BAB I
PENDAHULUAN
I. 4. Kegunaan
Melalui identifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP
Karya Pembangunan (KP) 10 Bandung., diharapkan dapat berguna bagi ;
I.4.1 Instansi Pendidikan (SLTP KP 10 Bandung)
1. Sebagai gambaran bagi instansi mengenai perilaku merokok yang terjadi pada siswa.
2. Sebagai bahan acuan untuk penegakan disiplin bagi siswa selanjutnya
3. Sebagai bahan pemikiran untuk evaluasi kebijakan yang telah diterapkan sekolah bagi para siswa.
4. Sebagai landasan untuk pelaksanaan program incidental/ program extra yang membahas mengenai
masalah yang berhubungan dengan perilaku remaja.
I.4.2 Petugas Kesehatan (Instansi Puskesmas)
Menjadi masukan penting bagi instansi puskesmas setempat sebagai bahan pokok untuk melakukan
penyuluhan tentang bahaya merokok sesuai dengan program UKS di SLTP Karya Pembangunan 10.
I.4.3 Peneliti dan Penelitian selanjutnya
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian atau data awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut
terhadap permasalahan perilaku merokok pada anak remaja SLTP.
1.5 Kerangka konsep
Subanada dalam Soetjiningsih 2004 mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor resiko timbulnya
perilaku merokok pada remaja, yakni :
1. Faktor psikologis/kepribadian yang terdiri dari faktor psikososial yang meliputi stress, rasa bosan,
rasa ingin tahu, ingin terlihat gagah, rendah diri dan perilaku yang menunjukan pemberontakan. Selain
itu perilaku merokok pada remaja diasosiasikan dengan gangguan psikiatrik seperti depresi dan
skizofrenia.
2. Faktor biologis, meliputi fungsi kognisi dimana para perokok menganggap bahwa merokok dapat
meningkatkan konsentrasi mereka. Faktor etnik, dimana remaja yang berasal dari keturunan ras kulit
putih di Amerika akan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi seorang perokok
dibandingkan dengan keturunan lain. Selanjutnya faktor genetik, yang menyatakan bahwa dalam suatu
penelitian, seorang perokok mempunyai gen yang akan diturunkan yang dapat mempengaruhi
munculnya perilaku merokok pada generasi selanjutnya. Adapun yang terakhir adalah faktor jenis
kelamin, dimana pada saat ini perilaku merokok tidak hanya muncul pada kaum pria tetapi juga pada
wanita.
3. Faktor lingkungan yang meliputi perilaku merokok orangtua, saudara kandung, teman sebaya dan
reklame atau iklan rokok yang menampilkan sang idola remaja sebagai role model mereka.
4. Faktor regulatori yakni adanya pajak atau bea cukai yang tinggi terhadap rokok dengan maksud
untuk menurunkan daya beli masyarakat terhadap rokok. Selain itu, yang temasuk kedalam faktor ini
adalah adanya pembatasan fasilitas untuk merokok dengan diberlakukan kawasan bebas asap rokok.
Hasil konsensus FKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) tahun 2000 tentang opiat, masalah
media dan penatalaksanaannya menyatakan, terdapat dua hal yang menjadi faktor pendukung bagi
seseorang untuk menggunakan zat aditif termasuk rokok yaitu faktor psikologis dan lingkungan
(Oktariani, 2006). Erikson (Helmi & Komalasari 2006) mengungkapkan bahwa munculnya perilaku
merokok pada remaja dikarenakan adanya krisis aspek psikososial yang dialami dalam masa proses
mencari jati diri. Ketidaksesuaian antara perkembangan fisik, psikis dan sosial menyebabkan remaja
berada dalam kondisi dibawah tekanan atau stress. Merokok menjadi alternatif yang mereka pilih
karena mereka menganggap merokok dapat mengurangi ketegangan dan membantu relaksasi terhadap
stress.
Aktivitas merokok disaat stress menjadi upaya kompensatoris dari kecemasan yang dialihkan, yang pada
akhirnya merokok menjadi aktivitas yang dapat memberikan kepuasan psikologis dan bukan semata-
mata untuk mewujudkan simbolisasi kejantanan atau kedewasaan (A.F Muchtar 2005).
Atkinson 1991 dalam bukunya psikologi perkembangan mengungkapkan bahwa, dalam kondisi stress
remaja cenderung mengulang perilakunya. Semakin sering remaja berada dalam kondisi stress semakin
mungkin merokok mereka lakukan yang akhirnya berdampak pada ketergantungan.
Stress itu sendiri merupakan respon individu dimana terjadi ketidaksesuaian antara harapan dan
pencapaian yang ditampilkan melalui perasaan secara emosional. Banyak hal yang dapat menyebabkan
stress, terlambat dalam perjalanan, kecemasan akan kondisi diri dan keluarga, ataupun tugas yang
sudah ditunggu pada batas waktu akhir. Ketidakmampuan mengatasi hal tersebut dengan baik akan
direfleksikan melalui perasaan emosional seperti marah, tegang, cemas bahkan agresi. Padahal Earle
mengungkapkan bahwa stress ini merupakan pergerakan energi “mobilized energy” yang diperlukan
agar seseorang dapat berfikir lebih baik, sehingga dari ketidaksesuaian yang ada, seseorang dapat
menganalisa masalah dan memperbaikinya (Groenewald 2006).
Sedangkan berhubungan dengan faktor lingkungan, perilaku merokok muncul disebabkan karena
lingkungan merupakan faktor yang pertama kali mengenalkan mereka pada perilaku merokok. Aktivitas
merokok yang ada di lingkungan menstimulasi remaja untuk mencoba hal yang sama agar dapat
diterima sebagai anggota kelompok dari lingkungan tersebut. Dengan lingkungan yang baik, remaja
akan menjadi tampak berkembang baik. Sebaliknya, lingkungan yang tidak baik dapat menjerumuskan
remaja kedalam perilaku yang tidak baik pula. Orangtua, saudara kandung dan teman sebaya
merupakan faktor lingkungan yang menjadi agen sosialisasi perilaku merokok pada remaja. Orangtua
yang merokok akan berpengaruh besar terhadap penularan perilaku merokok pada anaknya (A.F
Muchtar 2005).
Pola interaksi remaja yang lebih banyak dihabiskan dengan teman sebaya juga akan berpengaruh
terhadap pembentukan perilaku remaja. Fenomena yang ada adalah sebagian besar dari anggota
kelompok remaja memiliki kebiasaan merokok. Fakta yang diperoleh diantara remaja perokok dan
nonperokok, 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang merokok. Semakin
banyak remaja merokok, semakin besar kemungkinan teman-temannya merokok pula. Faktor
lingkungan lain yang tidak dapat dipisahkan adalah pengaruh iklan. Iklan rokok yang menampilkan
gambaran bahwa merokok merupakan lambang kejantanan dan glamour, memicu remaja untuk
mengikuti perilaku tersebut, terlebih apabila iklan tersebut menampilkan sosok idola sang remaja
(Basyir 2005).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dalam penelitian ini penulis mencoba memfokuskan penelitian
mengenai faktor stress, dukungan keluarga, dukungan teman sebaya dan dukungan iklan yang akan
dihubungkan dengan perilaku remaja terhadap rokok.
1.6 Hipotesa
Hipotesa adalah jawaban sementara atau dalil sementara dari suatu penelitian yang kebenarannya akan
dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 72, 2002). Adapun hipotesa dalam penelitian ini
adalah :
a. Hipotesa 1
H0 : Tidak terdapat hubungan antara stress dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP KP 10
Bandung.
H1 : Terdapat hubungan yang bermakna antara stress dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP
KP 10 Bandung.
b. Hipotesa 2 :
H0 : Tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku remaja terhadap rokok di
SLTP di SLTP KP 10 Bandung.
H1 : Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan perilaku remaja terhadap
rokok di SLTP KP 10 Bandung.
c. Hipotesa 3 :
H0 : Tidak terdapat hubungan antara dukungan teman dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP
KP 10 Bandung.
H1 : Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan teman dengan perilaku remaja terhadap
rokok di SLTP KP 10 Bandung.
d. Hipotesa 4 :
H0 : Tidak terdapat hubungan antara dukungan iklan rokok dengan perilaku remaja terhadap rokok di
SLTP KP 10 Bandung.
H1 : Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan iklan rokok dengan perilaku remaja terhadap
rokok di SLTP KP 10 Bandung.
1.7 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
1. Stress
Stress merupakan respon individu dimana terjadi ketidaksesuaian anatara harapan dan pencapaian yang
ditampilkan melalui perasaan secara emosional (Groenewald 2006). Tingkat stress menurut gronewald
dibagi menjadi : stress ringan, stress sedang dan stress berat.
Stress dalam penelitian ini suatu kondisi dimana remaja berada dalam tekanan, suasana hati yang tidak
menyenangkan, atau menggalami gangguan proses berfikir/mengambil keputusan.
Instrument baku dari Groenewald
ang telah di alih-bahasakan kedalam bahasa Indonesia.
Ordinal
· Stress ringan
· Stress sedang
· Stress berat
2. Dukungan
Keluarga
Pada lingkungan keluarga menurut A.F Muchtar, remaja cenderung merokok apabila orangtua
(terutama ayah) atau kakak kandung merokok atau bersikap tidak melarang.
3. Dukungan
Teman
Remaja untuk dapat diterima menjadi anggota kelompok sebaya harus dapat menjalankan peran dan
tingkah laku sesuai dengan harapan dan tuntutan kelompok, dimana mayoritas anggota kelompok
memiliki kebiasaan merokok. Maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan perasaan
mereka sendiri akibatnya (Hurlock 1993).
Dukungan keluarga dalam penelitian ini adalah ada tidaknya anggota keluarga yang merokok. Serta ada
tidaknya larangan.
Dukungan teman dalam penelitian ini adalah dorongan atau stimulus yang diberikan oleh anggota
kelompok sepermainan kepada siswa untuk melakukan kegiatan merokok.
4.Dukungan
Iklan
Berita atau promosi baik di media cetak maupun elektronik yang bertujuan mempengaruhi masa
(remaja) untuk membeli atau mengikuti berita tersebut. Melihat iklan di media massa dan elektronik
yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat
remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut, terlebih jika
jika iklan tersebut dibawakan oleh para model populer (artis) yang akan menarik remaja untuk menjadi
seperti idolanya (Basyir, 2005).
Dukungan iklan dalam penelitian ini adalah ada tidaknya pengaruh iklan dan pengidolaan artis dalam
iklan rokok yang mendorong remaja untuk mengikuti gaya sang idola.
5. Perilaku
Remaja
terhadap
Rokok
Medical Research Council on Respiratory Symptoms 1986, membagi perilaku remaja terhadap rokok
menjadi 2 kriteria yakni : Seseorang dikatakan sebagai perokok adalah mereka yang merokok sedikitnya
1 batang perhari sekurang-kurangnya selama 1 tahun. Sedangkan bukan perokok merupakan orang yang
tidak pernah merokok paling banyak 1 batang perhari selama 1 tahun (Kurniawati, 2003). /hari).
Perilaku remaja terhadap rokok dalam penelitian ini dikategorikan menjadi remaja perokok (merokok ≥
1 batang / hari), dan remaja bukan perokok (remaja yang tidak pernah merokok/ merokok < 1 batang /
hari)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rokok bukan lagi menjadi barang aneh untuk saat ini, ketika disebut kata “rokok”, yang terbayang
adalah sebuah komoditi terlaris yang paling gampang di undang untuk menjadi sponsor pada berbagai
event olahraga ataupun pertunjunkan besar. Sampai saat ini jarang sekali toko atau warung yang tidak
menjual rokok, bahkan dalam setiap toko grosir makanan rokok bisa mengisi 40–50 % barang yang laris
terjual setiap harinya. Melihat fenomena ini sepertinya rokok telah menjelma menjadi kebutuhan
pokok layaknya sembako. Seandainya rokok itu sarat manfaat, mengandung unsur gizi yang dibutuhkan
tubuh, tentunya tidak masalah. Tetapi rokok sudah diakui sebagai komoditi yang berbahaya bagi
kesehatan (Basyir 2005).
Berbagai fakta mengungkapkan semakin banyak remaja merokok, maka akan semakin besar
kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga. Fakta tersebut menyatakan 2 kemungkinan, yakni
remaja yang terpengaruh oleh teman-temannya, atau teman-teman remaja tersebut dipengaruhi
olehnya. Diantara remaja baik perokok maupun yang tidak merokok, 87 % memiliki satu atau lebih
sahabat yang merokok (Basyir, 2005).
Kurniawati (2003) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa lingkungan teman sebaya memberikan
sumbangan efektif sebesar 93,8% terhadap munculnya perilaku merokok pada remaja. Dalam
penelitiannya dikatakan bahwa semakin banyak dukungan teman untuk merokok dapat mendorong
seseorang untuk semakin menjadi perokok.
2.3.4 Dukungan Iklan
Untuk menjaring konsumen yang lebih banyak, para produsen rokok mempunyai cara yang handal.
Berbagai iklan baik dalam bentuk reklame, poster maupun iklan dalam media elektronik ditampilkan
dengan maksud untuk merangsang para konsumen mencoba produk yang mereka iklankan.
Berbagai istilah seperti low, light, mild pun digunakan produsen sehingga seolah-olah rokok itu aman
dan jumlah kandungan zatnya lebih rendah. Akibatnya, para perokok merasa boleh merokok bahkan
kemungkinan akan mengkonsumsi lebih banyak karena mereka menganggap rokok yang dikonsumsinya
hanya mengandung sedikit zat. Padahal sebuah studi dalam Journal of The National Cancer Institute
menyebutkan bahwa kandungan zat dalam rokok tersebut tidak berkurang sedikitpun. Bahkan jumlah
tar dan nikotin yang dihisap dalam rokok tersebut ternyata 8 kali lebih tinggi daripada yang diiklankan
(Basyir 2005).
Gambaran bahwa perokok merupakan lambang kejantanan dan glamour dengan diperankan oleh sosok
idola remaja, menarik remaja untuk menjadi seperti idolanya dan diharapkan dapat mempengaruhi
persepsi remaja tentang rokok (Kompas 2001). Bahkan Subanada (Soetjiningsih, 2004) memperkuat
pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa reklame atau iklan tembakau diperkirakan mempunyai
pengaruh lebih kuat daripada pengaruh orangtua dan teman.
Selain berperan terhadap perubahan persepsi, iklan menjadi media penting bagi remaja dalam
memperolah informasi seputar rokok. Syahrir (2004) dalam penelitiannya menegaskan bahwa sekitar
52,6% remaja mendapatkan informasi tentang rokok dari iklan terutama iklan di media elektronik..
syahrir gi adap perubahan persepsi, iklan menjadi media remaja dalam memperolah informasi tentang
rokok yang kurang komitmen t
2.4. Peran Perawat
Berdasarkan hasil konsesus keperawatan tahun 1983 dalam gafar (2000).
“Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-
sosio-spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik sakit
maupun sehat yang mencakup seluruh siklus manusia. Keperawatan berupa bantuan yang diberikan
karena adanya kelemahan fisik dan atau mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan
melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Bantuan yang diberikan ditujukan kepada
penyediaan pelayanan kesehatan utama (primary health care) dalam upaya mengadakan perbaikan
pelayanan kesehatan sehingga memungkinkan setiap orang mencapai kemampuan hidup sehat dan
produktif“.
Dari definisi tersebut, dapat dilihat bahwa perawat memiliki peran yang sangat luas dalam
menjalankan prakteknya. Dalam hal perilaku merokok, peran perawat berkaitan dengan upaya
pencegahan perilaku merokok yang sedang bergulir dewasa ini. Program pencegahan tersebut
didasarkan pada pendekatan psikososial yaitu; 1). Pendekatan pengaruh sosial dan 2). Pendekatan
melatih cara menghadapi kehidupan.. Pendekatan pengaruh sosial didasarkan pada asumsi bahwa
model tersebut adalah faktor utama dalam memulai perilaku merokok dan bahwa anak-anak dan
remaja perlu diajarkan cara menahan tekanan sosial terhadap merokok.program yang didasarkan pada
pendekatan ini memfokuskan pada; a). Membantu individu menjadi waspada terhadap pengaruh social
yang mepromosikan penggunaan tembakau, dan b). Mengajarkan tehnik khusus agar tahan terhadap
pengaruh tersebut seperi peran bermain, perilaku latihan dan peer leader. Sedangkan pedekatan
melatih cara menghadapi kehidupan didasarkan pada asumsi bahwa yang menyebabkan merokok dan
penggunaan zat-zat tertentu adalah kurangnya intelegensi personal dan sosial. Beberapa deficit
personal yang bisa membuat seseorang menjadi peka terhadap penggunaan zat-zat tertentu adalah rasa
rendah diri, kurang komunikasi dan sosialisasi, kurangnya motivasi untuk berprestasi dan kurangnya
strategi untuk menghadapi stress. Program berdasarkan pedekatan ini memberikan pelatihan pada
bidang; peningkatan rasa percaya diri, ketegasan, cara bekomunikasi, interaksi sosial, santai dalam
menghadapi stress, pemecahan masalah dan membuat keputusan. Dengan bertumpu pada program
tersebut perawat dapat menjalankan peran dan fungsinya baik sebagai health educator, provider,
conselor dan fungsi lainnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas didapatkan sample untuk tiap angkatan sebanyak :
Sample kelas I : 75 orang
Sample kelas II : 79 orang
Sample kelas III : 66 orang
Setelah didapatkan jumlah sample masing-masing angkatan, pengambilan sample dilakukan secara acak
(random) melalui sistem pengundian.
3.4 Tehnik Pengumpulan Data
3.4.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data
(Arikunto, 2005). Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kuisioner.
Langkah awal dalam proses pengumpulan data adalah menentukan responden atau subjek yang akan
diteliti. Berdasarkan tehnik sampling yang digunakan, subjek penelitian diambil dengan cara acak
(random), yakni dengan mengundi responden berdasarkan data absensi siswa yang dikeluarkan instansi
sekolah (SMP Karya Pembangunan). Setelah di undi dan diperoleh data siswa sesuai dengan jumlah
sampel yang diperlukan tiap angkatan, siswa yang telah terpilih tersebut dikumpulkan dalam suatu
tempat terpisah untuk kemudian menjadi responden dalam penelitian.
3.4.2 Instrumen penelitian
Instrument penelitian, merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam
kegiatannya mengumpulkan data (Arikunto, 2005). Untuk variable stress instrument pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan instrument berbentuk skala, yakni sebuah pengumpul data yang
berbentuk seperti daftar cocok dengan alternative jawaban yang disediakan merupakan sesuatu yang
berjenjang. Pengkajian stress dilakukan dengan membuat pertanyaan dengan jawaban berbentuk
gradasi dari satu jenis kualitas (tingkat kualitas keseringan), dari mulai selalu, sering, jarang dan tidak
pernah. Instrument untuk mengkaji variable stress yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan
instrument baku yang dikembangkan oleh Andrea Groenwald, yang telah di alih bahasakan kedalam
bahasa Indonesia.
Sedangkan untuk variabel dukungan keluarga, dukungan teman dukungan iklan dan perilaku remaja
terhadap rokok, instrument yang digunakan adalah angket tertutup dalam bentuk checklist, yakni
angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda
centang / checklist (√) pada kolom jawaban yang sesuai (Arikunto 2005).
3.5 Rancangan Analisis Hasil Data Penelitian
Analisa data dilakukan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan serta untuk menguji secara statistik kebenaran dari hipotesis yang telah ditetapkan.
Adapun untuk melakukan analisis data diperlukan suatu proses yang terdiri dari beberapa tahap antara
lain :
1. Pengkodean Data (data coding)
Pengkodean dapat merupakan suatu penyusunan data mentah (yang ada dalam kuisioner) kedalam
bentuk yang mudah dibaca oleh komputer.
2. Pemindahan Data ke Komputer (data entering)
Data entering adalah memindahkan data yang telah diubah menjadi kode kedalam mesin pengolah
data. Caranya adalah dengan membuat coding sheet (lembar kode), direct entry ataupun optical scan
sheet.
3. Pembersihan Data (data cleaning)
Data cleaning adalah memastikan bahwa data yang telah masuk sesuai dengan yang sebenarnya.
Prosesnya dilakukan dengan cara possible code cleaning (melakukan perbaikan kesalahan pada kode
yang tidak jelas/ tidak munghkin ada akibat salah memasukan kode, contingency cleaning dan
modifikasi (melakukan pengkodean kembali / recode data yang asli.
4. Penyajian Data (data output)
Data output merupakan data hasil pengolahan, yang disajikan baik dalam bentuk numeric maupun
grafik.
5. Penganalisisan Data (data analyzing)
Langkah selanjutnya adalah analisis data, yakni proses pengolahan data untuk melihat bagaimana
menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil
pengolahan data. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
3.5.1 Analisa Univariat
Untuk variable stress, pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala likert, yakni dengan
menganalisa seberapa sering remaja mengalami situasi / gejala yang menunjukan stress, dengan point
penilaian (3) selalu (2) sering (1) kadang-kadang (0) tidak pernah. Kemudian setelah ditabulasikan,
hasil dikategorikan berdasarkan kategori stress menurut Groenewald (2006) menjadi :
Skor antara 0 – 20 : stress ringan
Skor antara 20 – 40 : stress sedang
Skor antara 40 – 60 : stress berat
Sedangkan angket yang digunakan untuk mengukur tentang dukungan keluarga, dukungan teman dan
dukungan iklan setiap jawaban Ya diberi nilai 1 (satu), dan jawaban Tidak diberi nilai 0 (nol). Tiap
responden akan memperoleh nilai sesuai pedoman penilaian tersebut.
Analisa data untuk variable dukungan keluarga, dukungan teman dan iklan, dimana hasil ukur
dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ada dan tidak ada, dilakukan dengan menggunakan rumus T skor
median. Adapun rumus tersebut adalah sebagai berikut :
Keterangan :
X = Skor responden pada varibel yang hendak diubah menjadi skor T
X = Mean skor kelompok
S = Deviasi standar skor kelompok
Kemudian hasil perhitungan di tafsirkan dengan kriteria :
Apabila : T ³ 50 skor T = ada dukungan
T < 50 skor T = tidak ada dukungan
3.5.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variable yaitu variabel independent dan
dependen. Sesuai dengan tujuan penelitian maka analisa bivariat ini meliputi hubungan antara stress
pada remaja, dukungan keluarga, dukungan teman dan dukungan iklan dengan perilaku remaja
terhadap rokok di SLTP Karya Pembangunan (KP) 10 Bandung. Dalam hal ini analisa data masing-masing
variabel menggunakan uji chi square, adapun rumus uji ini adalah :
Keterangan : X Chi Square
f = Frekuensi Observasi
f = Frekuensi Harapan
Kemudian hasil X2 hitungan dibandingkan dengan X2 tabel dengan tarap signifikan 5 % dan dk = 1 dan 2
(X2 tabel = 3,481 dan 5,591). Bila hasil X2 hitungan lebih besar dari X2 tabel berarti didapatkan
hubungan signifikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa H1 diterima (berarti ada hubungan antara stress
pada remaja, dukungan keluarga, dukungan teman dan iklan dengan perilaku merokok pada siswa).
Selain itu bisa juga dengan menggunakan cara probabilistic, yakni dengan menggunakan SPSS for
windows 13,0 dapat dihitung nilai P (P value), dengan taraf kesalahan 5% (α = 0.05). Jika P value < dari
0,05, maka dapat dinyatakan bahwa H1 diterima yang berarti terdapat hubungan antara variable
dependen dan variable independent.
Selanjutnya untuk mengetahui derajat hubungan antara variable stress pada remaja, dukungan
keluarga, dukungan teman dan dukungan iklan dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP Karya
Pembangunan (KP) 10 Bandung, digunakan analisa contingensi coefficient (nilai C), bila nilai C
mendekati nilai C maksimal maka keeratan hubungan bersifat erat. Adapun rumus contingensy
coefficient adalah :
C=
Keterangan :
C = Koefisien kontingensi
X2 = Harga dari kontingensi yang diperoleh
N = Jumlah sampel
Interpretasi makin dekat harga C kepada C maksimal, maka makin besar derajat kontribusi antara
variable. Dengan kata lain, variable yang satu makin berkaitan dengan variable yang lain. Sugiyono
2005 mengkategorikan tingkat hubungan atau keeratan antara kedua variabel sebagai berikut :
Tabel : Pengkategorian Tingkat Hubungan
Korelasi
Kriteria
0,00 – 0,199
0,20 - 0,399
0,40 - 0,599
0,60 - 0,799
0,80 - 1,000
Hubungan sangat tidak erat / bisa diabaikan
Hubungan tidak erat
Hubungan sedang
Hubungan erat
Hubungan sangat erat
Adapun untuk instrumen yang digunakan untuk mengukur variable dukungan keluarga, teman, dan
dukungan iklan, tehnik uji validitas empiris yang digunakan adalah tehnik koefisien “Korelasi Point
Biserial”, karena tipe jawaban setiap item pertanyaan berupa 2 alternatif jawaban (dikotomis yang
diberi nilai 1 & 0) dengan skala nominal (Arikunto, 2005).
Masrun (Sugiyono 2005) mengungkapkan bahwa item pertanyaan yang dikatakan valid jika r minimum =
0,30. semakin positif dan semakin besar nilai r, maka item tersebut dikatakan semakin valid.
Dalam penelitian ini, uji coba instrumen dilakukan sebanyak 2 kali. Pertama, uji coba dilakukan di SMP
Karya Pembangunan 10 dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Adapun hasil perhitungan
terlampir. Untuk instrumen yang kedua, dilakukan karena hasil uji coba instrumen yang pertama
menunjukan bahwa instrumen yang di buat belum layak untuk dijadikan alat penelitian. Untuk itu
dilakukan revisi atau perbaikan terhadap instrumen yang tidak valid, dan kemudian instrumen tersebut
di uji coba-kan kembali di tempat yang berbeda yakni di SMP Gunadharma, dengan jumlah responden
sebanyak 20 orang. Adapun data hasil uji coba instrumen terlampir.
Sedangkan untuk instrumen dukungan keluarga, dukungan teman sebaya, dan dukungan iklan, dimana
tipe jawaban berbentuk dikotomis dengan skor item jawaban Ya bernilai (1) dan skor item jawaban
Tidak bernilai (0). Tehnik uji reliabilitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus
koefisien ”Reliabilitas Kuder dan Ricarhdson” (K-R 20) (Arikunto 2005).
Kriteria reliabilitasnya adalah jika KR-20 ³ 0,70 maka dimensi kuesioner reliabel (konsisten) dan jika
KR-20 < 0,70 maka dimensi kuesioner tidak reliabel.
Hasil uji reliabilitas untuk instrumen stres diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,820 untuk uji
coba pertama dan 0,868 untuk uji coba yang kedua. Untuk instrumen dukungan keluarga menunjukkan
koefisien korelasi sebesar 0,708, sedangkan untuk instrumen dukungan teman menunjukan koefisien
korelasi sebesar 0,837, dan untuk instrumen dukungan iklan menunjukkan koefisien korelasi sebesar
0,714. Dengan demikian, maka instrumen penelitian ini dikatakan reliabel (hasil lengkap dapat dilihat
pada lampiran).
3.7 Langkah-Langkah Penelitian
3.7.1 Tahap Persiapan
Proses yang dilalui dalam tahap ini adalah mengadakan studi pendahuluan, studi kepustakaan, memilih
topik penelitian, penentuan lahan, penyusunan proposal penelitian, seminar proposal, ujicoba dan
perbaikan instrumen.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian untuk mengetahui hubungan antara tingkat stress pada remaja, dukungan keluarga,
dukungan teman, dan dukungan Iklan dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP Karya
pembangunan (KP) 10 Bandung yang dilaksanaka pada bulan Agustus 2006, dengan jumlah responden
sebanyak 220 responden yang terbagi menjadi : sebanyak 75 responden kelas satu, 79 responden kelas
dua, dan 66 responden kelas tiga. Dalam pembahasan ini akan dibahas dua bagian yaitu hasil penelitian
dengan analisis univariat, dan hasil penelitian dengan analisis bivariat, yang selanjutnya dibagi dalam
sub Bab 4.1, dan sub Bab 4.2 sebagai berikut.
Berdasarkan data tabel 4.1 tentang perilaku responden terhadap rokok, bahwa sebagian besar
responden (72,73%) tergolong ke dalam kategori bukan perokok.
Berdasarkan data tabel 4.2 tentang distribusi tingkat stres pada responden, terdapat kecenderungan
remaja mengalami stres berat. Hal ini ditunjukan dengan sebagian besar remaja (66,36%) berada dalam
kategori stres berat.
4.1.3 Distribusi Dukungan Keluarga, Dukungan Teman dan Dukungan Iklan Pada Responden
Hasil analisis mengenai dukungan keluarga, dukungan teman dan dukungan iklan untuk merokok di SLTP
KP 10 Bandung dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.1.3 Distribusi Dukungan Keluarga, Dukungan Teman dan Iklan Pada Responden
Kategori
Variabel
Ada
Tidak ada
f
%
f
%
Dukungan keluarga
163
74,09
57
25,91
Dukungan teman
84
38,18
136
61,82
Dukungan iklan
28
12,73
192
87,27
Sumber : Olah Data
Berdasarkan data tabel 4.3 tentang dukungan keluarga, dukungan teman dan dukungan iklan pada
responden, dapat dilihat bahwa pada variabel dukungan keluarga 163 responden (74,09%) tergolong ke
dalam responden yang memiliki keluarga yang mendukung untuk merokok, dan 57 responden (25,91%)
sisanya tergolong ke dalam responden yang memiliki keluarga yang tidak mendukung untuk merokok.
Sedangkan untuk variabel dukungan teman, 84 responden (38,18%) tergolong ke dalam responden yang
memiliki Teman Dekat yang mendukung untuk merokok, dan 136 responden (61,82%) sisanya tergolong
ke dalam responden yang memiliki Teman Dekat yang tidak mendukung untuk merokok. Adapun untuk
variabel dukungan iklan, 28 responden (12,73%) tergolong ke dalam responden yang mendapatkan
dukungan iklan untuk merokok, dan 192 responden (87,27%) sisanya tergolong ke dalam responden yang
tidak mendapatkan dukungan iklan untuk merokok.
4.2 Hasil penelitian dengan analisis Bivariat
Dalam sub Bab ini, akan dijelaskan dalam tabel secara rinci “Hubungan antara tingkat Stress, Dukungan
Keluarga, Dukungan Teman, dan Dukungan Iklan dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP Karya
Pembangunan (KP) 10 Bandung.
4.2.1 Analisis Hubungan Tingkat Stres dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10 Bandung
Tahun 2006.
Hasil analisis mengenai hubungan tingkat stres dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP KP 10
Bandung dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.1 Analisis Hubungan tingkat Stres dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10
Bandung Tahun 2006.
Stres
Perilaku Remaja Terhadap Rokok
Total
X2
P value
CC
Merokok
Tidak Merokok
F
%
f
%
F
%
8,232
0,000
0,27
Ringan
2
0,91
2
0,91
4
1,82
Sedang
27
12,27
43
19,55
70
31,82
Berat
31
14,09
115
52,27
146
66,36
Total
60
27,27
160
72,73
220
100,00
Berdasarkan tabel tabulasi silang mengenai hubungan antara tingkat stres dengan perilaku remaja
terhadap rokok di atas, didapatkan informasi bahwa hasil uji chi-square sebesar 8,232. Adapun χ2 tabel
dengan db = 2 dan α = 0,05 yakni sebesar 5,591. Hal ini menujukan bahwa nilai χ2 hitung > χ2 tabel,
yang berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa “Terdapat Hubungan antara tingkat stres
dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP KP”. Selain itu, untuk menolak Ho, dapat pula dilihat
dari hasil perhitungan P value, dimana P value (0,000) < α (0,05). Adapun untuk melihat tingkat
keeratan hubungan tersebut, dapat dilihat dari nilai koefisien kontingensi yakni sebesar 0,27 yang
berarti hubungan tidak erat tapi pasti.
Data perhitungan chi-square, P value dan koefisien kontingensi terlampir.
4.2.2 Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10
Bandung Tahun 2006.
Hasil analisis mengenai hubungan dukungan keluarga, dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP
KP 10 Bandung dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.2 Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP
10 Bandung Tahun 2006.
Kategori Dukungan Keluarga
Perilaku Remaja Terhadap Rokok
Total
X2
P value
CC
Merokok
Tidak Merokok
F
%
f
%
F
%
2,467
0,124
0,15
Ada
49
22,27
114
51,82
163
74,09
Tidak Ada
11
5,00
46
20,91
57
25,91
Total
60
27,27
160
72,73
220
100,00
Berdasarkan tabel tabulasi silang mengenai hubungan dukungan keluarga dengan perilaku remaja
terhadap rokok di atas dapat diketahui bahwa, hasil uji chi-square (χ2 hitung) sebesar 2,467. Adapun
nilai χ2 tabel dengan db 1 dan α = 0,05 adalah 3,841. Hal ini menunjukan bahwa χ2 hitung < χ2 tabel,
yang berarti “Tidak Terdapat Hubungan yang Signifikan antara dukungan keluarga dengan perilaku
remaja terhadap rokok”. Nilai chi-square tersebut diperkuat dengan hasil perhitungan P value (0,124 )
> α (0,05).
Data perhitungan chi-square, P value dan koefisien kontingensi terlampir.
4.2.3 Analisis Hubungan Dukungan Teman dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10
Bandung Tahun 2006.
Hasil analisis mengenai hubungan dukungan teman, dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP KP
10 Bandung dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.3 Analisis Hubungan Dukungan Teman dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10
Bandung Tahun 2006.
Kategori Dukungan Teman
Perilaku Remaja Terhadap Rokok
Total
X2
P value
CC
Merokok
Tidak Merokok
f
%
f
%
f
%
39,19
0,000
0,55
Ada
43
19,55
41
18,64
84
38,18
Tidak Ada
17
7,73
119
54,09
136
61,82
Total
60
27,27
160
72,73
220
100,00
Berdasarkan data tabulasi silang mengenai hubungan dukungan teman dengan perilaku remaja terhadap
rokok di atas dapat diketahui bahwa, hasil uji chi-square (χ2 hitung) sebesar 39,19. Adapun nilai χ2
tabel dengan db = 1 dan α (0,05) adalah 3,841. Hal ini menunjukan bahwa χ2 hitung > χ2 tabel, yang
berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa “Terdapat Hubungan yang Signifikan antara
dukungan teman dengan perilaku remaja terhadap rokok”. Nilai chi square tersebut diperkuat dengan
hasil perhitungan P value (0,000 ) < α (0,05). Adapun untuk melihat kuatnya hubungan tersebut, dapat
dilihat dari nilai koefisien kontingensi yakni sebesar 0,55 yang berarti hubungan sedang.
Data perhitungan chi square, P value dan koefisien kontingensi terlampir.
4.2.4 Analisis Hubungan Dukungan Iklan dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10 Bandung
Tahun 2006.
Hasil analisis mengenai hubungan dukungan iklan, dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP KP
10 Bandung dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.4 Analisis Hubungan Dukungan Iklan dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10
Bandung Tahun 2006.
Kategori Dukungan Iklan
Perilaku Remaja Terhadap Rokok
Total
X2
P value
CC
Merokok
Tidak Merokok
f
%
f
%
f
%
31,538
0,000
0,50
Ada
20
9,09
8
3,64
28
12,73
Tidak Ada
40
18,18
152
69,09
192
87,27
Total
60
27,27
160
72,73
220
100,00
Berdasarkan tabulasi silang di atas mengenai hubungan dukungan iklan dengan perilaku remaja
terhadap rokok dapat diketahui bahwa, hasil uji chi-square (χ2 hitung) sebesar 31, 583. Adapun χ2
tabel dengan db = 1 dan α = 0,05 yakni sebesar 3,841. Dengan demikian terlihat bahwa nilai χ2 hitung >
χ2 tabel, yang berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa “Terdapat Hubungan antara
dukungan iklan dengan perilaku remaja terhadap rokok”. Selain itu, untuk menolak Ho, dapat pula
dilihat dari hasil perhitungan P value, dimana P value (0,000) < α (0,05). Adapun untuk melihat kuatnya
hubungan tersebut, dapat dilihat dari nilai koefisien kontingensi yakni sebesar 0,55 yang berarti
hubungan sedang.
Data perhitungan chi square, P value dan koefisien kontingensi terlampir.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pembahasan Hubungan Tingkat Stres dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10
Bandung.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai stres, diperoleh hasil bahwa, “Terdapat hubungan antara tingkat
stres dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP KP 10 Bandung”. Hal ini sejalan dengan apa yang
diungkapkan oleh Brandon (2000), bahwa seseorang yang berada dalam kondisi stress mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk menjadi perokok, bahkan akan mengalami kesulitan untuk berhenti dari
perilakunya tersebut. Dikatakan A.F Muchtar (2005) dalam bukunya bahwa aktivitas merokok disaat
stress menjadi upaya kompensatoris dari kecemasan yang dialihkan, yang pada akhirnya merokok
menjadi aktivitas yang dapat memberikan kepuasan psikologis dan bukan semata-mata untuk
mewujudkan simbolisasi kejantanan atau kedewasaan. Aktivitas merokok menjadi penyeimbang mereka
dalam kondisi stress. Dengan kata lain berdasarkan pandangan Leventhal dan Clearly (Helmi &
Komalasari, 2006), kemungkinan remaja telah masuk kedalam tahap bukan saja sebagai become a
smoker tetapi telah masuk pada tahap maintenance of smoking, dimana merokok sudah menjadi salah
satu cara dalam pengaturan hidup. Seorang ahli (Brandon, 2000) mengatakan terdapat beberapa cara
yang dapat dilakukan remaja untuk bisa mengalihkan kebiasaan merokok disaat stres diantaranya, a).
Remaja tidak menghindar dari permasalahan yang sedang dihadapi. b). Memperbanyak aktivitas yang
positif. c) Membicarakan masalah dengan orang yang bisa membantu dalam penyelesaian. d) Menyadari
bahwa stress merupakan bagian dari kehidupan.
4.3.2 Pembahasan Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10
Bandung.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai dukungan keluarga, didapatkan hasil bahwa “Tidak Terdapat
Hubungan yang Signifikan antara Dukungan Keluarga dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP
Karya Pembangunan 10 Bandung”. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
mengungkapkan bahwa keluarga merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku
merokok pada remaja. Dalam penelitian ini walaupun didapatkan bahwa sebagian besar remaja
mendapatkan dukungan keluarga untuk merokok, akan tetapi tidak terdapat hubungan antara dukungan
keluarga denga perilaku remaja terhadap rokok. Begitu pula dengan apa yang diungkapkan oleh A.F
Muchtar (2005) yang mengatakan bahwa perilaku merokok remaja berkaitan dengan dukungan dari
keluarga, dimana keluarga perokok akan menyebabkan anak memiliki kemungkinan lebih besar untuk
menjadi perokok pula.
Dalam hal ini kemungkinan yang terjadi adalah terdapat faktor lain yang lebih penting yang mendukung
remaja untuk merokok. Karena, secara psikososial Mahreni (Soetjiningsih, 2004) mengungkapkan bahwa
pada periode masa remaja keterikatan remaja dengan keluarga terutama orangtua mulai melemah.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemungkinan keluarga bukan lagi menjadi role model yang
utama bagi remaja. Mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di luar lingkungan rumah, dan nilai-
nilai yang mereka anut lebih tertuju pada nilai yang mereka anggap ideal yang sesuai dengan
lingkungan dimana mereka biasa berkumpul.
4.3.3 Pembahasan Hubungan Dukungan Teman dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10
Bandung.
Berdasarkan penelitian mengenai dukungan teman didapatkan bahwa “Terdapat Hubungan yang
Signifikant antara Dukungan Teman dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP Karya
Pembangunan 10 Bandung”. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa
dukungan teman memberikan sumbangan efektif terhadap munculnya perilaku merokok pada remaja
sebesar (93,8%) (Kurniawati, 2003). Teman sebaya menjadi sesuatu yang sangat penting bagi remaja.
Adanya kebutuhan untuk dapat diterima dan diakui sebagai anggota kelompok menjadi alasan mereka
untuk mengikuti perilaku yang ada pada kelompok, termasuk perilaku merokok.
Friedman dalam Hurlock (1993) mengatakan bahwa “Kekuasaan yang mempengaruhi anggota kelompok
hampir menuntut pengawasan mutlak dari anggota kelompok terhadap perilaku seseorang. Hanya
diperlukan sedikit contoh untuk meyakinkan setiap anggota kelompok bahwa mereka harus mengikuti
keputusan kelompok, atau kalau tidak, mereka harus menghadapi akibat yang lebih parah”.
Dengan kata lain dapat digambarkan bahwa adaptasi atau penyesuaian perilaku remaja dengan perilaku
yang umum ada pada kelompok merupakan suatu cara agar remaja tidak berada dalam tekanan. Karena
adanya penyimpakan nilai antara remaja dengan nilai yang dianut kelompok bisa menyebabkan remaja
tidak lagi mendapatkan pengakuan sebagia anggota kelompok.
4.3.4 Pembahasan Hubungan Dukungan Iklan dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP KP 10
Bandung.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai dukungan iklan diketahui bahwa “Terdapat hubungan antara
dukungan iklan dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP Karya Pembangunan 10 Bandung”. Hal
ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Subanada (Soetjiningsih, 2004) yang menjelaskan bahwa
iklan rokok mempengaruhi persepsi siswa tentang rokok. Gambaran glamour, lambang kejantanan yang
ditampilkan oleh sosok idola remaja merangsang remaja untuk mengikuti perilaku yang diperankan
sosok idola remaja tersebut yakni perilaku merokok. Handayani (2000) menjelaskan bahwa salah satu
tugas perkembangan remaja adalah memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai, dimana skala
nilai tersebut diperoleh remaja melalui indentifikasi dari orang yang diidolakan olehnya. Sehingga
perilaku sang idola sangat mudah diadopsi oleh remaja, salah satunya adalah perilaku merokok yang
ditampilkan sang idola dalam iklan.
Selain itu, iklan merupakan media informasi yang baik bagi remaja. Akan tetapi, tidak semua informasi
yang remaja dapatkan memiliki nilai yang positif. sala satunya adalah istilah yang digunakan dalam
iklan ataupun kemasan rokok yang mengambarkan seolah-olah rokok merupakan produk yang aman
karena kandungan zat yang terdapat dalam rokok tersebut lebih rendah. Sehingga pada akhirnya
remaja merasa boleh untuk merokok bahkan kemungkinan mengkonsumsi lebih banyak yang akan
berdampak pada ketergantungan.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 14 – 16 Agustus 2006 mengenai Hubungan
antara Tingkat Stress Dukungan Keluarga, Dukungan Teman dan Iklan dengan Perilaku Remaja terhadap
Rokok di SLTP Karya Pembangunan (KP) 10 Bandung, dapat ditarik kesimpulan;
1. Hanya sebagian kecil remaja SLTP KP 10 Bandung yang teridentifikasi sebagai perokok.
2. Sebagian besar remaja SLTP KP 10 Bandung berada pada kategori stres tingkat berat.
3. Sebagian besar remaja SLTP KP 10 Bandung mendapatkan dukungan dari keluarga untuk merokok.
4. Hampir setengahnya remaja SLTP KP 10 Bandung mendapatkan dukungan dari teman untuk merokok.
5. Hanya sebagian kecil dari remaja SLTP KP 10 Bandung yang mendapatkan dukungan iklan untuk
merokok
6. Tidak terdapat Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP
Karya Pembangunan (KP) 10 Bandung. Akan tetapi sebagian besar keluarga mendukung remaja untuk
merokok.
7.
73Terdapat Hubungan yang signifikan (positif) antara Stress dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di
SLTP Karya Pembangunan (KP) 10 Bandung, dengan keeratan hubungan tidak erat tetapi pasti.
8. Terdapat Hubungan yang signifikan (positif) antara Dukungan Teman dengan Perilaku Remaja
terhadap Rokok di SLTP Karya Pembangunan (KP) 10 Bandung, dengan keeratan hubungan atau cukup
berarti,
9. Terdapat Hubungan yang signifikan (positif) antara Dukungan Iklan dengan Perilaku Remaja terhadap
Rokok di SLTP Karya Pembangunan (KP) 10 Bandung, dengan keeratan hubungan atau cukup berarti.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, agen sosialisasi perilaku merokok dalam penelitian ini adalah lingkungan
teman sebaya dan iklan. Selain itu perilaku merokok berkaitan juga dengan aspek emosional yakni
stress. Untuk itu saran dari penelitian ini :
5.2.1 Untuk Instansi Pendidikan (SLTP KP 10 Bandung)
Sekolah sebagai tempat remaja menghabiskan sebagian besar waktunya menjadi tempat yang baik
untuk proses transfer perilaku dari masing-masing anggota masyarakat didalamnya termasuk remaja
sebagai bagian dari masyarakat sekolah. Untuk mengantisipasi transfer perilaku negatif termasuk
perilaku merokok, salah satunya diperlukan kegiatan positif yang bersifat kelompok yang dapat
mengalihkan remaja dari perilaku merokok, misalnya dengan mengadakan kegiatan ekstrakulikuler
olahraga. Selain itu diperlukan peran dari dewan guru, terutama bagian bimbingan konseling untuk
memberikan bimbingan agar remaja bisa lebih disiplin dalam bergaul dan memilih teman.
Adapun dilihat dari segi emosional, remaja merokok berkaitan dengan stres, untuk itu diperlukan
adanya pembinaan suatu hubungan yang baik antara guru dan remaja, dengan harapan remaja bisa
lebih terbuka akan masalah yang dihadapinya dan guru bisa membantu remaja dalam mencari
penyelesaian dari masalah yang menimbulkan stres pada remaja. .
5.2.2 Untuk Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi maupun pelayanan kesehatan
yang komprehensif baik bio-psiko-sosial dan spiritual. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan suatu
kondisi dimana terdapat kecenderungan remaja mengalami stres, yang pada akhirnya dapat berujung
pada upaya kompensatoris remaja menanangi stres tersebut dengan merokok. Sehingga, itu diperlukan
upaya preventif maupun kuratif yang lebih menekankan pada pendekatan emosional / afeksional,
dengan memberikan penyuluhan maupun pelatihan mengenai manajemen stres pada remaja, selain
pendekatan kognitif berupa pemberian informasi akan bahaya atau dampak negatif dari merokok.
5.2.3 Untuk Peneliti dan Penelitian Selanjutnya
Dalam penelitian ini tidak didapatkan faktor mana yang paling dominan yang berhubungan dengan
perilaku remaja, untuk itu diperlukan penelitian lanjutan yang mengkaji hal tersebut. Selain itu,
ditemukan bahwa tingkat stres pada remaja di SLTP KP 10 sebagian besar berada pada tingkat stres
yang berat, untuk itu diperlukan penelitian lanjutan mengenai faktor apa yang menyebabkan tingginya
tingkat stres pada remaja tersebut.
http://diajengdwi.blogspot.com/2009/02/contoh-proposal-penelitian-keperawatan.html