Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perilaku merokok merupakan suatu fenomena yang umum di masyarakat

Indonesia. Menurut Sukendro (2007), merokok bagi sebagian besar masyarakat

Indonesia merupakan pola perilaku yang terjadi sehari-hari. Merokok merupakan

perilaku yang sering dijumpai di berbagai tempat dan dianggap sebagai kebiasaan

dalam masyarakat Indonesia.

Konsumsi rokok di Indonesia antara tahun 1992-2000 menurut laporan

UNDP (2002) adalah 1.504 batang per orang per tahun. Hal ini menyebabkan

konsumsi rata-rata rokok di Indonesia menjadi 189,2 juta batang per tahun. Selain

itu, jumlah perokok di Indonesia juga memiliki kecenderungan meningkat utamanya

kaum remaja. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan hasil

bahwa usia mulai merokok adalah usia antara 15-20 tahun. (Musdalipa, 2003).

Beragam kalangan memandang perilaku merokok sebagian besar

mengarah bahwa rokok memiliki dampak negatif. Merokok yaitu demi relaksasi

dan ketenangan meskipun mereka telah paham bahwa terkandung bahaya yang

sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang

bukan perokok. Bahkan merekapun tahu bahwa rokok memberi dampak buruk

terhadap perilaku merokok bagi kesehatan yaitu dapat menyebabkan kanker,

serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin, penyakit stroke,

katarak, merusak gigi, osteoporosis dan kelainan sperma (Aula, 2010).


Berdasarkan jumlah konsumsi rokok harian, perokok terdiri atas 3 kategori

yaitu: perokok ringan (1-10 batang/ hari), perokok sedang (11-20 batang/ hari), dan

perokok berat (> 20 batang/ hari) (Mutadin, 2002). Pada umumnya, penelitian yang

telah dilakukan terkait dengan perilaku merokok pada mahasiswa hanya kepada

informan dengan kategori perokok ringan, perokok sedang dan perokok berat

(Heavy Smoker). Oleh sebab itu, dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai

informan yang mengonsumsi rokok dalam jumlah yang lebih kecil yakni = 5 batang/

hari. Istilah untuk perokok ini adalah social smoker yaitu individu yang merokok

hanya pada situasi sosial atau situasi tertentu (Hahn dan Payne, 2003).

Remaja adalah anak yang telah mencapai umur 10-18 tahun untuk

perempuan dan 12-20 tahun untuk laki-laki, atau sudah menikah dan mempunyai

tempat untuk tinggal. Angka kejadian merokok pada remaja-remaja di Amerika

Serikat pada tahun 2000 melebihi 25% dari angka kejadian merokok pada orang

dewasa, dan dikatakan terdapat peningkatan sekitar 50% dari tahun 1988. Lebih

dari 80% perokok mulai sebelum umur 18 tahun serta diperkirakan sekitar 3000

remaja mulai merokok setiap hari. kok pada Angka kejadian merokok pada remaja

lebih tinggi di pedesaan dari pada di perkotaan (Soetjiningsih, 2007).

Berdasarkan penelitian Kimberly, dkk (2006) tentang karakteristik perokok

sosial pada mahasiswa diketahui bahwa sampai saat ini, tidak ada cara standar

untuk mendefenisikan perokok sosial. Namun, dalam penelitiannya mereka

mendefenisikan karakteristik perokok sosial sebagai seseorang yang merokok lebih

umum bersama orang lain dari pada sendiri, merokok pada situasi sosial tertentu

seperti pada saat pesta atau pada saat sedang bersosialisasi dengan orang lain.
Di lingkungan k a m p u s D-III PPNI Kendari, mahasiswa cenderung untuk

berperilaku merokok. Mereka merokok disebabkan berbagai faktor ada yang

bermula dari coba-coba dan ada juga karena pengaruh dari teman yang merokok.

Dari hasil wawancara dengan petugas keamanan kampus bahwa mahasiswa laki-

laki yang berada di kampus kesehatan ini sebagian besar adalah perokok dan

tidak jarang mahasiswa perempuan juga nampak ikut bergabung, dan tempat yang

sering digunakan untuk merokok yaitu di kantin kampus, lapangan parkir, lobi-lobi

gedung. Mahasiswa tersebut cenderung merokok pada saat berkumpul dengan

teman-temannya waktu pulang kuliah dan waktu santai.

Faktor dari dalam diri remaja dapat dilihat dari kajian perkembangan remaja.

Remaja mulai merokok dikatakan oleh Erikson (1989) dalam Komalasari (2007)

berkaitan dengan adanya krisis psikososial yang dialami dalam masa

perkembangannya, yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam

masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan masa topan karena

tidak sesuai antara perkembangan psikis dan sosial. Upaya-upaya untuk

menentukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan

masyarakat. Beberapa remaja melakukan perilaku merokok sebagai cara

kompensatoris. Perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi.

Simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan dan daya tarik kepada lawan

jenis

Merokok merupakan suatu kebiasaan pada masyarakat yang banyak ditemui

dalam kehidupan sehari-hari, di berbagai tempat dan kesempatan. Perilaku

merokok adalah aktivitas membakar tembakau, menghisap, lalu menghembuskan


asapnya. Rokok merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia.

Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2014) menyebutkan bahwa sekitar 6 juta orang

per tahun mengalami kematian akibat rokok dan WHO pada 2015 menegaskan

sekitar 15 dari setiap 100 orang dewasa AS berusia 18 tahun atau lebih tua

(15,1%) rokok saat ini merokok. Ini berarti sekitar 36,5 juta orang dewasa di

Amerika Serikat saat ini merokok cigarettes.

Penelitian yang dilakukan oleh Pasco (2012) menyebutkan di antara 165

orang dengan gangguan depresi mayor dan 806 kontrol, merokok dikaitkan

dengan peningkatan peluang untuk gangguan depresi utama (usia disesuaikan

rasio odds (OR) = 1,46,95% CI 1,03-2,07). Dibandingkan dengan non-perokok,

kemungkinan untuk gangguan depresi mayor lebih dari dua kali lipat bagi perokok

berat (> 20 batang/ hari). Di antara 671 wanita yang tidak memiliki riwayat penyakit

depresi pada awal, 13 dari 87 perokok dan 38 dari 584 non-perokok

mengembangkan gangguan depresi de novo besar selama satu dekade tindak

lanjut. Merokok meningkatkan risiko penyakit depresi sebesar 93% (rasio hazard

(HR) = 1,93, 95% CI 1,02-3,69); ini tidak dijelaskan oleh aktivitas fisik atau

konsumsi alkohol.

Dilihat dari sisi ekonomi, merokok pada dasarnya membakar uang, apalagi

jika hal tersebut dilakukan remaja yang belum mempunyai penghasilan sendiri.

Resiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya dari pada perokok aktif

karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah (Komalasari &

Helmi, 2000).

Kondisi perokok di Indonesia juga semakin memperihatinkan karena


konsumsi rokok pada setiap tahunnya terus meningkat pesat melebihi laju

pertambahan penduduk. Pada tahun 2010 diketahui bahwa prevalensi perokok di

Indonesia sebesar 34,2% dan semakin meningkat pada tahun 2013 menjadi

36,3%. Untuk konsumsi rokok pada setiap harinya per orang di Indonesia pada

tahun 2013 sebanyak 12,3 batang per hari (setara satu bungkus) (Kemenkes,

2013). Data Global Youth Tobbaco Survey 2014 (GYTS 2014) menyebutkan 20,3

% anak sekolah merokok (Laki-laki 36%, perempuan 4.3%), 57,3% anak sekolah

usia 13-15 tahun terpapar asap rokok dalam rumah dan 60% terpapar di tempat

umum atau enam dari setiap 10 anak sekolah usia 13-15 tahun terpapar asap

rokok di dalam rumah dan di tempat-tempat umum. Data Global Adult Tabacco

Survey (GATS 2014) juga menunjukkan prevalensi perokok di Indonesia sebesar

34,8%, dan sebanyak 67% laki-laki di Indonesia adalah perokok terbesar di dunia.

Kandungan rokok terdiri dari berbagai macam zat yang beracun seperti,

nikotin, tar, asam asetik yaitu zat yang biasa digunakan dalam pembuatan

pembersih lantai, naptalin yaitu bola-bola yang digunakan untuk pewangi pakaian,

sodium hidroksida, formalin atau pengawet, asetanisol, geraniol atau zat aktif pada

pestisida, hidrogen sianida atau bahan racun tikus, tollene atau bensin, hidrasin

atau bahan bakar pesawat, cinnamaldehyde atau racun anjing, kadmium atau zat

beracun pada batu baterai, urea atau zat yang terdapat pada urin yang biasa

digunakan untuk pembuatan cat, dan polonium -210 atau isotope radioaktif

(Kemenkes RI, 2014).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), terdapat 24,3% perokok

aktif yang setiap hari merokok, 5% perokok kadang-kadang, 4% mantan perokok


dan 66,6% tidak merokok. Hampir 80% perokok merokok ketika usianya belum

mencapai 19 tahun. Umumnya orang mulai merokok sejak muda dan tidak tahu

risiko mengenai bahaya adiktif rokok (Kemenkes RI, 2014).

Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

perawatan kesehatannya (behavior intention). Niat perilaku menurut ajzen (2006)

dalam hanafiah (2012) secara umum, semakin baik sikap dan norma subjek,

semakin besar kontrol yang di rasakan, maka semakin kuat niat seseorang untuk

melakukan perilaku tersebut.

Studi-studi menyelidiki alasan mengapa remaja pria mulai merokok dan

menyimpulkan bahwa yang menjadi alasan mengapa remaja pria mulai merokok

adalah karena sikap dan norma-norma sosial. Berkenaan dengan norma-norma

sosial, hasil-hasil riset sangat jelas, remaja pria mulai merokok karena pengaruh

dukungan lingkuan sosial, teman-teman, orang tua, saudara kandung, dan media

(Widianingsih, 2001).

Menurut Green (1984) dalam Notoatmodjo (2010) informasi kesehatan

adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait

dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan

perubahan perilaku dan lingkungan kondusif bagi kesehatan. Berdasarkan Piagam

Ottawa (Ottawa Charter: 1986), sebagai hasil rumusan Konferensi Internasional

Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada, menyatakan bahwa: informasi kesehatan

adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, informasi kesehatan adalah

upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri untuk berperilaku

lebih baik.

Proses perubahan yang terjadi pada remaja disebabkan oleh adanya

pertambahan pengalaman dan usia yang merupakan hal yang harus terjadi karena

proses pematangan kepribadiannya. Remaja sedikit demi sedikit memunculkan ke

permukaan sifat- sifat (trait) yang sebenarnya, yang harus berbenturan dengan

rangsangan- rangsangan luar (Sarwono, 2011). Menurut Richmond dan Sklansky

(dalam Sarwono, 2011) inti dari tugas perkembangan seseorang dalam periode

remaja awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan. Oleh karena itu

kebanyakan remaja menanamkan konsep diri yang salah yaitu dengan melakukan

perilaku menyimpang atau kenakalan salah satunya perilaku merokok sebagai

konpensasi dan simbolisasi untuk memperjuangkan kemandirian (the strike for

autonomy).

Untuk bertindak apapun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang

tepat. Kondisi dan situasi mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang

tersedia serta kemampuan yang ada. Untuk itu mahasiswa biasanya merokok

diluar dari lingkungan kerabat dekat dan keluarganya. Maka tempat yang

dimaksud terjadinya perilaku merokok adalah wilayah kampus. Mahasiswa merasa

bebas untuk melakukan apa saja termasuk merokok apalagi di tunjang oleh uang

saku yang diberikan oleh orang tua dan di wilayah kampus juga terdapat kantin

yang menjual rokok dengan jarak yang jauh dari ruang belajar mahasiswa

sehingga mahasiswa selalu menghabiskan waktu merokok di kantin tersebut

(Ginting, 2011).
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, diketahui berdasarkan

data-data yang telah disajikan di atas, dapat diketahui bahwa jumlah prevalensi

remaja yang merokok di Indonesia tergolong tinggi. Hal ini dibuktikan dengan

adanya berbagai riset, survey dan penelitian yang telah dilakukan. Selain itu,

semakin tahun semakin tinggi pula jumlah perokok remaja yang meninggal akibat

kanker paru-paru. Dari tahun 2000 sampai tahun 2010 telah terjadi lonjakan jumlah

remaja yang meninggal sebanyak 25 kali lipat (Kompasiana dalam Nastiti, 2014).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa saat ini perilaku merokok pada remaja

merupakan suatu masalah serius yang mengancam kesehatan remaja saat ini.

Sebagaimana diketahui bahwa dampak yang ditimbulkan oleh perilaku merokok

lebih berbahaya bagi perempuan dibanding bagi laki-laki.

Upaya mengatasi perilaku merokok pada mahasiswa yaitu keputusan untuk

menggurangi konsumsi rokok secara bertahap serta dengan niat dan motivasi

yang kuat untuk tidak merokok, maka dari itu dibutuhkan suatu kesadaran yang

tinggi dari masing-masing mahasiswa.

B. RUMUSAN MASALAH

Menyadari dampak negatif dari aktivitas merokok yang dilakukan oleh para

pengguna rokok baik bagi dirinya maupun bagi orang yang berada di sekitarnya

maka hal ini perlu ditinjau lebih jauh sehingga nantinya dapat mengurangi angka

pengguna rokok dan angka gangguan kesehatan karena aktivitas merokok. Hal ini

juga di dukung oleh kurangnya media tentang kesehatan bahaya rokok yang

kurang di paparkan pada area kampus, kemudian mudahnya mahasiswa dalam


mendapatkan rokok apalagi di area kampus terdapat kantin yang juga menjual

rokok. Mahasiswa juga dengan mudah merokok karena peraturan yang kurang

ketat terhadap larangan merokok di area kampus dan mudahnya melihat iklan

rokok dengan idola mereka, kemudian dengan gagahnya idola mereka tersebut

menggunakan rokok sehingga dari akses yang dilihat atau didapatkan kemudian

mahasiswa tersebut meniru idola mereka.

Kampus D-III PPNI Kendari merupakan kampus kesehatan sehingga sudah

hal yang pasti mahasiswa tahu dampak buruk dari rokok, namun mahasiswa masih

cenderung untuk berperilaku merokok. Apalagi kita ketahui bahwa mahasiswa

keperawatan atau kesehatan sangatlah dituntut untuk berperilaku sehat dan bebas

dari merokok karena mereka adalah contoh untuk meningkatkan mutu kesehatan

apalagi berkaitan dengan rokok, tetapi tidak sedikit kita temukan mahasiswa

kesehatan memiliki perilaku merokok yang sangat berat. Dikatakan sangat berat

karena mahasiswa di lingkungan kampus keperawatan ini nampak memiliki rokok

dengan jumlah yang tidak sedikit (bukan dalam bentuk perbatang tetapi dalam

bentuk bungkusan) dalam hal ini pada saat membeli rokok dapat kita ketahui

bahwa perilaku merokok mahasiswa ini sudah tergolong berat. Maka dari itu

berdasarkan uraian dari latar belakang, peneliti merumuskan masalah analisis

fungsi yang mempengaruhi perilaku merokok berat dan merokok sedang

mahasiswa D-III keperawatan PPNI Kendari?

C. TUJUAN PENELITIAN

1) Tujuan Umum
Untuk menganalisis secara mendalam mengenai perilaku aktivitas

merokok mahasiswa di kampus D-III PPNI Kendari Sulawesi Tenggara.

2) Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis fungsi niat perilaku (behavior intention) terhadap

perilaku merokok berat dan sedang mahasiswa di kampus D-III PPNI

Kendari Sulawesi Tenggara.

b. Untuk menganalisis fungsi dukungan sosial (social-support) terhadap

perilaku merokok berat dan merokok sedang mahasiswa di kampus D-III

PPNI Kendari Sulawesi Tenggara.

c. Untuk menganalisis fungsi keterjangkauan informasi kesehatan

(accessibility of information) terhadap perilaku merokok berat dan merokok

sedang di kampus D-III PPNI Kendari Sulawesi Tenggara.

d. Untuk menganalisis fungsi kebebasan menentukan perilaku (personal

autonomy) terhadap perilaku merokok berat dan merokok sedang di

kampus D-III PPNI Kendari Sulawesi Tenggara.

e. Untuk menganalisis fungsi situasi dan kondisi yang mendukung (personal

autonomy) terhadap perilaku merokok berat dan merokok sedang di

kampus D-III PPNI Kendari Sulawesi Tenggara.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan menjadi bahan informasi dan pembanding bagi penelitian-

penelitian berikutnya.
2. Manfaat Institusi

Menjadi salah satu sumber informasi bagi instansi terkait dalam

menentukan arah kebijakan kesehatan untuk mencegah perilaku merokok pada

mahasiswa terutama untuk mahasiswa di institusi pendidikan kesehatan.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Merupakan pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menduduki bangku kuliah serta

menambah wawasan mengenai perilaku merokok pada mahasiswa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN UMUM PERILAKU MEROKOK

1. Pengertian Perilaku Merokok

Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas

menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.

Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok disebut

sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut

sebagai tobacco dependency atau ketergantungan tembakau. Tobacco

dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai perlaku penggunaan tembakau

yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan

adanya tambahan distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau

secara berulang-ulang. Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai

aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur

melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam

kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000).


Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita

pungkiri, banyak penyakit yang telah terbukti menjadi akibat buruk merokok,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Tembakau atau rokok paling

berbahaya bagi kesehatan manusia. Rokok secara luas telah menjadi salah

satu penyebab kematian terbesar di dunia. Rata- rata merokok yang dilakukan

oleh kebanyakan laki-laki di pengaruhi oleh faktor psikologis, meliputi

rangsangan sosial melalui mulut, ritual masyarakat, menunjukkan kejantanan,

mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri. Selain faktor psikologis juga

dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang

dikandung rokok seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin

(Mangku, 1997).

Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam

menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia

yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok merupakan hal yang

biasa dilihat di berbagai tempat dan kesempatan. Kebiasaan merokok dilakukan

oleh orang dewasa dan ternyata telah merambah juga ke dunia anak-anak.

Pengertian merokok menurut Sitepoe (2000) adalah membakar tembakau yang

kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan

pipa. Subanada (2004) menyatakan merokok adalah sebuah kebiasaan yang

dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun di lain pihak dapat

menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang

disekitarnya.
Menurut Sumarno (dalam Mulyadi, 2007) menjelaskan cara merokok yang

lazim dibedakan menjadi dua cara yaitu cara yang pertama dengan menghisap

dan menelan asap rokok ke dalam paru-paru kemudian dihembuskan. Cara yang

kedua dilakukan dengan lebih moderat yaitu hanya menghisap sampai mulut

kemudian dihembuskan melalui mulut atau hidung. Perilaku merokok merupakan

salah satu kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan dan menyebabkan

ketergantunagn pada perokok. Menurut Ogawa (dalam Ulhaq, 2008) dahulu

rokok disebut sebagai kebiasaan atau ketagihan. Dewasa ini, merokok

disebut sebagai Tobacco Depedency atau ketergantungan pada tembakau.

Ketergantungan pada tembakau atau tobacco dependence didefinisikan sebagai

perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari bungkus

rokok perhari, dengan tambahan adanya distres yang disebabkan oleh

kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

merokok adalah suatu aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya

dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat

terhisap oleh orang-orang disekitarnya serta dapat menimbulkan dampak buruk

baik bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang di sekitarnya.

2. Ayat Al-Quran Terkait Merokok

Hukum merokok ini masih pro dan kontra. Terdapat 3 kelompok dengan

hukumnya, antara lain:

a. Tidak tahu dan tidak mau tahu.


b. Tidak mengharamkan, atau setidaknya makruh.

Alasannya: tidak ada nash/ hukumnya yang jelas/ pasti, baik dalam Al

Quran maupun As Sunnah/ Al Hadist. Seperti misalnya babi, darah, bangkai,

dll.

c. Mengharamkan.

Kelompok yang mengharamkan merokok memiliki dalil yang berlandaskan

Al Quran:

Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya)

mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang

menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari

mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang

baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang

dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.

Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya

dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran),

mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Quran surat Al-Araaf ayat

157)

Kelompok ini juga menganggap merokok sebagai salah satu hal yang

buruk, terutama bagi kesehatan, sehingga dianggap sebagai perbuatan yang

menganiaya diri sendiri dan menuju kebinasaan. Hal ini tentu saja bukan

tanpa dalil, melainkan terkait dengan ayat Al Quran di atas. Hal ini juga

didukung dengan fakta ilmiah bahwa dari sekitar 4000 bahan kimia yang
terkandung dalam sebatang rokok, sekitar 400 jenisnya adalah zat-zat yang

berbahaya dan sekitar 40 jenisnya adalah racun yang mematikan. Selain itu,

2 tetes nikotin murni bisa membunuh orang dewasa yang menelannya.

Arsenik, racun yang sangat mematikan dan sering digunakan untuk

membunuh, secara nyata ada di dalam rokok. Hidrogen sianida, racun yang

digunakan tentara Hitler untuk membunuh jutaan orang Yahudi di kamp-kamp

konsentrasi, juga ada dalam rokok. Tidak hanya itu, DDT (racun pembunuh

serangga/ hama), aseton (pembersih cat kuku), Ammoniak, Butane (bahan

bakar korek api), ethyl alcohol, dan masih banyak lagi , semuanya ada dalam

rokok (Rahmad, 2005) dalam Santi (2013)

3. Kategori Perokok

Sitepoe (2000) mengkategorikan perokok berdasarkan jumlah konsumsi

rokok harian yaitu: (a) perokok ringan (110 batang/ hari), (b) perokok sedang

(1120 batang/ hari), (c) perokok berat (>20 batang/ hari). Taylor (2009)

menyebut istilah chippers untuk menjelaskan perokok yang mengkonsumsi rokok

kurang dari 5 batang/ hari dan biasanya chippers tidak menjadi perokok berat

sehingga sangat kecil kemungkinan mengalami ketergantungan nikotin. Istilah

lainnya pada perokok adalah social smoker yaitu individu yang merokok hanya

pada situasi sosial atau situasi tertentu misalnya saat bertemu dengan teman

lama di suatu acara atau pesta. Situasi sosial tersebut bertindak sebagai isyarat

atau pemicu untuk merokok (Hahn & Payne, 2003).

4. Tahapan Menjadi Perokok


Merokok tidak terjadi dalam sekali waktu karena ada proses yang dilalui,

antara lain: periode eksperimen awal (mencoba-coba), tekanan teman sebaya

dan akhirnya mengembangkan sikap mengenai seperti apa seorang perokok

(Taylor, 1979). Ada 4 tahapan yang merupakan proses menjadi perokok (Ogden,

2000) antara lain:

a. Tahap I dan II: Initiation dan Maintenance

Tahap Initiation dan maintenance cukup sulit dibedakan. Initiation

merupakan tahap awal atau pertama kali individu merokok sedangkan

maintenance merupakan tahap dimana individu kembali merokok. Ogden

(2000) mengatakan bahwa merokok biasanya dimulai sebelum usia 19 tahun

dan individu yang mulai merokok pada usia dewasa jumlahnya sangat kecil.

Faktor kognitif berperan besar ketika individu mulai merokok, antara lain:

menghubungkan perilaku merokok dengan kesenangan, kebahagiaan,

keberanian, kesetia-kawanan dan percaya diri. Faktor lainnya adalah memiliki

orang tua perokok, tekanan teman sebaya untuk merokok, menjadi pemimpin

dalam kegiatan sosial dan tidak adanya kebijakan sekolah terhadap perilaku

merokok.

b. Tahap III: Cessation

Cessation merupakan suatu proses dimana perokok pada akhirnya

berhenti merokok. Tahap cessation terbagi 4, yaitu: pre-contemplation

(belum ada keinginan berhenti merokok), contemplation (ada pemikiran

berhenti merokok), action (ada usaha untuk berubah), maintenance (tidak

merokok selama beberapa waktu). Tahapan tersebut bersifat dinamis karena


seseorang yang berada di tahap contemplation dapat kembali ke tahap pre-

contemplation.

c. Tahap IV : Relapse

Individu yang berhasil berhenti merokok tidak menjadi jaminan bahwa ia

tidak akan kembali menjadi perokok. Marlatt dan Gordon dalam (Ogden,

2000) membedakan antara lapse dengan relapse. Lapse adalah kembali

merokok dalam jumlah kecil sedangkan relapse adalah kembali merokok

dalam jumlah besar. Ada beberapa situasi yang mempengaruhi pre-lapse

yaitu high risk situation, coping behavior dan positive-negative outcome

expectancies. Saat individu dihadapkan dengan high risk situation maka

individu akan melakukan strategi coping behavior berupa perilaku atau

kognitif. Bentuk perilaku misalnya menjauhi situasi atau melakukan perilaku

pengganti (makan permen karet) sedangkan bentuk kognitif adalah

mengingat alasan berhenti merokok. Positive outcome expectancies

(misalnya merokok mengurangi kecemasan) dan negative outcome

expectancies (misalnya merokok membuatnya sakit) dipengaruhi

pengalaman individu. No lapse berhasil dilakukan jika individu memiliki

strategi coping dan negative outcome expectancies serta peningkatan self

efficacy yang mempengaruhi Individu tetap bertahan untuk tidak merokok.

Namun, jika individu tidak memiliki strategi coping dan memiliki positive

outcome expectancies serta self efficacy yang rendah maka individu akan

mengalami lapse (kembali merokok dalam jumlah kecil).

5. Tipe-tipe perilaku merokok


Silvan Tomkins dalam (Sarafino, 1994) menyebutkan 4 tipe perilaku

merokok, yaitu:

a. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif (positife affect

smoking). Tujuannya untuk mendapatkan/ meningkatkan perasaan positif,

misalnya untuk mendapatkan rasa nyaman dan membentuk image yang

diinginkan.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif (negatife affect

smoking). Tujuannya untuk mengurangi perasaan yang kurang

menyenangkan, misalnya keadaan cemas dan marah.

c. Perilaku merokok yang adiktif (addictive smoking). Individu yang sudah

ketergantungan nikotin cenderung menambah dosis rokok yang akan

digunakan berikutnya karena efek rokok yang dikonsumsi sebelumnya

mulai berkurang sesaat setelah rokok habis dihisap sehingga individu

mempersiapkan hisapan rokok berikutnya. Umumnya, individu dengan tipe

perilaku merokok yang adiktif merasa gelisah bila tidak memiliki persediaan

rokok.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan (habitual smoking).

Dalam hal ini, tujuan merokok bukan untuk mengendalikan perasaannya

secara langsung melainkan karena sudah terbiasa.

6. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Taylor (1979), mengatakan bahwa kumpulan teman sebaya dan anggota

keluarga yang merokok menimbulkan persepsi bahwa merokok tidak berbahaya

sehingga meningkatkan dorongan untuk merokok. Perokok berpendapat bahwa


berhenti merokok merupakan hal yang sulit, meskipun mereka sendiri masih

tergolong sebagai perokok yang baru (Floyd & Yelding, 2003). Ada beberapa

alasan sehingga perokok tetap merokok, antara lain: pengaruh anggota keluarga

yang merokok, untuk mengontrol berat badan, membantu mengatasi stres, self

esteem yang rendah dan pengaruh lingkungan sosial (Floyd & Yelding, 2003).

Selain itu, rendahnya self efficacy (keyakinan terhadap kemampuan untuk

melakukan sesuatu dengan baik) khususnya yang berkaitan dengan perilaku

merokok yaitu keyakinan terhadap kemampuan untuk mengontrol keinginan

merokok sangat berpengaruh terhadap berlanjutnya perilaku merokok (Bandura,

1997).

Teori Kar (1983) dalam Notoatmodjo (2010), mencoba menganalisis

perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari:

a. Niat sesorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior intention).

b. Dukungan sosial dari masyrakat sekitarnya (social-support).

c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

(accessebility of information).

d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau

keputusan (personal autonomy).

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action

situation).

7. Efek positif dan negatif merokok


Efek positif merokok yaitu menimbulkan perasaan bahagia karena

kandungan nikotin pada tembakau menstimulasi Adrenocorticotropic Hormone

(ACTH) yang terdapat pada area spesifik di otak (Hahn & Payne, 2003). Rose

(Marks, Murray, et all, 2004), mengatakan bahwa nikotin yang dikonsumsi dalam

jumlah kecil memiliki efek psikofisiologis, antara lain: menenangkan, mengurangi

berat badan, mengurangi perasaan mudah tersinggung, meningkatkan

kesiagaan dan memperbaiki fungsi kognitif. Istilah nicotine paradox digunakan

oleh Nesbih (Marks, Murray, et all, 2004), untuk menjelaskan adanya

pertentangan antara efek fisiologis nikotin sebagai stimulan dan menenangkan

yaitu kondisi menenangkan diperoleh saat perokok kembali merokok setelah

mengalami gejala awal akibat pengurangan atau penghentian nikotin. Meskipun

demikian, efek positif merokok sangat kecil dibandingkan dengan efek negatifnya

terhadap kesehatan (Ogden, 2000).

Hahn & Payne (2003) mengatakan bahwa perokok aktif biasanya lebih

mudah sakit, menjalani proses pemulihan kesehatan yang lebih lama dan usia

hidup yang lebih singkat. Merokok tidak menyebabkan kematian tetapi

mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian,

antara lain: penyakit kardiovaskuler, kanker, saluran pernapasan, gangguan

kehamilan, penurunan kesuburan, gangguan pencernaan, peningkatan tekanan

darah, Peningkatan prevalensi gondok dan gangguan penglihatan (Sitepoe,

2000). Secara signifikan, perokok memiliki kecenderungan lebih besar

mengonsumsi obat-obatan terlarang dan meningkatkan resiko disfungsi ereksi

sebesar 50% (Taylor, 2009).


Merokok tidak hanya berbahaya bagi perokok tetapi juga bagi orang-

orang di sekitar perokok dan lingkungan (Floyd & Yelding, 2003). Passive

smokers memiliki kecenderungan yang lebih besar mengalami gangguan jantung

karena menghirup tar dan nikotin 2 kali lebih banyak, karbonmonoksida 5 kali

lebih banyak dan amonia 50 kali lebih banyak (Donatelle & Davis, 1999). Polusi

lingkungan yang menyebabkan kematian terbesar adalah karena asap rokok dan

dikategorikan sebagai penyebab paling dominan dalam polusi ruangan tertutup

karena memberikan polutan berupa gas dan logam-logam berat (Donatelle &

Davis, 1999). Gangguan akut dari polusi ruangan akibat rokok adalah bau yang

kurang menyenangkan pada pakaian serta menyebabkan iritasi mata, hidung,

dan tenggorokan. Bagi penderita asma, polusi ruangan akan menstimulasi

kambuhnya penyakit asma (Sitepoe, 2000).

B. TINJAUAN UMUM MEROKOK SEDANG SAMPAI MEROKOK BERAT

Menurut Davison dan Neale (2001) untuk menjadi seorang pecandu rokok

terjadi dalam beberapa tahap, diawali dengan adanya sikap positif terhadap

merokok, kemudian menjadi perokok secara eksperimentas, dilanjutkan dengan

perokok secara regular, kemudian perokok berat sampai akhirnya menjadi

kecanduan rokok. Sikap positif terhadap perilaku merokok merupakan keyakinan

bahwa merokok akan memberikan konsekuensi positif bagi individu. Sikap positif

terhadap merokok dapat terbentuk sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku

merokok dari orang orang di sekitar. Adanya sikap positif ini akan mendorong
remaja untuk mencoba merokok, mengingat karakteristik remaja yang senang

mencoba-coba dan mencari tantangan (Davison & Neale, 2001).

Perilaku mencoba merokok dapat berkembang menjadi pemakaian secara

regular karena di dalam rokok terkandung nikotin yang bersifat adiktif. Nikotin

merupakan zat psikoaktif yang merangsang serta memotivasi perokok untuk selalu

merokok (Aditama dkk, 1998). Jika nikotin telah masuk ke dalam tubuh maka tubuh

senantiasa membutuhkan nikotin dan itu akan terpenuhi dengan jalan

mengkonsumsi rokok. Jadi perokok reguler dapat berkembang menjadi perokok

berat untuk memenuhi kebutuhan nikotin dalam tubuh. Adanya toleransi terhadap

nikotin akan meningkatkan kebutuhan tubuh akan nikotin untuk mendapat efek

yang diinginkan. Kondisi ini akan berlanjut pada munculnya kecanduan atau

ketergantungan akan rokok, yaitu keadaan apabila seseorang menghentikan

perilaku merokok yang biasa dilakukan akan mengalami gejala putus zat (Joewana,

2005).

Prabandari (2005), membedakan kategori merokok sebagai non perokok,

perokok eksperimen, dan perokok sering. Non perokok adalah orang yang sama

sekali tidak pernah merokok meskipun hanya satu hisapan, perokok eksperimen

adalah orang pernah mencoba merokok meskipun hanya satu hisapan atau

merokok 1-3 batang dalam 30 hari terakhir tetapi tidak merokok dalam 24 jam atau

7 hari terakhir. Adapun orang yang dikategorikan sebagai sering merokok apabila

merokok 4 batang atau lebih dalam 30 hari terakhir dan merokok paling tidak satu

batang dalam 24 jam atau 7 hari terakhir.


Berdasarkan uraian di atas perilaku merokok dibedakan dalam beberapa

tahapan, mulai dari tahap awal sampai menjadi pecandu. Interval waktu dari tahap

percobaan awal sampai penggunaan secara teratur rata-rata 2 atau 3 tahun atau

bahkan lebih lama, terutama apabila rentang waktu percobaan pertama dan kedua

lebih lama. Dengan demikian apabila pada anak-anak perlu waktu 23 tahun untuk

menjadi perokok secara teratur maka masa remaja (usia SMP dan SMU)

merupakan masa yang penting untuk upaya pencegahan menjadi perokok (Sarafino

& Smith, 2011).

Kesimpulan dari uraian di atas adalah bahwa kategori atau tahapan merokok

didasarkan pada jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari, semakin banyak jumlah

rokok yang dihisap setiap hari semakin berat perilaku merokok seseorang. Tahapan

merokok juga didasarkan pada intensitas perilaku merokok yang dilihat dari alasan

seseorang merokok. Intensitas merokok tinggi ditunjukkan dengan adanya

kecanduan terhadap efek nikotin yang terkandung dalam rokok yang ditandai oleh

adanya ketergantungan baik secara fisiologis maupun psikologis. Teori atau konsep

tahapan merokok ini memiliki implikasi terhadap upaya-upaya pencegahan perilaku

merokok. Strategi prevensi primer lebih ditekankan pada tahap persiapan dan tahap

mencoba, sedangkan prevensi sekunder lebih ditekankan pada tahap

eksperimental dan penggunaan secara teratur (Richardson, dkk. 2002).

C. TINJAUAN UMUM TENTANG PERILAKU MEROKOK PADA MAHASISWA

Perokok di masyarakat Indonesia ternyata tidak hanya di kalangan dewasa

saja, tetapi juga pada remaja. Perilaku merokok, laki-laki dan perempuan umumnya

pertama kali dilakukan ketika memasuki masa remaja. Secara nasional, menurut
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, perokok di Indonesia pada

umumnya mulai merokok pertama kali pada umur 15-19 tahun. Dapat disimpulkan

bahwa usia remaja merupakan usia umum individu mulai merokok (Martini, 2014).

Penelitian dari berbagai negara menunjukkan bahwa faktor yang mendorong

untuk mulai merokok amat beragam, baik berupa faktor dari dalam dirinya sendiri

(personal), sosio kultural dan pengaruh kuat dari lingkungannya (Aditama, 1997)

dalam (Sumarna, 2009).

Faktor personal yang paling kuat adalah mencari bentuk jati diri. Dalam iklan-

iklan kebiasaan merokok digambarkan sebagai lambang kematangan, kedewasaan,

popularitas dan bahkan lambang kejantanan di kehidupan remaja saat ini. Semua

ungkapan di atas adalah mimpi bagi remaja, dan mereka menganggap kalau

mereka merokok mereka akan mendapat semua predikat diatas. Selain itu, bagi

sebagian remaja lainnya, kebiasaan merokok juga disangkanya dapat dipakai untuk

mengatasi stress, menghilangkan kecemasan dan menenangkan jiwa remajanya

yang bergejolak (Aditama, 1997) dalam (Sumarna, 2009).

Penelitian di Inggris menunjukkan bahwa para remaja yang menyangka

bahwa kebiasaan merokok dapat membuatnya tampak dewasa, memberi

kepercayaan diri dan mengontrol berat badannya akan lebih sering mulai mencoba

merokok. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengaruh ini lebih terasa pada

remaja putri dibandingkan dengan remaja pria. Ada pula pendapat salah yang

menyatakan bahwa pada kaum wanita kebiasaan merokok dapat mengatasi

kesepian, kesedihan, kemarahan dan rasa frustasi. Harus disadari juga bahwa
kurangnya pengetahuan tentang bahaya rokok bagi kesehatan juga merupakan

faktor yang penting (Aditama, 1997) dalam (Sumarna, 2009).

Faktor sosio-kultural yang penting dalam memulai kebiasaan merokok adalah

pengaruh orang tua dan teman sebaya. Banyak sekali data yang menunjukkan

bahwa kemungkinan menjadi perokok akan jauh meningkat bila orang tuanya

adalah perokok. Angka di Amerika Serikat menunjukkan bahwa remaja yang orang

tuanya perokok itu lima kali lebih sering menjadi perokok pula bila dibandingkan

dengan yang orang tuanya tidak merokok. Punya teman-teman yang perokok juga

merupakan faktor yang amat penting bagi seseorang remaja untuk mulai merokok.

Sekitar 75% pengalaman mengisap rokok pertama para remaja biasanya dilakukan

bersama teman-temannya. Kalau seorang remaja tidak ikut-ikutan merokok maka ia

takut ditolak oleh kelompoknya, diisolasi dan dikesampingkan (Aditama, 1997)

dalam (Sumarna, 2014).

D. TINJAUAN ROKOK DI SULAWESI TENGGARA.

Rokok saat ini tidak hanya jadi bahan konsumsi pria dewasa namun anak-

anak dan wanita pun turut menjadi pencandu rokok remaja mulai mengenal dan

kemudian menjadi perokok pemula karena berawal dari rumah. Dalam

dosis tertentu, asupan nikotin akan merangsang produksi dopamine (hormon

penenang) di otak, maka faktor merokok ini membuat seseorang akan

merasa lebih tenang setelah menghisap rokok, hal itu hanya sesaat dan akan

berbalik menjadi efek buruk bagi kesehatan secara permanen.

Bila rata-rata satu orang masyarakat Sulawesi Tenggara, mengkonsumsi 10

batang rokok perhari dengan hitungan Rp.600,- per batang. Maka pengeluaran per
hari mencapai Rp.6000,- sehingga pengeluaran per orang per bulan mencapai

Rp.180.000,-. Beberapa hasil survey di Indonesia, seperti RISKESDAS, GYTS dan

GATS menunjukkan besarnya masalah konsumsi rokok bagi kesehatan

masyarakat. RISKESDAS merupakan survey nasional kesehatan berbasis populasi

yang dilakukan secara rutin setiap tiga tahun di Indonesia. Globa l Y outh Tobacc o

Survey ( GYTS) adalah survey berbasis sekolah untuk masalah merokok pada anak

sekolah usia 13-15 tahun dan masyarakat sekolah yang telah dilakukan di

beberapa negara termasuk di Indonesia. Survey mengenai konsumsi rokok yang

terkini adalah data Global Adalut Tabacco Survey (GATS) yang dapat

menggambarkan secara lebih tajam besarnya masalah rokok pada orang dewasa

(15 tahun ke atas). Survei-survei besar tersebut diatas menggambarkan besarnya

masalah rokok dan dampaknya bagi kesehatan di Indonesia. Data pertanian,

industri dan cukai rokok didapatkan dari beberapa sumber dari Kementrian terkait di

Indonesia (TCSC-IAKMI, 2012).

Prevalensi (RISKESDAS 2007) 65.6% Laki-laki merokok (tertinggi di Sulawesi

Tenggara: 74.2%), Prevalensi merokok terus meningkat baik pada laki-laki maupun

perempuan. Prevalensi merokok pada perempuan meningkat empat kali lipat dari

1.3% pada tahun 2001 menjadi 5.2% pada tahun 2007 Kenaikan prevalensi

merokok tahun 2007 adalah tiga kali lipat pada remaja laki-laki dan lima kali lipat

pada remaja perempuan dibandingkan tahun 1995 (TCSC-IAKMI, 2012). Menurut

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), terdapat 24,3% perokok aktif yang

setiap hari merokok, 5% perokok kadang-kadang, 4% mantan perokok dan 66,6%


tidak merokok. Hampir 80% perokok merokok ketika usianya belum mencapai 19

tahun. Umumnya orang mulai merokok sejak muda dan tidak tahu risiko mengenai

bahaya adiktif rokok (Kemenkes RI, 2014).

Perokok bukan hanya pada kalangan orang tua bahkan pada anak usia 2-5

tahun dapat ditemukan mengonsumsi rokok. Maraknya pengguna rokok di Sulawesi

Tenggara maka pemerintah Sulawesi Tenggara mengeluarkan Pergub (Peraturan

Gubernur) larangan merokok di tempat umum, peraturan ini kemudian diperdakan

oleh beberapa Kabupaten di Sulawesi Tenggara.

Salah satu sekolah kesehatan di Kendari adalah D-III Keperawatan PPNI

Kendari, ditempat inilah peneliti tertarik melakukan penelitian. Hal ini dikarenakan

mahasiswa didik ditempat ini telah terpapar informasi tentang bahaya dan dampak

rokok terhadap kesehatan baik diri sendiri maupun bagi orang lain, namun masih

banyaknya peserta didik yang diketahui mengkonsumsi rokok di lingkungan

kampus.

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Rahma dengan judul pengaruh rokok

terhadap kesehatan dan pembentukan karakter manusia, kebiasaan merokok yang

bersifat adiktif dapat menyebabkan terbentuknya sifat egois dari para perokok, hal

ini dapat terlihat dari kebiasaan merokok di depan umum dan di tempat-tempat

terbuka (fasilitas umum). Pembentukan karakter seseorang dipengaruhi oleh faktor

organis dan faktor non-organis, dimana faktor organis dibentuk oleh faktor genetik

dan integritas kerja sistem organ tubuh, misalnya otak. Sedangkan faktor non-

organis berhubungan dengan faktor lingkungan dimana seseorang itu bermukim.

Penelitian yang dilakukan Sitti Chotidjah (2001), menyebutkan bahwa


ditemukan ada pengaruh pusat kendali kesehatan eksternal terhadap perilaku

merokok yang dimediasi oleh pengetahuan tentang rokok pada remaja laki-laki.

Namun pengguna rokok tidak dipengaruhi oleh tingkat pengetahuannya. Sebagian

besar perokok remaja pertama mengenal rokok dari teman-teman mereka

(63,63%), orang tua (16,36%) dan keluarga (12,72%) yang merupakan orang paling

dekat dalam kehidupan sosial mereka.

E. TABEL SINTESA PENELITIAN

Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan rokok sebagai berikut:

Metode/
Nama Hasil dan
No. Judul Variabel
Peneliti Kesimpulan
Penelitian
1 Alvin Faktor-faktor Desain Kebiasaan orang
Fadilla penyebab dalam tua/ perilaku orang
merokok penelitian tua terhadap
pada remaja ini adalah aktivitas perokok
penelitian memberi kontribusi
deskriptif besar terhadp
perilaku merokok
pada anak.
2 Nur Pengaruh Desain Pembentukan
Rahmah Rokok dalam karakter seseorang
Terhadap penelitian dipengaruhi oleh
Kesehatan ini adalah faktor organis dan
Dan penelitian faktor non-organis,
Pembentukan deskriptif dimana faktor
Karakter organis dibentuk
Manusia oleh faktor genetik
dan integritas kerja
sistem organ tubuh
misalnya, otak.
Sedangkan faktor
non- organis
berhubungan
dengan faktor
lingkungan dimana
seseorang itu
bermukim
3 Fathin Analisis Penelitian Siswa yang
Faridah Faktor-Faktor ini merokok memiliki
Penyebab menggunak pengetahuan
Perilaku an metode tentang rokok,
Merokok pendekatan bahaya dari
Remaja di cross merokok, tujuan
SMK X sectional. dari penerapan
Surakarta Penelitian pictorial
ini adalah health warnings
penelitian rendah atau
kuantitatif kurang.
dengan
jenis
penelitian
adalah
penelitian
survei.
Rancangan
pada
penelitian
ini adalah
penelitian
analitik.

F. TINJAUAN UMUM TENTANG VARIABEL YANG AKAN DITELITI

Teori Kar (1983) dalam Notoatmodjo (2010), mencoba menganalisis perilaku

yang mempengaruhi perilaku merokok dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu

merupakan fungsi dari:

1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior intention). Niat perilaku menurut Ajzen (2006) dalam

Hanafiah (2012), secara umum, semakin baik sikap dan norma subjek, semakin

besar kontrol yang dirasakan, maka semakin kuat niat seseorang untuk

melakukan perilaku tersebut. Niat adalah tergeraknya hati menuju apa yang
dianggapnya sesuai dengan tujuan baik berupa perolehan manfaat atau

pencegahan keburukan (Murthado dan Said, 1988).

2. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support), Lingkungan sosial

yaitu seseorang mempunyai kebiasaan merokok karena lingkungannya adalah

perokok. faktor sosial berpengaruh secara langsung dan tidak langsung kepada

individu. Pengaruh langsung berupa menawarkan rokok, membujuk untuk

merokok, menantang, dan menggoda. Pengaruh tidak langsung yaitu adanya

model yang kuat di lingkungannya, misalkan pimpinan kelompok atau guru atau

orang paling cantik/ paling cakep dalam kelompok merokok, maka anggota lain

juga ikut merokok. Faktor sosial di sisi lain dapat berperan sebaliknya sebagai

faktor kontrol terhadap perilaku individu. Lingkungan sosial yang

tidak menyenangi rokok akan menolak terhadap perilaku merokok, dan

lingkungan sosial memberikan dukungan terhadap mereka yang

berniat berhenti merokok. Dorongan dari lingkungan sosial untuk tetap

berperilaku yang dikehendaki oleh lingkungan sosial biasa disebut sebagai

dukungan sosial (Komalasari dan Helmi, 2001) dalam (Aini, 2013).

3. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

(accessibility of information), Pengertian sistem informasi kesehatan menurut

Hartono (2002) adalah suatu system yang menyediakan dukungan informasi

untuk proses pengambilan Kota, Tingkat Provinsi maupun Tingkat Pusat.

4. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau

keputusan (personal autonomy). Mufid (2009), Kebebasan adalah kemampuan

manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Kebebasan lebih bermakna positif,


dan ia ada sebagai konsekuensi dari adanya potensi manusia untuk dapat

berpikir dan berkehendak. Sudah menjadi kodrat manusia untuk menjadi

makhluk yang memiliki kebebasan, bebas untuk berpikir, berkehendak, dan

berbuat.

5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action

situation). Untuk bertindak apapun memang diperlukan suatu kondisi dan

situasi yang tepat. Kondisi dan situasi mempunyai pengertian yang luas, baik

fasilitas yang tersedia serta kemampuan yang ada. Untuk itu mahasiswa

biasanya merokok di luar dari lingkungan kerabat dekat dan keluarganya. Maka

tempat yang dimaksud terjadinya perilaku merokok adalah wilayah kampus.

Mahasiswa merasa bebas untuk melakukan apa saja termasuk merokok

apalagi ditunjang oleh uang saku yang diberikan oleh orang tua dan di wilayah

kampus juga terdapat kantin yang menjual rokok dengan jarak yang jauh dari

ruang belajar mahasiswa sehingga mahasiswa selalu menghabiskan waktu

merokok di kantin tersebut (Ginting, 2011).

B = f (BI, SS, AI, PA, AS)

Keterangan :

B = Behavior

F = Fungsi

BI = Behavior Intention

SS = Social Support

AI = Accessebility of Information
PA = Personal Autonomy

AS = Action Situation

G. KERANGKA TEORI

Kar (1983) dalam Notoatmodjo (2010) mencoba menganalisis perilaku merokok

berat dan merokok sedang pada mahasiswa dengan bertitik tolak bahwa perilaku

merupakan fungsi dari:

a. Niat sesorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior intention).

b. Dukungan sosial dari masyrakat sekitarnya (social-support).

c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

(accessebility of information).

d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau

keputusan (personal autonomy).

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action

situation)

Behaviour Intention
Social Support

Accessebility of
Information Fungsi Behaviour

Personal Autonomy

Action Situation

Gambar 2.2 Teori Snehandu B Kar (1983) dalam Notoatmodjo (2010)

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

A. KERANGKA KONSEP

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada tinjauan pustaka dan

kerangka teori penelitian, maka peneliti membuat kerangka konsep tersebut dapat

dilihat dari gambar di bawah ini:

Niat perilaku

Dukungan sosial

Perilaku Merokok
Informasi tentang
kesehatan Sedang dan Merokok
Berat
Kebebasan untuk
menentukan perilaku

Situasi dan kondisi yang


mendukung

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

B. DEFENISI KONSEPTUAL

1. Niat Perilaku

Niat perilaku menurut Ajzen (2006) dalam Hanafiah (2012) secara umum,

semakin baik sikap dan norma subjek, semakin besar kontrol yang dirasakan,

maka semakin kuat niat seseorang untuk melakukan perilaku tersebut. Niat
adalah tergeraknya hati menuju apa yang dianggapnya sesuai dengan tujuan

baik berupa perolehan manfaat atau pencegahan keburukan (Murthado &

Salafuddin, 2001). Niat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keinginan

informan yang kuat untuk berperilaku merokok atau berhenti merokok.

2. Dukungan Sosial

Pierce (Kail and Cavanaug, 2000) dalam Muliyana (2012) mendefinisikan

dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasi atau pendamping yang

diberikan oleh orang-orang yang diberikan individu untuk menghadapi setiap

permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Dukungan

sosial dalam penelitian ini adalah seseorang yang mendukung dan tidak

mendukung perilaku merokok informan baik dari lingkungan tempat tinggal

maupun lingkungan kampus.

3. Informasi Tentang Kesehatan

Menurut Raymond (2006), informasi adalah suatu sistem yang

menyediakan dukungan informasi untuk proses pengambilan keputusan pada

setiap jenjang administrasi kesehatan, baik itu di tingkat unit pelaksana upaya

kesehatan, tingkat kabupaten atau kota, tingkat provinsi, maupun tingkat pusat.

Informasi dalam penelitian ini adalah ada atau tidaknya akses yang diperoleh

mahasiswa terkait informasi tentang perilaku.

4. Kebebasan untuk Menentukan Keputusan

Mufid (2009), kebebasan adalah kemampuan manusia untuk menentukan

dirinya sendiri. Kebebasan lebih bermakna positif, dan ia ada sebagai

konsekuensi dari adanya potensi manusia untuk dapat berpikir dan berkehendak.
Sudah menjadi kodrat manusia untuk menjadi makhluk yang memiliki

kebebasan, bebas untuk berpikir, berkehendak, dan berbuat. Kebebasan untuk

menentukan perilaku dalam penelitian ini adalah apakah informan memiliki

kebebasan atau tidak untuk menentukan sendiri perilaku merokoknya.

5. Situasi dan Kondisi yang Mendukung

Menurut Engel, dkk (1994) situasi dan kondisi yang mendukung adalah

pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang

spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan objek. Situasi dan kondisi

yang mendukung dalam penelitian ini menyangkut aturan, waktu dan tempat

yang memungkinkan untuk informan dapat melakukan atau tidak melakukan

perilaku merokok.

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Menurut Creswell (2003), pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk

membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektif-konstruktif (misalnya,

makna-makna yang bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan

sejarah, dengan tujuan untuk membangun teori atau pola pengetahuan tertentu),

atau berdasarkan perspektif partisipatori (misalnya: orientasi terhadap politik, isu,


kolaborasi, atau perubahan), atau keduanya. Lebih jauh, Creswell menjelaskan

bahwa di dalam penelitian kualitatif, pengetahuan dibangun melalui interprestasi

terhadap multi perspektif yang berbagai dari masukan segenap partisipan yang

terlibat di dalam penelitian, tidak hanya dari penelitinya semata. Sumber datanya

bermacam-macam, seperti catatan observasi, catatan wawancara pengalaman

individu, dan sejarah.

Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah

dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan

menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan

tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau

individu.

Menurut Yin (1993), ada beberapa jenis studi kasus, yaitu studi kasus yang

bersifat exploratory dan descriptive. Lebih lanjut, Yin mengatakan bahwa studi

kasus ini lebih banyak upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, bagaimana

dan mengapa, serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan apa/apakah.

Sementara Stake (1995) dalam Basrowi (2008) mengemukakan jenis studi

kasus yang lainnya, yaitu pertama studi kasus intrinsik yang merupakan usaha

penelitian untuk mengetahui lebih dalam mengenai suatu hal. Jadi, studi kasus ini

tidak dimaksudkan untuk membangun teori. Kedua, studi kasus instrumental yang

bertujuan untuk menghasilkan temuan-temuan baru yang dapat mempertajam

suatu teori. Kasus di sini hanya merupakan alat mencapai tujuan lain. Ketiga, studi

kasus kolektif, yang merupakan perluasan dari kasus instrumental untuk

memperluas pemahaman dan menyumbang kepada pembentukan teori.


B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kampus D-III Keperawatan PPNI Kendari

Sulawesi Tenggara.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan dimulai pada April 2017 hingga Mei 2017

C. SUBJEK PENELITIAN

1. Informan Pendukung

Informan yang mengetahui dan memiliki informasi tentang perilaku merokok

mahasiswa yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini Pimpinan atau Wakil

Pimpinan kampus kesehatan D-III PPNI Kendari Sulawesi Tenggara, dosen

pengajar, satpam dan ibu kantin yang dapat memberikan informasi tentang

keadaan atau situasi yang mendukung terjadinya perilaku.

2. Informan utama

Informan dalam penelitian adalah mahasiswa yang merokok berat dan

merokok sedang.

D. SUMBER DATA

1. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara mendalam

(indepht-interview) yang dilakukan terhadap informan. Data primer dalam

penelitian ini adalah hasil wawancara terhadap informan yaitu mahasiswa

merokok berat dan merokok sedang, pimpinan atau wakil pimpinan Direktur
kampus kesehatan PPNI Kendari, dosen, satpam, dan pemilik kantin yang

berada di area kampus.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam peneltian ini adalah catatan-catatan dan

pendokumentasian terhadap perilaku merokok berat dan merokok sedang di

kampus D-III keperawatan PPNI Kendari di Sulawesi Tenggara.

E. TEKHNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik penggumpulan data yang digunakan adalah:

1. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Data primer yang dikumpulkan bersumber pada wawancara yang di

lakukan dalam penelitian. Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada

informan. Dalam pelaksanaan wawancara ini lebih bebas bila dibandingkan

dengan wawancara terstruktur karena peneliti tidak sepenuhnya terpaku pada

pedoman wawancara yang dipakai. Wawancara tersebut dilakukan dengan

menggunakan bantuan pedoman wawancara (terlampir) serta handphone untuk

merekam suara dan untuk dokumentasi.

2. Focus Group Discussion (FGD)

FGD adalah kelompok diskusi bukan wawancara atau obrolan. Ciri khas

metode FGD yang tidak dimiliki oleh metode riset kualitatif lainnya (wawancara

mendalam atau observasi) adalah interaksi. Tanpa sebuah FGD berubah wujud

menjadi kelompok wawancara terfokus (FGI-Focus Group Interview). Hal ini

terjadi apabila moderator cenderung selalu menkonfirmasi setiap topik satu per

satu kepada seluruh peserta FGD. Semua peserta FGD secara bergilir diminta
responnya untuk setiap topik, sehingga tidak terjadi dinamika

kelompok. Komunikasi hanya berlangsung antara moderator dengan informan

A, informan A ke moderator, lalu moderator ke informan B, informan B ke

moderator, dst. Kondisi idealnya, informan A merespon topik yang dilemparkan

moderator, disambar oleh informan B, disanggah oleh informan C, diklarifikasi

oleh informan A, didukung oleh informan D, disanggah oleh informan E, dan

akhirnya ditengahi oleh moderator kembali. Diskusi seperti itu sangat interaktif,

hidup, dinamis.

3. Observasi

Observasi juga dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data primer.

Observasi dilakukan dengan cara melihat dimana informan merokok, dimana

informan mendapatkan rokok dan bagaimana kondisi/situasi informan saat

peneliti melakukan wawancara serta adakah poster-poster tentang bahaya

merokok yang di pajang atau di tempel pada dinding atau sisi ruangan kelas

dan adakah papan peraturan yang ditegakan bagi mahasiswa untuk menjauhi

rokok. Observasi tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan lembar

observasi (terlampir) serta handphone untuk keperluan dokumentasi. Hasil

observasi tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil wawancara yang

dilakukan.

F. MATRIKS PENGUMPULAN DATA

Informan Item Tehnik


No Instrumen
Biasa dan Pertanyaan Pengumpulan
Informan Data
Pendukung
1 Informan 1. Niat perilaku - Wawancara - Pedoman
utama 2. Dukungan mendalam wawancar
sosial
3. Informasi - Wawancara - Panduan
tentang dengan Diskusi
kesehatan tehnik FGD
4. Kebebasan - Lembar
untuk - Observasi obseravsi
menentukan
keputusan
5. Situasi dan
kondisi yang
mendukung
2 Informan Terkait - Wawancara - Pedoman
Pendukung perilaku mendalam Wawancara
merokok
mahasiswa

G. INSTRUMENT PENELITIAN

Instrument penelitian atau alat untuk pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan melengkapi diri dengan:

1. Pedoman wawancara, Panduan diskusi dan lembar observasi

2. Kamera untuk memotret proses penelitian dan sebagai perekam

3. Buku catatan

H. PENGOLAHAN DATA

Analisis kualitatif dalam penelitian ini dilakukan melalui langkah sebagai

berikut :
a. Pengumpulan data, dilakukan dengan wawancara mendalam dalam wawancara

dengan tehnik FGD, observasi dan dokumentasi.

b. Reduksi data, data yang diperoleh difokuskan pada permasalahan yang diteliti.

c. Telaah dokumen/ studi dokumentasi, mengumpulkan dokumen dan data-data

yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens

sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian

suatu kejadian.

d. Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan, skema, matriks

maupun teks naratif dan menjamin kerahasiaan informan.

e. Penarikan kesimpulan (konsep), dari data yang disajikan kemudian dibahas dan

dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan

perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.

I. TEHNIK ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dilakukan secara manual

sesuai dengan petunjuk pengolahan data kualitatif serta sesuai dengan tujuan

penelitian ini dan selanjutnya dianalisis dengan metode content analysis. Data yang

dikumpul adalah data yang bukan angka sehingga analisa data dimulai dengan

menuliskan hasil pengamatan, hasil wawancara, kemudian diklasifikasikan dan

diinterpretasikan dan akhirnya disajikan dalam bentuk narasi.

J. KEABSAHAN DATA

Untuk menjamin derajat kepercayaan data yang dikumpulkan maka digunakan

teknik triangulasi. Adapun dalam penelitian ini, teknik triangulasi yang digunakan

peneliti adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber


dilakukan terhadap teman informan dan penjual rokok. Triangulasi sumber dilakukan

dengan cara membandingkan (cross check) antara informasi informan yang satu

dengan yang lain, hal ini dilakukan untuk melihat korelasi informasi yang didapatkan

sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan cara membandingkan (cross check)

antara informasi yang diperoleh dengan pengamatan langsung di lokasi penelitian

dan informasi dari hasil wawancara dalam bentuk diskusi. Misalnya, data diperoleh

dengan wawancara mendalam dan tehnik FGD lalu dicek dengan observasi.

K. ETIKA PENELITIAN

1. Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu peneliti menyertakan surat

pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah sebagai permohonan izin

untuk melakukan penelitian.

2. Menyediakan lembar berisi persetujuan dan penjelasan prosedur penelitian.

Lembar ini ditandatangani oleh subjek penelitian. Pada lembar tersebut juga

dijelaskan tentang kerahasiaan informasi subjek.

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang

terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.

L. TAHAP-TAHAP PENELITIAN

Analisis Perilaku Merokok Berat Dan Merokok Sedang Mahasiswa


D-III Keperawatan PPNI Kendari Di Sulawesi Tenggara

Kualitatif Dengan
Desain Studi Kasus

Pengumpulan
s
Reduksi data kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai