat atas kekayaan kulturalnya
sebagai bukti penghormatan atas martabat manusia. Peneliti menghargai privasi
partisipan dengan tidak menyebarluaskan identitas partisipan kepada orang
lain.

4) Justice

Prinsip justice adalah memperlakukan dengan adil dan sama setiap


partisipan penelitian. Peneliti wajib dan harus menjaga integritas keilmuan
dengan cara menghargai kejujran, kecermatan, ketelitian, dan keterbukaan
dalam publikasi serta penerapannya. Peneliti tidak menambah maupun
mengurangi hasil informasi yang diberikan setiap pasrtisipan. Peneliti
menganalisiis data berdasarkan informasi yang diungkapkan partisipan tanpa
memandang latar belakang pendidikan partisipan, budaya, ataupun lainnya,
dan hanya murni dari pengalaman-pengalaman yang diceritakan oleh
partisipan.

Pertimbangan etik yang pertama yaitu informed concent. Perizinan


diberikan kepada institusi terkait. Informed concent akan diberikan peneliti
kepada informan. Peneliti akan menjelaskan tujuan penelitian yang akan
dilakukan secara adekuat. Keputusan menjadi informan dilakukan secara
sukarela tanpa paksaan. Informan juga diperkenankan untuk drop-out selama
proses penelitian berlangsung. Data pribadi informan hanya diketahui oleh
peneliti dan dosen pembimbing. Penulisan identitas informan pada hasil
penelitian menggunkan kode informan.

Peneliti akan melakukan analisa secara adil sesuai dengan hasil


rekaman dan observasi tanpa penambahan data. Peneliti akan membacakan
dokumen hasil penulisan rekaman untuk meminta persetujuan informan
apakah data yang tertulis sesuai dengan persepsi informan. Informan juga
dapat memperoleh dokumen hasil tulisan rekaman.
Hasil rekaman akan dipindahkan ke laptop peneliti setelah proses wawancara
berlangsung. Hasil rekaman dan dokumen hasil penulisan rekaman akan disimpan
di laptop peneliti. Berkas hasil rekaman dan dokumentasi hasil rekaman akan
disimpan dengan password yang hanya diketahui oleh peneliti. Berkas hasil
rekaman dan dokumentasi hasil rekaman akan dimusnakan setelah lima tahun
penelitian selesai dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y. & Rachmawati, I.N. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam


Riset Keperawatan. Ed. 1. Jakarta: Rajawali Pers.
Agustin, Wahyu Rima.2013. Pengetahuan Perawat Terhadap respon hospitalisasi
Anak Usia Prasekolah. Jurnal KesMaDaSka. Volume 1. Nomor 1. Halaman
65-76
Ariani, Tutu April. 2018. Komunikasi Keperawatan. Malang : Penerbit
Universitas Muhammadiyah Malang.
Breving, M.R.D., dkk. 2015.Pengaruh Penerapan Atraumatic Careterhadap
Respon Kecemasan Anak yang Mengalami Hospitalisasidi RSU Pancaran Kasih
Gmim Manado Dan Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. eJournal
Keperawatan.Volume 3(2):1-9.
Creswell, J.W. 2013. Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing Among
Five Traditions. USA : SAGA.
Daymon, C. & Immy H. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public
Relations & Marketing Communications. Ahli Bahasa: Cahya Wiratama.
Yogyakarta: Bentang.
Hidayat, A.A.2005. Pengantar ilmu keperawatan anak I, Salemba Medica,
Jakarta.
L. Huff et al. 2009. Atraumatic Care: Emla Cream and Application of Heat to Facilitate
Peripheral Venous Cannulation In Children.
http://www.scribd.com/doc/129915463/Atraumatic-Care-EMLA-Cream#
download. [ diakses pada tanggal 10 Juni 2019].
Moleong, L.J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Bandung.XNursalam,dkk.2008. Asuhan Keperawatan
Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Nurhasanah, Nunung.2009. Ilmu Komunikasi Dalam Konteks Keperawatan.
Jakarta: TIM
Norton-Westwood, D.2012. “ The health-care environment through the eyes of a
child—Does it soothe or provoke anxiety?”. International Journal of
Nursing Practice.
Pena., A., L., N, & Juan, L., C.2011. The experience of hospitalized children
regarding their interactions with nursing professionals. Enfermagem
Original Article.
Polit & Beck. 2004. Esential of Nursing research: Appraising Evidence for
Nursing Practice. China: Lippicott Wiliams & Wilkins.
Sugiarno.2007.Aspek klinis kekerasan pada anak dan upaya pencegahannya.
http://etd.eprints.kekerasan-pada-anak.umsu.ac.id/907/ [ diakses pada tanggal 10
Juni 2019].
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kuaitatif. Bandung: Alfabeta.
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
suroso, J. dkk. 2019. Dampak Atraumatic Care Pada Kepuasan Keluarga Pasien di

Rumah Sakit. Indonesian Journal of Nursing Research (IJNR).Volume 1(2):


42-50.
Utami, Yuli.2014. Dampak Hospitalisasi Terhadap Perkembangan Anak. Jurnal
Ilmiah WIDYA. Volume 2. Nomor 2. Halaman 2- 20.
Wahyuni, A. A. 2016. Tingkat kecemasan pada anak prasekolah yang mengalami
hospitalisasi berhubungan dengan perubahan pola tidur di rsud karanganyar.
GASTER. XIV(2).
Wong. D. L.2005.Wong on web paper Beyond do no harm: Principles of
atraumaticcare. http://.mosbydrugconsult.com/wow/op022a.html [ diakses
pada tanggal 10 Juni 2019].
Wong, W. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 2. Jakarta : EGC

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai