Anda di halaman 1dari 8

Contoh Proposal Skripsi KESMAS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan mulai menghadapi pola penyakit baru, yaitu meningkatnya

kasus penyakit tidak menular yang dipicu berubahnya gaya hidup masyarakat seperti pola

makan rendah serat dan tinggi lemak serta konsumsi garam dan gula berlebih, kurang

aktifitas fisik (olah raga) dan konsumsi rokok yang prevalensinya terus meningkat.

Kecenderungan peningkatan jumlah perokok tersebut membawa konsekuensi jangka

panjang, karena rokok berdampak terhadap kesehatan. Dampak kesehatan dari konsumsi

rokok telah diketahui sejak dahulu (Kemenkes RI, 2012).

Sikap sebagian remaja Indonesia telah menganggap bahwa merokok adalah sebuah

kebutuhan yang tidak bisa dielakkan, kebutuhan untuk “gaul”, kebutuhan untuk santai dan

berbagai alasan lain yang membuat rokok adalah hal biasa. Dampak rokok itu sendiri

meningkat justru pada perokok pasif yaitu orang yang tidak merokok tapi menghirup atau

terkena paparan rokok orang lain. Remaja juga merupakan kelompok tertinggi yang rentang

terhadap pengaruh iklan, baik media massa (cetak dan elektronik) maupun papan iklan

dipinggir jalan (Biilboard). Sekitar 86% remaja di dunia menghisap satu jenis merk rokok

yang paling sering diiklankan, terutama televisi sedangkan orang dewasa hanya 30% yang

memilih jenis rokok yang sama meskipun kemungkinannya mereka lebih sering menyaksikan

iklannya dibandingkan remaja (Kurniawan, 2012).


Adanya selang waktu 20-25 tahun antara mulai merokok dan timbulnya penyakit

yang ditimbulkannya menyebabkan dampak tersebut tidak disadari. Rokok kretek

mengandung tembakau sebanyak 60-70% sehingga memiliki risiko kesehatan yang sama

dengan produk tembakau lainnya. Mitos yang berkembang di masyarakat adalah larangan

merokok melanggar hak asasi seseorang. Merokok di tempat umum melanggar hak orang

lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang

tidak merokok. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 juga menunjukkan

adanya peningkatan jumlah konsumsi rokok. Menurut hasil riset tersebut, penduduk

Indonesia rata-rata menghisap 12 batang per hari meningkat dari rata-rata konsumsi rokok

pada tahun sebelumnya yang hanya antara 10-11 batang per hari (Kemenkes RI, 2008).

Penggunaan tembakau terus berlanjut sebagai bahan yang menyebabkan kerusakan

pada kesehatan manusia. Menurut data WHO (World Health Organization) saat ini terdapat

1,3 miliar perokok di dunia dan 84 % di antaranya berasal dari dunia ketiga (negara

berkembang). Tembakau dapat menyebabkan sekitar 8,8% kematian (4,9 juta) dan sekitar

4,1% menyebabkan penyakit (59,1 juta) dari seluruh dunia. Jika kecenderungan ini tidak

berbalik, maka angka-angka tersebut akan meningkat hingga 10 juta kematian per tahun

mulai tahun 2020, atau pada awal 2030, dengan 70% kematian terjadi di negara-negara

berkembang (WHO, 2010).

WHO memperkirakan bahwa 59% pria berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah

menjadi perokok harian, dan konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar

batang rokok atau urutan ke-4 pada tahun 2008 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480

miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar).

Menurut perkiraan WHO, kenaikan jumlah perokok Indonesia, khususnya anak usia muda,

karena gencarnya iklan rokok melalui berbagai media, sponsorship pada kegiatan olahraga,
dan hiburan. Sebagian besar perokok di Indonesia menyatakan sulit menghentikan merokok

dengan alasan untuk kenikmatan, terkesan “keren” dan gengsi yang tinggi serta alasan

menghilangkan stres/ depresi (Kompas, 2010).

Prevalensi perokok dunia pada tahun 2008 adalah 1,3 milyar orang, bila jumlah

penduduk dunia pada tahun yang sama mencapai 6,7 milyar jiwa, maka prevalensi perokok

dunia pada tahun 2008 adalah 19,4%. Prevalensi merokok di indonesia juga mengalami

peningkatan, berdasarkan riskesdas tahun 2007 penduduk Indonesia berusia > 15 tahun

yang merokok setiap hari sebanyak 27,2%, yang kadang- kadang (tidak setiap hari) merokok

sebanyak 6,1%, mantan perokok sebesar 3,7% dan yang tidak merokok sebesar 63%

sedangkan menurut Riskesdas tahun 2010 penduduk indonesia bersusia > 15 tahun yang

merokok setiap hari sebanyak 28,2%, yang kadang-kadang merokok (tidak setiap hari)

merokok sebanyak 8,5%, mantan perokok 5,4% dan yang tidak merokok sebesar 59,9%.

Dibandingkan tahun 2007 pada tahun 2010 terlihat adanya peningkatan prevalensi merokok

pada usia > 15 tahun (Wijaya, 2012).

Menurut data pada tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Global Youth Tobaco Survey

(GYTS) dari 2074 responden pelajar Indonesia usia 15-20 tahun, 43,9% (63% pria) mengaku

pernah merokok. Para perokok pada umumnya adalah laki-laki dan lebih tinggi

dibandingkan dengan perempuan, dimana jika diuraikan menurut umur, prevalensi perokok

laki-laki paling tinggi pada umur 15-19 tahun. Remaja laki-laki pada umumnya

mengkonsumsi 11-12 batang perhari (49,8%) dan yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang

perhari atau sebesar 5,6% (GYTS, 2008).

Sementara Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pada tahun 2008 menemukan 27,1% dari

1961 responden pelajar pria SMA/SMK, sudah mulai merokok bahkan sudah terbiasa

dengan yang namanya merokok. Umumnya siswa kelas satu sudah menghisap satu sampai
empat batang perhari, sementara siswa kelas tiga mengkonsumsi rokok lebih dari 10 batang

perhari (Sirait, 2009).

Menurut data Kementrian Kesehatan jumlah perokok di Indonesia mencapai 34,7%.

Perokok yang paling banyak terdapat di Kalimantan Tengah, sementara konsumsi rokok

perhari paling banyak di Bangka Belitung. Menurut Riskesdas tahun 2010 mengungkapkan

populasi perokok di Kalimantan Tengah mencapai 43,2%, tertinggi dibanding provinsi lain di

Indonesia sementara yang paling rendah di Sulawesi Tengah 28,4%, sekitar 52,3 persen

perokok di Indonesia menghisap 1-10 batang/hari, 41% menghisap 11-20 batang/hari, 4,7%

menghisap 21-30 batang/hari. 2,1% yang sanggup menghabiskan 31 batang/hari.

Berdasarkan katagori jumlah perokok berat yang menghabiskan lebih dari 31 batang/hari,

Bangka Belitung tertinggi yaitu 16,2%. Provinsi ini juga menempati urutan kedua untuk

jumlah perokok yang mengonsumsi 21-30 batang/hari dengan 8,5%, di bawah Aceh dengan

9,9 % (Kemenkes RI, 2010).

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

meskipun jumlah penduduk Aceh lebih sedikit dibanding penduduk daerah lain di Indonesia,

terutama dari Pulau Jawa. Namun, masyarakat Aceh ternyata tergolong sebagai perokok

berat. Hal ini dibuktikan dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) provinsi Aceh berada di

urutan teratas jumlah perokok terbanyak. Bahkan anak Aceh yang berusia 10 tahun ke atas,

sebanyak 29,7 % tercatat sebagai perokok aktif.

Dari hasil riset tersebut diketahui para perokok di Aceh rata-rata menghisap 19

batang rokok per hari. Bahkan, karena kurangnya kesadaran mereka merokok di rumah,

82,7 % anggota keluarga terkena imbas perokok pasif, termasuk balita. Angka tersebut lebih

banyak dibanding rata-rata perokok aktif secara nasional di Indonesia yakni, 29,2 %dari

jumlah penduduk. Dikabupaten Aceh Selatan persentase perokok yang merokok setiap hari
adalah 30,4%, merokok kadang- kadang 3,8% dan 82,8% kegiatan merokok di lakukan di

dalam rumah sedangkan usia pertama kali merokok adalah usia 5-9 tahun (1,2%) usia 10 –

14 tahun (9,5%), usia 15 – 19 tahun (25,7%), usia 20-24 tahun (13,7%), usia 25-29 (4,2%)

dan usia >= 30 tahun (5,7%) (Dinkes Aceh, 2008).

Lebih dari sepertiga pelajar di Indonesia dilaporkan biasa merokok, dan ada 3

diantara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun. Trend

perokok remaja di Indonesia juga mengalami peningkatan, berdasarkan Riskesdas tahun

2007 usia mulai merokok pada umur remaja yaitu 15-19 tahun adalah 33,1% kemudian

berdasarkan Riskesdas tahun 2010 terjadi peningkatan menjadi 43,3% yang juga merupakan

tertinggi dari seluruh kelompok umur. Hal ini menunjukkan bahwa anak- anak dan remaja

merupakan merupakan kelompok paling rentan untuk terpapar rokok pertama kali. Usia

mulai merokok pertama kali pada usia 5-9 tahun juga menunjukkan kecenderungan semakin

meningkat yaitu 1,2% pada tahun 2007 menjadi 1,7% pada tahun 2010 (Aditama, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Heru (2005) menunjukkan bahwa adanya hubungan

antara pengetahuan tentang merokok (p-value= 0,013) , sikap tentang merokok (p-value =

0,006), kepercayaan (p-value= 0,032), persetujuan orang tua tentang praktik merokok

responden (p-value 0,003), praktik merokok orang tua responden (p-value 0,005), jumlah

uang saku (p-value 0,003), tradisi merokok dalam keluarga (p-value = 0,002) dengan praktik

merokok pada siswa SLTA di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal.

Hasil pengamatan awal yang dilakukan secara observasi oleh penulis diketahui masih

terdapatnya siswa yang merokok meskipun merokok dilarang oleh pihak sekolah namun

masih tetap ada siswa yang merokok di luar pekarangan sekolah, bahkan ada yang merokok

pada sudut sekolah, hal ini menunjukkan masih lemahnya kontrol pihak sekolah. Data

sekolah SMKN 1 Tapak Tuan diketahui selama tahun 2012 sudah terdapat 38 siswa yang
telah diberikan hukuman karena merokok, hukuman yang diberikan membersihkan

pekarangan sekolah, membersihkan kamar mandi dan membuat sapu lidi.

Sedangkan hasil pengamatan awal yang dilakukan dengan wawancara dengan siswa

diketahui pada umumnya siswa menyatakan orang tua mereka adalah bahkan merokok

dilakukan di dalam rumah, ada juga orang tua yang menyuruh anaknya untuk membeli

rokok yang menunjukkan kurangnya peran orang tua dalam mencegah anak untuk tidak

merokok, siswa mengetahui tentang bahaya dari rokok namun mereka masih bersikap

negatif terhadap rokok artinya tidak peduli dengan bahaya yang akan ditimbulkan pada

kemudian hari dan adanya pengaruh dari lingkungan pergaulan yang menyebabkan

keinginan untuk merokok. Selain faktor yang telah disebutkan di atas terdapat faktor lain

yang menyebabkan remaja di SMKN 1 Tapaktuan merokok karena ikut-ikutan teman yang

merokok.

1.2 Perumusan Masalah

Jumlah perokok dikalangan remaja dari tahun ke tahun terus meningkat yaitu dari

33,1% pada tahun 2007 menjadi 43,3% pada tahun 2010. Untuk mengurangi jumlah

perokok pada remaja maka perlu dilakukan analisa mengenai perilaku perokok pada remaja.

Untuk itu penulis ingin ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku merokok pada siswa sekolah SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten

Aceh Selatan.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat keterbatasan tenaga dan dana maka penelitian ini dibatasi pada faktor

peran orang tua, lingkungan pergaulan, pengetahuan, sikap, iklan rokok dan peran guru.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui determinan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan

Kabupaten Aceh Selatan.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan peran orang tua dengan perilaku merokok pada siswa SMKN

1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.

2. Untuk mengetahui hubungan lingkungan pergaulan dengan perilaku merokok pada siswa

SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.

3. Untuk mengetahui hubungan iklan rokok dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1

Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013

4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1

Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.

5. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan

Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.

6. Untuk mengetahui hubungan peran guru dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1

Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan untuk mencegah

perilaku merokok pada siswa.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

untuk melakukan penyuluhan mengenai rokok pada masyarakat secara umum dan pada

siswa khususnya.
3. Dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya yang meneliti tentang perilaku

merokok.

Anda mungkin juga menyukai