Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, modernisasi di Indonesia tidak hanya

memberikan pengaruh yang positif. Banyak pengaruh negatif yang

ditimbulkannya, salah satunya adalah timbulnya permasalahan dalam kehidupan

sosial, dan permasalahan sosial yang perlu mendapatkan perhatian adalah

meningkatnya kenakalan remaja dari tahun ke tahun.

Kenakalan remaja yang dimaksud disini adalah perilaku menyimpang atau

melanggar hukum. Wujud dari kenakalan remaja tersebut antara lain perkelahian,

perkosaan, pencurian, membolos sekolah, seks pranikah, dan juga

penyalahgunaan obat. Berdasarkan akibat yang ditimbulkannya bagi para remaja,

penyalahgunaan obat, baik narkotika, psikotropika, alkohol maupun zat adiktif

lainnya, dicatat sebagai kendala terparah dibandingkan dengan kenakalan remaja

lainnya. (M.Ibnu, 2017)

Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis telah lakukan dengan

melakukan wawancara kepada Petugas Rehabilitasi yang ada di BNN Provinsi

Sulawesi Tengah, diperoleh hasil yaitu terdapat 48 orang remaja penyalahguna

narkoba yang sedang menjalani proses rehabilitasi di Klinik Pratama Badan

Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tengah..

Berdasarkan data Bidang Rehabilitasi 2019, terdapat 957 orang residen yang

menjalani Rehabilitasi, dengan kelompok umur tertinggi pada usia 16-19 tahun

1
sebanyak 118 orang. Sedangkan pada tahun 2020 terdapat 300 klien dengan

kelompok umur tertinggi 16-19 tahun sebanyak 187 klien. (Data Rehabilitasi

BNNP Sulteng, 2020 )

Situasi Penyalahgunaan Narkotika di Sulawesi Tengah berdasarkan hasil

survey Puslitdatin BNN RI tahun 2017 sebesar 1,70 % dengan jumlah yang

terpapar sebesar 36.594 jiwa, sedangkan hasil survey LIPI tahun 2019 data

prevalensi meningkat menjadi 2.80 % dengan jumlah yang terpapar berjumlah

52.341 jiwa. Menempatkan Sulawesi Tengah urutan ke-4 Nasional dari 34

provinsi. ( Penelitian Lipi, 2019)

Berdasarkan data United Nation, sebagaimana dipaparkan dalam World

Drug Report tahun 2017 oleh United Nations Office on Drugs and Crime

(UNODC) pada pertemuan Commission on Narcotic and Drugs (CND) ke-60

menyatakan bahwa ada sekitar 255 juta orang atau 5,3% penduduk dunia berusia

antara 15-64 tahun pernah menggunakan narkoba, dimana 29,5 juta orang dengan

gangguan ketergantungan pada narkoba, sekitar 12 juta pengguna narkoba suntik

dimana 1,6 juta hidup dengan HIV, dan 6,1 juta orang dengan penyakit hepatitis C

serta 1,3 juta yang hidup dengan hepatitis C dan HIV. UNODC juga merinci

estimasi global kematian terkait narkoba sejumlah 207.400 jiwa pertahunnya

(Wayne K, 2017).

Penyalahguna narkoba di Indonesia beberapa tahun terakhir ini menjadi

masalah serius dan telah mencapai keadaan yang memperihatinkan, sehingga

permasalahan narkoba menjadi masalah nasional. Sebagai salah satu negara

berkembang, Indonesia menjadi sasaran yang sangat potensial sebagai tempat

2
pengedaran narkoba secara ilegal. Penyalahguna narkoba masih menjadi masalah

kronis yang menimpa Indonesia, kasus peredaran sabu dan banyak tertangkapnya

sejumlah bandar narkoba internasional dalam beberapa tahun terakhir menjadi

bukti bahwa Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat narkoba (Hariyanto,

2018).

Sebagian besar pengguna narkotika adalah remaja, walau tidak semua

remaja menggunakan obat-obatan terlarang ini. Masa remaja adalah masa transisi

atau masa peralihan, dimana remaja akan mengalami goncangan dahsyat tentang

perkembangan dirinya. Namun ketika tugas perkembangan itu belum terpenuhi

maka akan berakibat pada dampak negatif dan melakukan pelarian ke penggunaan

dan penyalahgunaan narkotika pada remaja. Penyalahgunaan narkotika pada

kalangan remaja bukan lagi sebagai mode atau gengsi tetapi motivasinya sudah

dijadikan semacam tempat pelarian. Selama ini yang melakukan penyalahgunaan

narkotika bukan lagi sebagai lambang kejantanan, keberhasilan, keberanian,

modern, dan lain-lain, tetapi motivasinya telah dikaitkan dengan pandangan yang

lebih jauh dan ketergantungan serta dijadikan pelarian karena frustasi dan kecewa.

(Adi V, 2018)

Total pelajar dan mahasiswa yang terpapar kegiatan edukasi sebanyak 81%,

sebanyak 77% mengaku mengerti dari pada kegiatan edukasi tersebut dan 55%

mengaku akan menghindari Narkoba. Angka tersebut dianggap masih rendah dan

jauh dari target, ditambah lagi status darurat narkoba negara Indonesia. Data

tersebut diatas menimbulkan pertanyaan yang besar pada domain sikap dan

pengetahuan pelajar tentang penyalahgunaan narkoba. (Anggi, R. , 2016 )

3
Pengetahuan merupakan unsur utama pembentuk perilaku seseorang.

Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau individu untuk

memberi arti terhadap lingkungan, sehingga masing - masing individu akan

memberi arti sendiri - sendiri terhadap stimuli yang diterimanya meskipun stimuli

itu sama. (Hesty Damayanti Saleh, 2014).

Peran rehabilitasi dalam penyembuhan ketergantungan bagi pecandu

narkoba sangat penting, karena semakin bertambahnya pecandu narkoba

dikalangan anak-anak hingga remaja. Efektifitas rehabilitasi untuk

menyembuhkan korban dari narkotika sangat diperlukan, mengingat sulitnya

korban atau pengguna narkotika untuk dapat terlepas dari ketergantungan narkoba

secara individu (Novitasari, 2017) .

Pemulihan gangguan penggunaan narkoba perlu dilakukan hingga tingkat

rehabilitasi. Alasannya, selain menimbulkan gangguan fisik dan kesehatan jiwa,

gangguan penggunaan narkoba member dampak sosial bagi pecandu. Rehabilitasi

pada hakikatnya bertujuan agar penderita bisa melakukan perbuatan secara

normal, bisa melanjutkan pendidikan sesuai dengan bakat dan minatnya, yang

terpenting bisa hidup menyesuaikan diri dengan keluarga maupun masyarakat

sekitarnya (BNN RI, 2017).

Pemerintah melalui BNN telah mengambil langkah nyata dalam

menurunkan tingginya angka penyalahguna narkoba dengan melaksanakan

berbagai program seperti rehabilitasi, sosialisasi, pemasangan poster dan

pengecekkan urine di setiap sekolah-sekolah yang ada di kota palu. Namun

tampaknya upaya tersebut tidak cukup dalam menurunkan angka penyalahguna

4
narkoba. Hal ini cukup mengkhawatirkan yaitu tingginya angka pengguna

narkoba yang juga sebanding dengan tingginya angka relapse pada pengguna

narkoba (BNN, 2016).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui dan

mendapatkan informasi yang mendalam mengenai Perilaku Penyalahgunaan

Narkoba pada Remaja yang sedang menjalani Rehabilitasi di Badan Narkotika

Nasional Provinsi Sulawesi Tengah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di

atas, maka penulis mengemukakan rumusan masalahnya adalah “Bagaimana

Perilaku Remaja yang sedang menjalani Rehabilitasi di Klinik Pratama Badan

Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tengah ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Perilaku Remaja sedang menjalani rehabilitasi di Badan

Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tengah

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui Pengetahuan remaja tentang Penyalahgunaan Narkoba

b. Untuk Mengetahui Sikap Remaja terhadap Penyalahgunaan Narkoba

c. Untuk Mengetahui Tindakan Remaja Terhadap Penyalahgunaan Narkoba

5
1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat ditarik penulis dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan


pengetahuan tentang Bagaimana Perilaku Pengguna Narkoba Pasca Rehabilitasi di
BNN Provinsi Sulawesi Tengah

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan masukan dalam rangka perumusan kebijakan dalam rangka

penanganan penyalahgunaan narkoba pada kalangan remaja.

2. Sebagai pertimbangan oleh masyarakat dalam meningkatan kewaspadaan

terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian dalam bidang yang sama pada

masa yang akan datang.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme baik yang diamati

secara langsung maupun yang diamati secara tidak langsung. (Soekijdo

Notoatmodjo, 2003 : 118). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

perilaku yaitu suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan

(stimulus) dari luar subyek tersebut yang dapat diamati baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Menurut teori Lawrence Green yang dikutip Soekidjo Notoatmodjo

(2003:14), kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi 2 faktor pokok, yaitu

perilaku (Behavior Causes) dan faktor dari luar perilaku (Non Behavior Causes).

1)  Faktor Predisposisi

Yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari terjadinya perilaku

tertentu, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, kepercayaan,

keyakinan, nilai-nilai dan budaya, serta beberapa karakteristik individu, yaitu :

pengetahuan kesehatan reproduksi, sikap, pendidikan akademik, karakteristik

responden, norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

2)  Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu

tersebut yang berwujud dalam lingkungan fisik dan ketersediaan fasilitas dan

7
sarana yaitu: ketersediaan media cetak dan elektronik, petugas kesehatan

(penyuluh).

3)  Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku tersebut yaitu:

pendapat, dukungan, kritik baik dari kelurga (orang tua), teman sebaya.

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan sangat luas. Bloom membagi

menjadi 3 bagian :

1) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behavior), karena dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng dari perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Dalam

pengetahuan mencakup 6 tingkatan, yakni :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

8
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap

objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi dia rtikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi ayang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya

terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

9
f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan debgan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaiam itu berdasarkan

suatu kiteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakuan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkat pengetahuan tersebut di atas.

2) Sikap

Pengertian Sikap (Attitude) adalah merupakan reaksi atau respons

seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Dari uaraian

sebelumnya dapat di simpulkan bahwa sikap itu tidak dapat langsun di lihat, tetapi

hanya dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara

nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

yang dalam kehidupan sehari – hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus sosial.

Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai 3 komponen pokok, yaitu : Kepercayaan (keyakinan) yaitu ide dan

konsep terhadap suatu objek, Kehidupan emosional atau evaluasi emosional

terhadap suatu objek, dan Kecenderungan untuk bertindak (Trend to Behave).

10
Ketiga komponen ini secara bersaama-sama membentuk sikap yang utuh (Total

Attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan

dan emosi memegang peranan penting.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yakni:

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek)

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan aadalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjaawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide itu.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiakusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung Jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengansegala risiko

adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap

tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai

faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,

kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi/lembaga

pendidikan, lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

11
3) Praktik / Tindakan

Sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya

sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi

yang memungkinkan.

Bentuk perilaku tidak hanya dilihat secara langsung saja, akan tetapi

meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pertanyaan / perkataan yang

diucapkan oleh seseorang. Tingkatan-tingkatan dalam praktik adalah persepsi,

respon, mekanisme, dan adaptasi.

Perilaku menyimpang adalah salah satu bagian dari perilaku, dengan

pengertian perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari

norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka

yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.

Menurut jenisnya terdapat dua kategori perilaku menyimpang, yaitu

penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder.

1) Penyimpangan Primer (Primary Deviation)

Penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat

diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara,

tidak dilakukan secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat.

2) Penyimpangan Sekunder (secondary deviation)

12
Penyimpangan yang berupa perbuatan yang dilakukan seseorang yang

secara umum dikenal sebagai perilaku menyimpang. Pelaku didominasi oleh

tindakan menyimpang tersebut, karena merupakan tindakan pengulangan dari

penyimpangan sebelumnya. Penyimpangan ini tidak bisa ditolerir oleh

masyarakat.

2.2 Pengertian Remaja

Menurut WHO remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa

anak-anak ke masa dewasa. Sedangkan batasan usia remaja menurut WHO adalah

12 sampai 24 tahun, namun jika pada usia remaja telah menikah maka tergolong

dalam remaja. Sedangkan dalam ilmu psikologi, rentang usia remaja dibagi

menjadi tiga yaitu : Remaja Awal (10-13 tahun), remaja pertengahan (14-16

tahun) dan remaja akhir (17-19 tahun).

Lembaga Pengadilan Amerika merumuskan bahwa orang yang sering

melakukan Juveline Delinguent (kenakalan remaja) kira-kira berumur 15 sampai

18 tahun. Untuk menggambarkan umur ini kita sering menggunakan istilah remaja

( Simandjuntak, B :1981 :289).

Maka dari itu pendapat -pendapat para ahli tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa batasan usia remaja adalah mereka yang berusia antara 12

sampai 22 tahun (Made Sadhi Astuti, 2003 11). Sehingga yang dikatakan remaja

adalah manusia pada usia tertentu yang sedang dinamik, sehingga dalam usia

tersebut remaja banyak dihadapakan oleh masalah yang timbul baik berasal dari

dirinya sendiri maupun dari lingkungannya. Menghadapi masalah yang terjadi

pada dirinya sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang antara lain tingkat

13
pendidikan dari remaja itu sendiri.Bagi remaja yang berpendidikan dan berpola

pikir luas maka dia akan menghadapi masalah dengan mengambil langkah-

langkah yang kiranya perlu dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya

tapi bagi remaja yang tidak berpikir luas dan sering mengalami jalan buntu untuk

jalan keluarnya dalam menghadapi masalah akan cenderung mencari jalan tempat

pelarian yang dianggap mereka dapat mengurangi masalah tersebut walau

untuk sementara, seperti memakai narkoba.

Lingkungan pergaulan yang ditandai dengan perbedaan-perbedaan yang

beragam sangat memegang peranan penting dalam diri seseorang. Masa remaja

adalah usia dimana individu berintergrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana

anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangmya dalam masalah

hak.Integrasi dalam masyarakat mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih

berhubungan dengan masa puber termasuk juga perubahan yang mencolok.

Masa remaja ditandai oleh perubahan fisik, emosional, intelektual, seksual

dan sosial. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan dampak sebagai berikut :

pencarian jati diri, pemberontakan, pendirian yang labil, minat yang berubah-

ubah, mudah terpengaruh mode, konflik dengan orang tua dan saudara, dorongan

ingin tahu dan mencoba yang kuat, pergaulan intens dengan teman sebaya dan

membentuk kelompok sebaya yang menjadi acuannya.

14
2.3 Pengertian Narkoba

Narkoba berasal dari bahasa Yunani, dari kata Narke, yang berarti beku,

lumpuh, dan dungu. Menurut Farmakologi medis, yaitu “ Narkoba adalah obat

yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari daerah Visceral

dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong masih sadar namun masih harus di

gertak) serta adiksi (Darman Flavianus, 2006 : I).

Peristilahan yang banyak digunakan untuk menyebut narkoba adalah

Napza, Naza dan Madat. Menurut pengaruh penggunaannya (effect), akibat

kelebihan dosis (overdosis) dan gejala bebas pengaruhnya (Withdrawal

Syndrome) dan kalangan medis, obat –obatan yang sering disalahgunakan. Zat /

obat sintesis juga dipakai oleh para dokter untuk terapi bagi para pecandu narkoba

itu dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu :

a. Kelompok Narkotika, pengaruhnya menimbulkan euphoria, rasa ngantuk berat,

penciutan pupil mata, dan sesak napas. Kelebihan dosis akan mengakibatkan

kejang –kejang, koma, napas lambat dan pendek-pendek. Gejala bebas

pengaruhnya adalah gambang marah, gemetaran, panik serta berkeringat, obatnya

seperti : metadon, kodein, dan hidrimorfon.

b. Kelompok Depresent, adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi aktivitas

fungsional tubuh. Obat ini dapat membuat si pemakai merasa tenang dan bahkan

membuatnya tertidur atau tidak sadarkan diri.

15
2.3.1 Jenis -Jenis Narkoba

Sesuai dengan Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, Narkoba dibagi dalam 3 jenis yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat

adiktif lainnya.

1. Narkotika

Menurut Soerdjono Dirjosisworo (1986) bahwa pengertian narkotika adalah

“Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya

dengan memasukkan kedalam tubuh.” Pengaruh tersebut bisa berupa

pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau

timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan

ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan bagi pengobatan dan

kepentingan manusia di bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan

lain-lain.

Narkotika digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Narkotika golongan I , adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya

adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini digunakan untuk penelitian dan

ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.

b. Narkotika golongan II, adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat,

tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin,

benzetidin, dan betameta dol.

c. Narkotika golongan III, adalah narkotika yang memiliki daya adiktif

ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :

kodein dan turunannya.

16
2. Psikotropika

Sedangkan pengertian Psikotopika (Soerdjono Dirjosisworo: 1986) adalah zat

atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintesis, yang memiliki

khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang

menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku.

Psikotropika digolongkan lagi menjadi 4 kelompok adalah :

a. Psikotropika golongan I, adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat,

belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti

khasiatnya. Contoh: MDMA, LSD, STP, dan ekstasi.

b. Psikotropika golongan II, adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat

serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : amfetamin,

metamfetamin, dan metakualon.

c. Psikotropika golongan III, adalah psikotropika dengan daya adiksi

sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : lumibal,

buprenorsina, dan fleenitrazepam.

d. Psikotropika golongan IV, adalah psikotropika yang memiliki daya

adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :

nitrazepam (BK, mogadon, dumolid ) dan diazepam.

3. Zat adiktif lainnya

Zat adiktif lainnya adalah zat –zat selain narkotika dan psikotropika yang

dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :

17
a. Rokok

b. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan

menimbulkan ketagihan.

c. Thiner dan zat lainnya, seperti lemkayu, penghapus cair dan aseton, cat,

bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan (Alifia, 2017).

2.3.2 Pengertian Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba adalah kondisi yang dapat dikatakan sebagai

suatu gangguan jiwa, sehingga pengguna/penderita tidak lagi mampu

memfungsikan diri secara wajar dalam masyarakat bahkan akan mengarah pada

prilaku maladaptif (kecemasan/ketakutan berlebihan).

Kondisi ini memerlukan perhatian secara serius yang tanggung jawabnya

tidak hanya pada pelaksanaan hukum semata, tetapi juga menuntut tanggung

jawab moral masyarakat sebagai cikal bakal pertumbuhan seseorang (mulai

kanak-kanak hingga dewasa) agar nilai-nilai moral etika kehidupan sebagai

barometer terhadap apa yang layak atau apa yang wajar maupun tidak wajar tetap

terjaga.

Berdasarkan Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Penyalahguna Narkoba diartikan sebagai orang yang menggunakan narkoba tanpa

hak atau melawan hukum, sedangkan ketergantngan narkoba adalah kondisi yang

ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus

dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila

18
penggunaanya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba menimbulkan gejala

fisik dan psikis yang khas.

Penyalahgunaan narkoba adalah salah satu prilaku menyimpang yang

banyak terjadi dalam masyarakat saat ini. Bentuk-bentuk penyalahgunaan

narkoba, seperti mengkonsumsi dengan dosis yang berlebihan, memperjual-

belikan tanpa izin serta melanggar aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 , tentang Narkotika.

Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan tanpa

korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban berarti

kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi si pelaku sebagai

korban. Kejahatan yang secara kriminologi diartikan sebagai crime without victim

ini sangat sulit diketahui keberadaannya, karena mereka dapat melakukan aksinya

dengan sangat tertutup dan hanya diketahui orang-orang tertentu, oleh karena itu

sangat sulit memberantas kejahatan itu.

Penamaan ini sebenarnya merujuk kepada sifat kejahatan tersebut, yaitu

adanya dua pihak yang melakukan transaksi atau hubungan (yang dilarang)

namun pihak yang melakukan transaksi merasa tidak menderita kerugian atas

pihak lain (Moh. Taufik Makaro, Suhasril, Moh. Zakky, 2005:5). Kejahatan tanpa

korban biasanya hubungan antara pelaku dan korban tidak kelihatan akibatnya.

Dalam kejahatan ini tidak ada sasaran korban sebab semua pihak terlibat dan

termasuk dalam kejahatan tersebut.

2.3.3 Dampak Penyalahgunaan Narkoba

19
Akhir-akhir ini telah terjadi penyalahgunaan narkoba. Banyak narkoba

beredar di pasaran, misalnya ganja, sabu-sabu, ekstasi, dan pil koplo.

Penyalahgunaan obat jenis narkoba sangat berbahaya karena dapat mempengaruhi

susunan syaraf, mengakibatkan ketagihan, dan ketergantungan, karena

mempengaruhi susunan syaraf.

Narkoba menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, persepsi, dan

kesadaran. Pemakaian narkoba secara umum dan juga psikotropika yang tidak

sesuai dengan aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan tubuh.

Berdasar efek yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkoba dibedakan

menjadi 3 (Budianto : 1989 ) , yaitu:

1. Depresan,yaitu menekan sistem-sistem syaraf pusat dan mengurangi

aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa

membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa

mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan antara lain opioda, dan

berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang populer

sekarang adalah Putaw.

2. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta

kesadaran. Jenis stimulan: Kafein, Kokain, Amphetamin. Contoh yang

sekarang sering dipakai adalah Shabu-shabu dan Ekstasi.

3. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau

mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman

seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu

ada juga yang diramu di laboratorium seperti LSD. Yang paling banyak

20
dipakai adalah marijuana atau ganja. Harus disadari bahwa masalah

penyalahgunaan narkoba adalah suatu problema yang sangat kompleks, oleh

karena itu diperlukan upaya dan dukungan dari semua pihak agar dapat

mencapai tujuan yang diharapkan.

2.3.4 Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba yang terjadi dikalangan remaja merupakan

penggunaan yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena remaja

ingin menikmati pengaruhnya dalam jumlah berlebih serta kurang teratur dan

berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan fisik, mental dan

kehidupan sosial (Martono & Joewana, 2006).

Partodiharjo dalam Af’idah (2016), menjelaskan beberapa faktor penyebab

remaja melakukan penyalahgunaan narkoba, diantaranya yaitu faktor internal

berupa rasa ingin tahu para generasi muda untuk mencoba hal baru seperti

narkoba, ingin dianggap hebat oleh teman sebayanya dengan memakai narkoba,

rasa setia kawan jika sama-sama melakukan apa yang dilakukan oleh teman

sebaya, dan rasa kecewa serta frustasi akibat masalah yang dihadapi seperti

masalah keluarga, teman, dan sekolah.

Selain faktor internal dari individu itu sendiri, penyalahgunaan narkoba

pada remaja juga disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu lingkungan keluarga

yang tidak harmonis, komunikasi yang buruk antara anak dan orang tua

dikarenakan orang tua yang sibuk, selalu mengatur, dan bahkan orang tua juga

pengguna narkoba. Selain lingkungan keluarga, juga ada pengaruh dari seseorang

21
untuk menyalahgunakan narkoba, seperti pengaruh dari orang yang baru dikenal

atau teman yang berusaha membujuk untuk menggunakan narkoba.Hal ini

disebabkan karena ketidaktahuan remaja tentang bahaya narkoba sehingga mereka

mudah terjerumus oleh rayuan tersebut. Faktor ekonomi juga berperan, karena

narkotika merupakan komoditi yang sangat menguntungkan meskipun ancaman

dan resikonya cukup besar (BNN RI, 2015).

2.3.5 Tahap-tahap Terjadinya Penyalahgunaan Narkoba

(Martono & Joewana, 2006), menyebutkan terjadinya kecanduan atau

ketergantungan tidak berlangsung seketika, tetapi melalui serangkaian proses

penyalahgunaan narkoba yang intensif.

1. Pola coba-coba atau eksperimental

Remaja memulai keterlibatannya dalam penyalahgunaan narkoba dengan

mencoba-coba atau iseng-iseng, karena didorong rasa ingin tahu atau

karena pengaruh teman dan sebagainya.

2. Pola pemakaian sosial

Setelah tahap coba-coba, beberapa pemakai melanjutkan penyalahgunaan

narkoba dengan tujuan untuk bersenang-senang dan biasanya dilakukan

pada saat melakukan perayaan, pesta, atau sedang bersantai.

3. Pola pemakaian situsional

Pemakaian narkoba pada saat mengalami keadaan tertentu, misalnya

stress, kecewa, sedih, dan lain-lain.

4. Pola habituasi (kebiasaan)

22
Pada tahap ini, penggunaan narkoba sudah secara teratur dan diluar batas

wajar serta keinginan untuk meningkatkan dosis pemakaian narkoba.

5. Tahap ketergantungan (kompulsif)

Dalam hal ini seorang pengguna sudah tidak dapat melepaskan diri dari

narkoba dan terpaksa harus terus menerus menggunakan narkoba dalam

jangka waktu yang lama. Tahap ini juga ditandai dengan gejala khas, yaitu

timbulnya toleransi atau biasa disebut gejala putus zat (sakaw) dan

berusaha keras untuk memperoleh narkoba dengan berbagai cara.

2.3.6 Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

Langkah pencegahan penyalahgunaan narkoba di kalangan anak- anak dan


remaja khususnya pelajar baik di rumah, sekolah dan masyarakat:
1. Jangan pernah mencoba narkoba.
2. Selektif dalam pergaulan. Bergaul dengan teman-teman yang berperilaku
positif.
3. Menjalin komunikasi yang baik. Bicaralah dengan memberikan informasi
tentang risiko penggunaan dan penyalahgunaan narkoba.
4. Mendengarkan. Jadilah pendengar yang baik bagi remaja.
5. Memberikan contoh yang baik dengan membangun lingkungan sosial yang
bebas dari narkoba.
6. Mengoptimalkan sistem keamanan lingkungan di masyarakat.
7. Memperkuat hubungan antara orang tua dan anak.
8. Membentengi diri dengan iman dan taqwa.
9. Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial yang bersifat positif
sehingga menghindarkan perilaku penyalahgunaan narkoba (Lestari, 2013)

Selain itu, sekolah juga diharapkan lebih meningkatkan peran PIK Remaja

(Pusat Informasi Konseling) dimana kegiatan ini bertujuan untuk memberikan


23
solusi kepada remaja untuk membantu menyelesaikan permasalahannya sehingga

tidak menggunakan narkoba sebagai jalan keluar dalam menenangkan diri dari

permasalahan (Setiawan, 2016)

Kader anti narkoba di sekolah berperan dalam membantu teman di

lingkungannya agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, selain itu

kader diharapkan nantinya mampu menjembatani antara pelajar yang

menyalahgunakan narkoba dengan pihak sekolah dalam program rehabilitasi

tanpa diproses hukum (Sari, 2017).

Dikalangan parapelajar terutama bagi mereka yang berada di bangku SMP

maupun SMA biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok dan terlanjur

kebiasaan karena kebiasaan merokok , kini menjadi hal yang wajar dikalangan

pelajar saat ini kemudian berlanjut mengkonsumsi NAPZA. Hal ini terjadi

biasanya karena penawaran, bujukan, atau tekanan seseorang atau sekelompok

orang kepadanya, misalnya oleh teman sebayanya atau bisa saja stress yang

berkepanjangan, kurangnya perhatian orang tua, keretakan rumah tangga (broken

home) dan sekaligus didorong rasa ingin tahu, ingin mencoba, atau ingin

memakai (Putry, 2018).

2.4 Rehabilitasi Pecandu Narkoba

Pemulihan gangguan penggunaan narkoba perlu dilakukan hingga tingkat

rehabilitasi. Alasannya, selain menimbulkan gangguan fisik dan kesehatan jiwa,

gangguan penggunaan narkoba member dampak sosial bagi pecandu (BNN RI,

2017).

24
Rehabilitasi pada hakikatnya bertujuan agar penderita bisa melakukan

perbuatan secara normal, bisa melanjutkan pendidikan sesuai dengan bakat dan

minatnya, yang terpenting bisa hidup menyesuaikan diri dengan keluarga maupun

masyarakat sekitarnya.

2.4.1 Pengertian Rehabilitasi dan Alur Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah fasilitas yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya

orang-orang tertentu dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini.

Rehabilitasi narkoba adalah tempat yang memberikan pelatihan keterampilan dan

pengetahuan untuk menghindarkan diri dari narkoba (Soeparman, 2000).

Untuk pecandu, baik yang tertangkap tangan maupun yang melalui

program Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), sebelum dilakukan rehabilitasi

akan melalui assesment terlebih dahulu yang dilakukan oleh tim assesmen

terpadu. Tim assesment terpadu adalah tim yang terdiri dari Tim Dokter dan Tim

hukum yang ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja setempat berdasarkan surat

keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Propinsi,

Badan Narkotika Nasional Kab./Kota.

Tugas dari tim assesment sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat (2),

tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan narkoba

Kedalam Lembaga Rehabilitasi adalah assesment dan analisa medis, psikososial,

serta merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi seseorang. Selanjutnya

kewenangan dari tim assesment adalah menentukan kriteria tingkat keparahan

pengguna narkoba sesuai dengan jenis kandungan yang dikonsumsi, situasi dan

25
kondisi ketika ditangkap pada tempat kejadian perkara dan merekomendasi

rencana terapi dan rehabilitasi terhadap pecandu narkoba dan korban

Penyalahgunaan narkoba. Setelah dilakukan assesment, tim assesment akan

menentukan terapi rehabilitasi yang akan dijalani oleh klien, terapi rehabilitasi

Rawat Jalan akan dilakukan Selama 8 Kali Pertemuan (2 Bulan) di Klinik

Mosipakabelo BNNP Sulawesi Tengah, kemudian terapi rehabilitasi Rawat Inap

akan dijalani klien di Balai Rehabilitasi BNN Badokka, Sulawesi Selatan, Pusat

Rehabilitasi BNN Lido, Bogor dan pusat rehabilitasi lain yang menyediakan

terapi rehabilitasi Rawat Inap yang akan dijalani selama 6 Bulan. Menurut UU RI

No. 35 Tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi, yaitu:

a. Rehabilitasi Medis

Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu

untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkoba. Rehabilitasi medis

dilakukan pada penyalahguna narkoba yang telah mengalami tingkat

ketergantungan narkoba sangat tinggi, yang ditandai oleh dorongan untuk

menggunakan narkoba secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar

menghasilkan efek yang sama apabila pemakaiannya dihentikan akan

menimbulkan gejala psikis terhadap pecandu tersebut. Rehabilitasi medis ini

merupakan upaya untuk menghilangkan ketergantungan seorang pecandu terhadap

narkoba

Proses rehabilitasi medis meliputi asesmen, penyusunan rencana

rehabilitasi, program rehabilitasi rawat jalan atau rawat inap dan program pasca

26
rehabilitasi. Rawat inap sesuai dengan rencana rehabilitasi yang telah disusun

dengan mempertimbangkan hasil asesmen yang meliputi intervensi medis.

Intervensi medis antara lain melalui program detoksifikasi, terapi simtomatik,

dan/ atau terapi rumatan medis, serta terapi penyakit komplikasi. Intervensi

psikososial dilakukan melalui konseling adiksi narkotika, wawancara

motivasional, terapi perilaku dan kognitif, dan pencegahan kekambuhan.

b. Rehabilitasi Non Medis

Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu,

baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkoba dapat kembali

melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Rehabilitasi sosial

dilakukan oleh lembaga rehabilitasi yang di bentuk oleh Badan Narkotika

Nasional Provinsi (BNNP) dan ada juga yang di dirikan berdasarkan swadaya

masyarakat yang ingin mendirikan lembaga rehabilitasi. Lembaga rehabilitasi

swadaya masyarakat ini berada dalam pengawasan badan narkotika nasional

provinsi, dinas sosial, dan juga dinas kesehatan. Di tempat rehabilitasi ini,

pecandu menjalani berbagai program diantaranya program therapeutic

communities (TC), 12 steps, pendekatan keagamaan, dan lain-lain.

2.5 Kerangka Teori


27
PELAYANAN KESEHATAN

PENGETAHUAN

SIKAP
DAMPAK
PERILAKU DEPRESAN
TINDAKAN
STIMULAN
PENYALAHGUNA HALUSINOGEN
KEPERCAYAAN NARKOBA

KEYAKINAN

NILAI

LINGKUNGAN
KELUARGA
SEKOLAH
TEMAN SEJAWAT

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Modifikasi Teori Lawrence green

(1980), Hendrik L Bloom ( Notoatmodjo,2003), Teori Budianto

( 1989)

28
BAB III

DEFINISI KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Pemikiran Variabel yang Diteliti

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa

dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual antara usia 12

tahun sampai dengan 22 tahun. Tahap perkembangan remaja memiliki tugas yang

harus diselesaikan. Remaja biasanya merasakan adanya tekanan agar mereka

menyesuaikan dengan norma-norma dan harapan kelompoknya bila remaja tidak

mampu menjalankan tugas dengan baik mereka cenderung menganggap hidup

adalah penderitaan, tidak menyenangkan dan melakukan hal-hal seperti:

menyakiti diri, lari dari kehidupan dan keluarga, terlibat pergaulan bebas,

pengguna alkohol, serta lebih jauh terlibat dalam dunia narkotika, psikotropika,

obat-obatan terlarang dan zat adiktif lainnya.

Terbentuknya suatu perilaku dipengaruhi oleh karakteristik atau faktor-

faktor lain dari organisme itu sendiri. Faktor internal dan eksternal merupakan

faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu perilaku. Mulai dari rasa

ingin tahu, mau coba-coba, ikut-ikutan teman, rasa solidaritas grup yang kuat dan

memilih lingkungan yang salah sampai dengan faktor keluarga yang kurang

perhatian dan lain sebagainya. Disamping dari objek sasarannya yang labil,

sekolah dan kampus yang menjadi tempat yang rentan untuk peredaran narkoba.

Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya saat ini

sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya

29
pemakaian secara illegal bermacam –macam jenis narkoba. Kekhawatiran ini

semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah

merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda. Hal

ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa

mendatang.

3.2 Alur Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Soekidjo

Notoatmodjo, 2002: 43). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Pengetahuan

Sikap Perilaku Penyalahguna Narkoba

Tindakan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.3 Definisi Konsep

3.3.1 Penyalahgunaan Narkoba


Salah satu prilaku menyimpang yang banyak terjadi dalam masyarakat

saat ini. Bentuk-bentuk penyalahgunaan narkoba, seperti

mengkonsumsi dengan dosis yang berlebihan, memperjual-belikan

tanpa izin serta melanggar aturan yang ditetapkan dalam Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 , tentang Narkotika.


30
3.3.2 Pengetahuan
Merupakan hal-hal yang diketahui atau tidak oleh informan tentang

bahaya narkoba yang menimbulkan perubahan perilaku, perasaan,

persepsi, dan kesadaran. Pemakaian narkoba secara umum dan juga

psikotropika yang tidak sesuai dengan aturan dapat menimbulkan efek

yang membahayakan tubuh.

3.3.3 Sikap
Apabila stimulus telah mempengaruhi pengetahuan informan, maka

akan muncul respon dari informan, yang diukur dari sikap informan

terhadap objek. Sikap adalah sebagai tingkat kecenderungan untuk

bersikap positif atau negatif berhubungan dengan objek psikologi.

3.3.4 Tindakan
Selanjutnya dilihat melalui tindakan remaja dalam melakukan

penyalahgunaan narkoba. Tindakan merupakan keputusan dari sikap

menjadi suatu perbuatan nyata informan untuk menyalahgunakan

narkoba karena adanya suatu kondisi yang memungkinkan untuk

melakukan penyalahgunaan narkoba.

31
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yaitu suatu jenis penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain

secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada

suatu konteks langsung yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah (Moleong, L.J, 2006:6).

Alasan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena

penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan

dengan latar belakang subjek penelitian (Moleong, L.J, 2006:7), sehingga sangat

tepat untuk mengetahui tentang gambaran perilaku penyalahguna narkoba pada

subjek penelitian. Permasalahan ini sangat sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan

penelitian kualitatif yang salah satunya dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat

untuk menelaah sesuatu latar belakang.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan terhadap para remaja yang menjadi

korban/pecandu narkoba yang pada saat ini sedang mengikuti proses rehabilitasi

di Klinik Mosipakabelo milik Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi

32
Tengah karena banyak dijumpainya para remaja yang saat ini sudah menjadi

pengguna narkoba dan untuk diketahui bahwa fokus utama BNN itu sendiri bukan

hanya pada bidang pemberantasan narkoba namun juga lebih pada penyelamatan

para remaja yang sudah terlanjur mengkonsumsi narkoba. Lokasi wawancara

dilakukan di tempat yang disepakati oleh informan sesuai dengan keinginannya

dengan tujuan agar mereka merasa nyaman, tidak tertekan, dan tidak terbebani

sehingga informasi yang diperoleh asli dari apa yang dialami dan dirasakan

informan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2021 sampai dengan

selesai.

4.3  Informan

Adapun informan dalam penelitian ini menurut Sugiyono (2016), adalah:

1. Informan kunci yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi

pokok yang diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang

menjadi informan kunci yaitu Petugas Rehabilitasi BNN Provinsi Sulawesi

Tengah.

2. Informan biasa yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi

sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan biasa

adalah Remaja yang tercatat sebagai klien/pasien yang sedang menjalani

Rehabilitasi di BNN Provinsi Sulawesi Tengah.

3. Informan tambahan yaitu mereka yang dapat memberikan informasi

tambahan yang dapat menunjang hasil penelitian. Dalam penelitian ini

yang menjadi informan tambahan adalah salah satu pembuat kebijakan

yaitu Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tengah dan

33
Kordinator Bidang Rehabilitasi yang menangani kebijakan-kebijakan

rehabilitasi yang ada di BNN Provinsi Sulawesi Tengah.

4.4 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel

sumber data dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2016).

Adapun kriteria informan biasa dalam penelitian ini adalah:

1. Tercatat sebagai Residen/Pasien Rehabilitasi di Badana Narkotika

Nasional Provinsi Sulawesi Tengah.

2. Bersedia untuk dijadikan subyek penelitian

3. Mampu berkomunikasi secara baik (secara fisik tidak mengalami

gangguan infeksi yang dapat menghambat komunikasi).

Selanjutnya bilamana dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi

ditemukan variasi informasi, maka peneliti tidak perlu lagi untuk mencari

informan baru, proses pengumpulan informasi dianggap selesai. Dengan

demikian, penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah sampel (Sugiyono,

2011).

4.5 Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data

4.5.1 Pengumpulan Data

1. Data Primer

34
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data (Sugiyono, 2016). Sumber data primer tersebut

meliputi:

a. Observasi

Jenis observasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu

observasi partisipasi pasif (Passive participation), yang berarti peneliti

datang ketempat kegiatan yang akan diamati, tetapi tidak ikut terlibat di

dalamnya (Sugiyono, 2016).

b. Wawancara Mendalam (in depth interview)

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan

makna dalam suatu topik tertentu (Esterberg, 2002). Dalam penelitian

ini, peneliti melakukan wawancara tak berstuktur (unstructured

interview). Jenis wawancara ini adalah wawancara yang bebas dimana

peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun

secara sitematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman

wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalah

yang akan ditanyakan (Esterberg, 2002).

2. Data Sekunder

Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau

lewat dokumen (Sugiyono, 2016). Sumber data sekunder pada penelitian ini

yaitu data yang diperoleh dari Puskesmas Talise dan kantor kelurahan talise

35
yang terdiri dari data-data seperti profil, dokumen sejarah dan laporan

tahunan.

4.5.2 Pengolahan Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, L.J,

2006:248). Analisis data dilakukan dengan induktif yaitu dimulai dari keputusan-

keputusan khusus (data yang terkumpul) kemudian diambil secara umum. Strategi

pendekatan yang dilakukan adalah dengan metode induks konseptualisasi dimana

peneliti bertolak dari fakta atau informasi empiris (data) untuk membangun

konsep hipotesis dan teori.

4.5.3 Penyajian Data

Interpretasi data hasil reduksi dengan menyajikan data dalam bentuk teks

yang bersifat naratif/cerita dan terakhir adalah penarikan kesimpulan (Sugiyono,

2016).

Penyajian data dimaksudkan sebagai proses analisis untuk merakit temuan

data lapangan. Data yang diperoleh setelah disederhanakan disajikan dalam

gambaran deskriptif berupa kutipan wawancara.

4.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang berperan sebagai instrumen utama

penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2016). Adapun instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri sebagai instrumen

36
kunci, yang dilengkapi dengan alat tulis, alat perekam, kamera, pedoman

wawancara dan catatan lapangan.

4.6 Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2016),

meliputi uji kredibility data, uji transferability, uji depenability dan uji

confirmability. Pada penelitian ini digunakan uji kredibilitas untuk menguji

keabsahan data yang dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi data diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai

waktu. Terdapat 2 triangulasi dalam keabsahan data yaitu triangulasi sumber dan

triangulasi teknik. Pada penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah sebagai

berikut:

1. Triangulasi sumber adalah menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan

cara mengecek informasi yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Triangulasi sumber akan dilakukan pada informan kunci. Informan biasa dan

informan tambahan.

2. Triangulasi teknik adalah menguji kredibilitas data dengan cara mengecek

informasi yang telah diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi dan

dokumentasi. Wawancara mendalam dilakukan pada semua informan baik

informan kunci, informan biasa dan informan tambahan. Observasi yang

dilakukan adalah partisipan, karena peneliti terlibat langsung pada

pengamatan di lapangan. Dokumentasi dilakukan untuk mendukung

kevalidan kegiatan penelitian yang dilakukan.

37
38
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi


Sulawesi Tengah
Keputusan Presiden RI No 116, tahun 1999 tentang Badan

Koordinasi Narkotika Nasional, maka di tingkat Provinsi dibentuk Badan

Koordinasi Narkotika Daerah (BKND) Sulawesi Tengah pada tanggal 14

Desember 2000 dengan surat keputusan Kapolri No:

Skep/13/XII/2000/BKNN tentang pembentukan dan pengesahan BKND

Sulawesi Tengah. Selanjutnya di tingkat Kota/Kabupaten dibentuklah

Badan Koordinasi Narkotika Daerah Kota/Kabupaten yang ditetapkan

pada tanggal 12-6-2001 dengan surat keputusan Ketua Badan

Koordinasi Narkotika Daerah (BKND) Sulawesi Tengah Nomor:

Skep/52/VI/2001/BKND tanggal 11 Juni 2001 tentang pembentukan dan

pengesahan BKND Kota/Kabupaten se Sulawesi Tengah.

Dengan adanya Keputusan Presiden RI Nomor: 17 tahun 2002

tanggal 22 Maret 2002 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN),

keputusan Presiden RI Nomor: 116 tahun 1999 tidak berlaku lagi.

Selanjutnya di tingkat Provinsi dan Kota/Kabupaten diubah namanya

menjadi Badan Narkotika Provinsi dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota

39
sesuai dengan pasal 11 Keputusan Presiden RI nomor: 17 tahun 2002

yang berbunyi antara lain:

Di Provinsi dan kabupaten/Kota dapat dibentuk Badan Narkotika

Provinsi dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota.

a. Badan Narkotika Provinsi ditetapkan oleh Gubernur.

b. Badan Narkotika Kabupaten/Kota ditetapkan


oleh Bupati / Walikota.

Setelah itu, muncul Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007

tanggal 23 Juli 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika

Provinsi dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota, pada Bab II Pasal 15

menyebutkan bahwa Badan Narkotika Provinsi yang selanjutnya disebut

BNP adalah lembaga non struktural yang berkedudukan dibawah dan

bertanggung jawab langsung kepada Gubernur dan pada Pasal 19 dan 20

disebutkan bahwa untuk memperlancar pelaksanaan penyelenggaraan

tugas dan fungsi BNP dibentuk Pelaksana Harian Badan Narkotika

Provinsi yang selanjutnya disebut LAKHAR BNP yang berada dibawah

dan bertanggung jawab kepada Ketua BNP.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menindaklanjuti

kebijakan itu dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 03

Tahun 2009 tanggal 18 Februari 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Lain Bagian Dari Perangkat Daerah Sulawesi Tengah.

40
Dalam Bab II: Pasal 2 disebutkan tentang Pelaksana Harian Badan

Narkotika Provinsi (LAKHAR BNP) Sulawesi Tengah

Dalam Bab V tentang Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi pada

Pasal 14 ayat (1) dinyatakan bahwa Lakhar BNP merupakan lembaga

struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada

Wakil Gubernur sebagai Ketua BNP, sedangkan untuk Tugas Pokok

Pelaksana Harian BNP Sulawesi Tengah tertuang dalam Pasal 15 yaitu

melaksanakan tugas pemerintahan sebagai pembantu Wakil Gubernur

sebagai Ketua BNP dalam hal mengkoordinasikan perangkat daerah dan

instansi pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan

kebijakan operasional BNN di bidang P4GN.

Pada tahun 2010, Badan Narkotika Provinsi Sulawesi Tengah

dibentuk dengan Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor

821.22/99/BKPPD-6.ST/2010 tanggal 9 Maret 2010 tentang

Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural Gubernur Sulawesi Tengah.

Dalam lampirannya disebutkan bahwa Kepala Biro Organisasi pada

Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah diangkat sebagai Kepala

Pelaksana Harian BNP Sulawesi Tengah.

Keluarnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tanggal 12

Oktober 2009 tentang Narkotika memperkuat kelembagaan BNN serta

kewenangan dibidang penyidikan dan penyelidikan. Undang- undang

nomor 35 tahun 2009 menyatakan BNN merupakan lembaga Pemerintah

41
non Kementerian yang berkedudukan dibawah Presiden dan

bertanggung jawab kepada Presiden serta mempunyai

perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal.

Hal tersebut dipertegas dengan terbitnya Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tanggal 12 April 2010 tentang

Badan Narkotika Nasional yang menyatakan Instansi Vertikal

BNN terdiri dari BNN Provinsi yang selanjutnya disebut BNNP dan

BNN Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut BNNK/Kota dan pada

Pasal 33 dinyatakan bahwa BNNP mempunyai tugas, fungsi dan

wewenang BNN dalam wilayah Provinsi.

Keberadaan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) merupakan

amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062) yang

mana menyebutkan bahwa BNN memiliki perwakilan di Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Sedangkan BNN Provinsi dan BNN Kabupaten/Kota

merupakan insansi vertikal.Organisasi BNNP tertuang dalam Peraturan

Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor: PER / 04 / V / 2010 / BNN

tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi

Dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.

Oleh karena itu, setelah BNN berdiri, BNP yang ada di wilayah

Provinsi Sulawesi Tengah berubah menjadi Instansi Vertikal

42
di BNN RI. Sejak saat itu, Kebijakan BNNP berdasarkan pada BNN RI.

Demikian halnya dengan Anggaran pelaksanaan yang bersumber dari

APBN.

2. Dasar Hukum Pembentukan Badan Narkotika Nasional (BNN)


Provinsi Sulawesi Tengah

Pembentukan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi

Tengah, adalah berdasarkan regulasi sebagai berikut:

a. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

b. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan

Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Provinsi, dan Badan

Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.

c. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 16 Tahun 2014


tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan NarkotikaNasional.

d. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2015


tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Badan Narkotika Nasional
Provinsi (BNNP) dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota
(BNNK).

e.

3. Visi dan Misi Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi


Tengah
Sebagai penerjemahan visi Presiden 2019-2024, maka BNN

merumuskan visi sebagai berikut: “Mewujudkan masyarakat yang

terlindungi dan terselamatkan dari kejahatan narkotika dalam rangka

menuju Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian

berlandaskan gotong royong”. Adapun misi Badan Narkotika Nasional

(BNN) Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu:

43
1. Memberantas Peredaran Gelap dan Pencegahan Penyalahgunaan

Narkotika secara Profesional;

2. Meningkatkan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi dan

Pemberdayaan Ketahanan Masyarakat terhadap Kejahatan

Narkotika;

3. Mengembangkan dan Memperkuat Kapasitas Kelembagaan.

4. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Badan Narkotika Nasional (BNN)


Provinsi Sulawesi Tengah

Dengan telah diberlakukanya Peraturan Kepala Badan Narkotika

Nasional Nomor 3 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK)

Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Kabupaten/Kota, maka

kedudukan, tugas, dan fungsi Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi

Sulawesi Tengah, adalah sebagai berikut:

a. Kedudukan

1. Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi

Tengah merupakan instansi vertikal yang melaksanakan

tugas, fungsi dan wewenang Badan Narkotika Nasional

(BNN) dalam wilayah Provinsi.

2. Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi

Tengah berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Kepala Badan Narkotika Nasional.

3. Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi


Sulawesi Tengah dipimpin oleh Kepala.
44
b. Tugas

Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi

Tengah mempunyai tugas melaksanakan tugas, fungsi dan

wewenang Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam wilayah

Provinsi.

c. Fungsi

Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi

Tengah mempunyai tugas melaksanakan tugas, fungsi dan

wewenang Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam wilayah

Provinsi. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang tersebut,

Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi Tengah

mmenyelenggarakan fungsi:

1. Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan

rencana kerja tahunan di bidang Pencegahan dan

Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap

Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan bahan Adiktif

lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol

yang selanjutnya di sebut P4GN dalam wilayah Provinsi.

45
2. Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pencegahan,

pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi, dan

pemberantasan dalam wilayah Provinsi.

3. Pelaksanaan pembinaan teknis dan supervisi P4GN dalam

wilayah Provinsi.

4. Pelaksanaan layanan hukun dan kerja sama dalam

wilayah Provinsi.

5. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama P4GN dengan

instansi pemerintah terkait dan komponen

masyarakat dalam wilayah Provinsi.

6. Pelayanan evaluasi dan pelaporan BNNP.

5. Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi


Sulawesi Tengah

Bagan 4.1

46
5.1.2 Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini sebanyak 11 orang, yang

terdiri dari informan kunci yaitu Kepala Bidang Rehabilitasi Badan

Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tengah, Informan Biasa yaitu

Klien yang mengikuti program rehabilitasi, Informan Tambahan yaitu

Orang tua, Petugas Kesehatan serta teman sebaya.

Pengambilan informasi dilakukan dengan metode

wawancara mendalam yaitu wawancara yang dilakukan

peneliti dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara

mendalam dilakukan secara langsung dengan pihak yang dapat

memberikan informasi dan berkompeten sesuai dengan

permasalahan dalam penelitian. Selain wawancara mendalam

dilakukan observasi langsung dan dokumentasi.

Tabel 5.4 Karakteristik Informan

Inisial Umur Status


No Keterangan
Informan (Tahun) Pekerjaan
1. SA 32 Konselor Informan Kunci
2. R 15 Pelajar Informan Biasa
3. AB 17 Pelajar Informan Biasa
4. FR 18 Pelajar Informan Biasa
5. JACM 17 Pelajar Informan Biasa
6. SR 13 Pelajar Informan Biasa
7. B 16 Pelajar Informan Biasa
8. MR 21 Pelajar Informan Biasa
9. MI 20 Pelajar Informan Biasa
10. KN 38 Wirausaha Informan Tambahan
11. MR 41 Wirausaha Informan Tambahan
Sumber : Data Primer, 2022

47
5.1.3. Pengetahuan yang mempengaruhi terhadap penyalahgunaan

Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui dan sesuatu

yang baru terhadap obyek tertentu dengan pengamatan akal dan pikiran.

Pengamatan terjadi melalui panca indra yaitu indra penglihatan, indra

pendengaran, indra penciuman, indra peraba dan indra pengecap.

Pengetahuan merupakan hal-hal yang diketahui atau tidak oleh

seseorang tentang bahaya narkoba yang menimbulkan perubahan

perilaku, perasaan, persepsi, dan kesadaran. Pemakaian narkoba secara

umum dan juga psikotropika yang tidak sesuai dengan aturan dapat

menimbulkan efek yang membahayakan tubuh.

Wawancara mendalam telah dilakukan oleh peneliti kepada

informan biasa terkait pengertian Narkoba. Beberapa informan

mengetahui pengertian Narkoba tetapi masih secara umum. Sesuai

dengan pernyataan informan yang disampaikan sebagai berikut:

“Ohh iyee tau…. narkoba itu singkatan anu itu itu Kalau te salah

narkotika sama obat-obatan terlarang setau..” (R, 15 Tahun, 20

Januari 2022)

“hmmmm…iya tau .. narkoba itu ee seperti semacam sabu.” (MI, 22

Tahun, 20 Januari 2022 )

“Tunggu dulu saya ingat kalo te salah Narkoba adalah obat-obat

terlarang yang dilarang dikonsumsi dapat menyebabkan kecanduan

itu toh…” (JACM, 17 Tahun, 20 Januari 2022)

48
“mmm… Narkoba itu obat-obatan yang menyebabkan

ketergantungan begituu tohh..” (SR, 13 Tahun, 25 Januari 2022)

“narkoba itu te tauu..” (B, 16 Tahun, 25 Januari 2022 )

“narkoba itu apakah sabu kan…” (MR, 21 Tahun 25 Januari 2022)

“narkoba itu sabu-sabu obat-obat terlarang…” (AB,17 Tahun, 27

Januari 2022)

Pengetahuan Remaja mengenai Jenis-Jenis Nakoba

sebagian besar belum cukup baik. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan informan sebagai berikut :

Jenis-jenisnya yang say tau sabu sabu sj yg lain sy te tau . apa

saya Cuma pake itu… ((R, 15 Tahun, 20 Januari 2022)

“banyak sih tapi belum pernah liat,, yang saya tau hanya sabu.

Karena sya pake itu” (MI, 22 Tahun, 20 Januari 2022 )

“jenis-jenis narkoba, pil ekstasi sabu-sabu ganja kokain … “

(JACM, 17 Tahun, 20 Januari 2022)

“jenisnya itu eee ada sabu ganja sama ekstasi..” (SR, 13 Tahun,

25 Januari 2022)

“jenis narkotika tahu.. Sabu kan..” (B, 16 Tahun, 25 Januari 2022 )

“kalau jenisnya kek sabu ganja itu saja..” (MR, 21 Tahun 25

Januari 2022)

“jenisnya sa tau ada ganja sabu thd..” (AB,17 Tahun, 27 Januari

2022)

49
Pengetahuan Remaja mengenai Penyalahgunaan Narkoba sebagian

besar belum cukup baik hanya sekadar tahu secara umum. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut :

“Aduh saya te tau tpi sa coba jawab sj eee .. penyalahgunaan

narkoba itu anu ini saya pakai obat-obatan terlarang begitukah..

itu pnylahgunaan stau..” (R, 15 Tahun, 20 Januari 2022)

“Menyalahgunakan narkoba itu nda tau..” (MI, 22 Tahun, 20

Januari 2022 )

“penyalahgunaan narkoba bapake jenis-jenis narkoba tersebut yang

dapa menyebabkan berbagai macam penyakit yang dimulai dari

ketergantungan dan kecanduan..” (JACM, 17 Tahun, 20 Januari

2022)

penyalahgunaan narkoba itu kalau menurut saya secara terus-

menerus bapake yang nantinya kecanduan (SR, 13 Tahun, 25

Januari 2022)

menyalahgunakan itu kayak kita ini melakukan hal yang terlarang

(B, 16 Tahun, 25 Januari 2022 )

bentuk penyalahgunaan itu terus bapake narkoba (MR

kalau menyalahgunakan itu kalau sebenar saya melanggar saya

pake (MR, 21 Tahun 25 Januari 2022)

50
Pengetahuan Remaja mengenai Dampak penyalahgunaan

Nakoba sebagian besar sudah cukup baik. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan informan sebagai berikut :

bisa merusak otak sama pikiran toh, (R, 15 Tahun, 20 Januari 2022)

Dampak nya say nda tau, Cuma sy rasakan segarkan ada baik nya

untuk focus buruk nya bkin malas bikin tdur terus malas habis pake

bgtu (MI, 22 Tahun, 20 Januari 2022 )

akibat pake sabu-sabu itu menyebabkan ketergantungan Terus kalau

kita pake biasanya itu kayak ba play melayang itu kemudian kayak

sakit kepala berhalusinasi terus kayak bisa menghilangkan stress

(JACM, 17 Tahun, 20 Januari 2022)

….dampaknya itu kecanduan ketergantungan kayak pengen

bapakenya terus.. (SR, 13 Tahun, 25 Januari 2022)

dampak dari menyalahgunakan itu kalau dipake kerja jadi kuat

kerja terus kita akan makan laper begitu kayak kurang apa kurang

lapar ya selain itu selain itu kita baru jarang tidur, terus insomnia

tapi kerja terganggu dengan itunya. (B, 16 Tahun, 25 Januari 2022

dampak dari narkoba itu ini apakah itu Kalau bagian sabu-sabu

dampaknya apa menjadi rajin pas pake hari itu dia kan sekarang

ini sudah tidak pake lagi malas lagi. (MR, 21 Tahun 25 Januari

2022)

51
sabu-sabu itu ini kalau saya rasa bikin capek pegal badan kalau

habis pake. (AB,17 Tahun, 27 Januari 2022)

Wawancara mendalam juga dilakukan peneliti kepada informan

kunci terkait pengetahuan remaja yang sedang menjalani rehabilitasi

tentang narkoba yaitu pengertian, jenis narkoba, penyalahgunaan,

dan dampak penyalahgunaan. Sesuai dengan pernyataan informan

sebagai berikut:

Ya rata-rata mereka yang datang kesini kan pengguna ya jadi terkait

pengetahuan tentang narkoba mereka kurang ya, akan tetapi

dampak nya mereka tau secara umum khusunya bagi diri sendiri

dengan bahasa mereka sendiri. (SA, 36 Tahun, 31 Januari 2022)

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

pengetahuan remaja yang sedang menjalani rehabilitasi tentang

narkoba yaitu pengertian, jenis narkoba, penyalahgunaan, dan

dampak penyalahgunaan narkoba tergolong belum cukup baik

karena kurang paham terhadap informasi yang diterima. Hal

tersebut diketahui dari pernyataan yang dikemukakan oleh

informan.

5.1.4. Sikap Remaja yang mempengaruhi penyalahguna narkoba

52
Sikap merupakan gambaran suka atau tidak suka seseorang

terhadap suatu objek. Sikap biasa diperoleh dari pengalaman

sendiri atau pengalaman orang lain. Sikap adalah respon atau

reaksi tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap

juga dapat diartikan sebagai kesiapan atau kesediaan seseorang

untuk bertindak.

Apabila stimulus telah mempengaruhi pengetahuan

informan, maka akan muncul respon dari informan, yang diukur

dari sikap informan terhadap objek. Sikap adalah sebagai tingkat

kecenderungan untuk bersikap positif atau negatif berhubungan

dengan objek psikologi.

Wawancara mendalam telah dilakukan peneliti kepada

informan terkait pernyataan sikap bentuk Penyalahgunaan Narkoba

Keseluruhan informan mengatakan bahwa tidak setuju dengan

bentuk penyalahgunaan tetapi ada sebagian informan yang

mengatakan setuju dengan penyalahgunaan Sesuai dengan

pernyataan informan sebagai berikut:

Hmm sbtulnya saya te setuju apa bisa merusak otak sama pikiran

toh.. (R, 15 Tahun, 20 Januari 2022)

Tidak sebenarnya karena mau, jadi sa pake, (MI, 22 Tahun, 20

Januari 2022 )

Saya setuju karena tapi nggak tahu kalau sekarang tidak tapi lalu

saya setuju karena saya merasa narkoba itu dapat dihilangkan atau

53
masalahku kalau misalnya Saya stres, eh tiba-tiba minum itu kayak

hilang tapi tiba-tiba pas selesai pakai bale ulang ulang stres ulang.

(JACM, 17 Tahun, 20 Januari 2022)

…Eee Pertama saya sangat setuju karena dalam mengkonsumsi

narkoba saya merasa tenang bisa menghindari dari masalah. Tapi

pada saat sudah saya tahu dampaknya trus sy direhab jadi saya

Saya tidak setuju pakei sabu-sabu takut saya pake lagi.. lbih banyk

masalahnya nnti.. (SR, 13 Tahun, 25 Januari 2022

)tidak setuju karena barang-barangnya dilarang (B, 16 Tahun, 25

Januari 2022 )

Tidak setuju nanti jadi ketergantungan menjadi tidak terkendali

hanya itu-itu terus (MR, 21 Tahun 25 Januari 2022)

untuk itu saya sebenarnya tidak setuju karena saya memang tahu

kalau itu bisa menyebabkan pakai sabu kaya jadi jelek dan

semuanya (AB,17 Tahun, 27 Januari 2022)

Wawancara mendalam telah dilakukan peneliti kepada

informan terkait pernyataan sikap terhadap penyalahguna untuk

rehabilitasi. Keseluruhan informan mengatakan bahwa setuju

penyalahguna untuk direhabilitasi Sesuai dengan pernyataan

informan sebagai berikut:

54
Kalau saya direhab kalau secara pribadi setuju karena saya bisa

pulih atas biar saya tidak pakai lagi. (R, 15 Tahun, 20 Januari 2022)

Setuju di rehab sapa tau dengan cara bgini supaya hindari narkoba

lgi (MI, 22 Tahun, 20 Januari 2022 )

setuju karena saya supaya bisa sembuh bisa Kembali ke semula dan

sebelum saya pakai narkoba kan sebelum saya pakai narkoba kayak

sehat sehat bugar ini setelah siapa kek memang tiba-tiba ada hilang

tapi di pake sudah berhenti pakai kembali ulang kalau misalnya

saya sudah di Rehab Saya tidak biar tidak Bapake lagi. (JACM, 17

Tahun, 20 Januari 2022)

Terus kalau untuk melihatnya saya sangat setuju apa bisa pulih

terus tidak ketergantungan dan kecanduan lagi supaya bisa bebas

dan dari narkoba. (SR, 13 Tahun, 25 Januari 2022)

setuju dengan orang menyalahgunakan narkoba yang baru pakai itu

direhab (B, 16 Tahun, 25 Januari 2022 )

Setuju untuk pengguna datang langsung rehab.. biar terkendali dan

tidak ketergantungan.. (MR, 21 Tahun 25 Januari 2022)

setuju direhab karena biar bisa saya sembuh dari obat terlarang

(AB,17 Tahun, 27 Januari 2022)

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa remaja yang

menjalani rehabilitasi di Klinik Pratma Badan Narkotika Nasional

Provinsi Sulawesi Tengah memiliki sikap negatif terhadap

penyalahgunaan Narkoba dan Penyalahguna Narkoba langsung

55
dibawa ke di Klinik Pratma Badan Narkotika Nasional Provinsi

Sulawesi Tengah.

5.1.4. Tindakan Remaja yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba

Tindakan merupakan keputusan dari sikap menjadi suatu

perbuatan nyata informan untuk menyalahgunakan narkoba karena

adanya suatu kondisi yang memungkinkan untuk melakukan

penyalahgunaan narkoba.

Wawancara mendalam telah dilakukan oleh peneliti kepada

informan biasa terkait tindakan remaja dalam menyalahgunakan

narkoba saat pertama kali pakai. Keseluruhan informan

mengatakan bahwa pertama kali pakai narkoba akibat pergaulan

dan lingkungan teman sebaya. Sesuai dengan pernyataan informan

sebagai berikut:

Pertama say bapake it ditwarkan sama teman teman biasa

pertama coba-coba aku selama-lamanya jadi ketagihan begitu-

begitu aja besok pakai (R, 15 Tahun, 20 Januari 2022)

Sya pke pertma kali karena putus cinta terus sy diajak teman

nongkorong dan dirtawari macam garam, teman dapat dari

Bandar. (MI, 22 Tahun, 20 Januari 2022 )

saya cuman ikut teman sih kemarin udah tau juga sih kalau

ternyata itu narkoba kemarin tuh cuman ikut bakumpul begitu kan

56
baru itu teman basudut baru ada saya lihat Bapojok dan kita ikut

ba lem lem terus bakasi itu kayak begitu dan terus kita coba

(JACM, 17 Tahun, 20 Januari 2022)

Sa pake sabu sabu itu pertama kali dari teman awalnya coba coba

ternyata enak terus bisa menenangkan pikiran. selanjutnya saya

biasa ba beli dari ini uang jajan dari orang tua, tapi saya jujur

Pak ini saya pernah juga ba ambil gas ada yang di rumah truss sa

jual pake pi babeli…. (SR, 13 Tahun, 25 Januari 2022)

memakai narkoba dari temanin saya dulu kan Coba cerita yang

waktu itu kan belum berteman aja kan belum tahu bilang mengerti

aku saja seperti rokok jadi sya tes bakeringat semua badan kayak

gini aja ya (B, 16 Tahun, 25 Januari 2022 )

bisa pakai narkoba namanya Belum tahu itu awalnya dijemput

teman teman pas di Balikpapan trus disuruh coba terus pake dan

beli sendiri sama teman-teman di Kalimantan (MR, 21 Tahun 25

Januari 2022)

kalau saya pertama kali pake itu diajak teman Diajak teman terus

pertama-pertama suruh coba kasih lama-lama ketagihan Saya

pernah juga untuk Ke pakainya Ini ambil uangnya orang tua.

(AB,17 Tahun, 27 Januari 2022)

57
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh informan kunci yang

mengatakan bahwa remaja yang menggunakan pertama kali

narkoba akibat pergaulan dan lingkungan teman sebaya. Sesuai

dengan pernyataan informan sebagai berikut:

“cara mendapatkannya itu awalnya dikenalkan oleh teman jadi

remaja teman-teman mereka sendiri gitu yang sudah lebih dahulu

menggunakan dianya diajak itu untuk memesannya bisa langsung

atau online bahkan saya pernah dapat klien itu menggunakan

tembakau gorila itu dia ndak perlu ketemu dengan penjualnya

Jadi dibeli order diletakkan di mana baru diambil Gitu begitu kira-

kira nanti kalau ada jawabannya yang saya dapatkan lain dari

klien perkembangan jawabannya”(SA, 36 Tahun 2022)

Wawancara mendalam telah dilakukan oleh peneliti kepada

informan biasa terkait tindakan remaja dalam mengikuti proses

rehabilitasi. Keseluruhan informan mengatakan bahwa bisa

menjalani rehabilitasi oleh ajakan keluarga. Sesuai dengan

pernyataan informan sebagai berikut:

saya bisa direhab kemauan sendiri saya pilih rehab karena saya

ingin sembuh karena kelakuanku sudah tidak jelas jadi saya

maunya di Rehab (R, 15 Tahun, 20 Januari 2022)

58
Kaka yang suruh pergi ke rehab, krn kaka tahu pakai sabu sudah

senpat dbwa k madani (MI, 22 Tahun, 20 Januari 2022 )

Eee ada ikut dibawa orang tua kak kau ke sini… anu kemarin

orang tua tapi katanya orang tua dapat sosialisasi begitu sih..

Jadi dia bilang kalau di Rehab gratis jadi Sudah Pi Rehab kita

saja dibilang mace supaya sama sembuh lagi (JACM, 17 Tahun,

20 Januari 2022)

saya bisa direhab iini saya disarankan sama orang tua sama mace

diantar suruh ke sini (SR, 13 Tahun, 25 Januari 2022)

memilih untuk rehabilitasi bagi saya biar kita sadar ingin

bertaubat. bisa ke sini sampai ditangkap dulu. (B, 16 Tahun, 25

Januari 2022 )

memilih direhab informasinya dari mama dan diajak langsung

datang ke kantor bnn. (MR, 21 Tahun 25 Januari 2022)

kalau saat ini saya bisa direhab ini saya dibawa orang tuaku

suruh direhab karena biar bagus apa-apa lagi kata.. (AB,17

Tahun, 27 Januari 2022)

Wawancara mendalam telah dilakukan oleh peneliti kepada

informan biasa terkait tindakan remaja dalam menjalani proses

rehabilitasi. Keseluruhan informan mengatakan bahwa setelah

menjalani rehabilitasi ada proses dalam perubahan diri dan

menyadari dampak yang ditimbulkan dapat merugikan diri sendiri.

Sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut:

59
saya direhab alhamdulillah sih sudah agak mendingan sudah tidak

ada rasa gelisah apa semua itu saya sudah kurang juga (R, 15

Tahun, 20 Januari 2022)

direhabilitisi sudeha mulai baikan 2 kali pertemuan sudh mjulai

berkurang unttuk memkai sabu (MI, 22 Tahun, 20 Januari 2022 )

dari sebelum saya kke BNN direhab kalau kemarin-kemarin kek

masih terkatung-katung mau kemana. Kalau ini kayak diArahkan

soalnya pertemuan ke 1 kemarin itu saya ingat jadi kayak dikasih

wejangan baru ini kalau ndak salah saya sudah ke bulan ketiga

sudah dibilang sudah mau selesai dan yang terasa kek asa-rasa

mau Bapake itu sudah tidak ada lagi saya sudah bisa tahan

dibandingkan kemarin begitu…(JACM, 17 Tahun, 20 Januari

2022)

….kondisi sekarang ini so baikan so te mau lagi pake sabu-sabu

sama barang yang lainnya itu saya sudah enak dengan kondisi

sekarang karena sudah menjalani konseling beberapa kali di

klinik ini…. (SR, 13 Tahun, 25 Januari 2022)

Ditangkap langsung ke sana langsung terus sudah 2 hari, Sudah

ada kayak terasa lega sudah tapi sudah bisa menahan untuk

memakai (AB,17 Tahun, 27 Januari 2022)

perubahannya bisa kontrol emosi pas sudah ditutup konseling tapi

masih ini sih tahu cuma dua kali, tapi ada perubahan dari rasakan

60
nafsu makan. Jadi semangat makan lagi dulu kurus badan kurus

ini sudah naik dan bisa mengendalikan di segitu saja. (MR, 21

Tahun 25 Januari 2022)

saya menjalani Rehab Alhamdulillah sudah baikan tidak ada lagi

saya sudah menjalani reaksi ini sekitar sudah 3 kali pertemuan

sudah mau ke empat ini. (AB,17 Tahun, 27 Januari 2022)

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

responden menyalahgunakan narkoba disebabkan oleh faktor

pergaulan, karena pergaulan yang terlalu bebas dan tidak terkontrol

menyebabkan remaja hilang kendali sehingga mudah terpengaruh

dengan mengkonsumsi narkoba dan peran dari petugas kesehatan

tergolong baik dalam memberikan pelayanan rawat jalan kepada

remaja yang menajalani rehabilitasi di klinik pratama Bnnp sulteng

61
5.1 Pembahasan

5.1.2 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau

ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).

Dalam penelitian ini, sebagian besar informan memiliki

pengetahuan yang belum cukup baik karena kurang paham terhadap

informasi yang diterima. hal tersebut dinyatakan dari sebagian besar

informan yang mengetahui informasi mengenai bahaya narkoba dan

diperkuat dengan pernyataan dari informan kunci yaitu konselor yang

langsung menangani klien di klinik Pratama BNNP Sulteng. Hal

tersebut sesuai dengan teori Hendrik L. Bloom dalam buku

notoatmodjo (2012) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi

yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

62
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Rindu Jumaidah (2017) yang menyatakan bahwa tingkat

pengetahuan remaja tentang penyalahgunaan narkoba sudah cukup

baik tetapi masih

Sikap

Sikap adalah suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulasi atau objek. Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan

suatu perilaku, tetapi merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap suatu

objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Tindakan

Tindakan merupakan keputusan dari sikap menjadi suatu

perbuatan nyata informan untuk menyalahgunakan narkoba karena

adanya suatu kondisi yang memungkinkan untuk melakukan

penyalahgunaan narkoba.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan

oleh Notoatmodjo (2007), yang menyatakan bahwa meskipun

63
kesadaran dan pengetahuan masyarakat tinggi tentang kesehatan,

namun fasilitas kesehatan yang tidak mendukung maka tindakan

tentang kesehatan tidak akan terwujud. Fasilitas pelayanan kesehatan

yang memadai dapat membuat seseorang untuk menggunakan sarana

pelayanan kesehatan yang ada. Ketersediaan sarana pelayanan

kesehatan didukung dengan fasilitas yang memadai dapat memberikan

kepuasan seseorang dalam pencarian pengobatan. Masyarakat

menganggap sarana kesehatan yang memiliki fasilitas yang kurang

lengkap/ kurang memadai tidak dapat menunjang dalam proses

pengobatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Prastiwi,

2017), yang mengatakan bahwa kegiatan rehabilitasi bukan

hanya membantu remaja untuk lepas dari narkoba tetapi juga

membantu remaja merubah diri menjadi lebih baik. Keinginan

untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik merupakan salah

satu tujuan yang ingin di capai oleh pecandu narkoba,

karena mereka sudah mengetahui dampak buruk yang akan

menyerang kehidupan mereka, ketika mereka kembali

mengkonsumsi barang haram tersebut.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian


(Bachtiar,

64
2010), bahwa motivasi untuk pulih pada remaja pengguna

narkoba adalah suatu daya atau dorongan yang

membangkitkan, mengarahkan dan menggerakkan yang ada

pada diri remaja untuk pulih kembali ke keadaan sehat badan

dari ketergantungan narkoba.

5.2 Keterbatasan Peneliti

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah meminta waktu yang tepat

untuk melakukan wawancara kepada infroman, keluarga infroman dan

keterbatasan data informan yang sangat rahasia sehingga berdampak pada

penyususnan penelitian ini. Keterbatasan lainnya peneliti hanya mengkaji dari

segi pengetahuan, sikap, dan tindakan. Sementara ada faktor-faktor lain yang

tidak diteliti seperti sarana dan prasarana, dukungan keluarga, dukungan

petugas kesehatan dukungan tokoh masyarakat, tokoh agama, serta dukungan

pemerintah daerah dalam implementasi program pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) yang

sangat berpengaruh menurunkan angka penyalahguna narkoba di kalangan

remaja

65
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Perilaku Remaja yang sedang

menjalani Rehabilitasi di Klinik Pratma Badan Narkotika Nasional Provinsi

Sulawesi Tengah didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengetahuan remaja yang sedang menjalani rehabilitasi terhadap

penyalahgunaan narkoba sangat kurang Hal ini disebabkan oleh

Kurangnya penyuluhan dan informasi di masyarakat mengenai bahaya

penyalahgunaan narkoba.

2. Sikap remaja yang sedang menjalani rehabilitasi terhadap penyalahgunaan

narkoba sebagian besar tidak setuju dengan penyalahagunaan narkoba. Hal

ini disebabkan informan telah menjalani rehabilitasi dan telah sadar akan

penyalahgunaan narkoba sangat berdampak buruk bagi diri sendiri.

3. Tindakan remaja yang sedang menjalani rehabilitasi terhadap

penyalahgunaan narkoba sebagian besar responden menyalahgunakan

narkoba disebabkan oleh faktor pergaulan, karena pergaulan yang terlalu

bebas dan tidak terkontrol menyebabkan remaja hilang kendali sehingga

mudah terpengaruh dengan mengkonsumsi narkoba. Selain itu kondisi

kepribadian remaja yang tergolong masih labil sehingga remaja mudah

terbujuk untuk menyalahgunakan narkoba tanpa memikirkan dampak

buruk dari narkoba itu sendiri.

6.2 Saran

66
Berdasarkan kesimpulan yang peneliti ajukan serta pengalaman

peneliti selama penelitian ini dilaksanakan, maka peneliti memberikan saran-

saran sebagai berikut:

1. Diharapkan bagi pihak BNNP Sulteng meningkatan penyuluhan dan

tindakan edukatif tentang rehabilitasi harus direncanakan, diadakan dan

dilaksanakan secara efektif dan intensif kepada masyarakat yang

disampaikan dengan sarana atau media yang tepat untuk masyarakat.

2. Diharapkan bagi pihak BNNP Sulteng melalui petugas kesehatan

( Konselor ), agar memberikan motivasi yang lebih kepada pecandu

narkoba, agar serius dan memiliki tekad untuk menyelesaikan seluruh

tahapan rehabilitasi.

3. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengkaji secara mendalam

terkait perilaku pecandu narkoba pada kalangan masyarakat umum. Dan

juga diharapkan untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk

membandingkan hasil penelitian yang telah didapatkan dengan berbagai

teori-teori atau hasil-hasil penelitian terkait dan menambah variabel

terkait yang belum diteliti dalam hasil penelitian ini agar didapatkan

hasil penelitian yang semakin objektif dan komprehensif

67

Anda mungkin juga menyukai