DI SLTP 1 CIGASONG
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah rokok saat ini menjadi topik yang sedang hangat dibicarakan. Telah
banyak artikel dalam media cetak dan pertemuan ilmiah, ceramah, wawancara baik di
radio maupun televisi serta penyuluhan mengenai bahaya merokok dan kerugian yang
ditimbulkan akibat rokok. Berbagai kebijakan dan aturan yang memuat sanksi bagi para
Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia (World
No Tobacco Day). Melalui peringatan hari tanpa rokok sedunia ini, diharapkan menjadi
kesempatan bagi kita untuk berfikir kembali dan menyadari akan bahaya dan dampak
mengandung zat-zat yang membahayakan tubuh. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan
beberapa artikel ilmiah menerangkan bahwa dalam setiap kepulan asap rokok
tar, karbonmonoksida (CO) dan nikotin (Abadi, 2005). Melalui zat yang dihisap dalam
rokok, hampir sekitar 90 % kanker paru-paru tidak dapat diselamatkan. (Basyir, 2005).
Selain itu rokok dapat menyebabkan kanker mulut, bibir, kerongkongan, penyakit
Asahi Shimbun terbitan 23 April 2004, didapatkan hasil bahwa 29 % (80.000 orang)
pada pria dan 4 persen (5000 orang) pada wanita penderita kanker di jepang disebabkan
oleh rokok (Basyir, 2005). Di Indonesia sendiri angka kejadian penyakit akibat rokok
menurut mantan menteri kesehatan Achmad Sujudi, tercatat sebanyak 6,5 juta jiwa
menderita penyakit akut akibat merokok. Antara lain berupa kanker paru-paru, jantung,
dan gangguan peredaran darah. Achmad sujudi menambahkan bahwa ''Bayi yang lahir
dari ibu yang merokok juga memiliki berat badan yang rendah serta bisa menimbulkan
2003) . Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 1,2 miliar penduduk dunia merupakan
perokok, dan 800 juta di antaranya terdapat di negara berkembang. Besarnya jumlah
perokok tersebut menyebabkan angka kematian akibat merokok saat ini adalah 4 juta
jiwa setiap tahun, yang berarti terdapat sekitar satu kematian dalam setiap 8 menit
(Burhan, 2004).
Melihat dari data akibat yang disebabkan oleh bahaya merokok tersebut, tidak
heran bahwa di negara maju aktivitas merokok mulai dibatasi, dan jumlah perokok
semakin berkurang. Menurut badan kesehatan WHO dinegara maju prevalensi jumlah
perokok menurun 1,1% setiap tahunnya, akan tetapi dinegara berkembang seperti
Indonesia jumlah perokok ini 2,1% meningkat setiap tahunnya (A.F Muchtar, 2005).
Aktivitas merokok dianggap sebagai suatu trend di Indonesia. Riset WHO 1998
59,04% untuk pria dan 4,85%untuk wanita. Dari kelompok usia tersebut 12,8%-27,7%
pria berusia muda (young males) dan 0,64%-1% adalah wanita muda (young females)
(Syahrir, 2003).
Jumlah perokok di Indonesia menempati urutan terbesar keempat dunia dengan
kekerapannya sekitar 60% pada laki-laki dan 4% pada perempuan yang berumur lebih
dari 15 tahun (Burhan, 2004). Sedangkan di Asia Indonesia menempati urutan kedua
terbesar setelah Kamboja dengan prosentasi perokok pria; Kamboja 54%, Indonesia
53%, Vietnam 50%, Malaysia 49% dan Thailand 39% (Basyir, 2005).
Kondisi yang lebih memprihatinkan lagi, bahwa kebiasaan merokok justru dimulai pada
usia yang sangat muda. Psikolog A Kasandra Oemarjoedi (2004) mengatakan, jika dua
puluh tahun yang lalu umur rata-rata seseorang mulai merokok adalah pada usia 16
tahun (remaja tingkat SLTA), estimasi sekarang seseorang mulai merokok pada usia
data Survei Yayasan Pelita Ilmu lebih dari tiga juta remaja menggunakan rokok
tembakau, dan dari keseluruhan jumlah tersebut, hampir 20 persen adalah siswa SLTP.
Bahkan data dari tiga tahun terakhir, 30 persen dari jumlah anak SLTP adalah perokok
aktif.
Satu dari tiga siswa menjadi perokok permanen sampai dia dewasa dan
meninggal pada usia yang sangat muda yang diakibatkan oleh penyakit yang
disebabkan karena merokok (Daryanto,2004). Secara psikologis remaja SLTP (usia 12-
16 tahun) berada pada tahapan perkembangan remaja awal. Periode masa remaja awal
dikatakan sebagai masa transisi dimana jiwa anak masih labil. Hal ini disebabkan
karena anak belum menemukan pegangan hidup yang mantap. Akibat labilnya jiwa
anak, menjadikan mereka sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh dari luar, baik
yang bersifat positif maupun negatif (Kartono, 1995). Hurlock (1993) mengungkapkan
bahwa masa remaja awal memiliki beberapa ciri tahapan perkembangan yaitu tahap
identitas.
Pada periode pencarian identitas, remaja cenderung meniru tingkah laku orang
dewasa yang dianggap menunjukan kematangan dan kemapanan dalam hal identitas
mengadopsi perilaku yang ada pada orang dewasa, salah satunya adalah perilaku
merokok. Merokok menjadi perilaku negatif yang umum dan bersifat legal bagi para
remaja.
daya manusia dimasa yang akan datang menjadi sesuatu hal yang tidak mustahil terjadi
yang disebabkan karena remaja terbiasa dengan perilaku yang tidak sehat. Taylor
(Syahrir 2003) menyatakan bahwa perilaku merokok pada remaja dapat menjadi bagian
obat-obatan terlarang, alkoholik dan perilaku sex bebas. SLTP Karya Pembangunan
tepatnya di Jl. Raya A.H. Nasution No 25A. Sekolah ini merupakan sekolah gabungan
antara SLTP, SMU dan SMK Karya Pembangunan. Instansi pendidikan ini merupakan
sekolah swasta yang banyak diminati di wilayah Bandung Timur. Hal ini terlihat dari
banyaknya siswa yang terdaftar di SLTP KP 10. Jumlah siswa secara keseluruhan di
SLTP KP berjumlah 985 siswa (488 siswa laki-laki dan 497 siswa perempuan). Dari
985 siswa tersebut terbagi menjadi 320 siswa kelas I, 376 siswa kelas II dan 289 siswa
kelas III.
Berdasarkan hasil study pendahuluan yang dilakukan pada bulan April 2006,
sekolah tersebut belum pernah dilakukan penelitian yang berkaitan dengan perilaku
SLTP KP 10, merokok menjadi masalah dengan tingkat prosentase tertinggi (25-30%)
dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan, perkelahian / tawuran dan,
perkumpulan remaja atau gangster, yang hanya tercatat (< 10%). Sedangkan
berdasarkan hasil wawancara dengan 10 orang siswa kelas III didapatkan data bahwa
semua siswa tersebut merokok, bahkan mereka mengatakan, hampir seluruh anak laki-
laki di kelasnya sudah pernah merokok. Adapun untuk kelas II mereka mengatakan
hanya sekitar (30-35%) yang merokok, dan kelas I (±10%). Kebanyakan siswa di SLTP
kebijakan yang tertulis dalam perjanjian antara pihak sekolah dengan calon siswa
sekolah, termasuk sanksi tegas yang menjerat apabila larangan ini di langgar oleh
siswa.
perilaku bermasalah yang ada pada remaja SMP. Munculnya perilaku bermasalah
sekolah yang menerima siswa tanpa testing, 2) sekolah yang berada di daerah pinggiran
kota, 3) sekolah yang kurang komitmen terhadap penerapan disiplin, dan 4) sekolah
Banyak hal yang dapat menjadi resiko timbulnya perilaku merokok pada anak
diantaranya: 1). Faktor psikologis/kepribadian yang terdiri dari faktor psikososial yang
meliputi stress, rasa bosan, rasa ingin tahu, ingin terlihat gagah, rendah diri dan perilaku
yang menunjukan pemberontakan menjadi hal yang mengkontribusi remaja untuk mulai
merokok. Selain itu, secara psikologis perilaku merokok pada remaja diasosiasikan juga
dengan gangguan psikiatrik. 2). Faktor biologis, meliputi fungsi kognisi, etnik, genetik
dan jenis kelamin. 3). Faktor lingkungan, yakni orangtua, saudara kandung, teman
sebaya dan reklame atau iklan menampilkan sang idola remaja, 4). Faktor regulatori
yakni adanya pajak atau bea cukai yang tinggi terhadap rokok dengan maksud untuk
menurunkan daya beli masyarakat terhadap rokok, dan pembatasan fasilitas / lokasi
untuk merokok.
artinya perilaku merokok selain disebabkan oleh faktor dalam di, Erikson mengatakan
bahwa setiap remaja akan mengalami fase krisis dalam proses pencarian jati dirinya
antara perkembangan fisik, psikis dan sosial menyebabkan remaja berada dalam kondisi
dibawah tekanan atau stress. Merokok menjadi alternatif yang mereka pilih karena
dianggap dapat mengurangi ketegangan dan membantu relaksasi terhadap stress (Helmi
Selain itu, perilaku merokok merupakan perilaku yang dipelajari, sehingga perlu
ada agen sosialisasi dalam proses munculnya perilaku tersebut, dan lingkungan
merupakan faktor penting yang pertama kali memperkenalkan remaja terhadap perilaku
mencoba hal yang sama agar dapat diterima sebagai anggota dari lingkungan tersebut
(A.F Muchtar 2005). Orangtua, saudara kandung, teman sebaya dan iklan merupakan
faktor lingkungan yang mendorong remaja untuk merokok. Berdasarkan faktor biologi,
merokok merupakan perilaku yang diturunkan secara genetik, dan perilaku ini lebih
banyak terjadi pada mereka keturunan ras kulit putih. Sedangkan berdasarkan faktor
regulatori, perilaku merokok berkaitan dengan daya beli masyarakat terhadap rokok
yang akan terpengaruh oleh kebijakan pemerintah melalui pajak atau bea cukai rokok.
Selain itu adanya kebijakan penentuan daerah bebas rokok, menjadi upaya yang
diharapkan dapat mengurangi konsumsi mayarakat akan rokok dan sekolah menjadi
salah satu tempat yang ditetapkan sebagai kawasan bebas rokok (Soetjiningsih, 2004).
Melihat dari faktor-faktor tersebut, dalam kesempatan ini penulis hanya memfokuskan
penelitian pada dua faktor yakni psikologis (stress) dan faktor lingkungan yang meliputi
dukungan keluarga, dukungan teman, dan dukungan iklan. Adapun faktor biologi dan
regulatori tidak menjadi lingkup penelitian dengan pertimbangan; faktor biologis akan
sangat sulit untuk diteliti, sedangkan berkaitan dengan faktor regulatori, SLTP KP
1. 2 Perumusan Masalah
dukungan keluarga, dukungan teman dan dukungan iklan dengan perilaku remaja
I. 3 Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan antara tingkat
stress, dukungan keluarga, dukungan teman dan dukungan iklan dengan perilaku
Bandung.
Bandung.
di SLTP KP 10 Bandung.
SLTP KP 10 Bandung.
SLTP KP 10 Bandung.
Bandung.
Bandung.
1.4 Kegunaan
berguna bagi ;
1. Sebagai gambaran bagi instansi mengenai perilaku merokok yang terjadi pada
siswa.
3. Sebagai bahan pemikiran untuk evaluasi kebijakan yang telah diterapkan sekolah
pokok untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya merokok sesuai dengan program
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian atau data awal untuk melakukan
penelitian lebih lanjut terhadap permasalahan perilaku merokok pada anak remaja
SLTP.
stress, rasa bosan, rasa ingin tahu, ingin terlihat gagah, rendah diri dan perilaku
2. Faktor biologis, meliputi fungsi kognisi dimana para perokok menganggap bahwa
yang berasal dari keturunan ras kulit putih di Amerika akan mempunyai
keturunan lain. Selanjutnya faktor genetik, yang menyatakan bahwa dalam suatu
penelitian, seorang perokok mempunyai gen yang akan diturunkan yang dapat
yang terakhir adalah faktor jenis kelamin, dimana pada saat ini perilaku merokok
tidak hanya muncul pada kaum pria tetapi juga pada wanita.
teman sebaya dan reklame atau iklan rokok yang menampilkan sang idola remaja
4. Faktor regulatori yakni adanya pajak atau bea cukai yang tinggi terhadap rokok
dengan maksud untuk menurunkan daya beli masyarakat terhadap rokok. Selain
itu, yang temasuk kedalam faktor ini adalah adanya pembatasan fasilitas untuk
tentang opiat, masalah media dan penatalaksanaannya menyatakan, terdapat dua hal
yang menjadi faktor pendukung bagi seseorang untuk menggunakan zat aditif termasuk
rokok yaitu faktor psikologis dan lingkungan (Oktariani, 2006). Erikson (Helmi &
jati diri. Ketidaksesuaian antara perkembangan fisik, psikis dan sosial menyebabkan
remaja berada dalam kondisi dibawah tekanan atau stress. Merokok menjadi alternatif
yang mereka pilih karena mereka menganggap merokok dapat mengurangi ketegangan
yang dialihkan, yang pada akhirnya merokok menjadi aktivitas yang dapat memberikan
bahwa, dalam kondisi stress remaja cenderung mengulang perilakunya. Semakin sering
remaja berada dalam kondisi stress semakin mungkin merokok mereka lakukan yang
antara harapan dan pencapaian yang ditampilkan melalui perasaan secara emosional.
Banyak hal yang dapat menyebabkan stress, terlambat dalam perjalanan, kecemasan
akan kondisi diri dan keluarga, ataupun tugas yang sudah ditunggu pada batas waktu
akhir. Ketidakmampuan mengatasi hal tersebut dengan baik akan direfleksikan melalui
perasaan emosional seperti marah, tegang, cemas bahkan agresi. Padahal Earle
yang diperlukan agar seseorang dapat berfikir lebih baik, sehingga dari ketidaksesuaian
2006).
menstimulasi remaja untuk mencoba hal yang sama agar dapat diterima sebagai
anggota kelompok dari lingkungan tersebut. Dengan lingkungan yang baik, remaja
akan menjadi tampak berkembang baik. Sebaliknya, lingkungan yang tidak baik dapat
menjerumuskan remaja kedalam perilaku yang tidak baik pula. Orangtua, saudara
kandung dan teman sebaya merupakan faktor lingkungan yang menjadi agen sosialisasi
perilaku merokok pada remaja. Orangtua yang merokok akan berpengaruh besar
Pola interaksi remaja yang lebih banyak dihabiskan dengan teman sebaya juga
akan berpengaruh terhadap pembentukan perilaku remaja. Fenomena yang ada adalah
sebagian besar dari anggota kelompok remaja memiliki kebiasaan merokok. Fakta yang
kurangnya satu atau lebih sahabat yang merokok. Semakin banyak remaja merokok,
yang tidak dapat dipisahkan adalah pengaruh iklan. Iklan rokok yang menampilkan
remaja untuk mengikuti perilaku tersebut, terlebih apabila iklan tersebut menampilkan
sebaya dan dukungan iklan yang akan dihubungkan dengan perilaku remaja terhadap
rokok.
1.6 Hipotesa
Hipotesa adalah jawaban sementara atau dalil sementara dari suatu penelitian
yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 72, 2002).
a. Hipotesa 1H0 : Tidak terdapat hubungan antara stress dengan perilaku remaja
b. Hipotesa 2H0 : Tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku
yang bermakna antara dukungan keluarga dengan perilaku remaja terhadap rokok di
SLTP KP 10 Bandung.
c. Hipotesa 3H0 : Tidak terdapat hubungan antara dukungan teman dengan perilaku
bermakna antara dukungan teman dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP
KP 10 Bandung.
d. Hipotesa 4H0 : Tidak terdapat hubungan antara dukungan iklan rokok dengan
yang bermakna antara dukungan iklan rokok dengan perilaku remaja terhadap
1.7.1 Stress
(Groenewald 2006). Tingkat stress menurut gronewald dibagi menjadi : stress ringan,
· Stress ringan
· Stress sedang
· Stress berat
apabila orangtua (terutama ayah) atau kakak kandung merokok atau bersikap tidak
melarang.
Remaja untuk dapat diterima menjadi anggota kelompok sebaya harus dapat
menjalankan peran dan tingkah laku sesuai dengan harapan dan tuntutan kelompok,
(Hurlock 1993). Dukungan keluarga dalam penelitian ini adalah ada tidaknya anggota
keluarga yang merokok. Serta ada tidaknya larangan. Dukungan teman dalam
penelitian ini adalah dorongan atau stimulus yang diberikan oleh anggota kelompok
Berita atau promosi baik di media cetak maupun elektronik yang bertujuan
mempengaruhi masa (remaja) untuk membeli atau mengikuti berita tersebut. Melihat
iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok
adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk
mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut, terlebih jika jika iklan
tersebut dibawakan oleh para model populer (artis) yang akan menarik remaja untuk
menjadi seperti idolanya (Basyir, 2005). Dukungan iklan dalam penelitian ini adalah
ada tidaknya pengaruh iklan dan pengidolaan artis dalam iklan rokok yang mendorong
remaja terhadap rokok menjadi 2 kriteria yakni : Seseorang dikatakan sebagai perokok
tahun. Sedangkan bukan perokok merupakan orang yang tidak pernah merokok paling
banyak 1 batang perhari selama 1 tahun (Kurniawati, 2003). /hari). Perilaku remaja
terhadap rokok dalam penelitian ini dikategorikan menjadi remaja perokok (merokok ≥
1 batang / hari), dan remaja bukan perokok (remaja yang tidak pernah merokok/
TINJAUAN PUSTAKA
Rokok bukan lagi menjadi barang aneh untuk saat ini, ketika disebut kata
“rokok”, yang terbayang adalah sebuah komoditi terlaris yang paling gampang di
undang untuk menjadi sponsor pada berbagai event olahraga ataupun pertunjunkan
besar. Sampai saat ini jarang sekali toko atau warung yang tidak menjual rokok, bahkan
dalam setiap toko grosir makanan rokok bisa mengisi 40–50 % barang yang laris terjual
setiap harinya. Melihat fenomena ini sepertinya rokok telah menjelma menjadi
kebutuhan pokok layaknya sembako. Seandainya rokok itu sarat manfaat, mengandung
unsur gizi yang dibutuhkan tubuh, tentunya tidak masalah. Tetapi rokok sudah diakui
bentuk lainnya, yang dihasilkan dari tanaman nicotina tabaccum, nicotina rustica dan
spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa
bahan tambahan. Nikotin merupakan zat atau bahan senyawa pirolidin yang terdapat
dalam nicotina tabaccum, nicotina rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang
polinuklir hidrokarbon aromatis yang bersifat karsinogenik (PP No. 19 tahun 2003).
Tembakau itu sendiri, yang merupakan bahan utama untuk rokok ini telah dikenal lama
sebelum tahun 1492. Pada saat itu, pelaut Eropa yang menemukan benua Amerika
“Colombus” melihat orang-orang Indian menghisap tembakau dengan menggunakan
pipa dalam sebuah upacara tertentu sebagai lambang tata cara ramah tamah.
Penggunaan pipa berbentuk “Y” yang disebut “tobacco” yang digunakan untuk
menghisap tanaman yang cukup banyak mengandung racun ini menjadi dasar mengapa
tanaman tersebut dinamakan tembakau (Basyir 2005). Istilah botanical tembakau itu
sendiri, berasal dari kata “nicotiana”, istilah ini diberikan dalam menghormati Duta
Besar Perancis untuk Portugal yakni Jean Nicot yang telah mengirim bibit tembakau
diperkenalkan ke seluruh Asia dan Afrika pada abad ke-17 oleh para ahli perdagangan
Seperti yang telah di ulas diatas, terdapat dua bahan utama zat yang terkandung
dalam setiap batang rokok yakni nikotin dan tar. Nikotin, didalam tubuh menyebabkan
jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Selain itu nikotin mengaktifkan
pembuluh darah termasuk pembuluh darah jantung. Adapun tar, disebut sebagai zat
karsinogenik, karena ampas tar yang tersimpan terutama dalam saluran nafas akan
mengubah struktur dan fungsi saluran nafas dan jaringan paru. Pada saluran napas
besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak
(hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan
akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Sedangkan pada jaringan paru-paru,
Selain kedua zat tersebut, masih terdapat zat-zat lain yang terkandung dalam rokok dan
berakibat buruk terhadap sistem tubuh. Nainggolan (2000) mengungkapkan zat lain
yang dihasilkan dari pembakaran zat arang atau karbon yang tidak sempurna. Gas ini
memiliki sifat racun yang dapat mengurangi kemampuan darah membawa oksigen. Hal
ini disebabkan karena unsur ini memiliki kemampuan yang cepat untuk bersenyawa
Nitrogen oksida : Unsur kimia ini dapat mengganggu saluran pernafasan bahkan
merangsang kerusakan dan perubahan kulit tubuh. Ammonium karbonat : zat ini
membentuk plak kuning pada permukaan lidah dan menggangu kelenjar makanan dan
perasa yang terdapat dipermukaan lidah. Ammonia : merupakan gas yang tidak
berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Zat ini sangat tajam baunya dan
sangat merangsang. Ammonia ini sangat mudah memasuki sel-sel tubuh. Begitu
kerasnya racun yang terdapat dalam zat ini sehingga jika disuntikan sedikit saja
Formic acid : jenis cairan yang tidak berwarna yang bergerak bebas dan dapat
mengakibatkan lepuh. Cairan ini sangat tajam dan baunya menusuk. Zat ini dapat
menyebabkan seseorang seperti merasa digigit semut. Bertambahnya zat ini dalam
peredaran darah akan mengakibatkan pernafasan menjadi cepat. Acrolein : sejenis zat
tidak berwarna, seperti aldehid. Zat ini diperoleh dengan mengambil cairan dari gliserol
dengan metode pengeringan. Zat ini seduikit banyak mengandung kadar alkohol.
Cairan ini sangat menganggu bagi kesehatan. Hydrogen cyanide : sejenis gas
yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang
paling ringan, mudah terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan.
Cyanide adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit
Nitrous oksida : sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terisap dapat menyebabkan
(formalin).
Phenol : merupakan campuran yang terdiri dari kristal yang dihasilkan dari
destilasi beberapa zat organic seperti kayu dan arang, selain diperoleh dari ter arang.
Phenol terikat dengan protein dan menghalangi aktivitas enzim. Acetol : hasil
pemanasan aldehyde (sejenis zat yang tidak berwarna yang bebas bergerak) dan mudah
Hydrogen sulfide : sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar dengan bau
yang keras. Zat ini menghalangi oxidasi enxym (zat besi yang berisi pigmen).
Pyridine : cairan tidak berwarna dengan bau yang tajam. Zat ini dapat digunakan untuk
Methyl chloride : adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu dimana hidrogen dan
karbon merupakan unsurnya yang utama. Zat ini adalah merupakan compound organic
yang dapat beracun. Methanol : sejenis cairan ringan yang gampang menguap dan
mudah terbakar. Meminum atau mengisap methanol dapat mengakibatkan kebutaan dan
bahkan kematian.
2.1.3 Masalah yang Ditimbulkan Akibat Merokok
Melihat dari kandungan bahan-bahan kimia yang terdapat dalam rokok tersebut,
sangat jelas bahwa rokok merupakan bahan yang sangat berbahaya bagi tubuh dan
dapat menimbulkan berbagai macam gangguan pada sistem yang ada dalam tubuh
manusia. Bahkan WHO mencatat, zat-zat yang diuraikan diatas hanya merupakan
sebagian kecil zat yang terkandung dalam setiap batang rokok, yang sebenarnya
mengandung ± 4000 racun kima berbahaya. Hal ini menjelaskan bahwa rokok benar-
benar sangat berbahaya bagi tubuh. Berbagai penyakit mulai dari rusaknya selaput
lendir sampai penyakit keganasan seperti kanker dapat ditimbulkan bari perilaku
a. Penyakit paru
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan
jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi)
dan kelenjar mukus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil,
penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang
dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok
akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala
klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit paru obstruksi menahun
(PPOM) (Sianturi 2003). Bahkan kanker paru merupakan jenis penyakit paling
banyak yang diderita perokok. Sekitar 90% kematian karena kanker paru terjadi
Seperti yang telah diuraikan diatas mengenai zat-zta yang terkandung dalam rorok.
Pengaruh utama pada penyakit jantung terutama disebakan oleh dua bahan kimia
penting yang ada dalam rokok, yakni nikotin dan karbonmonoksida. Dimana
koroner.
c. Impotensi
mengungkapkan bahwa, nikotin yang beredar melalui darah akan dibawa keseluruh
tubuh termasuk organ reproduksi. Zat ini akan menggangu proses spermatogenesis
merusak kualitas sperma, rokok juga menjadi faktor resiko gangguan fungsi
Tar yang terkandung dalam rokok dapat mengikis selaput lendir dimulut, bibir dan
kerongkongan. Ampas tar yang tertimbun merubah sifat sel-sel normal menjadi sel
ganas yang menyebakan kanker. Selain itu, kanker mulut dan bibir ini juga dapat
kerongkongan dan usus adalah 5-10 kali lebih banyak daripada bukan perokok
(Basyir 2005).
Sama halnya dengan jantung, dampak rokok terhadap otak juga disebabkan karena
penyempitan pembuluh darah otak yang diakibatkan karena efek nikotin terhadap
pembuluh darah dan supply oksigen yang menurun terhadap organ termasuk otak
dan organ tubuh lainnya. Sehingga sebetulnya nikotin ini dapat mengganggu
f. Mengancam kehamilan.
Hal ini terutama ditujukan pada wanita perokok. Banyak hasil penelitian yang
bayi dengan berat badan yang rendah, kecacatan, keguguran bahkan bayi
Merokok merupakan istilah yang digunakan untuk aktivitas menghisap rokok atau
tembakau dalam berbagai cara. Merokok itu sendiri ditujukan untuk perbuatan
menyalakan api pada rokok sigaret atau cerutu, atau tembakau dalam pipa rokok
yang kemudian dihisap untuk mendapatkan efek dari zat yang ada dalam rokok
tersebut (Basyir, 2005). Menurut Leventhal dan Clearly terdapat 4 tahap seseorang
mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal
Tahap initiation : tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan
Tahap maintenance of smoking : tahap ini perokok sudah menjadi salah satu
merupakan orang yang tidak pernah merokok paling banyak 1 batang perhari
selama 1 tahun”.
Secara umum tipe perokok di bagi menjadi beberapa kategori yakni tipe perokok
yang berhubungan dengan udara atau asap yang dihirup, tipe perokok berdasarkan
jumlah rokok yang dikonsumsi dalam 1 hari, dan tipe perokok yang dipengaruhi
Perokok pasif yakni mereka yang tidak merokok, tetapi berada di sekeliling
perokok dan menghirup asap rokok yang dihembuskan oleh perokok. Perokok
menjadi ; Perokok sangat berat, adalah jika mengkonsumsi rokok lebih dari 31
batang perhari, Perokok berat yakni mereka yang merokok sekitar 21-30 batang
perhari, Perokok sedang adalah perokok yang menghabiskan rokok 11-21 batang
perhari, dan Perokok ringan yang merokok sekitar 10 batang/hari (Basyir 2005).
perokok ini : pleasure relaxation, yakni perilaku merokok hanya untuk menambah
minum kopi atau makan. Stimulant to pick them up, yakni perilaku merokok
khususnya pada perokok pipa. Kedua, perokok yang dipengaruhi oleh perasaan
seperti stress, marah, gelisah dan cemas. Maka rokok dianggap sebagai penenang,
yang akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari
rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan mencari rokok kapan
pun mereka inginkan. Keempat, perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Mereka merokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka.
Istilah remaja atau adolesccene berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti
sekarang ini mempunyai arti luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial
meninggalkan usia 11 tahun dan akan menuju usia 21 tahun. Usia remaja
merupakan usia dimana individu mulai berinteraksi dengan masyarakat dan merasa
berada sama dalam satu tingkat dengan orang yang lebih tua darinya termasuk
Secara umum masa remaja dibagi kedalam 3 tahap yang dilihat dari rentang usia.
Sampai saat ini masih banyak perbedaan mengenai klasifikasi remaja tersebut.
Gunarsa (2001) membagi tahapan masa remaja tersebut menjadi : remaja awal (12-
14 tahun), remaja pertengahan (15-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun).
pekembangan pada masa ini dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola
masa dewasa. Oleh sebab itu, masa remaja disebut juga sebagai periode peralihan,
tidak realistik. Pada periode pencarian identitas, remaja yang tidak ingin lagi
yang menjadi simbol status kedewasaan. Salah satu perilaku yang muncul adalah
perilaku ini seringkali dimulai pada usia sekolah menengah pertama (Hurlock
1993).
antara lain :
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat
dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh
tertentu.
rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Hal
tersebut tentunya akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar
orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib
dengannya.
Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan.
Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah
mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses
mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab
kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja
ini tentu saja akan menjadi masalah untuk tugas perkembangan selanjutnya (masa
Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan
orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-
bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan
dirinya.
luar rumah dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya, sehingga
anggota kelompok sebaya (peer group). Kelompok sebaya menjadi sangat berarti
dan sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial remaja. Melalui kelompok sebaya,
remaja bisa melatih kecakapan sosial, karena melalui kelompok sebaya, remaja
Sangat besarnya pengaruh teman sebaya, maka dapat dimengerti bahwa teman
Sedangkan secara emosional, telah diketahui bahwa masa remaja dianggap sebagai
masa “badai dan topan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai
akibat dari perubahan fisik dan hormonal. Hal ini dikuatkan dengan tekanan sosial
yang menuntut remaja menampilkan pola kehidupan sosial yang baru. Untuk
sebagai kondisi stress pada remaja yang disebabkan perubahan fisik dan psikologis
yang terjadi secara bersamaan.
faktor resiko yang berpengaruh terhadap penggunaan rokok atau perilaku merokok
pada remaja.
resiko bagi remaja sehingga mereka menjadi perokok. Keempat faktor tersebut
antara lain :
1. Faktor Psikologik
a. Faktor Psikososial
berhubungan dengan maturasi fisik. Merokok menjadi sebuah cara agar mereka
tampak bebas dan dewasa saat mereka menyesuaikan diri dengan teman sebayanya.
Istirahat, santai dan kesenangan, penampilan diri rasa ingin tahu rasa bosan, sikap
menentang dan stress mengkontribusi remaja untuk mulai merokok. Selain itu rasa
rendah diri, hubungan interpersonal yang kurang baik, putus sekolah sosial
ekonomi yang rendah dan tingkat pendidikan orangtua yang rendah serta tahun-
tahun pertama transisi antara sekolah dasar dan sekolah menengah juga menjadi
b. Faktor psikiatrik
tertentu. Pada remaja, didapatkan asosiasi antara merokok dengan depresi dan
cemas. Gejala depresi lebih sering pada remaja perokok daripada bukan perokok.
Merokok berhubungan dengan meningkatnya kejadian depresi mayor dan
cemas mempunyai resiko lebih besar untuk merokok dari pada remaja yang
2. Faktor Biologik
a. Faktor Kognitif
kognitif, tetapi hal ini akan berkurang bila mereka diberi nikotin atau rokok. Studi
yang dilakukan pada dewasa perokok dan bukan perokok, memperlihatkan bahwa
nikotin dapat meningkatkan finger-tapping rate, respon motorik dalam tes fokus
b. Jenis kelamin
Pada saat ini, peningkatan kejadian merokok tidak hanya terjadi pada remaja laki-
laki. Begitupun dengan wanita, wanita yang merokok dilaporkan menjadi percaya
c. Faktor Etnik
Kejadian merokok di Amerika Serikat cenderung lebih tinggi terjadi pada orang-
orang kulit putih dan penduduk asli Amerika, serta terendah pada orang Amerika
keturunan Afrika dan Asia. Laporan tersebut memberi kesan bahwa perbedaan
asupan nikotin dan tembakau serta waktu paruh kotinin antara perokok dewasa
Amerika keturunan Afrika dengan orang kulit putih adalah substansial. Hal ini
dapat menjelaskan mengapa ada perbedaan resiko pada beberapa etnik dalam hal
d. Faktor genetik
Variasi genetik mempengaruhi fungsi reseptor dopamin dan enzim hati yang
nikotin pada beberapa individu. Variasi efek nikotin dapat diperantarai oleh
polimorfisme gen dopamin yang mengakibatkan lebih besar atau lebih kecilnya
reward dan mudah kecanduan obat. Pada studi genetik molekular beberapa tahun
terakhir, individu dengan alela TaqIA (A1 dan A2) dan TaqIB (B1 dan B2) dari
reseptor dopamin D2 lebih mungkin merokok 100 kali atau lebih dalam hidupnya
dan mereka lebih awal memulai merokok dan lebih sedikit meninggalkannya.
3. Faktor Lingkungan
orangtua, saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok. Selain itu juga
terhadap siswa SMU didapatkan bahwa prediktor bermakna dalam peralihan dari
4. Faktor Regulatori
Peningkatan harga jual atau diberlakukannya cukai yang tinggi, diharapkan dapat
menurunkan daya beli masyarakat terhadap rokok. Selain itu pembatasan fasilitas
merokok dengan menetapkan ruang atau daerah bebas rokok diharapkan dapat
kejadian mulainya merokok pada remaja, walaupun telah banyak dibuat usaha-
usaha untuk mencegahnya.
hal yang menjadi faktor pendukung bagi seseorang untuk menggunakan zat aditif
Faktor individu, merupakan faktor yang muncul dari dalam diri remaja. Berkaitan
dengan faktor individu, perilaku merokok remaja selalu diasosiasikan dengan ciri
perkembangan mereka yakni rasa ingin tahu, proses identifikasi agar telihat seperti
adanya krisis aspek psikososial yang dialami dalam masa proses mencari jati diri.
berada dalam kondisi dibawah tekanan atau stress. Hal ini sejalan dengan apa yang
diungkapkan oleh Mu’tadin (2002) yang mengatakan bahwa masa remaja dikenal
sebagai masa storm and stress (masa badai dan penuh stress) dimana terjadi
pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan
terhadap stress. Aktivitas merokok disaat stress menjadi upaya kompensatoris dari
kecemasan yang dialihkan, yang pada akhirnya merokok menjadi aktivitas yang
Adapun faktor lingkungan, merupakan faktor eksternal yang berasal dari perilaku
(orangtua atau saudara kandung yang merokok), dan perilaku merokok teman
sebaya. Selain itu, berbagai upaya dilakukan oleh para produsen rokok untuk
mempengaruhi persepsi remaja terhadap rokok yang ditampilkan melalui iklan baik
tersebut, bahasan akan dipersempit dengan hanya memfokuskan pada faktor stress,
2.3.1 Stress
dan pencapaian yang ditampilkan melalui perasaan secara emosional. Banyak hal
kondisi keluarga, ataupun tugas yang sudah ditunggu pada batas waktu akhir.
perasaan emosional seperti marah, tegang, cemas bahkan agresi. Padahal Earle
energy” yang diperlukan agar seseorang dapat berfikir lebih baik, sehingga dari
masalah tersebut dialihkan dengan melakukan aktivitas yang mereka anggap dapat
relaksasi yang mereka dapatkan dari rokok, yang pada akhirnya berdampak pada
kali remaja berada dalam tekanan (stress). Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan oleh Atkinson (1991) dalam bukunya “Psikologi Perkembangan”
perilakuknya.
lebih besar untuk menjadi perokok dan akan sulit untuk berhenti bahkan untuk
hal ini terjadi paling sedikit disebabkan oleh karena dua hal: Pertama, karena anak
tersebut ingin seperti bapaknya yang kelihatan gagah dan dewasa saat merokok.
Kedua, ialah karena anak sudah terbiasa dengan asap rokok dirumah, dengan kata
lain disaat kecil mereka telah menjadi perokok pasif dan sesudah remaja anak
gampang saja beralih menjadi perokok aktif (Nainggolan, 2000). Bahkan dalam
sebuah studi, dari para remaja perokok ditemukan bahwa 75% salah satu atau
Aditama mengungkapkan bahwa jumlah remaja perokok lima kali lebih banyak
pada mereka yang orangtuanya merokok dibandingkan dengan orangtua yang tidak
merokok (Basyir, 2005). Resiko munculnya perilaku merokok remaja didukung
pula oleh perilaku merokok saudara kandung meraka. Remaja dengan orangtua dan
perokok, apalagi jika mereka bersikap tidak melarang remaja untuk merokok (A.F
Muchtar 2005).
menerangkan bahwa keluarga menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan
perilaku merokok pada remaja sebesar 96,6%. Menurutnya perilaku merokok yang
Pada masa remaja, pola interaksi mereka lebih banyak dihabiskan dengan teman-
teman sebayanya. Teman sebaya mempunyai peran yang sangat berarti karena pada
masa tersebut remaja mulai memisahkan diri dari orangtua dan mulai bergabung
dengan teman sebaya. Kebutuhan untuk dapat diterima sering kali membuat remaja
berbuat apa saja agar dapat diterima oleh kelompoknya. Sehingga dapatlah
dimengerti bahwa remaja harus dapat menjalankan peran dan tingkah lakunya
sesuai dengan harapan kelompok agar dapat tetap bergabung menjadi anggota
kelompok. Mulai dari sikap, pembicaraan, minat dan penampilan remaja dituntut
memiliki kebiasaan merokok, maka setiap anggotanya mau tidak mau akan dan
(Hurlock 1993).
sedikit contoh untuk meyakinkan setiap anggota kelompok bahwa mereka harus
mengikuti keputusan kelompok, atau kalau tidak, mereka harus menghadapi akibat
perokok maupun yang tidak merokok, 87 % memiliki satu atau lebih sahabat yang
Untuk menjaring konsumen yang lebih banyak, para produsen rokok mempunyai
cara yang handal. Berbagai iklan baik dalam bentuk reklame, poster maupun iklan
Berbagai istilah seperti low, light, mild pun digunakan produsen sehingga seolah-
olah rokok itu aman dan jumlah kandungan zatnya lebih rendah. Akibatnya, para
mengandung sedikit zat. Padahal sebuah studi dalam Journal of The National
Cancer Institute menyebutkan bahwa kandungan zat dalam rokok tersebut tidak
berkurang sedikitpun. Bahkan jumlah tar dan nikotin yang dihisap dalam rokok
tersebut ternyata 8 kali lebih tinggi daripada yang diiklankan (Basyir 2005).
diperankan oleh sosok idola remaja, menarik remaja untuk menjadi seperti
Selain berperan terhadap perubahan persepsi, iklan menjadi media penting bagi
tentang rokok dari iklan terutama iklan di media elektronik.. syahrir gi adap
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
serta ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik sakit maupun sehat
Dari definisi tersebut, dapat dilihat bahwa perawat memiliki peran yang sangat luas
yaitu; 1). Pendekatan pengaruh sosial dan 2). Pendekatan melatih cara menghadapi
tersebut adalah faktor utama dalam memulai perilaku merokok dan bahwa anak-
anak dan remaja perlu diajarkan cara menahan tekanan sosial terhadap
tahan terhadap pengaruh tersebut seperi peran bermain, perilaku latihan dan peer
asumsi bahwa yang menyebabkan merokok dan penggunaan zat-zat tertentu adalah
kurangnya intelegensi personal dan sosial. Beberapa deficit personal yang bisa
membuat seseorang menjadi peka terhadap penggunaan zat-zat tertentu adalah rasa
pedekatan ini memberikan pelatihan pada bidang; peningkatan rasa percaya diri,
ketegasan, cara bekomunikasi, interaksi sosial, santai dalam menghadapi stress,
tersebut perawat dapat menjalankan peran dan fungsinya baik sebagai health
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yakni jenis
penelitian yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila
ada, seberapa eratnya hubungan tersebut, serta berarti atau tidaknya hubungan itu
3.2 Variabel
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
tertentu (Notoatmodjo, 2002). Dibagi menjadi dua yaitu variabel dependen (yang
Variabel independen (X) dalam penelitian ini adalah stress pada remaja, dukungan
keluarga, dukungan teman dan dukungan iklan di mana kesemua item tersebut
3.3.1 Populasi
Populasi adalah sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian/ penelitian, yang
merokok dikalangan remaja terutama terjadi pada remaja pria, sehingga penulis
menetapkan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki di SLTP
3.3.2 Sample
Sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002).
10.000, maka besar jumlah sample dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
angkatan sebanyak :
Sample kelas I : 75 orang
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti untuk
Langkah awal dalam proses pengumpulan data adalah menentukan responden atau
subjek yang akan diteliti. Berdasarkan tehnik sampling yang digunakan, subjek
penelitian diambil dengan cara acak (random), yakni dengan mengundi responden
berdasarkan data absensi siswa yang dikeluarkan instansi sekolah (SMP Karya
Pembangunan). Setelah di undi dan diperoleh data siswa sesuai dengan jumlah
sampel yang diperlukan tiap angkatan, siswa yang telah terpilih tersebut
dalam penelitian.
Instrument penelitian, merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
berbentuk skala, yakni sebuah pengumpul data yang berbentuk seperti daftar cocok
selalu, sering, jarang dan tidak pernah. Instrument untuk mengkaji variable stress
bahasa Indonesia.
dan perilaku remaja terhadap rokok, instrument yang digunakan adalah angket
tertutup dalam bentuk checklist, yakni angket yang disajikan dalam bentuk
Analisa data dilakukan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterpretasikan serta untuk menguji secara statistik kebenaran
dari hipotesis yang telah ditetapkan. Adapun untuk melakukan analisis data
diperlukan suatu proses yang terdiri dari beberapa tahap antara lain :
Pengkodean dapat merupakan suatu penyusunan data mentah (yang ada dalam
Data entering adalah memindahkan data yang telah diubah menjadi kode kedalam
mesin pengolah data. Caranya adalah dengan membuat coding sheet (lembar kode),
Data cleaning adalah memastikan bahwa data yang telah masuk sesuai dengan
Data output merupakan data hasil pengolahan, yang disajikan baik dalam bentuk
Langkah selanjutnya adalah analisis data, yakni proses pengolahan data untuk
hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data. Adapun analisis yang
likert, yakni dengan menganalisa seberapa sering remaja mengalami situasi / gejala
yang menunjukan stress, dengan point penilaian (3) selalu (2) sering (1) kadang-
dukungan teman dan dukungan iklan setiap jawaban Ya diberi nilai 1 (satu), dan
jawaban Tidak diberi nilai 0 (nol). Tiap responden akan memperoleh nilai sesuai
Analisa data untuk variable dukungan keluarga, dukungan teman dan iklan, dimana
hasil ukur dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ada dan tidak ada, dilakukan
dengan menggunakan rumus T skor median. Adapun rumus tersebut adalah sebagai
berikut :
Keterangan :
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variable yaitu
variabel independent dan dependen. Sesuai dengan tujuan penelitian maka analisa
bivariat ini meliputi hubungan antara stress pada remaja, dukungan keluarga,
dukungan teman dan dukungan iklan dengan perilaku remaja terhadap rokok di
SLTP Karya Pembangunan (KP) 10 Bandung. Dalam hal ini analisa data masing-
masing variabel menggunakan uji chi square, adapun rumus uji ini adalah :
f = Frekuensi Observasi
f = Frekuensi Harapan
signifikan 5 % dan dk = 1 dan 2 (X2 tabel = 3,481 dan 5,591). Bila hasil X2
hitungan lebih besar dari X2 tabel berarti didapatkan hubungan signifikan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa H1 diterima (berarti ada hubungan antara stress pada
remaja, dukungan keluarga, dukungan teman dan iklan dengan perilaku merokok
pada siswa).
Selain itu bisa juga dengan menggunakan cara probabilistic, yakni dengan
menggunakan SPSS for windows 13,0 dapat dihitung nilai P (P value), dengan
taraf kesalahan 5% (α = 0.05). Jika P value < dari 0,05, maka dapat dinyatakan
bahwa H1 diterima yang berarti terdapat hubungan antara variable dependen dan
variable independent.
Selanjutnya untuk mengetahui derajat hubungan antara variable stress pada remaja,
dukungan keluarga, dukungan teman dan dukungan iklan dengan perilaku remaja
contingensi coefficient (nilai C), bila nilai C mendekati nilai C maksimal maka
C =
Keterangan :
C = Koefisien kontingensi
N = Jumlah sampel
Interpretasi makin dekat harga C kepada C maksimal, maka makin besar derajat
kontribusi antara variable. Dengan kata lain, variable yang satu makin berkaitan
dengan variable yang lain. Sugiyono 2005 mengkategorikan tingkat hubungan atau
Korelasi
Kriteria
0,00 – 0,199
0,20 - 0,399
0,40 - 0,599
0,60 - 0,799
0,80 - 1,000
Hubungan sedang
Hubungan erat
Uji validitas dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat kesahihan suatu
instrumen. Uji validitas ini dilakukan terhadap setiap item pertanyaan yang
diajukan. Tehnik uji validitas terdiri dari 2 bentuk yakni validitas logis dan
vaklditas empiris. Adapun validitas logis terbagi lagi menjadi 2 bentuk yakni
validitas isi / contens validity (instrumen yang dibuat sesuai dengan isi yang akan
bentuk yang mudah dipahami disesuaikan dengan aspek yang akan di ungkap).
Sedangkan validitas empiris, yakni tehnik uji validitas dimana setelah instrumen
dibuat, kemudian di uji dan diolah melalui rumusan perhitungan (Arikunto, 2005).
bahasakan ke bahasa Indonesia, tehnik uji valitidas empiris untuk veriabel stres
yang memiliki skala ordinal dengan skor berupa tingkatan, digunakan rumus
koefisien validitas dengan korelasi item total (Azwar, 2001) dengan rumus sebagai
berikut ;
Keterangan :
keluarga, teman, dan dukungan iklan, tehnik uji validitas empiris yang digunakan
adalah tehnik koefisien “Korelasi Point Biserial”, karena tipe jawaban setiap item
pertanyaan berupa 2 alternatif jawaban (dikotomis yang diberi nilai 1 & 0) dengan
valid jika r minimum = 0,30. semakin positif dan semakin besar nilai r, maka item
Dalam penelitian ini, uji coba instrumen dilakukan sebanyak 2 kali. Pertama, uji
kedua, dilakukan karena hasil uji coba instrumen yang pertama menunjukan bahwa
instrumen yang di buat belum layak untuk dijadikan alat penelitian. Untuk itu
dilakukan revisi atau perbaikan terhadap instrumen yang tidak valid, dan kemudian
instrumen tersebut di uji coba-kan kembali di tempat yang berbeda yakni di SMP
Gunadharma, dengan jumlah responden sebanyak 20 orang. Adapun data hasil uji
suatu responden ke responden yang lain atau dengan kata lain sejauh mana
variabel dikatakan reliabel dan berhasil mengukur variabel yang kita ukur jika
koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,700 (Kaplan & Saccuzo,
1993). Uji reliabilitas dilakukan setelah setiap item dalam alat ukur terbukti valid
dukungan iklan, dimana tipe jawaban berbentuk dikotomis dengan skor item
jawaban Ya bernilai (1) dan skor item jawaban Tidak bernilai (0). Tehnik uji
Kriteria reliabilitasnya adalah jika KR-20 ³ 0,70 maka dimensi kuesioner reliabel
(konsisten) dan jika KR-20 < 0,70 maka dimensi kuesioner tidak reliabel.
Hasil uji reliabilitas untuk instrumen stres diperoleh nilai koefisien reliabilitas
sebesar 0,820 untuk uji coba pertama dan 0,868 untuk uji coba yang kedua. Untuk
korelasi sebesar 0,714. Dengan demikian, maka instrumen penelitian ini dikatakan
reliabel (hasil lengkap dapat dilihat pada lampiran).
Proses yang dilalui dalam tahap ini adalah mengadakan studi pendahuluan, studi
Pada tahap akhir penelitian ini dilakukan penyusunan laporan penelitian dan
Agustus 2006.
BAB IV
Hasil penelitian untuk mengetahui hubungan antara tingkat stress pada remaja,
dukungan keluarga, dukungan teman, dan dukungan Iklan dengan perilaku remaja
pada bulan Agustus 2006, dengan jumlah responden sebanyak 220 responden yang
terbagi menjadi : sebanyak 75 responden kelas satu, 79 responden kelas dua, dan
66 responden kelas tiga. Dalam pembahasan ini akan dibahas dua bagian yaitu
hasil penelitian dengan analisis univariat, dan hasil penelitian dengan analisis
bivariat, yang selanjutnya dibagi dalam sub Bab 4.1, dan sub Bab 4.2 sebagai
berikut.
Dalam sub Bab ini, akan dijelaskan dalam tabel secara rinci untuk tiap variabel,
dimana terdiri dari lima variabel, yaitu variabel perilaku remaja terhadap rokok,
47
61
Persentase (%)
Merokok
60
27,27
Tidak Merokok
160
72,73
Total
220
100,00
Berdasarkan data tabel 4.1 tentang perilaku responden terhadap rokok, bahwa
Kategori
Persentase (%)
Ringan
4
1,82
Sedang
70
31,82
Berat
146
66,36
Total
220
100,00
Berdasarkan data tabel 4.2 tentang distribusi tingkat stres pada responden, terdapat
kecenderungan remaja mengalami stres berat. Hal ini ditunjukan dengan sebagian
4.1.3 Distribusi Dukungan Keluarga, Dukungan Teman dan Dukungan Iklan Pada
Responden
Hasil analisis mengenai dukungan keluarga, dukungan teman dan dukungan iklan
Tabel 4.1.3 Distribusi Dukungan Keluarga, Dukungan Teman dan Iklan Pada
Responden
Kategori
Variabel
Ada
Tidak ada
Dukungan keluarga
163
74,09
57
25,91
Dukungan teman
84
38,18
136
61,82
Dukungan iklan
28
12,73
192
87,27
dukungan iklan pada responden, dapat dilihat bahwa pada variabel dukungan
dalam responden yang memiliki Teman Dekat yang tidak mendukung untuk
dan 192 responden (87,27%) sisanya tergolong ke dalam responden yang tidak
Dalam sub Bab ini, akan dijelaskan dalam tabel secara rinci “Hubungan antara
Bandung.
4.2.1 Analisis Hubungan Tingkat Stres dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di
Hasil analisis mengenai hubungan tingkat stres dengan perilaku remaja terhadap
Tabel 4.2.1 Analisis Hubungan tingkat Stres dengan Perilaku Remaja terhadap
Total
X2
P value
CC
Merokok
Tidak Merokok
8,232
0,000
0,27
Ringan
0,91
0,91
1,82
Sedang
27
12,27
43
19,55
70
31,82
Berat
31
14,09
115
52,27
146
66,36
Total
60
27,27
160
72,73
220
100,00
Berdasarkan tabel tabulasi silang mengenai hubungan antara tingkat stres dengan
perilaku remaja terhadap rokok di atas, didapatkan informasi bahwa hasil uji chi-
square sebesar 8,232. Adapun χ2 tabel dengan db = 2 dan α = 0,05 yakni sebesar
5,591. Hal ini menujukan bahwa nilai χ2 hitung > χ2 tabel, yang berarti Ho ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa “Terdapat Hubungan antara tingkat stres
dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP KP”. Selain itu, untuk menolak
Ho, dapat pula dilihat dari hasil perhitungan P value, dimana P value (0,000) < α
(0,05). Adapun untuk melihat tingkat keeratan hubungan tersebut, dapat dilihat dari
nilai koefisien kontingensi yakni sebesar 0,27 yang berarti hubungan tidak erat tapi
pasti.
Total
X2
P value
CC
Merokok
Tidak Merokok
f
%
2,467
0,124
0,15
Ada
49
22,27
114
51,82
163
74,09
Tidak Ada
11
5,00
46
20,91
57
25,91
Total
60
27,27
160
72,73
220
100,00
perilaku remaja terhadap rokok di atas dapat diketahui bahwa, hasil uji chi-square
(χ2 hitung) sebesar 2,467. Adapun nilai χ2 tabel dengan db 1 dan α = 0,05 adalah
3,841. Hal ini menunjukan bahwa χ2 hitung < χ2 tabel, yang berarti “Tidak
Total
X2
P value
CC
Merokok
Tidak Merokok
f
39,19
0,000
0,55
Ada
43
19,55
41
18,64
84
38,18
Tidak Ada
17
7,73
119
54,09
136
61,82
Total
60
27,27
160
72,73
220
100,00
perilaku remaja terhadap rokok di atas dapat diketahui bahwa, hasil uji chi-square
(χ2 hitung) sebesar 39,19. Adapun nilai χ2 tabel dengan db = 1 dan α (0,05) adalah
3,841. Hal ini menunjukan bahwa χ2 hitung > χ2 tabel, yang berarti Ho ditolak
dukungan teman dengan perilaku remaja terhadap rokok”. Nilai chi square tersebut
diperkuat dengan hasil perhitungan P value (0,000 ) < α (0,05). Adapun untuk
melihat kuatnya hubungan tersebut, dapat dilihat dari nilai koefisien kontingensi
4.2.4 Analisis Hubungan Dukungan Iklan dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok
Tabel 4.2.4 Analisis Hubungan Dukungan Iklan dengan Perilaku Remaja terhadap
Total
X2
P value
CC
Merokok
Tidak Merokok
31,538
0,000
0,50
Ada
20
9,09
3,64
28
12,73
Tidak Ada
40
18,18
152
69,09
192
87,27
Total
60
27,27
160
72,73
220
100,00
perilaku remaja terhadap rokok dapat diketahui bahwa, hasil uji chi-square (χ2
hitung) sebesar 31, 583. Adapun χ2 tabel dengan db = 1 dan α = 0,05 yakni sebesar
3,841. Dengan demikian terlihat bahwa nilai χ2 hitung > χ2 tabel, yang berarti Ho
iklan dengan perilaku remaja terhadap rokok”. Selain itu, untuk menolak Ho, dapat
pula dilihat dari hasil perhitungan P value, dimana P value (0,000) < α (0,05).
Adapun untuk melihat kuatnya hubungan tersebut, dapat dilihat dari nilai koefisien
kontingensi yakni sebesar 0,55 yang berarti hubungan sedang.
4.3 Pembahasan
hubungan antara tingkat stres dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP KP
10 Bandung”. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Brandon (2000),
bahwa seseorang yang berada dalam kondisi stress mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk menjadi perokok, bahkan akan mengalami kesulitan untuk berhenti
dari perilakunya tersebut. Dikatakan A.F Muchtar (2005) dalam bukunya bahwa
aktivitas merokok disaat stress menjadi upaya kompensatoris dari kecemasan yang
dialihkan, yang pada akhirnya merokok menjadi aktivitas yang dapat memberikan
dalam kondisi stress. Dengan kata lain berdasarkan pandangan Leventhal dan
Clearly (Helmi & Komalasari, 2006), kemungkinan remaja telah masuk kedalam
tahap bukan saja sebagai become a smoker tetapi telah masuk pada tahap
maintenance of smoking, dimana merokok sudah menjadi salah satu cara dalam
cara yang dapat dilakukan remaja untuk bisa mengalihkan kebiasaan merokok
disaat stres diantaranya, a). Remaja tidak menghindar dari permasalahan yang
sedang dihadapi. b). Memperbanyak aktivitas yang positif. c) Membicarakan
ini tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa
keluarga merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok
pada remaja. Dalam penelitian ini walaupun didapatkan bahwa sebagian besar
remaja mendapatkan dukungan keluarga untuk merokok, akan tetapi tidak terdapat
hubungan antara dukungan keluarga denga perilaku remaja terhadap rokok. Begitu
pula dengan apa yang diungkapkan oleh A.F Muchtar (2005) yang mengatakan
bahwa perilaku merokok remaja berkaitan dengan dukungan dari keluarga, dimana
Dalam hal ini kemungkinan yang terjadi adalah terdapat faktor lain yang lebih
menjadi role model yang utama bagi remaja. Mereka lebih banyak menghabiskan
waktunya di luar lingkungan rumah, dan nilai-nilai yang mereka anut lebih tertuju
pada nilai yang mereka anggap ideal yang sesuai dengan lingkungan dimana
mereka biasa berkumpul.
remaja sebesar (93,8%) (Kurniawati, 2003). Teman sebaya menjadi sesuatu yang
sangat penting bagi remaja. Adanya kebutuhan untuk dapat diterima dan diakui
sebagai anggota kelompok menjadi alasan mereka untuk mengikuti perilaku yang
keputusan kelompok, atau kalau tidak, mereka harus menghadapi akibat yang lebih
parah”.
Dengan kata lain dapat digambarkan bahwa adaptasi atau penyesuaian perilaku
remaja dengan perilaku yang umum ada pada kelompok merupakan suatu cara agar
remaja tidak berada dalam tekanan. Karena adanya penyimpakan nilai antara
remaja dengan nilai yang dianut kelompok bisa menyebabkan remaja tidak lagi
hubungan antara dukungan iklan dengan perilaku remaja terhadap rokok di SLTP
Karya Pembangunan 10 Bandung”. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan
kejantanan yang ditampilkan oleh sosok idola remaja merangsang remaja untuk
mengikuti perilaku yang diperankan sosok idola remaja tersebut yakni perilaku
remaja adalah memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai, dimana skala
nilai tersebut diperoleh remaja melalui indentifikasi dari orang yang diidolakan
olehnya. Sehingga perilaku sang idola sangat mudah diadopsi oleh remaja, salah
satunya adalah perilaku merokok yang ditampilkan sang idola dalam iklan.
Selain itu, iklan merupakan media informasi yang baik bagi remaja. Akan tetapi,
tidak semua informasi yang remaja dapatkan memiliki nilai yang positif. sala
satunya adalah istilah yang digunakan dalam iklan ataupun kemasan rokok yang
kandungan zat yang terdapat dalam rokok tersebut lebih rendah. Sehingga pada
akan menjawab tidak berdasarakan apa yang terjadi sesungguhnya, karena anak
akan merasa takut apa yang mereka isi diketahui pihak sekolah. Untuk mengatasi
pada siswa dan melakukan informed concent untuk meyakinkan siswa bahwa
Tidak ada instrumen yang khusus untuk mengungkap variabel yang akan diteliti.
instrumen yang kurang baik, penulis mencoba membuat kisi-kisi instrumen terlebih
dahulu, dan melakukan pengujian terhadap instrumen yang dibuat, untuk melihat
proses translasi sendiri oleh penulis. Akan tetapi untuk mengurangi kemungkinan
BAB V
5.1 Kesimpulan
dan Iklan dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok di SLTP Karya Pembangunan
perokok.
2. Sebagian besar remaja SLTP KP 10 Bandung berada pada kategori stres tingkat
berat.
7.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, agen sosialisasi perilaku merokok dalam penelitian
ini adalah lingkungan teman sebaya dan iklan. Selain itu perilaku merokok
berkaitan juga dengan aspek emosional yakni stress. Untuk itu saran dari penelitian
ini :
tempat yang baik untuk proses transfer perilaku dari masing-masing anggota
ekstrakulikuler olahraga. Selain itu diperlukan peran dari dewan guru, terutama
bagian bimbingan konseling untuk memberikan bimbingan agar remaja bisa lebih
Adapun dilihat dari segi emosional, remaja merokok berkaitan dengan stres, untuk
itu diperlukan adanya pembinaan suatu hubungan yang baik antara guru dan
remaja, dengan harapan remaja bisa lebih terbuka akan masalah yang dihadapinya
dan guru bisa membantu remaja dalam mencari penyelesaian dari masalah yang
kecenderungan remaja mengalami stres, yang pada akhirnya dapat berujung pada
berupa pemberian informasi akan bahaya atau dampak negatif dari merokok.
Dalam penelitian ini tidak didapatkan faktor mana yang paling dominan yang
berhubungan dengan perilaku remaja, untuk itu diperlukan penelitian lanjutan yang
mengkaji hal tersebut. Selain itu, ditemukan bahwa tingkat stres pada remaja di
SLTP KP 10 sebagian besar berada pada tingkat stres yang berat, untuk itu