Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA

(STUDI KASUS PADA REMAJA KEC. LUYO)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merokok adalah menghisap bahan-bahan berbahaya bagi tubuh (Lukyta, 2016). Perilaku
merokok banyak dilakukan pada masa remaja. Pada tahun 2018 menunjukkan bahwa
prevalensi remaja usia 16-19 tahun yang merokok sebesar 20,5%. Usia merokok pada remaja
di Indonesia sekarang adalah usia mulai merokok semakin muda (dini). Perokok pemula usia
10-14 tahun meningkat lebih dari 100% dalam kurung waktu kurang dari 20 tahun
(Riskesdas, 2018).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menyatakan bahwa perilaku
merokok penduduk Indonesia di usia 15 tahun keatas, sebesar 33,8% pada tahun 2018.
Perokok pada usia lebih dari 10 tahun didapati sebesar 24,3% merokok setiap harinya, akan
tetapi sebesar 4,6% merokok dengan kurun waktu yang tergolong jarang. Dan proporsi
kelompok umur 10 – 14 tahun sebesar 0,7%, 15 – 19 tahun sebesar 12,7% dan 20 – 24 tahun
sebesar 27,3% yang merupakan perokok aktif dengan merokok setiap harinya. Dengan
persentase laki-laki sebesar 47,3% dan perempuan sebesar 1,2%. Sedangkan rerata proporsi
perokok setiap hari di provinsi lampung sebesar 28,1% dan perokok kadang-kadang 3,6%
(Riskesdas, 2018).

Menurut Setiyanto (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok pada remaja
adalah tekanan teman sebaya, berteman dengan perokok usia muda, status sosial ekonomi
rendah, mempunyai orang tua yang perokok, saudara kandung, lingkungan sekolah (guru)
yang merokok dan tidak percaya bahwa merokok mengganggu kesehatan.

Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri
sendiri maupun orang di sekeliling. Kandungan rokok menyebab berbagai penyakit di mulut
seperti infeksi gusi, penyakit kerongkongan dan penyakit paru-paru. Dilihat dari sisi
ekonomi, merokok pada dasarnya membakar uang apalagi jika hak tersebut dilakukan remaja
yang belum mempunyai penghasilan sendiri. Sedangkan bagi orang di sekeliling, merokok
menimbulkan dampak negative bagi perokok pasif yaitu orang yang tidak merokok namun
turut merasakan dampak negative dari merokok. Perokok yang ditanggung perokok pasif
lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya
sangat rendah (Safarino)

Menurut Green dan Kreuter (2005) dalam Lestary (2007), ada tiga faktor yang menyebabkan
atau mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja. Pertama adalah faktor predisposing atau
faktor yang melekat atau memotivasi. Faktor ini berasal dari dalam diri seorang remaja yang
menjadi alasan atau motivasi untuk melakukan suatu perilaku termasuk dalam faktor ini
adalah pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, kepercayaan, kapasitas, umur, jenis kelamin, dan
pendidikan. Kedua adalah faktor enabling atau faktor pemungkin. Faktor ini memungkinkan
atau mendorong suatu perilaku dapat terlaksana. Faktor ini meliputi ketersediaan dan
keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen masyarakat/pemerintah
terhadap kesehatan, keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan, tempat tinggal, status
ekonomi, dan akses terhadap media informasi. Faktor ketiga adalah faktor reinforcing atau
faktor penguat yaitu faktor yang dapat memperkuat perilaku. Faktor ini ditentukan oleh pihak
ketiga atau orang lain yang meliputi keluarga, teman sebaya, guru, petugas kesehatan, tokoh
masyarakat dan pengambil keputusan (Lestary, 2007).

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang perilaku merokok dalam pergaulan remaja di Kec. Luyo. Penelitian ini
mencoba menelaah orientasi perilaku merokok remaja yang dijadikan sebagai identitas dalam
interaksi sosial remaja. Baik sebagai simbol kejantanan maupun pengakuan. Dari uraian latar
belakang di atas, dirumuskan permasalahan penelitian yaitu:
1. Bagaimana remaja Kec. Luyo menjadi perokok di usia dini?
2. Bagaimana dampak perilaku yang dirasakan remaja setelah menjadi perokok?

B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan maalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menganalisis perilaku atau faktor-faktor apa saja yang mendorong remaja di
Kec. Luyo menjadi perokok di usia dini.
2. Untuk menganalisis dampak bagi perilaku yang dirasakan oleh para remaja yang
menjadi perokok.

C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ini mampu menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi remaja
di Kec. Luyo dalam perilaku merokok.
2. Menjadi bahan rujukan dalam mengedukasi remaja terkait rokok dan dampaknya bagi
kehidupan.

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus. Studi kasus adalah merupakan salah
satu jenis penelitian kualitatif, dimana peneliti melakukan eksplorasi secara mendalam
terhadap program, kejadian, proses, aktivitas, terhadap satu orang atau lebih (Sugiyono,
2016:5). Penulis memilih studi kasus karena dapat melakukan penelitian secara terperinci
terhadap obyek yang diteliti. Dalam hal ini, peneliti bermaksud meneliti kasus berupa
perilaku perokok remaja, faktor-faktor yang mendorong remaja tersebut menjadi perokok dan
dampak yang dirasakan setelah menjadi perokok hingga sekarang.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini remaja di Kec. Luyo. Adapun sampelnya sebanyak 10 orang.

C. Landasan Teori

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik meng- gunakan
rokok maupun menggunakan pipa (Sitepoe, 2000) dalam Astuti (2012). Merokok biasanya
dimulai pada usia muda yang dalam tahapan perkembangan termasuk dalam masa remaja.
Dimulainya perilaku merokok pada masa remaja ini tidak terlepas dari karakteristik khas pada
remaja. Lebih menurut Astuti (2012) dengan mengutip Santrock (2005) menyebutkan
bahwa kecenderungan remaja untukmencari sensasi, suka mencoba-coba serta adanya anggapan
bahwa remaja tidak mudah terkena penyakit serta hal-hal negatif lain terkaitdengan perilaku
berisiko satu di antaranyaadalah merokok.

Kecenderungan remaja yang ingin mencoba merokok menyebabkan masalah kesehatan.


Remaja adalah tahap dimana masih mencari jati diri mereka, mereka masih ingin
mencoba hal–hal baru dan mudah terpengaruh terhadap lingkungan yang mereka tinggali. Di
kalangan remaja saat ini, merokok bisa dikatakan sebagai kebiasaan yang wajar. Bahkan
di mata perokok, merokok sering dianggap sebagai perilaku gentle/jantan dan menganggap
bahwa lelaki yang tidak merokok seperti seorang pecundang. Karena pernyataan yang salah
inilah maka banyak remaja yang terpengaruh dan memilih untuk merokok (Sartika dkk,
2009).

Penelitian Global Youth Tobacco menunjukkan tingkat prevalensi perokok remaja di


Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Diperkirakan dari 70 juta anak Indonesia, 37%
atau sama dengan 25,9 juta anak Indonesia adalah perokok dan jumlah itu menjadikan
Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asia. Seiring dengan hal
tersebut hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013 memperlihatkan proporsi perokok
di Indonesia sebesar 24,3% dari jumlah penduduk, umur 10-14 mulai merokok pertama kali
pada saat berumur 5-9 tahun sebesar 2,8% dan 10-14 tahun sebesar 97,2%. Sedangkan umur
15-19 mulai merokok pertama kali pada saat berumur 5-9 tahun sebesar 1,1%, 2014 tahun
sebesar 24,0% dan 15-19 tahun sebesar 74,9% (Noviana, 2016).

Menurut Green dan Kreuter (2005) dalam Lestary (2007), ada tiga faktor yang menyebabkan
atau mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja. Pertama adalah faktor predisposing atau
faktor yang melekat atau memotivasi. Faktor ini berasal dari dalam diri seorang remaja yang
menjadi alasan atau motivasi untuk melakukan suatu perilaku termasuk dalam faktor ini
adalah pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, kepercayaan, kapasitas, umur, jenis kelamin,
dan pendidikan. Kedua adalah faktor enabling atau faktor pemungkin. Faktor ini
memungkinkan atau mendorong suatu perilaku dapat terlaksana. Faktor ini meliputi
ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen
masyarakat/pemerintah terhadap kesehatan, keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan,
tempat tinggal, status ekonomi, dan akses terhadap media informasi. Faktor ketiga adalah
faktor reinforcing atau faktor penguat yaitu faktor yang dapat memperkuat perilaku. Faktor
ini ditentukan oleh pihak ketiga atau orang lain yang meliputi keluarga, teman sebaya, guru,
petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan pengambil keputusan (Lestary, 2007).

Perilaku merokok remaja dipengaruhi berbagai faktor baik itu faktor internal dirinya ataupun
karena faktor eksternal. Selain itu dalam perilaku merokok tersebut akan muncul berbagai
dampak yang akan mempengaruhi perilaku perokok remaja tersebut. Untuk itulah penelitian
ini bermaksud meneliti tentang perilaku merokok remaja tersebut.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi:

1. Wawancara
Wawancara adalah situasi berhadap-hadapan antara pewawancara dan responden yang
dimaksudkan untuk menggali informasi yang diharapkan, dan bertujuan mendapatkan
data tentang responden dengan minimum bias dan maksimum efisiensi (Singh, 2002).
Dalam penelitian ini, peneliti akan mewawancara informan yang sudah ditentukan
sebelumnya dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan terkait penelitian ini. Penelitian
akan dilakukan secara formal maupun informal serta dilakukan secara santai.
2. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukaan melalui sesuatu
pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau prilaku
objek sasaran. Morris (1973: 906) sebagaimana dikutip oleh Hasanah (2016)
mendefinisikan observasi sebagai aktivitas mencatat suatu gejala dengan bantuan
instrumen-instrumen dan merekamnya dengan tujuan ilmiah atau tujuan lainnya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa observasi merupakan kumpulan kesan tentang dunia
sekitar berdasarkan semua kemampuan daya tangkap pancaindera manusia.
Melalui penelitian ini, peneliti akan mengobservasi perilaku-perilaku yang
ditunjukkan oleh remaja perokok baik ketika merokok sendiri ataupun ketika berada
dalam lingkungan sosial.
E. Teknik Penarikan Sampel
Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive
sampling adalah penarikan sampel dengan penerapkan kriteria tertentu. Adapun kriteria
sampel dalam penelitian ini antara lain:
a) Remaja laki-laki yang berasal dari Kec. Luyo
b) Remaja berusia 14-17 tahun
c) Remaja yang juga bersekolah
d) Sudah merokok selama paling kurang 1 tahun
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, K. 2012. Gambaran Perilaku Merokok Remaja di Kabupaten Bantul. Insight Vol 1.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 nasional.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2018.
Hasanah, H. 2016. Teknik-Teknik Observasi (Sebuah Alternatif Metode Pengumpulan Data
Kualitatif Ilmu-Ilmu Sosial). Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 1
Noviana, A., Riyanti, E., dan Widagdo L. 2016. Determinan Faktor Remaja Merokok Studi
Kasus di SMPN 27 Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 4(3):
2356-3346
Lestary, H., dan Sugiharti. 2007. Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia Menurut Survey
Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun 2007. Jurnal Kesehatan
Lukyta, P. 2016. Pengaruh Negatif Rokok bagi Kesehatan di Kalangan Remaja
Sartika, A. A., Indrawati, E. S., dan Sawitri, D. R. 2009. Hubungan antara Konformitas
terhadap Teman Sebaya dengan Intensi Merokok pada Remaja Perempuan di SMA
Kesatrian 1 Semarang. Psychoidea, 7: 25
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung:IKAPI
Sutiyanto, R. 2013. Faktor-faktor penyebab Merokok. Bandung: Alfabeta
DAFTAR PERTANYAAN
1. Sudah berapa lama menjadi perokok?
2. Bagaimana awal mula sehingga menjadi perokok seperti sekarang?
3. Mana alasan atau faktor yang paling mempengaruhi dalam keputusan menjadi perokok?
4. Apa yang dirasakan ketika pertama kali merokok?
5. Bagaimana dampak yang dirasakan setelah menjadi perokok seperti sekarang?

Anda mungkin juga menyukai