Anda di halaman 1dari 5

STRATEGI PENCEGAHAN NARKOBA 

DI INDONESIA

Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika saat ini telah menunjukan
intensitas yang semakin meningkat dari hari ke hari, baik pada tingkat pendidikan, status sosial,
ekonomi maupun usia. 

Berdasarkan hasil survei Badan Narkotika Nasional bekerjasama dengan Pusat Penelitian
Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2008, prevalensi Penyalahguna Narkoba di Indonesia
sebesar 1,99% dari penduduk Indonesia yang berumur 10-59 tahun atau sekitar 3,6 juta orang. 

Dari 3,6 juta penyalahguna narkoba baru sebagian yang menjalani perawatan. masih banyak
penyalahguna narkoba yang belum mendapatkan  pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial sehingga sangat rawan menjadi pasar terbuka jaringan sindikat peredaran gelap narkoba
dan menimbulkan dampak buruk yang sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan secara
individu maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kerugian yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan Narkoba bagi Individu dan masyarakat secara
ekonomi sangat besar. Untuk pengobatan kepada para Penyalahguna Narkoba saja memerlukan
biaya yang tidak sedikitl, belum lagi biaya Rehabilitasi sosial untuk reintegrasi sosial.

Melihat kerugian dan dampak buruk dari permasalahan tersebut, diperlukan suatu upaya yang
terintergrasi dan sinergis dalam rangka memproteksi masyarakat terhadap Bahaya
Penyalahgunaan Narkoba dalam kehidupan individu dan kelompok masyarakat  dengan moto
“Mencegah lebih baik dari pada mengobati”

Oleh karena itu perlu wujud nyata komitmen  bersama bagi seluruh elemen masyarakat bangsa
dan Negara untuk memberikan proteksi terhadap individu dan masyarakat terhadap bahaya
Penyalahgunaan Narkoba.

Perkembangan lingkungan strategis

Laporan Tahunan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) 2010 menyebutkan
bahwa pada tahun 2008, diperkirakan antara 155 sampai dengan 250 juta orang (3,5 s/d 5,7%
dari penduduk yang berumur 15 – 64 tahun) menggunakan narkoba minimal sekali dalam
setahun. Secara global, narkoba jenis Ganja paling banyak digunakan.
 
Prevalensi penyalahgunaan ganja berkisar 2,9 dan 4,3 % per tahun dari penduduk yang berumur
15 – 64 tahun. Tertinggi di Oceania (9,3 – 14,8 %) dan Amerika (6,3 – 6,6%).

Diperkirakan penyalahgunaan Kokain berkisar 15 – 19,3 % per tahun (prevalensi 0,3 – 0,4 % per
tahun) di dunia. Amerika Utara (2%), Oceania (1,4 – 1,7 %), dan Eropa Barat (1,5 %) adalah
wilayah dengan prevalensi tertinggi. 
Diperkirakan antara 13,7 s/d 52,9 juta orang berumur 15 – 64 tahun telah menyalahgunakan
Amphetamine-Type Stimulants pada tahun terakhir (0,3 – 1,2 % penduduk dunia), termasuk 10,5
– 25,8 juta pengguna Ekstasi (0,2 – 0,6 % penduduk dunia).
 
Oceania, Asia Timur dan Tenggara, Amerika Utara, dan Eropa Barat dan Tengah merupakan
wilayah dengan prevalensi tertinggi pengguna ATS. Penyalahgunaan  narkoba menempati
ranking ke 20 dunia sebagai penyebab terganggunya kesehatan, dan menempati rangking ke 10
di negara-negara berkembang. 

Penyalahguna narkoba sangat rentan terkena HIV, Hepatitis, dan TBC yang mudah menyebar ke
seluruh lapisan masyarakat. UNODC memandang ketergantungan narkoba sebagai masalah
kesehatan.

Penyalahguna dan pecandu narkoba dapat dibantu, adiksi mereka dapat dirawat, dan orang-orang
ini dapat dipulihkan, dan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat lingkungannya.
Menjadikan penyalahguna dan pecandu narkoba sebagai pelaku kejahatan dipandang sebagai
cara yang tidak efektif dalam mengatasi permasalahan narkoba.

UNODC mengajak penanganan penyalahguna dan pecandu narkoba secara terintegrasi kedalam
sistem kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dan menjamin program rehabilitasi dapat diakses
oleh semua orang yang membutuhkan. 

Investasi di bidang pencegahan dan perawatan penyalahgunaan narkoba akan mengurangi biaya
pemeliharaan kesehatan, meningkatkan keamanan dan memberikan kontribusi terhadap
pembangunan masyarakat.

Kondisi di indonesia

Berdasarkan hasil penelitian BNN dengan Puslitkes UI tahun 2008  Prevalensi penyalahguna
narkoba di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 1,99 % dari penduduk Indonesia  berumur 
10 – 59 tahun atau sekitar 3,6 juta orang. Pada tahun 2010 prevalensi tersebut  naik menjadi 2,21
% dan apabila tidak ada perubahan terhadap faktor faktor yang mempengaruhi pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba maka pada pada  2015
diproyeksikan naik menjadi 2,8 % atau setara dengan 5,1 – 5,6 juta orang.

Asumsi prevalensi menurut jenis narkoba yang digunakan tahun 2015 adalah :
Ganja prevalensinya 0,71% ,shabu prevalensinya 0,38%, ekstasi  prevalensinya 0,30% , heroin
prevalensinya 0,18% , hashish  prevalensinya 0,01% , kokain  prevalensinya 0,01 % 

Kerawanan penyalahgunaan narkoba tingkat provinsi pada tahun 2010 diatas prevalensi nasional
(2,1%) sebagai berikut : DKI jakarta 4,6% , DIY 3,03% , Provinsi Maluku 2,91% , Provinsi
Malut 2,48% , Propinsi Gorontalo 2,44% , Provinsi Jambi 2,31% , Provinsi Sulteng 2,26% ,
Provinsi Jatim 2,24% , Provinsi Sumut 2,23% , Provinsi Lampung 2,22% , Provinsi Sultra 2,19%
dan provinsi Jabar 2,16.
Berdasarkan hasil penegakan hukum, jumlah tersangka penyalahguna narkoba terbesar berada di
Provinsi DKI Jaya selanjutnya disusul oleh Provinsi Jawa Timur , Provinsi Sumatra Utara , Jawa
Barat , Kalimantan Selatan dan Sumatra Selatan 
Dari jumlah tersangka tersebut diketahui bahwa pekerja swasta merupakan jumlah terbesar
sebagai tersangka penyalahguna narkoba , dengan usia terbanyak diatas 30 tahun.

Hasil penelitan terhadap para tersangka yang ditangkap penegak hukum tahun 2008 sampai
dengan 2010 sebagai berikut : Tahun  2008 lulusan SD 2066 orang , lulusan  SLTP 3900 orang ,
lulusan SLTA 8435 orang , lulusan perguruan tinggi 647 orang . Tahun 2009 lulusan SD 1975
orang , lulusan SLTP 3483 orang , lulusan SLTA 7781 , lulusan perguruan tinggi 570 orang .
Tahun 2010 lulusan SD 1704 orang , lulusan SLTP 3403 orang , lulusan SLTA 7184 orang ,
lulusan perguruan tinggi 512 orang .    

Analisis masalah

Pertama , makin  meningkatnya jumlah konsumen di Indonesia tersebut akan makin mengundang
beroperasinya jaringan sindikat narkoba di Indonesia  terlebih lagi dengan harga yang tinggi
(great market – great price)

Kedua , adanya   tahap penyalahguna narkoba mulai dari  coba pakai, teratur pakai, pecandu,
pecandu bukan suntik, dan pecandu suntik.  Dari data hasil penelitian Jumlah penyalahguna
narkoba coba pakai  meningkat dari tahun ke tahun.  Ini menunjukkan kerawanan bagi orang
yang imun  akan menjadi coba pakai . Dengan demikian timbul pelanggan baru, dan dapat
meningkat menjadi teratur pakai dan selanjutnya  akan menjadi Pelanggan tetap 

Ketiga , data hasil penelitian  menunjukkan bahwa 4 (empat) jenis narkoba yang banyak
dikonsumsi adalah Ganja, Shabu, Ekstasi, dan Heroin. Jumlah kebutuhan yang besar akan
semakin menarik masuknya jaringan sindikat narkoba beroperasi di Indonesia. Hal ini seiring
dengan prinsip ekonomi, kebutuhan (demand) yang besar akan mengundang pasokan (supply)
yang besar pula.

Ke empat , pendidikan para tersangka penyalahguna narkoba paling banyak berpendidikan SLTA
dengan usia diatas 26 tahun . Hal ini harus menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat
bangsa dan negara karena ancaman terbesar ada pada kalangan siswa / pelajar SLTA dan pekerja

Strategi pencegahan  

Visi : bersama  membangun komitmen untuk mewujudnya proteksi Individu dan masyarakat
terhadap bahaya Penyalahgunaan Narkoba.
Misi : bersama melakukan  upaya Pencegahan  terhadap bahaya Penyalahgunaan Narkoba secara
komperhensif dan sinergis
Tujuan  :  mendukung  terwujudnya Indonesia Bebas Narkoba 2015.
Sasaran  : meningkatnya jumlah masyarakat yang imun, menurunnya angka prevalensi
penyalahguna narkoba di indonesia 

Arah kebijakan pencegahan  : Menjadikan  penduduk Indonesia yang belum terlibat masalah
narkoba menjadi imun terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba melalui partisipasi
aktif seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia dengan menumbuhkan sikap
menolak terhadap penyalah gunaan narkoba .

Strategi pencegahan : Pertama , secara bersama sama melaksanakan pencegahan  seluruh


masyarakat  baik melalui  pencegahan berbasis keluarga , sekolah , tempat kerja , komunitas dan
profesi . Kedua , memfokuskan untuk menjadikan siswa / pelajar SLTA  dan Mahasiswa
memiliki pola pikir, sikap, dan trampil menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Ketiga memprioritaskan  para pekerja agar memiliki pola pikir, sikap, dan trampil menolak
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. 

Rencana aksi kita 

Dari strategi pencegahan tersebut , kita menetapkan rencana aksi yang dapat dilaksanakan dalam
mencegah penyalahgunaan narkoba . Kita semua bisa menjadi subyek dalam melakukan
pencegahan . Disamping aparat BNN sebagai leading sector , instansi pemerintah lainnya baik
pusat maupun daerah juga lembaga bisnis dan sosial maupun individu dapat melakukan
pencegahan 

Sebagai obyeknya adalah masyarakat yang belum terkontaminasi masalah narkoba karena kalau
sudah pernah memakai tentu membutuhkan metode yang berbeda . Fokus  perhatian kita adalah
pelajar SLTA dan Mahasiswa oleh karena itu perlu pendekatan yang komprehensive dalam
menangani sasaran ini  

Disamping pelajar SLTA dan mahasiswa yang juga menjadi sasaran prioritas kita dalam usaha
memproteksi individu dan masyarakat adalah lingkungan pekerja , lingkungan ini sangat rawan
karena menjadi incaran para para pengedar  dalam usaha menjadikan  sebagai pemakai , karena
dari segi ekonomi mereka telah mapan.

Metode untuk  membekali masyarakat , khususnya para  siswa / pelajar SLTA  , Mahasiswa dan
para pekerja agar memiliki pola pikir, sikap, serta  trampil menolak cara cara penyalahgunaan
narkoba adalah memberikan pendidikan pencegahan  tentang narkoba dan dampak buruk apabila
disalahgunakan , serta menyakinkan bahwa penyalahgunaan narkoba sangat berbahaya bagi
kesehatan dan merusak kehidupan 

Yang penting realisasinya 

Strategi pencegahan yang bagus dan jelas namun apabila tidak diamini oleh seluruh seluruh
subyek pencegahan maka yang akan terjadi hanya  gerakan persial dari subyek subyek pelaku
pencegahan . Oleh karena itu di perlukan alignment : semua elemen terpimpin dalam satu visi,
saling melengkapi dalam satu jajaran . Ini yang harus diperjuangkan agar terjadi gerakan rakyat
secara masif untuk mencegah  penyalahgunaan narkoba .

Instansi terkait  yang diberi tugas untuk mencegah penyalahgunaan narkoba membuka diri
menyedian tenaga dan anggarannya untuk dapat mengungkit atau mendorong kelompok
masyarakat maupun individu untuk menjadi pelaku pencegahan .

Untuk menguji sekaligus merealisasi alignment dalam mencegah penyalahgunaan narkoba


diperlukan momentum berupa  gerakan masarakat secara komprehensive melibatkan seluruh
komponen masyarakat , instansi terkait  pusat maupun daerah tentu saja dikomandoi oleh BNN
sebagai leading sector dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba.

Langkah berikutnya adalah mendorong media agar  menggerakkan emosi masarakat secara
continue agar gerakan gerakan masyarakat  dalam upaya  mencegah penyalahgunaan narkoba
bergerak terus seperti bola salju menggelinding. 

Untuk merealisasi tentu diperlukan dukungan anggaran dan sumberdaya manusia yang
mengawaki termasuk kesediaan untuk mau berkeringat dan semangat memperjuangkan program
dan merealisasi nya . 

Anda mungkin juga menyukai