BAB I
PENDAHULUAN
kasus penyakit tidak menular yang dipicu berubahnya gaya hidup masyarakat seperti pola
makan rendah serat dan tinggi lemak serta konsumsi garam dan gula berlebih, kurang
aktifitas fisik (olah raga) dan konsumsi rokok yang prevalensinya terus meningkat.
panjang, karena rokok berdampak terhadap kesehatan. Dampak kesehatan dari konsumsi
Sikap sebagian remaja Indonesia telah menganggap bahwa merokok adalah sebuah
kebutuhan yang tidak bisa dielakkan, kebutuhan untuk “gaul”, kebutuhan untuk santai dan
berbagai alasan lain yang membuat rokok adalah hal biasa. Dampak rokok itu sendiri
meningkat justru pada perokok pasif yaitu orang yang tidak merokok tapi menghirup atau
terkena paparan rokok orang lain. Remaja juga merupakan kelompok tertinggi yang rentang
terhadap pengaruh iklan, baik media massa (cetak dan elektronik) maupun papan iklan
dipinggir jalan (Biilboard). Sekitar 86% remaja di dunia menghisap satu jenis merk rokok
yang paling sering diiklankan, terutama televisi sedangkan orang dewasa hanya 30% yang
memilih jenis rokok yang sama meskipun kemungkinannya mereka lebih sering menyaksikan
mengandung tembakau sebanyak 60-70% sehingga memiliki risiko kesehatan yang sama
dengan produk tembakau lainnya. Mitos yang berkembang di masyarakat adalah larangan
merokok melanggar hak asasi seseorang. Merokok di tempat umum melanggar hak orang
lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang
tidak merokok. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 juga menunjukkan
adanya peningkatan jumlah konsumsi rokok. Menurut hasil riset tersebut, penduduk
Indonesia rata-rata menghisap 12 batang per hari meningkat dari rata-rata konsumsi rokok
pada tahun sebelumnya yang hanya antara 10-11 batang per hari (Kemenkes RI, 2008).
pada kesehatan manusia. Menurut data WHO (World Health Organization) saat ini terdapat
1,3 miliar perokok di dunia dan 84 % di antaranya berasal dari dunia ketiga (negara
berkembang). Tembakau dapat menyebabkan sekitar 8,8% kematian (4,9 juta) dan sekitar
4,1% menyebabkan penyakit (59,1 juta) dari seluruh dunia. Jika kecenderungan ini tidak
berbalik, maka angka-angka tersebut akan meningkat hingga 10 juta kematian per tahun
mulai tahun 2020, atau pada awal 2030, dengan 70% kematian terjadi di negara-negara
WHO memperkirakan bahwa 59% pria berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah
menjadi perokok harian, dan konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar
batang rokok atau urutan ke-4 pada tahun 2008 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480
Menurut perkiraan WHO, kenaikan jumlah perokok Indonesia, khususnya anak usia muda,
karena gencarnya iklan rokok melalui berbagai media, sponsorship pada kegiatan olahraga,
dan hiburan. Sebagian besar perokok di Indonesia menyatakan sulit menghentikan merokok
dengan alasan untuk kenikmatan, terkesan “keren” dan gengsi yang tinggi serta alasan
Prevalensi perokok dunia pada tahun 2008 adalah 1,3 milyar orang, bila jumlah
penduduk dunia pada tahun yang sama mencapai 6,7 milyar jiwa, maka prevalensi perokok
dunia pada tahun 2008 adalah 19,4%. Prevalensi merokok di indonesia juga mengalami
peningkatan, berdasarkan riskesdas tahun 2007 penduduk Indonesia berusia > 15 tahun
yang merokok setiap hari sebanyak 27,2%, yang kadang- kadang (tidak setiap hari) merokok
sebanyak 6,1%, mantan perokok sebesar 3,7% dan yang tidak merokok sebesar 63%
sedangkan menurut Riskesdas tahun 2010 penduduk indonesia bersusia > 15 tahun yang
merokok setiap hari sebanyak 28,2%, yang kadang-kadang merokok (tidak setiap hari)
merokok sebanyak 8,5%, mantan perokok 5,4% dan yang tidak merokok sebesar 59,9%.
Dibandingkan tahun 2007 pada tahun 2010 terlihat adanya peningkatan prevalensi merokok
Menurut data pada tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Global Youth Tobaco Survey
(GYTS) dari 2074 responden pelajar Indonesia usia 15-20 tahun, 43,9% (63% pria) mengaku
pernah merokok. Para perokok pada umumnya adalah laki-laki dan lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan, dimana jika diuraikan menurut umur, prevalensi perokok
laki-laki paling tinggi pada umur 15-19 tahun. Remaja laki-laki pada umumnya
mengkonsumsi 11-12 batang perhari (49,8%) dan yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang
Sementara Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pada tahun 2008 menemukan 27,1% dari
1961 responden pelajar pria SMA/SMK, sudah mulai merokok bahkan sudah terbiasa
dengan yang namanya merokok. Umumnya siswa kelas satu sudah menghisap satu sampai
empat batang perhari, sementara siswa kelas tiga mengkonsumsi rokok lebih dari 10 batang
Perokok yang paling banyak terdapat di Kalimantan Tengah, sementara konsumsi rokok
perhari paling banyak di Bangka Belitung. Menurut Riskesdas tahun 2010 mengungkapkan
populasi perokok di Kalimantan Tengah mencapai 43,2%, tertinggi dibanding provinsi lain di
Indonesia sementara yang paling rendah di Sulawesi Tengah 28,4%, sekitar 52,3 persen
perokok di Indonesia menghisap 1-10 batang/hari, 41% menghisap 11-20 batang/hari, 4,7%
Berdasarkan katagori jumlah perokok berat yang menghabiskan lebih dari 31 batang/hari,
Bangka Belitung tertinggi yaitu 16,2%. Provinsi ini juga menempati urutan kedua untuk
jumlah perokok yang mengonsumsi 21-30 batang/hari dengan 8,5%, di bawah Aceh dengan
meskipun jumlah penduduk Aceh lebih sedikit dibanding penduduk daerah lain di Indonesia,
terutama dari Pulau Jawa. Namun, masyarakat Aceh ternyata tergolong sebagai perokok
berat. Hal ini dibuktikan dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) provinsi Aceh berada di
urutan teratas jumlah perokok terbanyak. Bahkan anak Aceh yang berusia 10 tahun ke atas,
Dari hasil riset tersebut diketahui para perokok di Aceh rata-rata menghisap 19
batang rokok per hari. Bahkan, karena kurangnya kesadaran mereka merokok di rumah,
82,7 % anggota keluarga terkena imbas perokok pasif, termasuk balita. Angka tersebut lebih
banyak dibanding rata-rata perokok aktif secara nasional di Indonesia yakni, 29,2 %dari
jumlah penduduk. Dikabupaten Aceh Selatan persentase perokok yang merokok setiap hari
adalah 30,4%, merokok kadang- kadang 3,8% dan 82,8% kegiatan merokok di lakukan di
dalam rumah sedangkan usia pertama kali merokok adalah usia 5-9 tahun (1,2%) usia 10 –
14 tahun (9,5%), usia 15 – 19 tahun (25,7%), usia 20-24 tahun (13,7%), usia 25-29 (4,2%)
Lebih dari sepertiga pelajar di Indonesia dilaporkan biasa merokok, dan ada 3
diantara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun. Trend
2007 usia mulai merokok pada umur remaja yaitu 15-19 tahun adalah 33,1% kemudian
berdasarkan Riskesdas tahun 2010 terjadi peningkatan menjadi 43,3% yang juga merupakan
tertinggi dari seluruh kelompok umur. Hal ini menunjukkan bahwa anak- anak dan remaja
merupakan merupakan kelompok paling rentan untuk terpapar rokok pertama kali. Usia
mulai merokok pertama kali pada usia 5-9 tahun juga menunjukkan kecenderungan semakin
meningkat yaitu 1,2% pada tahun 2007 menjadi 1,7% pada tahun 2010 (Aditama, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Heru (2005) menunjukkan bahwa adanya hubungan
antara pengetahuan tentang merokok (p-value= 0,013) , sikap tentang merokok (p-value =
0,006), kepercayaan (p-value= 0,032), persetujuan orang tua tentang praktik merokok
responden (p-value 0,003), praktik merokok orang tua responden (p-value 0,005), jumlah
uang saku (p-value 0,003), tradisi merokok dalam keluarga (p-value = 0,002) dengan praktik
Hasil pengamatan awal yang dilakukan secara observasi oleh penulis diketahui masih
terdapatnya siswa yang merokok meskipun merokok dilarang oleh pihak sekolah namun
masih tetap ada siswa yang merokok di luar pekarangan sekolah, bahkan ada yang merokok
pada sudut sekolah, hal ini menunjukkan masih lemahnya kontrol pihak sekolah. Data
sekolah SMKN 1 Tapak Tuan diketahui selama tahun 2012 sudah terdapat 38 siswa yang
telah diberikan hukuman karena merokok, hukuman yang diberikan membersihkan
Sedangkan hasil pengamatan awal yang dilakukan dengan wawancara dengan siswa
diketahui pada umumnya siswa menyatakan orang tua mereka adalah bahkan merokok
dilakukan di dalam rumah, ada juga orang tua yang menyuruh anaknya untuk membeli
rokok yang menunjukkan kurangnya peran orang tua dalam mencegah anak untuk tidak
merokok, siswa mengetahui tentang bahaya dari rokok namun mereka masih bersikap
negatif terhadap rokok artinya tidak peduli dengan bahaya yang akan ditimbulkan pada
kemudian hari dan adanya pengaruh dari lingkungan pergaulan yang menyebabkan
keinginan untuk merokok. Selain faktor yang telah disebutkan di atas terdapat faktor lain
yang menyebabkan remaja di SMKN 1 Tapaktuan merokok karena ikut-ikutan teman yang
merokok.
Jumlah perokok dikalangan remaja dari tahun ke tahun terus meningkat yaitu dari
33,1% pada tahun 2007 menjadi 43,3% pada tahun 2010. Untuk mengurangi jumlah
perokok pada remaja maka perlu dilakukan analisa mengenai perilaku perokok pada remaja.
Untuk itu penulis ingin ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku merokok pada siswa sekolah SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten
Aceh Selatan.
Mengingat keterbatasan tenaga dan dana maka penelitian ini dibatasi pada faktor
peran orang tua, lingkungan pergaulan, pengetahuan, sikap, iklan rokok dan peran guru.
1. Untuk mengetahui hubungan peran orang tua dengan perilaku merokok pada siswa SMKN
2. Untuk mengetahui hubungan lingkungan pergaulan dengan perilaku merokok pada siswa
3. Untuk mengetahui hubungan iklan rokok dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1
4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1
5. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan
6. Untuk mengetahui hubungan peran guru dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1
1. Sebagai masukan bagi SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan untuk mencegah
2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk melakukan penyuluhan mengenai rokok pada masyarakat secara umum dan pada
siswa khususnya.
3. Dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya yang meneliti tentang perilaku
merokok.