Anda di halaman 1dari 40

PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG TRIAGE

DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT


UMUM ANUTAPURA PALU

PROPOSAL UNTUK SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH:

ARDINATA POIMA
PK 115 011 081

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INDONESIA JAYA
PALU, 2017

1
2
DAFTAR ISI

Isi
Hal

HALAMAN JUDUL.............................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................
ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................
iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................
1
A. Latar Belakang....................................................................................
............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................
............................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian................................................................................
............................................................................................................4
D. Manfaat Penelitian..............................................................................
............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................


6
A. Tinjauan Umum Tentang Instalasi Gawat Darurat ............................
............................................................................................................6
B. Tinjauan Umum Tentang Triase.........................................................
............................................................................................................9
C. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan..............................................
............................................................................................................18
D. Tinjauan Umum Tentang Sikap..........................................................
............................................................................................................21
E. Landasan Teori...................................................................................
............................................................................................................26
F. Kerangka Pikir....................................................................................
............................................................................................................27

3
BAB III METODELOGI PENELITIAN..............................................................
28
A. Jenis Penelitian...................................................................................
............................................................................................................28
B. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................
............................................................................................................28
C. Variabel dan Definisi Operasional.....................................................
............................................................................................................28
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data.....................................................
............................................................................................................30
E. Pengolahan Data.................................................................................
............................................................................................................31
F. Analisa Data.......................................................................................
............................................................................................................32
G. Penyajian Data....................................................................................
............................................................................................................32
H. Populasi dan Sampel...........................................................................
............................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
34
LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi Gawat Darurat atau biasa disebut dengan IGD adalah unit

pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada pasien

dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan

berbagai multi disiplin. Umumnya pelayanan IGD meliputi pelayanan

keperawatan yang ditujukan kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang

4
tiba-tiba berada dalam kondisi gawat atau akan menjadi gawat dan terancam

nyawanya atau anggota badannya bila tidak mendapatkan pertolongan dengan

cepat dan tepat (Musliha, 2010).

Sebagai salah satu sumber utama pelayanan kesehatan di rumah sakit

pelayanan di IGD memiliki tujuan agar tercapai pelayanan kesehatan yang

optimal pada pasien secara cepat dan tepat serta terpadu dalam penanganan

tingkat kegawatdaruratan sehingga mampu mencegah resiko kecacatan dan

kematian dengan respon time selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam

(Basoeki dkk, 2008). Kematian dan kesakitan pasien sebenarnya dapat

dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang

pelayanan kesehatan, dimana salah satunya adalah dengan meningkatkan

pelayanan kegawatdaruratan (Musliha, 2010).

Kegagalan dalam penanganan kasus kegawatdaruratan umumnya

disebabkan oleh kegagalan mengenal risiko, keterlambatan rujukan, kurangnya

sarana yang memadai maupun pengetahuan dan keterampilan tenaga medis,

paramedis dalam mengenal keadaan risiko tinggi secara dini, masalah dalam

pelayanan kegawatdaruratan, maupun kondisi ekonomi (Ritonga, 2007).

Banyaknya pasien yang datang di IGD membuat perawat harus memilah

pasien dengan cepat dan tepat sesuai prioritas bukan berdasarkan nomor

antrian. Tindakan perawat dalam melakukan perawatan pasien harus bertindak

cepat dan memilah pasien sesusai prioritas, sehingga mengutamakan pasien

yang lebih diprioritaskan dan memberikan waktu tunggu untuk pasien dengan

kebutuhan perawatan yang kurang mendesak (Krisanty, 2009).

5
Seorang petugas kesehatan IGD dalam melakukan triage harus mampu

bekerja berdasarkan standar ABCDE (Airway: jalan nafas, breathing:

pernapasan, circulation: sirkulasi, Disability: ketidakmampuan, Exposure:

paparan) (Krisanty, 2009). Petugas kesehatan IGD sedapat mungkin berupaya

menyelamatkan pasien sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya

bila ada kondisi pasien gawat darurat yang datang berobat ke IGD.

Keterampilan petugas kesehatan IGD sangat dibutuhkan dalam pengambilan

keputusan klinis agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pemilahan saat

triage sehingga dalam penanganan pasien bisa lebih optimal dan terarah

(Oman, 2008).

Triage diambil dari bahasa Perancis “Trier” artinya mengelompokkan

atau memilih (Krisanty, 2009). Triage mempunyai tujuan untuk memilih atau

menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan

prioritas penanganannya (Oman, 2008). Triage memiliki fungsi penting di IGD

terutama apabila banyak pasien datang pada saat yang bersamaan. Hal ini

bertujuan untuk memastikan agar pasien ditangani berdasarkan urutan

kegawatannya untuk keperluan intervensi. Triage juga diperlukan untuk

penempatan pasien ke area penilaian dan penanganan yang tepat serta

membantu untuk menggambarkan keragaman kasus di IGD.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gurning (2014) di IGD Rumah

Sakit Eka Hospital menunjukkan bahwa petugas kesehatan IGD mayoritas

memiliki pengetahuan yang tinggi terhadap tindakan triage berdasarkan

prioritas sebanyak 17 orang responden (53,1%). Mayoritas petugas kesehatan

6
IGD memiliki sikap yang positif terhadap tindakan triage berdasarkan prioritas

sebanyak 19 orang responden (59,4%), dan sebagian besar petugas kesehatan

IGD melaksanakan tindakan triage berdasarkan prioritas sesuai standar

prosedur operasional (SPO) sebanyak 18 orang responden (56,3%)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, pada tanggal 4

september 2017 didapatkan data yang diperoleh di IGD Rumah Sakit Umum

Anutapura Jumlah tenaga perawat 30 orang (pendidikan terakhir S1

keperawatan 7 orang, S1 ners 3 orang, dan D3 Keperawatan 20 orang. Perawat

IGD dalam pelaksanaan triage dilakukan oleh perawat dan paramedis yang

telah melakukan pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Basic Trauma

Cardiac Life Support (BTCLS) serta memiliki sertifikat pelatihan BHD dan

BTCLS. Data laporan tahun 2017 Januari-Mei sebanyak 11.699 pasien (jadi

rata-rata perhari ±78 pasien yang berobat). Di Ruang IGD Rumah Sakit Umum

Anutapura sudah ada Standar Prosedur Operasional (SPO) triage dan sudah

terdapat garis triage tetapi sudah mulai memudar (merah, kuning, hijau dan

hitam.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang judul penelitian pengetahuan dan sikap perawat tentang triage di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Anutapura Palu

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah tersebut di atas peneliti merumuskan pertanyaan

penelitian yaitu“Bagaimanakah pengetahuan dan sikap perawat tentang triage

di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Anutapura Palu?”

7
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengetahuan dan sikap perawat tentang triage di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang triage di Instalasi

Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.

b. Untuk mengetahui sikap perawat tentang triage di Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit Umum Anutapura

Diharapkan melalui penelitian ini dijadikan sebagai bahan masukan

terhadap tenaga kesehatan khususnya pengetahuan dan sikap perawat

tentang triage di IGD.

2. Bagi STIK Indonesia jaya

Dapat digunakan sebagai sumber bacaan untuk penelitian selanjutnya

atau dijadikan referensi untuk peningkatan kualitas pendidikan.

3. Bagi peneliti

Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam mengaplikasikan

pengetahuan dan sikap perawat tentang triage di IGD dalam bentuk sebuah

penelitian.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Instalasi Gawat Darurat

1. Pengertian Instalasi Gawat Darurat

Pengertian Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah

satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi

pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam

kelangsungan hidupnya. (Kepmenkes, 2011) Pelayanan kegawat daruratan

merupakan hak asasi sekaligus kewajiban yang harus diberikan perhatian

9
penting oleh setiap orang. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang di

berikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai

dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu

penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan

penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan peningkatan sarana,

prasarana, sumberdaya manusia, dan manajemem IGD Rumah Sakit sesuai

standar (Kemenkes, 2009).

2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan

asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan

pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis.

Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (response

time). Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat

akan diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat

inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit

darurat/emergency dalam suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur

ini merupakan kunci awal pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam

melayani pasien secara baik atau tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah,

sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab (Depkes RI, 2009).

3. Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit:

a. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang

memiliki kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus

gawat darurat dan melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).

10
b. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat

memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam

seminggu.

c. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah

sakit diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD).

d. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani

kasus gawat darurat.

e. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 ( lima ) menit

setelah sampai di IGD.

f. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi

dan terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan

unsur pelaksana)

g. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan

gawat daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi. (Depkes RI,

2009).

3. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

Setiap Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis

dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang

berhak diperoleh warga secara minimal, juga merupakan spesifikasi teknis

tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan

Layanan Umum kepada masyarakat. Standar pelayanan minimal Rumah

Sakit dimaksudkan agar tersedianya panduan bagi daerah dalam

melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta

11
pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan standar pelayanan

minimal Rumah Sakit. Standar pelayanan minimal pelayanan gawat

darurat, dengan indikator (Depkes RI, 2009):

a. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa, standar 100%

b. Jam buka pelayanan gawat darurat, standar 24 jam

c. Pemberi pelayanan kegawatdaruratan yang bersertifikat ’yang masih

berlaku Basic Life Support (BLS), Pertolongan Pertama pada Gawat

Darurat (PPGD), General Emergency Life Support (GELS),

Advanced Life Support (ALS), standar 100%

d. Ketersediaan tim penanggulangan bencana, standar 1 tim

e. waktu tanggap pelayanan dokter dan perawat instalasi gawat darurat,

standar ≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang

f. Kepuasan pelanggan, standar ≥ 70%

g. Kematian pasien ≤ 24 jam, standar ≤ 2 per 1000 (pindah ke pelayanan

rawat inap setelah 8 jam)

h. Khusus untuk RS jiwa, pasien dapat ditenangkan dalam waktu ≤ 48

jam, standar 100%

i. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka, standar

100%.

Pelayanan dalam kegawatdaruratan memerlukan penanganan secara

terpadu dari multi disiplin dan multi profesi termasuk pelayanan keperawatan

yang merupakan bagian integral mengutamakan akses pelayanan kesehatan

12
bagi korban dengan tujuan mencegah dan mengurangi angka kesakitan,

kematian dan kecacatan (Depkes RI, 2009).

B. Tinjauan Umum Tentang Triase

1. Pengertian Triase

Triase adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien

berdasarkan berat ringannya kondisi klien atau kegawatannya yang

memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai

batasan waktu (response time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan

intervensi secepatnya yaitu < 10 menit. Penggunaan awal kata “trier”

mengacu pada penampisan screening di medan perang. Kata ini berasal dari

bahasa Perancis yang berarti bermacam-macam dalam memilah gangguan.

Dominique larrey, ahli bedah Napolleon Bonaparte yang pertama kali

melakukan triase. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk

menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan

suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,

peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hampir 100 juta orang

yang memerlukan pertolongan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) setiap

tahunnya (Pusponegoro, 2011).

Sistem tingkat kedaruratan triage mempunyai arti yang penting

karena triage merupakan suatu proses mengomunikasikan kondisi kegawat

daruratan pasien di UGD. Jika data hasil pengkajian triage dikumpulkan

secara akurat dan konsisten, maka suatu UGD Dapat menggunakan

keterangan tersebut untuk menilai dan menganalisis, serta menentukan

13
suatu kebijakan, seperti berapa lama pasien dirawat di UGD, berapa hari

pasien harus dirawat di rumah sakit jika pasien diharuskan untuk rawat

inap, dan sebagainya (Kartikawati, 2013).

Triage juga diartikan sebagai suatu tindakan pengelompokkan

penderita berdasarkan pada beratnya cidera yang diprioritaskan ada

tidaknya gangguan Airway (A), Breathing (B), dan Circulation (C) dengan

mempertimbangkan sarana, sumber daya manusia, dan probabilitas hidup

penderita (Kartikawati, 2013). Triage di IGD Rumah Sakit harus selesai

dilakukan dalam 15/20 detik oleh staf medis atau paramedis (melalui

training) sesegera mungkin setelah pasien datang begitu tanda

kegawatdaruratan teridentifikasi, penatalaksanaan dapat segera diberikan

untuk menstabilkan kondisi pasien. Dimana triage dilakukan

berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah pasien yang datang,

sarana kesehatan yang tersedia serta kemungkinan hidup pasien

(Pusponegoro, 2011).

2. Tujuan Triage

a. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa

b. Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakuratannya

c. Menempatkan pasien sesuai dengan keakuratannya berdasarkan pada

pengkajian yang tepat dan akurat.

d. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien.

3. Prinsip Triage

a. Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat

14
b. Kemampuan untuk menilai dan merespons dengan cepat kemungkinan

yang dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cedera yang

mengancama nyawa dalam departemen gawat darurat.

c. Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat.

d. Keakuratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam proses

pengkajian.

e. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian.

f. Keselamatan dan kefektifan perawatan pasien dapat direncanakan jika

terdapat data dan informasi yang akurat dan adekuat.

g. Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakutan pasien.

h. Tanggung jawab yang paling utama dari proses tiage yang dilakukan

perawat adalah keakutan dalam mengkaji pasien dan memberikan

perawatan sesuai dengan prioritas pasien (Kartikawati, 2013).

4. Klasifikasi Triage

Sistem klasifikasi triage mengidentifikasi tipe pasien yang

memerlukan berbagai level perawatan. Prioritas didasarkan pada

pengetahuan, data yang tersedia, dan situasi terbaru yang ada. Huruf atau

angka yang sering digunakan antara lain sebagai berikut.

a. Prioritas 1 atau emergency.

b. Prioritas 2 atau urgent.

c. Prioritas 3 atau nonurgent (Kartikawati, 2013).

5. Pembagian Triage

15
Berbagai sistem triage mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-

an seiring jumlah kunjungan IGD yang telah melampaui kemampuan

sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan triase

adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang datang ke IGD

dan menetapkan prioritas penanganan. Triage terbagi atas Single Patient

Triage dan Routine Multiple Casualty Triage. Pusponegoro (2011)

a. Single Patient Triage

Triase tipe ini dilakukan terhadap satu pasien pada fase pra-rumah

sakit maupun pada fase rumah sakit di Instalasi Gawat Darurat dalam

day to day emergency dimana pasien dikategorikan ke dalam pasien

gawat darurat (true emergency) dan pasien bukan gawat darurat (false

emergency). Dasar dari cara triase ini adalah menanggulangi pasien

yang dapat meninggal bila tidak dilakukan resusitasi segera. Single

patient triage dapat juga dibagi dalam kategori berikut:

1) Resusitasi adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat

dan mengancam nyawa serta harus mendapat penanganan resusitasi

segera.

2) Emergent adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat

karena dapat mengakibatkan kerusakan organ permanen dan pasien

harus ditangani dalam waktu maksimal 10 menit.

3) Urgent adalah pasien yang datang dengan keadaan darurat tidak

gawat yang harus ditangani dalam waktu maksimal 30 menit.

16
4) Non-urgent adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat

tidak darurat dengan keluhan yang ringan-sedang, tetapi

mempunyai kemungkinan atau dengan riwayat penyakit serius yang

harus mendapat penanganan dalam waktu 60 menit.

5) False emergency adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak

gawat tidak darurat dengan keluhan ringan dan tidak ada

kemungkinan menderita penyakit atau mempunyai riwayat penyakit

yang serius.

b. Routine Multiple Casualty Triage

1) Simple triage and rapid treatment (START)

Sistem ini ideal untuk Incident korban massal tetapi tidak

terjadi functional collapse rumah sakit. Ini memungkinkan

paramedik untuk memilah pasien mana yang perlu dievakuasi lebih

dulu ke rumah sakit. Prinsip dari START adalah untuk mengatasi

ancaman nyawa, jalan nafas yang tersumbat dan perdarahan masif

arteri. START dapat dengan cepat dan akurat tidak boleh lebih dari

60 detik perpasien dan mengklasifikasi pasien ke dalam kelompok

terapi:

a) Hijau: pasien sadar dan dapat jalan dipisahkan dari pasien lain,

walking wounded dan pasien histeris.

b) Kuning/delayed: semua pasien yang tidak termasuk golongan

merah maupun hijau.

17
c) Merah/immediate (10%-20% dari semua kasus): semua pasien

yang ada gangguan air way, breathing, circulation, disability

and exposure. Termasuk pasien-pasien yang bernafas setelah air

way dibebaskan, pernafasan > 30 kali permenit, capillary refill

> 2 detik.

d) Hitam: meninggal dunia

2) Triase bila jumlah pasien sangat banyak

Secondary Assessment of Victim Endpoint (SAVE). Sistem

ini dapat mentriase dan menstratifikasi korban bencana. Ini sangat

membantu bila dilakukan dilapangan dimana jumlah pasien banyak,

sarana minimum dan jauh dari fasilitas rumah sakit definitive

Kategori triase dalam SAVE dibagi menjadi tiga kategori sebagai

berikut: (Pusponegoro, 2011)

a) Korban yang akan mati tanpa melihat jumlah perawatan yang

diterimanya.

b) Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa

yang diberikan.

c) Korban yang akan sangat beruntung dari intervensi di lapangan

yang sangat terbatas.

Pengkategorian menurut Depkes RI, 2007 Triase dilakukan untuk

mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi segera

(perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat

diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Dalam

18
aktivitasnya, digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode

identifikasi korban, seperti berikut;

a. Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera

dan korban yang mengalami:

1) Syok oleh berbagai kausa

2) Gangguan pernapasan

3) Trauma kepala dengan pupil anisokor

4) Perdarahan eksternal massif

b. Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat,

tetapi perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini:

1) Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung,

trauma abdomen)

2) Fraktur multipel

3) Fraktur femur / pelvis

4) Luka bakar luas

5) Gangguan kesadaran / trauma kepala

6) Korban dengan status yang tidak jelas.

c. Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan

pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup

korban yang mengalami:

1) Fraktur minor

2) Luka minor, luka bakar minor

19
3) Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau

pemasangan bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.

4) Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir

operasi lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.

d. Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia (Depkes

RI, 2007).

6. Alur Pelaksanaan Triase

True emergency dan False Emergency (Pusponegoro, 2011)

a. True emergency merupakan pelayanan medik gawat darurat yang

memberikan pertolongan pertama mengenai diagnosis dan upaya

penyelamatan jiwa, mengurangi kecacatan dan kesakitan penderita

dalam keadaan sebelum dirujuk.

b. False Emergency merupakan pasien yang tidak memerlukan

pemeriksaan dan perawatan segera, dapat menunggu sesuai antrian

sambil tetap dilakukan observasi longgar oleh petugas.

7. Triase Rumah Sakit

Sistem triase IGD memiliki banyak variasi dan modifikasi yang

sesuai dengan kondisi masing-masing rumah sakit. Beberapa sistem triase

yang digunakan di rumah sakit adalah sebagai berikut:

a. Skala Triage Australia

Skala triage Australia ini banyak digunakan di UGD rumah sakit

di Australia. Penghitungan waktu dimulai sejak pasien pertama kali

20
tiba di UGD, pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan hanya jika

perawat akan mengambil keputusan tingkat kedaruratan triage. Selain

itu, proses triage meliputi pemeriksaan kondisi kegawat daruratan

pasien secara menyeluruh.

Tingkat Waktu Perawatan


Sangat mengancam hidup Langsung
Sedikit mengancam hidup 10 menit
Beresiko mengancam hidup 30 menit
Darurat 60 menit
Biasa 120 menit
Tabel 2.1.Skala Triage Australia (Kartikawati, 2013)

b. Skala Triage Kanada

Sekelompok dokter dan perawat di kanada mengembangkan

skala akuitas dan triage lima tingkat. Setiap tingkat triage mewakili

beberapa keluhan dari pasien. Pada triage tingkat 1, contoh kasusnya:

serangan jantung, trauma berat, gagal napas akut. Sementara itu, triage

tingkat 5, contohnya pasien terkilir, luka ringan.

Triage yang dilakukan oleh perawat harus berdasarkan ilmu dan

pengalaman tentang proses pemilihan pasien berdasarkan tingkat

kedaruratannya. Dalam melakukan proses triage, perawat mengambil

keputusan tentang: seberapa lama pasien dapat menunggu tindakan

sebelum perawat melakukan pengkajian secara komprehensif dan

seberapa lama pasien dapat menunggu untuk selanjutnya diperiksa

dokter yang akan merawatnya. Jawaban terhadap pertanyaan-

pertanyaan tersebut membantu menentukan tingkat kedaruratan pasien

di mana respons pasien pada setiap levelnya dapat berbeda-beda.

21
Tingkat Waktu untuk Perawat
Resusitasi Langsung
Gawat Darurat Langsung
Darurat <30 menit
Biasa <60 menit
Tidak Gawat <120 menit
Tabel 2.2. Skala Triage Kanada (Kartikawati, 2013)

C. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

1. Definisi

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan seseorang

tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek

negatif. Kedua aspek inilah yang akan menentukan sikap seseorang

terhadap suatu objek tertentu, semakin banyak aspek positif dari suatu

objek diketahui maka menimbulkan sikap makin positif terhadap suatu

objek tersebut (Notoatmodjo, 2013).

2. Tingkatan pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang mencakup

domain kognitif menurut Bloom dijelaskan dalam Notoatmodjo (2013)

mempunyai 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

22
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan terikat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh

sebab itu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum dan prinsip.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi

suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk

23
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluasi)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

3. Kriteria tingkat pengetahuan

Mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita

ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat

tersebut. Akhirnya dapat ditarik suatu pengertian bahwa yang dimaksud

dengan pengetahuan ialah apa yang telah diketahui dan mampu diingat

setiap orang setelah mengalami, menyaksikan, mengamati atau diajarkan

sejak ia lahir sampai dewasa khususnya setelah ia melalui pendidikan

formal dan non formal (Notoatmodjo, 2013).

Menurut Wawan dan Dewi (2011), pengetahuan seseorang dapat

diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,

yaitu:

a. Baik, hasil persentase 76%-100%

b. Cukup, hasil persentase 56%-75%

c. Kurang, hasil persentase < 56%

D. Tinjauan Umum Tentang Sikap

1. Pengertian

24
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan (senang- tidak senang, setuju- tidak setuju, baik- tidak

baik). Newcomb, salah seorang ahli psikolog sosial menyatakan bahwa

sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmojdo, 2014).

Menurut Fitriani (2011) sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Menurut Notoatmojdo (2014), Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat

atau penilaian orang terhadap hal- hal yang berkaitan dengan

pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurang- kurangnya empat

variabel, yaitu:

a. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit

dan tanda- tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara

penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menangani

sementara).

b. Sikap terhadap faktor- faktor yang terkait dan/ atau mempengaruhi

kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan

air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah,

perumahan sehat, dan polusi udara.

c. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional

maupun yang tradisional.

25
d. Sikap untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga,

maupun kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan di tempat- tempat

umum.

2. Komponen Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo, (2014) sikap terdiri

dari 3 komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.

Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran

seseorang terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya

bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang

tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak, artinya sikap adalah merupakan

komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap

adalah ancang- ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka

(tindakan).

3. Tingkatan Sikap

Notoatmodjo (2014), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni:

a. Menerima (receiving).

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau

menerima stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding)

26
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai

yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya

dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau

menganjurkan orang lain merespons.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung

jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah

mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus

berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan

atau adanya resiko lain.

4. Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Azwar (2010), faktor- faktor yang mempengaruhi pembentukan

sikap yaitu:

a. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut

membantu dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

27
Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformasi atau searah dengan orang lain yang dianggap penting.

c. Pengaruh kebudayaan

Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan,

dengan demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai pengaruh

besar terhadap pembentukan sikap orang tersebut.

d. Media massa

Media massa membawa pesan- pesan yang berisi sugesti yang

dapat mengarahkan opini seseorang, sehingga terbentuklah arah dan

sikap tertentu.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep

moral dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu

sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.

f. Pengaruh faktor emosional

Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh

emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

g. Pendidikan. Kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah

terpengaruh dalam bersikap.

28
h. Faktor sosial dan ekonomi. Keadaan sosial ekonomi akan

menimbulkan gaya hidup yang berbeda- beda.

i. Kesiapan fisik (status kesehatan). Pada umumnya fisik yang kuat

terdapat jiwa sehat.

j. Kesiapan psikologis/ jiwa

Interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara

individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik

yang mempengaruhi pola perilaku masing- masing individu sebagai

anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi

hubungan antara psikologis disekelilingnya.

5. Pengukuran sikap

Notoatmodjo (2014), pengukuran sikap dapat dilakukan secara

langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung

dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan tentang

stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga

dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan

menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-

pernyataan terhadap objek tertentu, dengan menggunakan skala Lickert.

Hasil pengukuran sikap dimasukkan kedalam kategori penilaian

sebagai berikut :

a. Baik: jika diperoleh skor 80-100 %

b. Cukup: jika diperoleh skor 65-79 %

c. Kurang baik: jika diperoleh skor < 65 % (Arikunto, 2010)

29
E. Landasan Teori

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek. Dengan pengetahuan yang dimiliki akan

membawa individu untuk berpikir. Dalam proses berpikir komponen keyakinan

dan emosi ikut bekerja sehingga individu mempunyai sikap terhadap suatu

objek. Sikap merupakan suatu kumpulan gejala dalam merespon stimulus

(pengetahuan). Apabila stimulus (pengetahuan) diterima berarti ada perhatian

(attention) dari individu terhadap stimulus tersebut. Selanjutnya individu akan

mengerti akan stimulus (comprehension) dan dilanjutkan ke proses selanjutnya

yaitu melibatkan pikiran, perasaan, dan perhatian sehingga terjadi kesediaan

untuk bertindak dan bersikap demi stimulus yang diterimanya (acceptance).

Pengetahuan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pendidikan, pekerjaan,

informasi, umur, lingkungan dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2012).

Maka dari itu pengetahuan seorang perawat sangat penting dalam

pengambilan sikap atau keputusan dalam sebuah tindakan asuhan keperawatan

dalam hal ini penerapan triage di ruang Instalasi Gawat Darurat yang sesuai

dengan standar di Rumah Sakit. Pengetahuan dan keterampilan petugas

kesehatan IGD sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan klinis agar

tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pemilahan saat triage sehingga dalam

penanganan pasien bisa lebih optimal dan terarah.

Triage mempunyai tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua

pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas

penanganannya. Triage memiliki fungsi penting di IGD terutama apabila

30
banyak pasien datang pada saat yang bersamaan. Hal ini bertujuan untuk

memastikan agar pasien ditangani berdasarkan urutan kegawatannya untuk

keperluan intervensi, untuk penempatan pasien kearea penilaian dan

penanganan yang tepat serta membantu untuk menggambarkan keragaman

kasus (Oman, 2008).

F. Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan pustakan dan kerangka teori di atas, maka peneliti

mengambaran dalam dalam bentuk kerangka pikir yang akan diteliti sebagai

berikut:

Pengetahuan
perawat Triage di IGD

Sikap perawat

Gambar 2.1 Kerangka pikir Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif. Penelitian deskriptif

bertujuan menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang terjadi

berdasarkan karakteristik tempat, waktu, umur, jenis kelamin, sosial,

31
ekonomi, pekerjaan, status perkawinan, cara hidup (pola hidup), dan lain-lain

(Hidayat, 2011). Sehingga dalam penelitian deskriptif, peneliti berusaha

menjelaskan dan mendapatkan gambaran tentang pengetahuan dan sikap

perawat tentang triage di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum

Anutapura Palu.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan Palu pada bulan Oktober 2017 di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau

ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang

sesuatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin,

pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan dan

penyakit (Notoatmodjo, 2010).

Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap

perawat tentang triage di IGD RSU Anutapura Palu

2. Definisi operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2010).

a. Pengetahuan perawat

32
Definisi : Segala sesuatu yang diketahui, dipahami dan

diaplikasikan oleh perawat tentang triage di

Instalasi Gawat Darurat

Cara Ukur : Pengisian Kuesioner

Alat Ukur : Lembar Kuesioner

Skala Ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 = kurang, jika hasil jawaban responden < 56%

1 = cukup, jika hasil jawaban responden 56%-75%

2 = baik, jika hasil jawaban responden 76%-100%

b. Sikap Perawat

Definisi : Respon atau tanggapan perawat tentang triage di

IGD.

Cara Ukur : Pengisian Kuesioner

Alat Ukur : lembar Kuesioner

Skala Ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 = Sikap kurang baik, jika jawaban benar < 55%

1 = Sikap cukup, jika jawaban benar 65-79%

2 = Sikap baik : jika jawaban benar 80-100%

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan yaitu:

33
a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari di IGD Rumah

Sakit Umum Anutapura Palu yang terpilih sebagai responden dengan

menggunakan alat penelitian berupa lembar kuesioner dan checklist.

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah

Sakit Umum Anutapura Palu dan dari Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Tengah.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

lembar kuesioner dan lembar checklist. Lembar kuesioner digunakan

untuk menggali pengetahuan dan sikap perawat tentang triage di Instalasi

Gawat Darurat. Untuk variabel pengetahuan perawat tentang triase

berjumlah 20 pertanyaan berjenis multiple choise (pilihan ganda), dan

hanya satu yang paling benar dari setiap pilihan jawaban, yang benar

diberi skor 2 dan yang salah diberi skor 1. Untuk variabel sikap perawat

berjumlah 15 nomor pernyataan negative dan positif dan menggunakan

skala Likert. Penilaian untuk pernyataan positif yaitu: Sangat Setuju: 4,

Setuju: 3, Tidak Setuju: 2, Sangat Tidak Setuju: 1. Sedangkan penilaian

pernyataan negatif yaitu: Sangat Tidak Setuju: 4, Tidak Setuju: 3, Setuju:

2, Sangat Setuju: 1. Untuk jumlah pernyataan sikap terdiri dari 15 nomor.

E. Pengolahan Data

34
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan komputer.

Adapun tahap-tahap pengolahan data menggunakan bantuan komputer

adalah:

1. Editing data

Dengan memeriksa data yang sudah terkumpul apakah ada

kesalahan atau kekurangan, melengkapi data yang diperoleh. Hal ini

dikerjakan dengan memeriksa tiap format pada waktu pengambilan data.

2. Coding data

Dilakukan dengan memberi kode nomor jawaban yang diisi oleh

responden dalam daftar pertanyaan. Pemberian kode dilakukan untuk

mempermudah penelitian dalam proses tabulating data kekomputer.

3. Tabulating data

Penyusunan data yang diperoleh berdasarkan variabel yang akan

diteliti dalam bentuk tabel.

4. Entry data

Data dalam bentuk kode dimasukan kedalam program atau

“software” komputer.

5. Cleaning data

Apabila semua data sudah selesai dimasukan, perlu dicek kembali

melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan

kodenya, ketidaklengkapan, dan sebagainya. Kemudian dilakukan

pembetulan atau koreksi.

6. Describing data

35
Menggambarkan dan menjelaskan data yang telah terkumpul dalam

bentuk hasil dan pembahasan (Hidayat, 2011).

F. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan pengukuran terhadap masing-masing

responden, lalu ditampilkan dalam tabel distribusi frekwensi, analisa

dilanjutkan dengan menggunakan teori pustaka yang ada. Tekhik analisa data

yang digunakan secara univariat untuk melihat bagaimana pengetahuan dan

sikap perawat tentang triage di IGD. Pada analisis univariat akan

menampilkan nilai rata-rata, minimal, maximal, standart deviasi, prosentase,

distribusifre kuensi, dan diagram pencar atau tebar dari semua data penelitian.

Rumus mencari distribusi frekuensi masing–masing dari variabel:

f
P= X 100 %
n

Keterangan :

P = Persentase

f = Frekuensi

n = Jumlah Sampel

G. Penyajian Data

Bentuk penyajian data yang akan penulis gunakan adalah dengan cara

penyajian dalam bentuk tabel dan narasi tentang segala sesuatu yang

berhubungan dengan penelitian.

36
H. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti tersebut (Notoatmodjo, 2010). Populasi yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah semua perawat pelaksana di IGD Rumah Sakit

Umum Anutapura Palu, dengan jumlah 30 orang.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan metode nonprobability sampling dengan menggunakan

metode purposive sampling yaitu tekhnik penentuan sampel dengan

pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Kriteria inklusi

a. Perawat bersedia menjadi responden

b. Perawat pelaksana di IGD RSU Anutapura Palu

Kriteria ekslusi

a. Perawat dalam keadaan sakit,

b. Perawat sedang izin dan cuti

37
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Pratik. (Edisi Revisi).


Rineka Cipta. Jakarta.

Azwar, S. 2010. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.


Yogyakarta.

38
Basoeki dkk. 2008, Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Anestesiologi &
Reanimasi. FK. Unair. Surabaya

Departemen Kesehatan RI. 2007. Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis


Kesehatan akibat Bencana yang mengacu kepada standar internasional.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2009, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129


Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit,.Depkes RI

Gurning 2014 Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap petugas kesehatan IGD
terhadap tindakan triage berdasarkan prioritas di IGD Rumah Sakit Eka
Hospital. Jurnal Vol 1, No 1 (publikasi). Diakses tanggal 2 September 2017

Fitriani, S. 2011. Promosi Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Hidayat, A.A.A. 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Salemba Medika. Jakarta.

Kemenkes RI. 2011. Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

KepmenKes RI nomor 856. (2009). Standar IGD Rumah Sakit. Menteri


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kartikawati D. 2013. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat.


Salemba Medika. Jakarta.
.
Krisanty, P., Dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Trans Info Media.
Jakarta

Musliha, 2010, Keperawatan Gawat Darurat, Nuha Medika, Yogyakarta.

Notoatmodjo., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo., 2013. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, S . 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Oman, K, Koziol, J, Scheetz. 2008. Panduan Belajar Emergency. EGC. Jakarta.

Panggabean P., Wartana K,I Subardin AB., Sirait, E,.Rasiman N.B,. Rahardjo E.,
Saiful. Pelima, R., Merleni, N.M,. Purwiningsih, S,. Susianawati E.D.,
Kolupe, V.M,. 2017. Pedoman Penulisan Proposal Skripsi. STIK-IJ. Palu

39
Pusponegoro, A.D. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah (bab 6 trauma dan Bencana).
Edisi 3. EGC. Jakarta.

Ritonga. (2007). Manajemen Unit Gawat Darurat Pada Penanganan Kasus


Kegawatdaruratan Obstetric, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Wawan, A. dan Dewi, H. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia, Nuha Medika. Yogyakarta.

40

Anda mungkin juga menyukai