Anda di halaman 1dari 40

PENDIDIKAN KESEHATAN

BERDASARKAN HASIL PENELITIAN (EVIDENCE BASE


PRACTICE) DAN (SATUAN ACARA PENYULUHAN) PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
Penyakit Jantung Koroner
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu: Ilma F, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun oleh: Kelompok 3


Anggota:
Alena Jasunda : C1AA17013
Hermawan : C1AA19039
Na’rulsyani Ravi K : C1AA19069
Nurhayati : C1AA19073
Rizky Apandi : C1AA19089
Suci Rhamadhania : C1AA19105

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SUKABUMI
2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT dengan rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan berjudul “Pendidikan
Kesehatan Berdasarkan Hasil Penelitian (Evidence Base Practice) Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Penyakit Jantung Koroner”
Shalawat serta salam penulis kirimkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Segala usaha telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini mungkin masih ditemukan kekurangan dan
kekhilafan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan
masukan guna perbaikan di masa yang akan datang.

Sukabumi, 23 April 2021

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

PENDIDIKAN KESEHATAN...........................................................................................1
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN SUKABUMI...............................................................................................1
2021.....................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................1
BAB I...................................................................................................................................2
PENDAHULUAN...............................................................................................................2
A. Latar Belakang.........................................................................................................2
B. Rumusan Masalah.................................................................................................4
C. Tujuan dan Manfaat.............................................................................................4
BAB II DESAIN MAKALAH............................................................................................5
A. Metode Penerapan EBP........................................................................................5
B. Strategi Pengumpulan Data..................................................................................5
C. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................5
A. Hasil-Hasil Penelitian Berdasarkan Evidence Base practice.............................4
2) Analisis Literatu......................................................................................................6
3) Lampiran Materi......................................................................................................7
satuan acara penyuluhan ..................................................................................................25
"PENYAKIT JANTUNG KORONER.............................................................................25
Materi penyuluhan ............................................................................................................31
BAB III..............................................................................................................................32
PENUTUP.........................................................................................................................32
A. KESIMPULAN ........................................................................................................32
B. SARAN......................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Praktik keperawatan sangat berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada seorang klien. Praktik keperawatan didasarkan pada komponen –
komponen penting yang ada sehingga saat melakukan praktik keperawatan akan
meminimalisir resiko yang mungkin saja terjadi. Praktik keperawatan tentunya
dilakukan oleh seorang perawat yang telah lulus bersekolah di perguruan tinggi yang
telah mendapatkan ilmu – ilmu keperawatan sebagai dasar atau pedoman di dalam
melakukan tindakan keperawatan. Kualitas pengobatan atau kesembuhan seorang
pasien bergantungkepada perawat karena memegang peranan penting terhadap kesem
buhan pasien. Perawat setiap hari akan bertemu langsung dengan pasien sehingga keti
ka terjadi hal  hal yang aneh atau masalah lainnya itu semua adalah tanggung jawab
seorang perawat. Oleh karena itu, perawat harus memberikan pelayananyang
bermutu, berkualitas, dan terbaik kepada pasien. Namun demikian, tidak seperti yang
kita bayangkan.
Evidence Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang dapat digunakan
dalam praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta.
Penggunaan evidence base dalam praktek akan menjadi dasar scientific dalam
pengambilan keputusan klinis sehingga intervensi yang diberikan dapat
dipertanggungjawabkan. Tujuan dari EBP adalah tiada lain dan tiada bukan adalah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan pelayanan yang
selalu mendahulukan keselamatan pasien dan pada akhirnya membantu untuk
menurunkan hospital costs.

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan kondisi yang terjadi akibat adanya
sumbatan pada pembuluh darah koroner (pembuluh yang berfungsi untuk memberi
suplai darah ke otot jantung). Akibatnya, suplai darah menuju otot jantung akan
berkurang atau yang paling parah, bisa berhenti. Jika sumbatan yang terjadi tidak
diatasi sesegera mungkin, maka akan semakin banyak otot jantung yang mengalami
kerusakan dan menyebabkan jantung tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Oleh karena itu, diperlukan penanganan cepat dan tepat.

2
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama di Negara
maju.Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya PJK.sehingga upaya pencegahan
harus bersifat multifaktorial juga. Penyakit arteri koronaria merupakan masalah
kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama kematian di
USA.Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka
kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk
mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Mengenal Faktor resiko PJK sangat
penting dalan usaha pencegahan PJK merupakan salah satu usaha yang cukup besar
peranannya dalam penanganan PJK untuk menurunkan resiko dan kematian akibat
PJK yaitu dengan caramengendalikan faktor resiko PJK. Faktor-faktor resikonya
besar, tetapi dapat diubah (modifiable risk factors) dalam perkembangan CAHD.
Faktor resiko PJK adalah: hipertensi, utama hiperlipoproteinemia,makanan, dan
merokok, dimana merupakan faktor yang dapat dikontrol dan bersifat reversible.
Faktor resiko lainnya adalah : umur, ras, jenis kelamin, keturunan (bersifat
Irreversibel), geografis, diet, obesitas, diabetes, exercise, perilaku dan kebiasaan
hidup lainnya, stress, perubahan sosial dan perubahan masa (bersifat reversibel).
Dengan mengatur, berhenti merokok dan perubahan hipertensi yang efektif, dapat
menurunkan resiko dan kematian akibat PJK.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul makalah ini maka rumusan masalahnya adalah mengenai
pendidikan kesehatan berdasarkan hasil penelitian EBP Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler Penyakit Jantung Koroner.
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan maklah ini untuk mengetahui dan menelaah hasil-hasil dari
penelitian terhadap pasien dengan Penyakit hipertensi berdasarkan Evidence Based
Practice (EBP), sehingga dapat menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa
keperawatan dalam menerapkan pendidikan kesehatan yang berdasarkan pada hasil-
hasil penelitian.
Manfaat makalah ini sebagai wawasan pengetahuan penulis dan pembaca
tentang system pernapasan manusia. Selain itu, sebagai bekal dalam memberikan
bahan ajar Ilmu Pengetahuan Alam kelak sebagai tenaga pendidik.
BAB II
DESAIN MAKALAH
A. Metode Penerapan EBP
Penerapan EBP ini menggunakan metode pre dan post tindakan. Untuk
melihat tingkat keberhasilan EBP ini, penulis mengobservasi hasil-hasil pada
jurnal penelitian terhadap pasien Penyakit Jantung hipertensi, dengan
membandingkan hasil sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
B. Strategi Pengumpulan Data

Dalam menyusun makalah ini penulis mengumpulkan jurnal penelitian


sebagai data acuan pelaksanaan pendidikan kesehatan, yang diakses melalui
media elektronik yaitu Goggle Scholar. Jurnal yang dicari berhubungan dengan
intervensi keperawatan pada pasien Penyakit hipertensi.
C. Diagnosa Keperawatan
Penyakit Jantung Koroner
A. Hasil-Hasil Penelitian Berdasarkan Evidence Base practice
Hipertensi
a. Summary Jurnal

No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi & Hasi Kesimpulan


l
Sample
1 STUDI Kurni Wardatul2014 Cross Sectional 36 Pasien Jenis vasodilator nitrat yangDigitalis dan diuretik masih dipakai sebagai
Random Sampling
PENGGUNAAN Fadhilah digunakan pada pasien jantung obat standar, namun akhir-akhir ini telah
VASODILATOR koroner selama penelitian yaitu banyak dipakai vasodilator dalam
NITRAT PADA nitrogliserin lepas lambat pada 2 tatalaksana gagal jantung, Cara kerja
PASIEN pasien (5,56%) dan ISDN pada 34 vasodilator adalah mempengaruhi preload
JANTUNG pasien (94,44%). Penggunaan dan afterload. Pengobatan gagal jantung
KORONER nitrogliserin lepas lambat atau pada anak dengan vasodilator telah banyak
ISDN bertujuan untuk dicoba dengan hasil memuaskan. Agar
menanggulangi maupun mencegah dapat dipilih obat yang tepat, perlu
serangan angina yang mungkin dipahami prinsip dasar fungsi jantung
terjadi karena adanya pemicu normal maupun abnormal, sifat spesifik
serangan seperti aktivitas yang masing-masing obat, dan keadaan klinis
berlebihan. Terapi vasodilator pasien. Untuk pemakaian jangka pendek,
nitrat terbanyak yang digunakan pada pasien dengan curah jantung yang
pada pasien PJK adalah ISDN rendah setelah operasi jantung, gagal
sublingual 5 mg (69,44%). ISDN jantung yang berat dan tidak terkontrol,
merupakan sediaan nitrat yang drug of choice adalah nitroprusid IV.

4
memiliki durasi kerja ISDN Untuk pemakaian jangka panjang pada
berkisar antara 1 sampai 2 jam pasien rawat jalan dapat diberikan
sedangkan durasi kerja hidralazin, prazosin, kaptopril, atau
nitrogliserin sublingual hanya enalapril. Kaptopril adalah vasodilator
berkisar antara 20-30 menit. yang paling banyak dipakai saat ini.
Karena alasan inilah ISDN Vasodilator sering dipakai bersama-sama
digunakan sebagai terapi (dikombinasikan) dengan diuretik dan atau
profilaksis PJK untuk mengatasi digoksin. Ada beberapa jenis vasodilator
angina. Rute sublingual dipilih baru seperti flosequinan dan calcium
untuk menghindari terjadinya FPE channel blockers baru seperti amlodifin
(first pass effect) yang dapat dan felodifin yang menimbulkan harapan
menyebabkan bioavaibilitasnya baru untuk pengobatan gagal jantung
hanya sekitar 29% dan protein
plasma kurang lebih 30% saat
ISDN diberikan melalui rute oral.
Adapun DRP yang ditemukan
adalah rute penggunaan yang
salah yaitu penggunaan secara oral
tablet sublingual, efek samping
seperti pusing dan sakit kepala
(19,45%), ketidakpatuhan pasien
yang berkaitan dengan
ketidaksesuaian dosis, dan
interaksi obat potensial. Kesulitan
dalam penelitian ini disebabkan
5
oleh beberapa faktor, antara lain
kurang lengkapnya data klinik,
data laboratorium, data
pengobatan dan kondisi pasien
pada rekam medis pasien, waktu
penelitian yang singkat serta sulit
dalam melakukan wawancara
terhadap pasien. Selain itu,
penulisan resep untuk pasien
terkadang masih berbeda dengan
penggunaannya, misalnya
penggunaan obat vasodilator nitrat
(ISDN) yang digunakan hanya
saat nyeri dada tidak tertulis
secara jelas di resep.

6
7
b. Kajian Literatur

Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh gagalnya
mekanisme kompensasi otot jantung dalam mengantisipasi peningkatan beban volume
ataupun beban tekanan yang berlebih yang sedang dihadapinya, sehingga tidak mampu
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.4-13
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh
ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu :

(1) preload (volume work) yang setara dengan isi diastolik akhir.

(2) after load, (pressure work) yaitu jumlah resistensi total, yang harus dilawan saat
ventrikel berkontraksi,

(3) kontraktilitas miokardium, yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk


menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun after
load serta,

(4) frekuensi denyut jantung.


Menurut tempat kerjanya vasodilator dikelompokkan sebagai vasodilator arteri
misalnya hidralazin, vasodilator vena misalnya nitrat atau kombinasi vasodilator arteri
dan vena misalnya nitroprusid, prazosin dan kaptopril.Klasifikasi yang lain
berdasarkan cara kerjanya. Vasodilator yang bekerja langsung pada pembuluh darah
dan tidak langsung yaitu melalui mekanisme neurohumoral atau reseptor
tertentu.Vasodilator yang bekerja langsung contohnya sodium nitroprusid, nitrat,
minoksidil dan hidralazin. Sedangkan contoh vasodilator tidak langsung adalah
penyekat alfaadrenergik (prazosin), antagonis kalsium (nifedifin) dan inhibitor ACE
misalnya kaptopril. Secara praktis, vasodilator dibedakan juga menurut jangka waktu
penggunaannya.Vasodilator parenteral, misalnya Na-nitroprusid atau nitrogliserin
digunakan dalam jangka pendek untuk gagal jantung kronik yang mengalami
eksaserbasi akut berat yang tak teratasi oleh digitalis dan diuretik, juga untuk gagal
jantung kiri akut yang disertai edem paru.Pemberian vasodilator oral jangka pendek
ditujukan untuk gagal jantung kronik. Dalam kelompok ini termasuk inhibitor ACE
dan vasodilator oral lainnya.Pemilihan vasodilator disesuaikan dengan keadaan
hemodinamik pasien gagal jantung dan tujuan utama pengobatan, apakah untuk
menurunkan beban awal (preload) ataupun beban akhir (afterload). Jika gejala
kongesti yang mencolok dengan tekanan pengisian yang tinggi dan gejala utama
dispne maka dipilih venodilator sedangkan pada keadaan curah jantung rendah yang

8
lebih dominan dan manifestasi klinik yang mencolok adalah fatigue maka dipilih
arteriodilator. Dalam praktek, seringkali digunakan obat kombinasi arterio dan
venodilator untuk mengurangi baik preload maupun afterload. Dampak vasodilatasi
yang terjadi berhubungan dengan dosis.Artinya jika dosis yang diberikan lebih tinggi,
maka efek vasodilatasi akan lebih besar.Evaluasi klinik yang cermat dan menyeluruh
sangat diperlukan dan merupakan metode yang praktis dalam memantau efikasi
vasodilator pada gagal jantung kongestif.Kontraindikasi vasodilator adalah gagal
jantung dengan kardiomiopati restriktif dan hipertropik.Sampai saat ini umumnya
vasodilator diberikan sebagai tambahan terhadap terapi standar.

 Kesimpulan Dan Analisa Intervensi


Beberapa jenis vasodilator yang sering dipakai pada gagal jantung
Nitrogliserin, Hidralazin, Nifedipin, Nitroprusid, Fentolamin Kaptropil, Enalapril,
Prazosin

9
No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi & Hasil
Sample
1 Pengaruh Pemberian Dwi Nur Aini, 2017 penelitian kuantitatif Sampel yang digunakan terdapat 7 responden yang tidak
Posisi Semi Fowler Arifianto, dan yang merupakan dalam mengalami perubahan setelah di
terhadap Respiratory Sapitri. quasi eksperimental, penelitian ini adalah lakukan posisi semi fowler, 2
Rate Tuberkulosis dengan menggunakan pasien TB Paru di responden masih mengalami
Paru di Ruang pendekatan One ruang Flamboyan RSUD pernafasan Bradipnea yang di akibatkan
Flamboyan RSUD Group Pretest-Post Dr.H. terdapat sumbatan pada
Soewondo Kendal test Soewondo Kendal saluran jalan nafas dan kelelahan
sebanyak 22. otot pernafasan dan 3 responden
masih mengalami pernafasan
Takhipnea yang di akibatkan tidak
adekuat O2, selain faktor diatas
faktor yang menyebabkan
responden masih mengalami sesak
saat pelaksanaan pemberian posisi
semi fowler pada responden, 7
responden tidak kooperatif dalam
pemberian, responden tidak
melakukan posisi semi fowler
degan benar, responden sering
mengubah posisi yang telah
diberikan oleh peneliti.
Berdasarkan data yang diperoleh
dari lembar observasi yang telah
diisi oleh responden, responden
sering mengalami kesulitan dalam
bernafas setelah di lakukan
pemberian terapi posisi semi fowler
terdapat perubahan dalam
respiratory rate. Pemberian posisi
semi fowler pada pasien TB Paru
telah dilakukan sebagai salah satu
cara untuk membantu mengurangi
sesak napas. Keefektifan dari
tindakan tersebut dapat dilihat dari
Respiratory Rates yang
menunjukkan angka normal yaitu
16-24x per menit pada usia dewasa.
Pelaksanaan asuhan keperawatan
dalam pemberian posisi semi fowler
itu sendiri dengan menggunakan
tempat tidur dan fasilitas bantal
yang cukup untuk menyangga
daerah punggung, sehingga dapat
memberi kenyamanan saat tidur
dan dapat mengurangi kondisi
sesak nafas. Penatalaksanaan
gangguan sistem pernafasan dapat
dilakukan pemasangan O2, serta
kolaborasi obat adapun pengobatan
non farmakologi pada penderita
dengan gangguan sistem pernafasan
tuberkulosi dapat menggunakan
latihan pernafasan perut, fisioterapi
dada serta posisi semi fowler
(Muttaqin 2008).
 Hasil dan kajian literatur

TB paru merupakan penyakit paru yang disebabkan bakteri Mycobacterium


tuberculosis yang mengakibatkan gangguan sistem pernafasan. Salah satu
gejalanya adalah sesak nafas, nyeri dada, dan peningkatan respiration rate,
sehingga muncul gangguan ketidakefektifan pola nafas. Tindakan sederhana untuk
mengatasi masalah ini dengan memberikan posisi semi fowler, tujuannya untuk
membantu memaksimalkan ekspansi paru sehingga terjadi perubahan respiration
rate dan pola nafas menjadi efektif. Metode penulisan ini dengan mencari beberapa
jurnal di Google Scholar, didapatkan hasil penelusuran dari 3 jurnal menurut
Suhadridjat dan Isnayati (2020), dan Aneci Boki Majampoh dkk (2013) bahwa
pemberian posisi semi fowler kemiringan 30-45° membantu pengembangan paru
dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma. Sedangkan menurut
Roihatul Zahroh dan Rivai Sigit Susanto (2017), posisi orthopnea lebih efektif
daripada semi fowler karena posisi duduk dengan badan dicondongkan ke depan
dianjurkan sebagai terapi intervensi untuk meringankan sesak nafas dan
meningkatkan fungsi paru, dengan hasil rata-rata penurunan sesak nafas 5
dibandingkan posisi semi fowler dengan rata-rata penurunan sesak nafas 4. Dapat
disimpulkan bahwa pemberian posisi semi fowler dan posisi orthopnea dapat
membantu menurunkan sesak nafas pada pasien TB paru namun posisi orthopnea
lebih dianjurkan untuk penurunan sesak nafas pada pasien TB paru.

 Kesimpulan dan analisa intervensi dari 3 jurnal


Berdasarkan 3 jurnal diatas, bahwa Semi Fowler berpengaruh pada pasien TB Paru
NoTotopik Peneliti Tatahun Metode Populasi & Hasil Kesimpulan
Sample
1. PELAKSANAAN Arief Bachtiar, 201 Mendapatkan 24 24 orang tindakan Di simpulkan pelaksanaan pemberian
PEMBERIAN Nurul Hidayah, 5 gambarantentang mengobservasi terapi oksigen pada
TERAPI OKSIGEN Amana Ajeng pemberian terapi setelah melakukan pasiengangguan sistem
PADA oksigen pada tindakan pemberian pernapasan yang dilakukan
PASIENGANGGUA pasiengangguan terapi oksigen. olehperawat diruang paru RSUD
N SISTEM system Menurut Bangil. Darihasil penelitian
PERNAFASAN pernapasan di teoriPooter and diketahui bahwa pelaksanaan
RSUD Perry (2005) pemberian terapi oksigen di ruang
Bangilpasuruan. pemberian oksigen paru dilakukan oleh per awat rata
tidakha nya -rata ber usia ±28 tahun.Menurut
memberikan efek WHO usia ini merupakan kategori
terapi tetapi jika suatu kemampuan untuk
penggunaannya memasukkan oksigen tambahan
tidak tepat dapat dari luar ke paru melalui saluran
menyebabakan efek pernafasan dengan menggunakan
seperti depresi alat sesuai dewasa awal.
ventilasi, keracunan
oksigen.Keadaan
yang trerjadi diatas
dapat
merusakstruktur
jaringan paru
seperti atelektasis
dankerusakan
surfaktan,
akibatnya proses
difusidiparu akan
terganggu bila kita
tidak sering
mengontrol saturasi
oksigen.
Seorang perawat
dikatakan terampil
apabila telah dapat
memberikan
pelayanan
keperawatan
dengan baik dan
benar. Baik
danbenarnya
pelaksanaan
pemberian terapi
oksigenini tentunya
dipengaruhi oleh
beberapa faktor
diantaranya yaitu
faktor usia dan
pendidikan.
Darihasil penelitian
diketahui bahwa
pelaksanaan
pemberian terapi
oksigen di ruang
paru dilakukan oleh
per awat rata-rata
ber usia ±28
tahun.Menurut
WHO usia ini
merupakan kategori
usia dewasa
awal.Suatu
kemampuan untuk
memasukkan
oksigen tambahan
dari luar ke paru
melalui saluran
pernafasan dengan
menggunakan alat
sesuai
2. PENGARUH Rika sepriani 201 penelitian ini menggunakan awal (pre-test), -nilai rata-rata volume
PEMBERIAN 7 tergolong teknik diperoleh volume oksigenmaksimum (VO2 maks)
MINUMAN penelitian purposive oksigen terendah awalyaitu 35,77
BEROKSIGEN eksperimental sampling, 26,2 dan tertinggi -nilai volume
TERHADAP semu. 20 orang sample 44,8. Dari analisis oksigenmaksimum(VO2 maks)
KEMAMPUAN data didapatkan memilikiperbedaan yang
VOLUME OKSIGEN nilai volume bermaknasecarastatistiksebelum
MAKSIMAL (VO2 oksigen maksimal (pretest) dan sesudah (posttest)
Maks) (VO2maks) rata- pemberianminumanberoksigen.
rata sebesar 35,77,
standar deviasi
5,14, Median 37.
Histogram Volume
Oksigen Maksimal
(VO2 maks) Pretest
Minuman
Beroksigen Setelah
diberikan minuman
beroksigen
didapatkan nilai
volume. oksigen
maksimal (VO2
maks) terendah
27,6dan tertinggi
50,4.
pengukuran VO2
maksimum pada
subjek penelitian
dilakukan sebelum
dan sesudah
diberikan minuman
beroksigen dengan
menggunakan tes
multi tahap atau
bleep test. Hasil
pengukuran VO2
maksimum
sebelum diberikan
minuman
beroksigenmemiliki
nilai rata-rata VO2
maks 35,77.
Seiring dengan
perkembangan
zaman, variasi
minuman sudah
lebih beragam
diantaranya
terdapat minuman
beroksigen yang
sering dikonsumsi
pada saat
melakukan
aktivitas fisik.
Oksigen dalam
minuman
beroksigen
dimasukan dalam
air melalui suatu
proses dengan
menggunakan
tekanan,
sepertihalnya
membuat minuman
berkarbonasi
(minuman bersoda)
yaitu dengan
memompakan CO2
ke dalam air.
Oksigen yang
diserap melalui
membran usus
halus dan usus
besar dapat
meningkatkan
imunitas dan
memperbaiki
sistem sirkulasi
dalam tubuh
seseorang
(Nikmawati, 2008).
3. MANAJEMEN Permadi 201 Kualitatif 3 informan informan 1 fungsi perencanaan perawat
TERAPI OKSIGEN NurPamungkas 5 mengungkapkan dalam pemberian terapi
OLEH PERAWAT DI , Anita bahwa indikasi
oksigen diwujudkan dalam
RUANG INSTALASI Istiningtyas, pemberian oksigen
bentuk penilaian kondisi
GAWAT DARURAT Ika Subekti ke pasien itu jika
RSUD Wulandar sesak nafas maka fisik pasien. 2.Fungsi
KARANGANYAR pengambilan pengorganisasian perawat
oksigen kurang dan dalam pemberian terapi
tidak bisa oksigen diwujudkan dalam
memenuhi
bentuk tujuan pemberian
kebutuhan maka
oksigen, indikasi pemberian
diberikan bantuan
dengan oksigen. oksigen, dan kontra indikasi
informan ke 2 pemberian oksigen.
mengatakan bahwa
indikasi pemberian
oksigen meliputi
penyakit sesak
terutama untuk
dypnea, sesak,
bronchitis, terus
PPOK. Hal ini
sangat senada
dengan yang
diungkapkan oleh
Potter & Perry
(2010) bahwa
indikasi pemberian
terapi oksigen
terutama dengan
nasal kanul efektif
diberikan pada
pasien dengan
gangguan
oksigenasi seperti
klien dengan
asthma, PPOK,
atau penyakit paru
yang lain.
informan ke 3
mengungkapkan
bahwa indikasi
pemberian oksigen
salah satunya untuk
pasien gangguan
jantung. Hal ini
sama dengan yang
diungkapkan oleh
Tarwoto &
Wartonah (2010)
bahwa terapi
oksigen efektif
diberikan pasien
yang mengalami
gangguan jantung.
Pasien dengan
gangguan jantung
curah jantung atau
cardiac output
menurun sehingga
volume darah
terpompa menurun
sehingga
hemoglobin yang
mengikat oksigen
juga
menurun,akibatnya
pasien sesak nafas
 Hasil dan kajian litelatur

Menurut teoriPooter and Perry (2005) pemberian oksigen tidakha nya member
ika n efek ter a pi teta pi jikapenggunaannya tidak tepat dapat
menyebabakanefek seperti depresi ventilasi, keracunan oksigen.Keadaan
yang trerjadi diatas dapat merusakstruktur jaringan paru seperti atelektasis
dankerusakan surfaktan, akibatnya proses difusidiparu akan terganggu bila
kita tidak seringmengontrol saturasi oksigen. penderitagangguan system
pernapasan harus terpenuhikebutuhan dasarnya dengan cara pemberian
terapioksigen. Pemberian terapi oksigen adalah suatukema mpua n untuk
mema sukka n oksigentambahan dari luar ke paru melalui
saluranpernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Depkes RI,
2005) tentunya carapemberiannya pun harus benar dan tepat

Pengukuran VO2 maksimum pada subjek penelitian dilakukan sebelum dan


sesudah diberikan minuman beroksigen dengan menggunakan tes multi
tahap atau bleep test. Hasil pengukuran VO2 maksimum sebelum diberikan
minuman beroksigen menunjukkan nilai rata-rata VO2 maks 35,77.
Oksigen (O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme. Oksigen diperlukan sel untuk mengubah glukosa menjadi
energi yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti
aktivitas fisik, penyerapan makanan, membangun kekebalan tubuh,
pemulihan kondisi tubuh, juga penghancuran beberapa racun sisa
metabolisme (Nikmawati, 2008)

Asuhan keperawatan gawat darurat yang berkaitan dengan terapi oksigen yang
masuk dalam pengkajian primer yaitu breathing(pernafasan). Pengkajian
pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Langkah yang harus dipertimbangkan
jika pernafasan pada pasien tidak memadai adalah: dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury
dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Satuan Acara Penyuluhan
“PENYAKIT JANTUNG KORONER”

Topik : JANTUNG KORONER PENYEBAB KEMATIAN


Sasaran : Masyarakat Desa Cilacap
Tempat : GOR Cilacap Jaya
Hari/Tanggal : Sabtu ,24 april 2021.
Waktu : 09.00-09.30 WIB (30 menit )

A、Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (Coronary Heart Disease, CDH) adalah istilah
umum yang dipakai untuk semua gangguan yang menyangkut obstruksi darah
melalui arteri koronaria. Selain istilah CDH, ada juga istilah penyakit jantung
aterosklerotik coroner (Coronary Etherocslerosis Heart Disease, CADH).

Istilah atherosclerosis berasal dari bahasa Yunani dati kata athere yang
berarti bubur atau lunak. Istilah ini menggambarkan penampilan kasar dari bahan
plak. Aterosklerosis adalah suatu proses panjang yang dimulai sejak usia anak-
anak, tetapi proses ini memerlukan waktu bertahun-tahun. (Mutaqin, 2011:132)
Aterosklerosis merupakan suatu proses di mana terdapat suatu penebalan
dan pengerasan suau arteri besar dan menengah, seperti koronaria, basilar, aorta,
dan arteri iliaka, lesi-lesi pada arteri menyumbat aliran darah ke jaringan dan
organ-organ utama yang dimanifestasikan sebagai penyakit arteri coroner,
miokard infark, aneurisma, dan cerebro vaskuler accident. (Ruhyanudin, 2007:46)
Istilah yang digunakan untuk penyakit ini beragam meliputi; penyakit
atherosclerosis jantung, penyakit jantung koroner, ischemic heart disease, dan
coronary artery disease „apapun namanya istilah-istilah tersebut merupakan
sinonim yang digunakan untuk menjelaskan proses penyakit

B、Tujuan Umum

Tujuan umum pelaksanaan kegiatan penyuluhan tentang JANTUNG KORONER


PENYEBAB KEMATIAN diharapkan peserta penyuluhan dapat mengerti tentang
BAHAYA PJK terhadap kesehatan.

C、Tujuan Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit tentang Hipertensi, diharapkan


Keluarga Tn,H dapat:
1. Mengetahui tentang apa itu PJK.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab PJK.
3. Mengetahui bagaimana cara pencegahan PJK.

D、Materi Penyuluhan

Terlampir

E、Metode Penyuluhan

1. Persentasi
2. Ceramah
3. Tanya Jawab

F、Media

1. Power Point
2. Leaflet

G、Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Tahap Petugas Kegiatan penyuluh Kegiatan peserta

1. 5 menit Pembukaan Moderator SSalam dan memperkenalkan - menyambut salam


diri melakukan kontrak dan mendengarkan
wakttu menjelaskan tujuan - menyetujui kontrak
dari penyuluhan waktu
menyebutkan materi Mendengarkan dan
penyuluhan yang akan mengikuti doa
diberikan doa pembukaan
2 20 Menit Isi Pemateri menjelaskan tentang apa itu M mendengarkan dan
PJK memperhatikan
menyebutkan dan Bertanyamendenga
menjelaskan makanan rkan dan
penyebab PJK memperhatikan
bertanya
3 5 Menit Penutup Moderator M Menyatakan kegiatan telah Mendegarkan
selesai - Menerima leaflet
Mengucapkan terimakasih - Mengikuti doa dan
kepada pengunjung dan membalas salam
membagikan brosur
Doa penutup
mengucapkan salam sebagai
penutup acara

H、Evaluasi

 Evaluasi Struktur
1. Peserta penyuluhan bersedia ikut serta dan terlibat dalam kegiatan
penyuluhan
2. Kegiatan penyuluhan yang di lakukan di GOR Parungseah Gede
berlangsung sesuai dengan waktu yang ditentukan
3. Penyelenggara dapat menyediakan media atau alat- alat yang perlukan
saat melakukan penyuluhan
 Evaluasi Proses
1. Peserta penyuluhan dapat memperhatikan dan mendengarkan materi
penyuluhan
2. Peserta dapat terlibat aktif saat berlangsungnya penyuluhan dengan
mengajukan pertanyaan
 Evaluasi Hasil
1. Peserta penyuluhan mampu menjelaskan kembali tentang apa itu PJK.
2. Peserta penyuluhan mampu menyebutkan dan menjelaskan kembali
tentang faktor penyebab PJK.
3. Peserta penyuluhan mampu menjelaskan kembali bagaimana
carapencegahab PJK.
BAB III
MATERI PENYULUHAN
A、Pengertian

Penyakit ini bisa disebabkan oleh endapan yang mengandung kolesterol (plak) di
arteri koroner dan peradangan. PJK adalah penyakit yang berbahaya karena bisa
menyebabkan serangan jantung yang bisa mengakibatkan kematian. Di Amerika
Serikat, penyakit jantung ini menjadi penyebab lebih dari 37.000 kematian setiap
tahun.

B. Faktor-faktor penyebab PJK.


1. Hiperlipoproteinemia

Faktor resiko utamanya adalah hiperlipidemia (peningkatan lipid serum) dalam


bentuk kolesterol lebih tinggi dari 200 mg/dl mempunyai resiko 4 kali lebih
besar dari individu dengan kadar kolesterol di bawah 200 mg/dl.
2. Makanan Makanan yang tinggi kalori, lemak, kolesterol, gula, dan garam
adalah factor resiko koronaris. Dianjurkan agar menghindari lemak jenuh
seperti lemak dari kelapa dan hewan. Lemak jenuh ganda dari jagung, biji
kapas, kedelai, bunga matahari, dapat dipakai sebagai pengganti lemak jenuh

C. Tanda Dan Gejala

1. Hipertensi

Hipertensi dapat mempercepat proses aterosklerosis apabila disertai dengan


hiperlipidemia. Meskipun hipertensi diastolik adalah kriteria utama untuk
menentukan tekanan darah tinggi dan lebih baik berhubungan dengan penyakit
kardiovaskuler, peningkatan baik tekanan sistolik dan diastolik berhubungan
dengan perkembangan penyakit jantung iskemik. Tekanan dengan 140mmHg
atau tekanan diastolik lebih besar dari atau sama dengan 90mmHg dianggap
sebagai faktor risiko yang signifikan untuk serangan jantung, terutama ketika
hadir dalam orang yang lebih muda.
2. Merokok

Nikotin dan karbonmonoksida dari rokok mempunyai efek yang jelek pada
pembuluh Merokok merupakan factor risiko utama yang menyebabkan
kematian dari CAHD. Merokok bisa mengurangi kadar kolesterol HDL dan
meningkatkan kolesterol LDL. Merokok menyebabkan bertambahnya kadar
karbonmonoksida di dalam darah sehingga meningkatkan resiko terjadinya
cedera pada lapidan dinding arteri. Merokok dapat mempersempit arteri yang
sebelumnya telah menyempit karena aterosklerosis, sehingga mengurangi
jumlah darah yang sampai ke jaringan.Merokok juga dapat meningkatkan
kecenderungan darah membentuk bekuan sehingga meningkatkan resiko
terjadinya penyakit arteri perifer, arteri koroner, stroke, dan penyumbatan
suatu arteri cangkokan setelah pembadahan.
3. Keturunan

Meski asosiasi ini tidak jelas, faktor genetik tampaknya bermain RLE dalam
pengembangan CAD. Rupanya sebuah toward hypertension kecenderungan,
hiperlipidemia, dan diabetes . Namun, tidak diketahui apakah kecenderungan
warisan atau hanya hasil dari pola gaya hidup yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Jika kemudian benar, faktor-faktor risiko utama dapat diubah positif
4. Obesitas

Penelitian telah menunjukkan bahwa dan asupan makanan meningkat


dikaitkan dengan peningkatan dalam LDL. Orang obesitas juga memiliki
kecenderungan intoleransi glukosa hypertensionand. Obesitas didefinisikan
sebagai indeks massa tubuh(BB / TB kuadrat) lebih besar dari 20% di atas
berat badan ideal.
5. Gaya hidup Meskipun dokumentasi yang tepat dari efek positif dari latihan
terhadap risiko CAD sulit, studi melakukan mendukung penurunan risiko
CAD di antara orang dikondisikan dengan baik seperti lari dan pelari
marathon. Tidak aktif berhubungan dengan penurunan HDL.
6. Diabetes Melitus

Terlepas dari faktor-faktor sebelumnya yang telah dipelajari dan sangat terlibat
dalam CAD. Glukosa intoleransi seperti yang dibuktikan dalam diabetes
mellitus telah diidentifikasi sebagai faktor cardiovascularrisk kuat, khususnya
di kalangan perempuan.
7. Usia dan jenis kelamin

CAD yang lebih menonjol dalam manusia yang lebih tua. Kematian dari CAD
dilaporkan lima kali sering untuk laki-laki sebagai perempuan di 35-sampai 40
tahun grup tua dan dua sampai tiga kali lebih sering pada mereka 60 tahun dan
lebih tua. Perbedaan-perbedaan ini telah dikaitkan dengan hormon seks
wanita, karena ini system kekebalan wanita menurun dengan cepat setelah
menopause. Estrogen kontrasepsi oral didasarkan telah terbukti berhubungan
dengan peningkatan risiko CAD dan MI akut pada wanita 45 tahun dan
khususnya muda, jika mereka juga merokok dan memiliki tekanan darah
tinggi. Ini hasil temuan dari studi yang telah menunjukkan kolesterol serum
tinggi dan tingkat trigliserida pada wanita menggunakan kontrasepsi
oral.Terjadinya CAD pada orang kurang dari 30 tahun biasanya berhubungan
dengan hiperlipidemia, hipertensi, dan merokok.
D. Cara pencegahan PJK

Cara pencegahan penyakit jantung adalah dengan mengubah pola hidup


dengan memperhatikan factor-faktor penyebab PJK, maka dapat kita sesuaikan
dengan kebiasaan hidup kita yang beresiko mengakibatkan menderita PJK.
Dengan memperhatikan makanan yang kita konsumsi dan kurangi merokok
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil-hasil penelitian tentang beberapa intervensi
diagnosa keperawatan pada pasien penyakit hipertensi berdasarkan pada evidence
based practice (EBP), didapatkan jurnal-jurnal yang mendukung intervensi
keperawatan pada pasien Penyakit Jantung Koroner
B. Saran

Setelah mambaca makalah ini kami mengharapkan semoga kita sebagai


calon tenaga kesehatan dapat memahami betul tentang, Pendidikan Kesehatan
Berdasarkan Hasil Penelitian (Evidence Base Practice) Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler Penyakit jantung coroner , sehingga dapat
menambah wawasan dan pengetahuan kita. Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurang dari makalah ini, maka kami harap pembaca dapat memberikan kritik
dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I, Penerbit
EGC, Jakarta.
Supriyono, M. 2008. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Penyakit Jantung
Koroner Pada Kelompok Usia ≤ 45 Tahun. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Yahya, A.F. 2010.Menaklukkan Pembunuh no.1 : Mencegah dan Mengatasi Penyakit Jantung
Koroner Secara Tepat. PT Mizan Pustaka, Bandung
Syukri, A.E., Panda,L., Rotty, L.W. 2011. Profil Penyakit Jantung Koroner di IRINA F Jantung
RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran UNSRAT,
Manado.

iii

Anda mungkin juga menyukai