Anda di halaman 1dari 19

Kelompok 2

Frischa Cintya Ramadhani – 20617008


Julianingsih – 20617004

Proposal Promosi K3 di Tempat Kerja


Usulan Permohonan Pembuatan Program Spesifik (Penyalahgunaan Narkoba) pada
Pekerja

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya
lainnya) adalah bahan/zat apabila dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara
oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan sehingga dapat mengubah pikiran, suasana
hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan
ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman, baik sinteti smaupunsemi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa sakit dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Ancaman penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang (NARKOBA)
atau Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif (NAPZA) sudah menjadi fenomena global
dan merupakan ancaman kemanusiaan (Herindrasti, 2018). Narkoba merupakan zat
psikoaktif narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya yang jika masuk ke dalam
tubuh baik secara oral (dimakan, diminum, maupun ditelan), dihisap, dihirup, atau
disuntikkan dapat mengubah suasana hati, perasaan, dan perilaku seseorang
(Kusmiran, 2011). Efek atau dampak yang timbul akibat penyalahgunaan narkoba
tergantung pada pola penyalahgunaan narkoba itu sendiri.
Pola penyalahgunaan narkoba berdasarkan tahap penggunaan adalah tahap
eksplorasi atau eksperimental, tahap sosial, tahap rekreasional, tahap emosional atau
instrumental, tahap situasional, tahap habitual, tahap penyalahgunaan (abuse), dan
tahap kecanduan (Partodiharjo, 2008). Penyalahgunaan narkoba adalah pemakaian
narkoba di luar indikasi medis, tanpa petunjuk/resep dokter (BNN, 2018).
Penyalahgunaan narkoba menjadi salah satu masalah kesehatan dan sosial yang paling
serius di dunia dan telah menarik perhatian pemerintah.
Sering kali orang terpengaruh oleh bermacam-macam jenis narkoba.
Keingintahuan, mencari-cari sensasi, mentalitas yang negatif, dan pengaruh lingkungan
menjadi faktor utama yang menarik seseorang untuk mudah bersinggungan dengan
narkoba (Li & Ma, 2018). Bahaya narkoba sudah menjadi momok yang menakutkan bagi
masyarakat. Berbagai kampanye anti narkoba dan penanggulangan terhadap orang-
orang yang ingin sembuh dari ketergantungan narkoba semakin banyak di dengung-
dengungkan. Sebab, penyalahgunaan narkoba bias membahayakan bagikeluarga,
masyarakat, dan masad epan bangsa. Dampak narkoba jika di salah gunakan seperti
halnya singkatan kata tersebut NARKOBA (narkotika dan obat/bahan berbahaya),
memang sangatlah berbahaya bagi manusia.
Narkoba dapat merusak kesehatan manusia baik secara fisik, emosi, maupun
perilaku pemakainya. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal
itu biasnya juga memudahkan seseorang untuk terdorong menyalahgunakan narkoba.
Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah
kelompok usia remaja hingga dewasa. Masalah menjadi lebih gawat lagi bila
penggunaan narkoba, para pemuda tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan
pemuda. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara
bergantian.
World Drug Report 2017 memperkirakan bahwa pada tahun 2015 sekitar 5 Persen
dari populasi orang dewasa yang berusia 15-64 tahun menggunakan narkoba
Setidaknya sekali dalam setahun. Dengan kata lain sekitar 158 juta hingga 351 juta
Penduduk dunia menggunakan narkoba. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
Narkoba tetap stabil selama lima tahun terakhir. Lebih dari 11 persen orang yang
Menggunakan narkoba (sekitar 29,5 juta orang) diperkirakan menderita akibat
Mengkonsumsi narkoba. Ini berarti bahwa penggunaan narkoba mereka berbahaya
Sehingga membuat mereka mengalami ketergantungan narkoba (UNODC, 2017). Hasil
penelitian yang dilakukan BNN dan Puslitkes-UI tahun 2015 Menyatakan bahwa angka
prevalensi penyalahgunaan narkoba berada di kisaran 2,20% atau sekitar 4.098.029
orang dari total populasi penduduk Indonesia yang Berusia 10– 59 tahun (BNN, 2015
dalam Ika novitasari & Sudarji, 2017). Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional,
rentang usia penyalahgunaan narkobaPada masing-masing kelompok usia meliputi
kelompok usia 10 – 19 tahun (2,27%), kelompok usia 20 – 29 tahun (4,41%), kelompok
usia 30 – 39 (1,08%), dan kelompok usia di atas 40 tahun (1,06%) (Sitorus, 2014).
Tujuan dibuatnya proposal ini yaitu untuk mengetahui, mengajukan permohonan
pembuatan Program Spesifik (Narkoba) dan mengidentifikasi faktor risiko kejadian
narkoba pada pekerja. Hal ini penting dilakukan agar lebih mudah dalam
mencegah penyakit narkkoba. Hal ini sangat penting karena narkoba dapat
mengakibatkan gangguan fungsi tubuh lainnya.

II. Pengembangan Program Melalui Siklus Rekognisi, Analisis, Perencanaan,


Komunikasi, Persiapan, Impelentasi, Evaluasi, dan Kontinuitas.
A. Tahap Rekognisi / Identifikasi Masalah
Dalam melakukan identifikasi masalah, diperlukan kemampuan pengenalan
mengenai tingkat infeksi menular seks. Salah satu contohnya dengan penggunaan
bagan alur, dapat dilihat 3 macam kotak yang berbeda, masing-masing mempunyai
tujuan:
Kotak segi empat dengan sudut tumpul: merupakan kotak masalah yang
memberikan keterangan tentang keluhan dan gejala, dan merupakan awal dari setiap
bagan alur.

Kotak Masalah
Kotak segi enam: merupakan kotak keputusan yang selalu mempunyai dua alur
keluar yang mengarah ke kotak tindakan. Kedua alur itu adalah alur “ya” dan alur “tidak”.

Kotak keputusan
Kotak segi empat dengan sudut tajam: merupakan kotak tindakan. Kotak ini
menunjukkan penatalaksanaan yang harus dilakukan

Kotak Tindakan

Metode pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang paling


efektif dan mendasar adalah metode promotif dan preventif. Upaya yang paling praktis
dan nyata adalah represif dan upaya yang manusiawi adalah kuratif serta rehabilitatif.
1. Promotif
Program promotif ini kerap disebut juga sebagai program preemtif atau program
pembinaan. Pada program ini yang menjadi sasaran pembinaanya adalah para anggota
masyarakat yang belum memakai atau bahkan belum mengenal narkoba sama sekali.
Prinsip yang dijalani oleh program ini adalah dengan meningkatkan peranan dan
kegiatan masyarakat agar kelompok ini menjadi lebih sejahtera secara nyata sehingga
mereka sama sekali tidak akan pernah berpikir untuk memperoleh kebahagiaan dengan
cara menggunakan narkoba. Bentuk program yang ditawrkan antara lain pelatihan,
dialog interaktif dan lainnya pada kelompok belajar, kelompok olah raga, seni budaya
atau kelompok usaha. Pelaku program yang sebenarnya paling tepat adalah lembaga-
lembaga masyarakat yang difasilitasi dan diawasi oleh pemerintah.
2. Preventif
Program promotif ini disebut juga sebagai program pencegahan dimana program ini
ditujukan kepada masyarakat sehat yang sama sekali belum pernah mengenal narkoba
agar mereka mengetahui tentang seluk beluk narkoba sehingga mereka menjadi tidak
tertarik untuk menyalahgunakannya. Program ini selain dilakukan oleh pemerintah, juga
sangat efektif apabila dibantu oleh sebuah instansi dan institusi lain termasuk lembaga-
lembaga profesional terkait, lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, organisasi
masyarakat dan lainnya. Bentuk dan agenda kegiatan dalam program preventif ini:
a) Kampanye anti penyalahgunaan narkoba program pemberian informasi satu arah
dari pembicara kepada pendengar tentang bahaya penyalahgunaan narkoba.
Kampanye ini hanya memberikan informasi saja kepada para pendengarnya,
tanpa disertai sesi tanya jawab. Biasanya yang dipaparkan oleh pembicara
hanyalah garis besarnya saja dan bersifat informasi umum.Informasi ini biasa
disampaikan oleh para tokoh asyarakat.Kampanye ini juga dapat dilakukan
melalui spanduk poster atau baliho.Pesan yang ingin disampaikan hanyalah
sebatas arahan agar menjauhi penyalahgunan narkoba tanpa merinci lebih dala
mengenai narkoba.
b) Penyuluhan seluk beluk narkoba Berbeda dengan kampanye yang hanya bersifat
memberikan informasi, pada penyuluhan ini lebih bersifat dialog yang disertai
dengan sesi tanya jawab. Bentuknya bisa berupa seminar atau ceramah.Tujuan
penyuluhan ini adalah untuk mendalami pelbagai masalah tentang narkoba
sehingga masyarakat menjadi lebih tahu karenanya dan menjadi tidak tertarik
enggunakannya selepas mengikuti program ini. Materi dalam program ini biasa
disampaikan oleh tenaga profesional seperti dokter, psikolog, polisi, ahli hukum
ataupun sosiolog sesuai dengan tema penyuluhannya.
c) Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya perlu dilakukan pendidikan dan
pelatihan didalam kelompok masyarakat agar upaya menanggulangi
penyalahgunaan narkoba didalam masyarakat ini menjadi lebih efektif. Pada
program ini pengenalan narkoba akan dibahas lebih mendalam yang nantinya
akan disertai dengan simulasi penanggulangan, termasuk latihan pidato, latihan
diskusi dan latihan menolong penderita. Program ini biasa dilakukan dilebaga
pendidikan seperti sekolah atau kampus dan melibatkan narasumber dan pelatih
yang bersifat tenaga profesional.
d) Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan upaya distribusi narkoba di
masyarakat. Pada program ini sudah menjadi tugas bagi para aparat terkait
seperti polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM), Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan dan sebagainya.
Tujuannya adalah agar narkoba dan bahan pembuatnya tidak beredar
sembarangan didalam masyarakat namun melihat keterbatasan jumlah dan
kemampuan petugas, program ini masih belum dapat berjalan optimal.
3. Kuratif
Program ini juga dikenal dengan program pengobatan dimana program ini ditujukan
kepada para pemakai narkoba.Tujuan dari program ini adalah mebantu mengobati
ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba,
sekaligus menghentikan peakaian narkoba.Tidak sembarang pihak dapat mengobati
pemakai narkoba ini, hanya dokter yang telah mempelajari narkoba secara khususlah
yang diperbolehkan mengobati dan menyembuhkan pemakai narkoba ini. Pengobatan
ini sangat rumit dan dibutuhkan kesabaran dala menjalaninya. Kunci keberhasilan
pengobatan ini adalah kerjasama yang baik antara dokter, pasien dan keluarganya.
Bentuk kegiatan yang yang dilakukan dalam program pengobat ini adalah:
 Penghentian secara langsung
 Pengobatan gangguan kesehatan akibat dari penghentian dan pemakaian
narkoba (detoksifikasi)
 Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian narkoba
 Pengobatan terhadap penyakit lain yang dapat masuk bersama narkoba seperti
HIV/AIDS, Hepatitis B/C, sifilis dan lainnya. Pengobatan ini sangat kompleks dan
memerlukan biaya yang sangat mahal. Selain itu tingkat kesembuhan dari
pengobatan ini tidaklah besar karena keberhasilan penghentian penyalahgunaan
narkoba ini tergantung ada jenis narkoba yang dipakai, kurun waktu yang dipakai
sewaktu menggunakan narkoba, dosis yang dipakai, kesadaran penderita, sikap
keluarga penderita dan hubungan penderita dengan sindikat pengedar.
4. Rehabilitatif
Program ini disebut juga sebagai upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang
ditujukan kepada penderita narkoba yang telah lama menjalani program kuratif.
Tujuannya agar ia tidak memakai. Dan bisa bebas dari penyakit yang ikut
menggerogotinya karena bekas pemakaian narkoba. Cara yang paling banyak dilakukan
dalam upaya bunuh diri ini adalah dengan cara menyuntikkan dosis obat dalam jumlah
berlebihan yang mengakibatkan pemakai mengalami Over Dosis (OD). Cara lain yang
biasa digunakan untuk bunuh diri dalah dengan melompat dari ketinggian,
membenturkan kepala ke tembok atau sengaja melempar dirinya untuk ditbrakkan pada
kendaraaan yang sedang lewat. Banyak upaya pemulihan namun keberhasilannya
sendiri sangat bergantung pada sikap profesionalisme lembaga yang menangani
program rehabilitasi ini, kesadaran dan kesungguhan penderita untuk sembuh serta
dukungan kerja sama antara penderita, keluarga dan lembaga. Masalah yang paling
sering timbul dan sulit sekali untuk dihilangkan adalah mencegah kembali kambuh
(relaps) setelah penderita menjalani pengobatan. Relaps ini disebabkan oleh keinginan
kuat akibat salah satu sifat narkoba yang bernama habitual. Cara yang paling efektif
untuk menangani hal ini adalah dengan melakukan rehabilitasi secara mental dan fisik.
Untuk pemakai psikotropika biasanya tingkat keberhasilan setlah pengobatan terbilang
sering berhasil, bahkan ada yang bisa sembuh 100 persen.
5. Represif
Ini merupakan program yang ditujukan untuk menindak para produsen, bandar,
pengedar dan Pemakai narkoba secara hukum. Program ini merupakan instansi
pemerintah yang berkewajiban Mengawasi dan mengendalikan produksi maupun
distribusi narkoba. Selain itu juga berupa penindakan terhadap pemakai yang melanggar
undang-undang tentang narkoba. Instansi yang terkait dengan program ini antara lain
polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Imigrasi,
Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan. Begitu luasnya jangkauan peredaran gelap narkoba
ini tentu diharapkan peran serta masyarakat, termasuk LSM dan lembaga
kemasyarakatan lain untuk berpartisipasi membantu para aparat terkait tersebut
Masyarakat juga harus berpartisipasi, paling tidak melaporkan segala hal yang
berhubungan dengan kegiatan yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba
dilingkungannya. Untuk memudahkan partisipasi masyarakat tersebut, polisi harus ikut
aktif menggalakkan pesan dan ajakan untuk melapor ke polisi bila melihat kegiatan
penyalahgunaan narkoba.

a. Penanganan Narkoba dan Promosi Kesehatan Terkait Penyalahgunaan


Narkoba di Tempat Kerja
Penanganan Narkoba dan promosi kesehatan terkait penyalahgunaan Narkoba di
tempat kerja adalah langkah penting untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
karyawan. Berikut adalah beberapa pendekatan yang dapat diambil untuk mengatasi
masalah ini:
1. Edukasi dan kesadaran: Memberikan informasi tentang pentingnya menjaga berat
badan yang sehat dan manfaat dari aktivitas fisik secara teratur. Mengadakan
seminar atau lokakarya tentang gizi seimbang, manajemen berat badan, dan
pentingnya gaya hidup aktif.
2. Penyediaan fasilitas olahraga: Membangun atau menyediakan akses ke fasilitas
olahraga di tempat kerja, seperti ruang kebugaran atau area olahraga. Dengan
adanya fasilitas ini, karyawan akan lebih termotivasi untuk berolahraga secara
teratur.
3. Program penghargaan: Menerapkan program penghargaan yang mendorong
karyawan untuk menjaga gaya hidup sehat dan aktif. Misalnya, memberikan insentif
kepada karyawan yang mencapai tujuan penurunan berat badan atau berpartisipasi
dalam kegiatan olahraga di tempat kerja.
4. Aktivitas fisik bersama: Mengadakan kegiatan olahraga atau rekreasi bersama di
tempat kerja, seperti turnamen olahraga, kelas yoga, atau kelompok berjalan kaki. Ini
dapat membangun semangat tim, memotivasi karyawan untuk berpartisipasi, dan
menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
5. Pilihan makanan sehat: Menyediakan opsi makanan sehat di kantin atau kafetaria
tempat kerja. Menyediakan makanan bergizi dan berimbang, serta menghindari
makanan cepat saji atau camilan tidak sehat.
6. Evaluasi kesehatan dan konseling: Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan rutin
dan konseling individu untuk membantu karyawan memahami kondisi kesehatan
mereka dan memberikan panduan yang tepat untuk mengatasi obesitas.
7. Promosi transportasi aktif: Mendorong karyawan untuk menggunakan transportasi
aktif seperti berjalan kaki atau bersepeda ke tempat kerja dengan menyediakan
fasilitas parkir sepeda, fasilitas mandi, atau program insentif untuk penggunaan
transportasi aktif.
8. Kebijakan kerja yang mendukung: Menerapkan kebijakan yang mendukung
kesehatan karyawan, seperti jadwal fleksibel untuk memungkinkan waktu olahraga,
istirahat yang memadai, atau waktu rekreasi di tempat kerja.
9. Tim dukungan: Membentuk tim dukungan atau komite kesehatan di tempat kerja
untuk merancang, mengimplementasikan, dan memantau program-program
kesehatan dan aktivitas fisik.
10. Kompetisi sehat: Mengadakan kompetisi sehat antar departemen atau tim untuk
mendorong partisipasi dalam aktivitas fisik, seperti kompetisi jalan sehat atau
tantangan berjalan.
Pendekatan-pendekatan di atas dapat digabungkan sesuai dengan kebutuhan dan
sumber daya yang tersedia di tempat kerja. Penting untuk melibatkan karyawan dalam
perencanaan dan pelaksanaan program-program ini serta terus menerus mengevaluasi
dan memperbarui strategi yang diterapkan untuk mencapai hasil yang optimal.
Gambar 1. Grafik Data Jumlah Pekerja Periode Januari - April 2023 PT. X

DATA JUMLAH KARYAWAN PERIODE


JANUARI - APRIL TAHUN 2023
4000

3500

3000

2500

Axis Title 2000

1500

1000

500

0
JANUARI FEBRUARI MARET APRIL TOTAL PEKERJA

Tabel 1. Daftar Penderita Penyakit Akibat Penyalahgunaan Narkoba Periode


Januari - April 2023

Chart Title
70

60

50

40
Axis Title
30

20

10

0
JANUARI FEBRUARI MARET APRIL

Sumber: Laporan Klinik PT. X


Hasil analisis didapatkan bahwa prevalensi penyakit akibat penyalahgunaan Narkoba
pada pekerja di PT. X sekitar 20 (3%) dan Hepatitis B dan C merupakan penyakit yang
paling banyak ditemukan lalu diikuti oleh hipertensi dan gangguan fungsi jantung
sebagai 3 terbanyak penyakit akibat penyalahgunaan narkoba. Sedangkan HIV/AIDS
walaupun diurutan terendah tetapi tetap memerlukan perhatian khusus, biasanya
pengguna yang datang ke klinik sudah tahap lanjut dikarenakan berbagai alasan seperti
susah untuk berhenti, pasien sudah mengobati sendiri dengan rehabilitasi.
Pada saat anamnesa di peroleh keterangan bahwa karyawan yang menyalah
gunakan obat terlarang, Psikotropika dan Zat adiktif, yang merupakan kelompok resiko
tinggi, dan hygiene karyawan yang kurang baik, Tidak sadar akan kesehatan diri
sehingga meningkatkan resiko gangguan pada infeksi otot jantung dan peredaran darah
akan mengingat pihak penjamin kesehatan swasta tidak menjamin penyalahgunaan obat
terlarang sehingga di bebankan ke karyawan dan semakin meningkatnya penderit maka
perlu dilakukan tindakan penangan yang lebih komprehensif seperti PKDTK.

B. Tahap Analisa
1. Tabel 2. Data kenaikan penyalahgunaan Narkotika setiap bulan dari 3 penyakit
paling tinggi

Persentase Kenaikan / Penurunan


Penyakit Jumlah Penderita Narkoba Per-Bulan
Penderita Narkoba Rata -
Januari - Februari - Maret - Rata
Januari Februari Maret April
Februari Maret April
Ganggua
n Fungsi 3 5 7 10 23.91 % -6.28 % 21.08 % 12.90 %
Jantung
Hepatitis
12 15 17 20 22.02 % 128.29 % 7.26 % 52.53 %
B dan C
Hipertensi 5 8 10 12 30.77 % 41.18 % 10.42 % 27.45 %
Sumber: Laporan Klinik PT. X

Dari tabel diatas maka disimpulkan bahwa penyalahgunaan Narkoba pada pekerja
di PT. X setiap bulannya rata-rata mengalami kenaikan, oleh karena itu program PKDTK
sangat diperlukan untuk mencegah penyebaran Narkoba di lingkungan tempat kerja.
2. Tabel Estimasi biaya kerugian perusahaan karena jam kerja yang hilang
Item Perhitungan Total Vol
Perhitungan rata-rata gaji pekerja per 1 jam
Gaji pekerja 1 X 4.000.000 Rp 4.000.000 1 bulan
Total dalam 1 bulan (200 jam) 4.000.000 : 200 Rp20.000 1 jam
Perhitungan rata-rata pekerja yang meninggalkan kerja selama 1 jam
Laporan klinik ± 30 pekerja / hari yang berobat karena
30 x 20.000 Rp 600.000 1 hari
Penyalahgunaan Narkoba
Estimasi biaya kerugian per hari 1 x 600.000 Rp 600.000 1 hari
Estimasi biaya kerugian per bulan 26 X 600.000 Rp 15.600.000 1 bulan

Dari tabel berikut diketahui bahwa kerugian perusahaan dalam 1 bulan yaitu
sebanyak Rp. 15.600.000 dengan asumsi per 1 orang pekerja menghilangkan jam kerja
selama 1 jam, sedangkan pada kenyataannya pekerja bisa saja menghilangkan jam
kerja lebih dari 1 jam. Apabila pekerja harus di istirahatkan, maka bisa menghilangkan
waktu sekitar 3-4 jam karena harus dirawat terlebih dahulu di klinik. Apabila pekerja
mengalami sakit maka akan kehilangan 1-3 hari, maka kerugian perusahaan dapat
melebihi dari Rp. 15.600.000 / bulan ditambah dengan target produksi yang akan
terhambat karena pekerja yang sakit.

3. Tabel Estimasi Perobatan


Penyakit Biaya Keterangan
Gangguan Fungsi Jantung Rp 1.000.000 Per orang
Hepatitis B dan C Rp 750.000 Per orang
Hipertensi Rp 500.000 Per orang
HIV/AIDS Rp 5.000.000 Per orang

4. Tabel estimasi kerugian perusahaan terhadap pembiayaan pengobatan dari


bulan Januari – April tahun 2023
Penyakit Jumlah penderita Biaya Total
Gangguan Fungsi Jantung 25 Rp 1.000.000 Rp 25.000.000
Hepatitis B dan C 64 Rp 750.000 Rp 48.000.000
Hipertensi 21 Rp 500.000 Rp 10.500.000
HIV/AIDS 10 Rp 5.000.000 Rp 50.000.000
Total biaya keseluruhan Rp 133.500.000
Dengan diketahuinya estimasi jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan
perusahaan dan jumlah kerugian perusahaan maupun pasien / pekerja sehingga
memerlukan perhatian khusus untuk pencegahannya.
Tahapan kedua dalam program REPKAPIEK yaitu dengan melakukan analisa
untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan perilaku pekerja, yakni
hubungan antara apa yang mereka ketahui / yakini, rasakan dan tindakan yang
mereka lakukan dalam menghadapi faktor resiko kesehatannya, sehingga dapat
disusun kebutuhan intervensi untuk tindakan perbaikan. (Kurniawidjaja, 2012)
Dengan adanya data mengenai penyebaran Narkotika di lingkungan PT. X
maka perlu diadakannya analisa terhadap penyakit tersebut sehingga penyebaran
penyakitnya dapat dicegah, sehingga dapat menurunkan angka absenteisme,
meningkatkan produktivitas, angka kematian dan kesakitan akibat Narkotika.
Dalam hal ini kerjasama antara HRD, CR, klinik dan vendor yang menjamin
pelayanan kesehatan di PT. X menjadi bagian yang sangat penting untuk melakukan
program PKDTK, data yang diperoleh dari klinik dan RS merupakan data awal untuk
menindak lanjuti program PKDTK tersebut.
Pihak CR akan bekerjasama dengan HRD dan para leader untuk
menentukan program yang akan di buat sesuai dana yang tersedia antara lain
dilakukan training tentang penyalahgunaan Narkotika, pemasangan poster, serta
edukasi dan upaya preventif penting untuk melibatkan pekerja dan mengetahui apa
saja yang mereka ketahui tentang penyalahgunaan Narkotika dan apa resiko yang
terburuk yang akan terjadi seperti gejala sisa akibat sakit yang diderita sampai
menyebabkan kematian, disediakan fasilitas konseling di tempat kerja untuk para
pecandu yang dijamin kerahasiaan dan setelah melakukan program PKDTK
diharapkan angka penyalahgunaan Narkotika dapat menurun dan jumlah pecandu
Narkoba tidak bertambah.

C. Tahap Perencanaan
Untuk melaksanakan program PKDTK mengenai IMS perlu dibuat perencanaan yang
sebaik mungkin sehingga hasil dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek (2016). menyimpulkan bahwa penanganan
penyalahgunaan narkotika Komprehensif dilakukan dengan beberapa langkah yaitu :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik dan pengambilan specimen
3. Diagnosis tepat
4. Detoksifikasi
5. Pengobatan efektif
6. Stabilisasi
7. Rehabilitasi Medis
8. Rehabilitasi Sosial
9. Tindak lanjut klinik
10. Edukasi perilaku sosial
11. Mengadakan kegiatan kerohanian
12. Peningkatan kemampuan
13. Kampanye anti Narkoba
14. Pencatatan dan peloparan kasus
15. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi serta upaya disrtibusi Narkoba
di lingkungan kerja

Dengan begitu perencanaan akan mengacu sesuai kesimpulan diatas dan


dituangkan dalam bentuk tabel.
Tabel Perencanaan PKDTK
Kegiatan Target Proses menuju Sarana dan Cara penilaian Pic Biaya
target Prasarana keberhasilan
Anamnesis, Mengetahui faktor penyebab Alloanamnesa, Klinik inhouse, Diketahui faktor Dokter Rp.
pemeriksaan dan ketergantungan Narkoba pemeriksaan fisik, rekam medis resiko penyebab 1.000.000
pengobatan Penyebab dan faktor risiko pemeriksaan penyalahgunaan
pasien Gejala yang mungkin timbul penunjang, MCU. Narkoba yang paling
akibat ketergantungan Narkoba banyak
Pemeriksaan fisik
Diagnosis banding dan
pemeriksaan lanjutan
Edukasi Memberikan pengetahuan Trainning / Gedung Penurunan CR Rp.
perilaku / pola tentang penyalahgunaan pemeriksaan pelaksaan, penderita 2.000.000
hidup Narkoba kesehatan, pembicara, penyalahgunaan
Menanamkan kesadaran akan pemasangan poster, audiovisual, alat Narkoba,
kesehatan dan menjaga pamflet, pemberian peraga, meningkatnya
kebugaran fisik edukasi konsumsi. pengetahuan
Memberikan pengetahuan pekerja akan pola
bahaya ketergantungan hidup sehat dan
Narkoba pentingya kesehatan
fisik maupun psikis,
meningkatkan
kesadaran bahaya
Narkoba.
Pencatatan dan Membuat laporan terkait jumlah Mengarsipkan data Rekam medis, Data statistik Inhouse, Rp.
pelaporan kasus pekerja yang menderita data pekerja penderita Narkoba klinik, 500.000
penyakit akibat penderita dinkes,
penyalahgunaan Narkoba Narkoba. RS.
Proses tindak Kesembuhan pekerja penderita Pengobatan pekerja Inhouse klinik, Angka kesembuhan Dokter Rp.
lanjut akibat penyalahgunaan penderita Narkoba, laboraturium, RS. penderita Narkoba 2.750.000
Narkoba skrining. meningkat, pekerja
Menurunkan angka pekerja terhindar dari
yang mengalami Narkoba
penyalahgunaan Narkoba
Total Rp.
6.250.000
D. Tahap Komunikasi
Penyalagunaan narkotika menjadi perhatian khusus blebih berdampak pada
kelompok dewasa atau remaja usia kerja, maka sangat penting untuk
memperlakukannya sebagai suatu isu di tempat kerja. Hal ini telah diakui oleh berbagai
instrumen nasional, konvensi internasional dan komitmen hak asasi manusia.
Kepentingan untuk menjamin keselamatan para karyawan di tempat kerja dan resiko
terhadap penyalahgunaan narkotika telah diakui oleh berbagai deklarasi, keputusan
presiden dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
Setelah diketahui data dari klinik tentang pasien dengan ketergantungan Narkotika
dan ditemukannya pasien dengan gangguan sistem saraf, pembuluh darah, gagal
jantung yang memerlukan perhatian khusus mengingat resiko meningkatnya pekerja
yang mengalami kecanduan Narkotika maka penanggung jawab in house klinik (dokter)
berkonsultasi dengan HRD, CR, SPSI maka disusun beberapa tindak lanjut yang akan
dilakukan untuk mencegah resiko penularan dan menurunkan angka penyalahgunaan
Narkotika di PT. X, salah satu caranya mengadakan internal meeting dengan top
management guna mendukung program yang telah di susun dan menyetujui tindak
lanjut yang akan dilaksanakan. Dokter menjelaskan kepada top management bahwa
bahaya Narkotika dapat menyebabkan risiko komplikasi medis, seperti gejala akut,
infeksi ginjal dan konsekuensi tertunda serius seperti penyakit peru-paru, hepatitis,
gangguan sistem saraf dan kematian.
Penatalaksanaan utama pada Narkotika meliputi modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, dan pembedahan jika diperlukan. Untuk melakukan kegiatan ini perlu
disediakan satu ruangan khusus yang dapat merahasiakan pembicaraan antara pasien
dan penyuluh atau konselor. Tujuan konseling adalah untuk membantu pasien
mengatasi masalah yang dihadapi pasien/pekerja sehubungan dengan ketergantungan
Narkotika yang dideritanya, pasien/pekerja mau mengubah perilaku gaya hidup menjadi
lebih aman dan sehat.

E. Tahap Persiapan
Setelah disetujui oleh top management, HRD, CR, SPSI, dan komitmen yang kuat
untuk menyehatkan pekerja dari Narkoba maka disusun rencana tindak lanjut berupa
program yang telah disusun seperti skrining test urin setiap 6 bulan sekali, menyediakan
tempat konseling yang nyaman tertutup dengan suasana yang nyaman dan terjamin
kerahasiaannya, MCU berkala, pemasangan poster, pamphlet ditempat yang mudah
dilihat dan dibaca, membuat group kecil pada kelompok yang beresiko tinggi dan
diadakan koseling setiap 1 bulan sekali dengan suasana yang kekeluargaan di “ruang
curhat” setiap jumat di minggu ke 3, menyiapkan materi dengan bahasa yang mudah
dimengerti, disediakannya audiovisual setiap diadakan training, menyiapkan trainer yang
handal, komunikatif, melakukan koordinasi dengan tenaga Kesehatan, membuat
himbauan (poster) atau video terkait bahaya Narkoba, memberikan promosi Kesehatan
(penyuluhan / memberikan pengetahuan) kepada pekerja terkait bahaya Narkoba
dengan waktu 2 minggu 1x yaitu pada senin pagi.

F. Tahap Impelentasi

Dilaksanakan dalam beberapa bentuk seperti sesi kelompok (small discussion dan
kelompok lebih besara pada training) di ruang meeting Gedung Utama PT. X dengan di
hadiri para wakil HRD, CR, leader dan beberapa perwakilan dari pekerja, staff klinik
dokter atau pembicara (konseler) dari luar yang mempunyai kompetensi untuk
menjelaskan bahaya penyalahgunaan Narkotika, adapun program lain dengan
memberikan ruang khusus untuk penderita Narkotika ditempat yang lebih privat dan
terjamin kerahasiaannya seperti di klinik inhouse baik berupa konsultasi, informasi dan
edukasi tentang penyalahgunaan Narkoba, memberikan pengetahuan, meningkatkan
kesadaran, memotivasi dan memberikan kesempatan tanya jawab. Pada umumnya
pasien dengan ketergantungan Narkotika, membutuhkan penjelasan tentang penyakit,
jenis obat yang bisa digunakan dan pesan-pesan lain yang bersifat umum. Penjelasan
dokter diharapkan dapat mendorong pasien / pekerja yang kecanduan Narkotika untuk
mau menuntaskan pengobatan dengan benar. Dalam memberikan penjelasan, dokter
atau perawat sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti
oleh pasien, dan bila dianggap perlu dapat digunakan istilah-istilah setempat.

Beberapa pesan penyalahgunaan narkotika yang perlu disampaikan:

 Pemeriksaan dilakukan tidak hanya oleh dokter tetapi juga terapis


 Kecanduan narkoba bisa dihilangkan dengan rehabilitasi
 Stabilisasi membantu pemulihan jangka panjang dengan memberikan resep
dokter
 Pecandu agar terlepas dari ketergantungan narkoba
 Rehabilitasi medis
 Rehabilitasi sosial
 Kegiatan kerohanian
Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia ( Dr. Petrus Reinhard Golose)

Metode yang implementasi yang dilakukan membutuhkan komitem managemen level


atas, dengan dukungan SDM dan dana yang besar, disertai dengan evaluasi jangka
panjang 5 – 10 tahun dan evaluasi jangka pendek untuk menyempurnakan program.
karena perjalanan penyakit akibat penyalahgunaan Narkoba yang panjang, resiko
penularan yang cepat, tidak menimbulkan kecanduan terus menerus dan menyebabkan
komplikasi yang membahayakan seperti penyakit komplikasi dan kematian.

G. Tahap Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sampai dimana program berjalan, kendala


dilapangan dan antisipasinya. Mengetahui besarnya masalah penyalahgunaan Narkoba
setempat, dengan menyediakan data insidens dari beberapa penyakit yang baru
didapatkan, melakukan pemantauan insidens dari beberapa penyakit tersebut di atas,
menyediakan informasi untuk penanggulangan kasus penyalahgunaan Narkoba dan
faktor risiko lainnya, menyediakan informasi bagi Dinas Kesehatan untuk melakukan
perencanaan dan pengelolaan program termasuk penyediaan konseling dengan
melaporkan beberapa kasus penyalahgunaan narkoba tertentu.

Setelah dilakukan evaluasi pada program yang sudah berjalan pada 3 bulan pertama
ada beberapa kendala seperti peserta / pekerja belum mengetahui apa itu Narkoba,
resiko dari penyakit akibat penyalahgunaan Narkoba, masih menganggap
ketergantungan Narkoba hal yang tidak memiliki pengaruh yang besar, menganggap
Narkoba bukan merupakan penyakit yang serius, ketidaktahuan pasien kemana harus
berobat jika ketergantungan Narkoba. Kerugian pada perusahaa seperti absesteisme
meningkat, biaya pengoatan yang mahal, produktivitas berkurang dan kehilangan jam
kerja.

Berikut ini adalah perhitungan Severity Rate yang diambil dari kasus terbanyak yaitu
kasus Hepatitis B dan C di PT. X pada bulan April yang berjumlah 20 pekerja.

20 ×2 40
×100 = ×100 = 5 %
20× 40 800

Maka, dapat disimpulkan bahwa 5% dari jadwal telah hilang karena proses
pengobatan di klinik dalam rentang waktu pemeriksaan 2 jam /orang.

Setelah dilakukan program PKDT angka kunjungan pasien baru ketergantungan


Narkoba menurun, angka absenteisme karena penyalahgunaan Narkoba menurun,
biaya pengobatan pasein penyalahgunaan Narkoba menurun, kesadaran pasien tentang
bahaya Narkoba meningkat, tidak menggap Narkoba hal yang tidak penting, pasien /
pekerja sudah mengataui kemana mereka berobat, sesi small group discussion semakin
ramai, pasien / pekerja sudah mulai merasakan manfaat program PKDT dengan pola
hidup sehat tidak mengganggu produktivitas dalam bekerja setalah melakukan evaluasi
kita dapat Menilai Tingkat Risiko, pola penyebaran Narkoba, menurunnya kunjungan
pasien penyalahgunaan Narkoba, pekerja mengetahui tentang kesehatan tubuh dan
pentingnya kesehatan mental terhadap kejadian penyalahgunaan Narkoba, mengubah
perilaku pekerja dengan gaya hidup sehat, memutuskan untuk mengubah pola hidupnya
dalam rangka mencegah penyalahgunaan Narkoba di kemudian hari.

Dengan pendekatan program PKDTK yang efisien tidak harus mahal tetapi efektif,
tepat sasaran, dan melakukan pendekatan personal yang lebih komunikatif, personal
dan privat antara pasien / pekerja kepada dokter / konselor memberikan kenyamanan
dan kepercayaan kepada dokter, memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih
perubahan yang sesuai dengan gaya hidupnya sehari-hari.

H. Tahap Kontinuitas

Setelah dilakukan program PKDTK tentang Penyakit akibat penyalahgunaan


Narkoba yang berkesinambungan dalam upaya pencegahan dan perawatan penderita
Narkoba yang efektif dalam kurun waktu tertentu dapat dicapai dengan melaksanakan
beberapa cara seperti:

 Preventif seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga


 Kuratif seperti penyembuhan dengan medis atau dengan media lain
 Rehabilitatif agar korban tidak kembali ketagihan dengan narkoba
 Represif melalui jalur hukum

Setiap program yang sudah berjalan di follow up minimal 6 bulan sekali untuk
mengetaui efektivitasnya, program dirancang sedemikian rupa untuk lebih menarik,
dengan menemukan cara – cara baru dalam menyampaikan program PKDTK sehingga
peserta tidak merasa bosan dan bukan hanya suatu rutinitas untuk peserta tetapi
memberikan motivasi dan harapannya menjadi suatu kebutuhan ilmu pengetahuan untuk
pekerja sehingga meningkatkan derajat kesehatan pekerja tidak saja dilingkungan
pekerjaan tapi juga dilingkungan keluarga dan masyarakat pada umumnya.
III. Daftar Pustaka
1. Tanjung, Ain. 2004. Pahami Kejahatan Narkoba. Jakarta: Lembaga
TerpaduPemasyarakatan Anti Narkoba
2. BNK Samarinda. 2007. “Faktor dan Akibat
Narkoba”(online)(http://bnk.samarinda.go.id/index.php?q=faktor-akibat-
narkoba. diakses tanggal24 April 2016)
3. Sunarmo, Narkoba Bahaya dan Upaya Pencegahannya, penerbit PT,
Bengawan Ilmu Semarang. 2007
4. Makalah Diklat Pengenalan Narkotika dan Psikotropika Pengenalan Jenis-
jenis Narkoba, Jakarta : KANWIL DEP. HUKUM dan HAM DKI, 2006
5. Makalah Diklat Pengenalan Narkotika dan Psikotropika, Aspek Yuridis, Aspek
Sosiologis dan Psikologis tentang Narkoba

Anda mungkin juga menyukai