Anda di halaman 1dari 44

HUBUNGAN ANTARA PERAN IKLAN ROKOK DAN KELOMPOK TEMAN

SEBAYA TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU MEROKO PADA REMAJA


DI SMA XX

BAB I
PENDAHULUAN

Pada Bab ini peneliti membahas latar belakang masalah yang menyangkut peran iklan rokok
dan kelompok teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku merokok beserta rumusan
masalah dan pokok bahasan, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta diakhiri dengan
sistematika penulisan.
A. Latar Belakang Masalah
Asap rokok mudah sekali ditemui dimana-mana, dan juga sudah menjadi bagian hidup sehari-
hari, seolah-olah merokok sudah menjadi bagian dari budaya. Perilaku merokok merupakan
perilaku yang menyenangkan bagi sebagian orang, sementara bagi orang lain mungkin
merokok merupakan perilaku yang merugikan karena dengan merokok akan semakin banyak
penyakit yang diderita. Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat
dipungkiri lagi. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan si perokok,
tetapi juga bagi orang disekitarnya. Kebiasaan merokok kini merupakan penyebab kematian
10% penduduk dunia (A. Setiono Mangoenprasodjo dan Sri Nur Hidayati, 2005: 87).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa sekitar sepertiga dari penduduk
dewasa sedunia, atau 1,1 milyar orang, 200 ribu diantaranya wanita adalah perokok. Data
menunjukkan bahwa di seluruh dunia sekitar 47% pria dan 12% wanita adalah perokok
(Anton, 2004: 1). Di Indonesia, dari 208 juta jiwa penduduk pada tahun 2001, sekitar 27,7%
yang berusia di atas 10 tahun menyatakan merokok dalam satu bulan terakhir. Prosentase
yang mulai merokok pada usia di bawah 20 tahun sebanyak 68%. Proporsi terbesar (92,0%)
dari individu yang merokok menyatakan biasa merokok di rumah ketika bersama anggota
keluarga lainnya. Penelitian Tjandra Yoga Aditama dari Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta,
pada tahun 2000, dengan 2.074 responden siswa usia sekolah, mendapatkan fakta sebanyak
21% responden merokok (Prima Armiati, 2004: 1). Hal ini didukung dengan survei yang
dilakukan oleh Sarjani Jamal (2006: 1) pada anak-anak sekolah usia 13-15 tahun di Jakarta
menunjukkan bahwa lebih dari 20% adalah perokok tetap dan 80% diantaranya ingin berhenti
merokok tetapi tidak berhasil.
Hasil studi menunjukkan bahwa perokok berat telah memulai kebiasaan merokoknya sejak
berusia belasan tahun, dan hampir tidak ada perokok berat yang baru memulai merokok pada
saat dewasa. Karena itulah, masa remaja sering kali dianggap masa kritis yang menentukan
apakah nantinya individu menjadi perokok atau bukan (Guntoro Utamadi, 2002: 2). Menurut
Zainun Mutadin (2002: 1) hal yang memprihatinkan adalah usia mulai merokok yang setiap
tahun semakin muda, bila dahulu individu mulai berani merokok biasanya mulai SMP maka
sekarang dapat dijumpai anak-anak SD kelas 5 sudah mulai banyak yang merokok secara
diam-diam. Merokok di usia muda merupakan titik awal untuk menjadikan individu sebagai
perokok di masa yang akan datang. Remaja merupakan kelompok yang rentan untuk menjadi
perokok. Menurut A. Setiono Mangoenprasodjo dan Sri Nur Hidayati (2005: 58) ketertarikan
awal individu untuk merokok pada umumnya muncul saat usia remaja, 15-19 tahun atau
sewaktu duduk di bangku SMA. Kebiasaan merokok di kalangan remaja mempunyai dampak
negatif yang lebih berbahaya jika dibandingkan dengan perokok secara umum, karena dari
kebiasaan merokok tersebut dapat menjadi “Jembatan” yang membawa individu pada bahaya
yang lebih besar seperti bahaya narkotika terutama ganja.
Banyak alasan yang melatarbelakangi mengapa remaja merokok, beberapa sebabnya adalah
kurangnya pengetahuan secara mendalam akan akibatnya, melihat dan mengikuti kebiasaan
di lingkungannya (misalnya orang tua, teman, guru), identitas diri, menyangkut rasa
kedewasaan dan harga diri, terpengaruh oleh iklan-iklan rokok, memperoleh rasa tenang
ketika merokok, serta merokok sudah lumrah bagi manusia (Kevin, 2003: 1). Remaja yang
merokok juga merupakan fenomena yang ada di masyarakat. Berdasarkan dari penelitian
Surindo tentang gaya hidup remaja, dapat dijelaskan bahwa gaya hidup remaja banyak
dipengaruhi gemerlapnya kota besar yang glamor. Berkaitan dengan gaya hidup ini, menurut
Surindo 41,8% remaja pria pernah merokok. Dari jumlah itu, hampir setengahnya menjadi
perokok tetap. Bahkan remaja putri yang merokok mencapai 26,7%. Menurut Surindo (Nhiru
Muhammad, 2000: 1) sebagian besar karena yakin dapat mengurangi stres (44,8%), dan
hanya 19,8% merokok karena pergaulan. Sebaliknya menurut pelajar SMU 13 (Surindo
dalam Nhiru Muhammad, 2000: 2) munculnya budaya merokok di kalangan remaja
diakibatkan oleh pergaulan dan gencarnya iklan rokok, yang mendorong remaja untuk
merokok.
Adapun pengertian dari iklan rokok dalam PP RI No. 19 Pasal 1 Thn. 2003 adalah suatu
kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan dan mempromosikan rokok dengan atau
tanpa imbalan kepada masyarakat dengan tujuan mempengaruhi konsumen agar
menggunakan rokok yang ditawarkan (www.tempointeraktif.com). Iklan rokok secara tidak
langsung dapat mendorong para remaja untuk bereksperimen dengan tembakau dan mencoba
untuk merokok. Iklan tersebut menggambarkan bahwa rokok, khususnya bagi kaum pria,
melambangkan kejantanan dan sportivitas serta lifestyle merupakan alasan utama para wanita
merokok. Rokok menjadi gaya hidup dan citra diri individu yang sehat, sukses dan dinamis.
Dalam usahanya memperluas pasar bagi produknya, perusahaan rokok, bahkan menjadikan
remaja sebagai target utamanya, mengingat kebiasaan merokok akan terbawa terus sampai
dewasa (Guntoro Utamadi, 2002: 1-2). Selama ini orang menganggap citra atau image dari
merokok menandakan orang gaul, terlihat keren, membuat tubuh bugar, stres hilang, menjaga
kecantikan atau membuat tubuh ideal. Ini adalah akibat promosi rokok yang dilakukan
sedemikian rupa (Raun Gultom, 2004: 2). Di Indonesia, perusahaan rokok berlomba-lomba
memberikan sponsor pada kegiatan olahraga, acara remaja, dan konser musik. Dalam
promosinya, rokok diasosiasikan dengan keberhasilan dan kebahagiaan. Di Indonesia pada
tahun 2002 iklan rokok mencapai 7% dari pendapatan media massa (A. Setiono
Mangoenprasodjo dan Sri Nur Hidayati, 2005: 45), sehingga menimbulkan persepsi bahwa
rokok adalah sarana untuk mencapai kedewasaan, mencapai kepercayaan diri dan sebagainya
(Raun Gultom, 2004: 2). Hal ini didukung dengan penelitian dari WHO yang memperkirakan
bahwa kenaikan jumlah perokok Indonesia, khususnya anak usia muda, karena gencarnya
iklan rokok melalui berbagai media, sponsorship pada kegiatan olahraga dan hiburan (A.
Setiono Mangoenprasodjo dan Sri Nur Hidayati, 2005: 50).
Masa remaja merupakan usia peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam usia
ini remaja selalu berusaha mencari identitas, selama pencarian itu remaja tidak terlepas dari
pengaruh teman sebaya. Sikap, kebiasaan, dan perilaku remaja, pada dasarnya banyak
dipengaruhi juga oleh kelompok teman sebayanya yang dianggap oleh para remaja sebagai
orang-orang yang mampu memberikan dukungan emosional dan perasaan aman pada remaja
ketika mencoba peran barunya. Yang merupakan teman sebaya adalah anak-anak atau remaja
dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 1996: 219). Oleh karena
itu, rokok terus diisap dan dibeli dari hari ke hari, bulan ke bulan, hingga tahun ke tahun. Dan
jumlah orang yang berhenti merokok, tak seberapa dibandingkan perokok-perokok baru dari
kalangan kaum muda, pelajar atau mahasiswa. Rokok sudah beredar akrab di kalangan
pelajar SLTP dan SLTA hingga mahasiswa. Bahkan ada anak-anak jalanan yang masih kecil-
kecil sudah merokok, tak peduli itu puntung rokok yang dibuang orang lain (Raun Gultom,
2004: 1). Merokok merupakan hal yang baru bagi remaja dan biasanya remaja mau
melakukan perilaku merokok agar mendapat pengakuan sebagai anggota dalam suatu
kelompok teman sebaya.
Kecenderungan remaja untuk melakukan perilaku merokok akan meningkat, jika memiliki
teman-teman yang merokok atau sering berkumpul bersama teman-teman yang merokok.
Menurut Zainun Mutadin (2002 : 3) ada beberapa faktor yang menjadi alasan bagi remaja
melakukan perilaku merokok yaitu pengaruh orangtua, pengaruh teman, faktor kepribadian
dan pengaruh iklan. Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok
maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian pula
sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja
terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh
diri remaja tersebut yang akhirnya semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat
87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang merokok, begitu pula
dengan remaja non perokok biasanya mempunyai sahabat yang non perokok juga (Al Bachri
dalam Zainun Mutadin, 2002 : 3).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Hubungan Antara Peran Iklan Rokok dan Kelompok Teman Sebaya Terhadap
Kecenderungan Perilaku Merokok pada siswa SMAN 53”.

B. Rumusan Masalah Dan Pokok Bahasan


1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai
berikut:
“Apakah ada hubungan antara peran iklan rokok dan kelompok teman sebaya terhadap
kecenderungan perilaku merokok pada siswa SMAN 53?”
2. Pokok Bahasan
a. Kecenderungan Perilaku Merokok
Adalah suatu keinginan individu untuk menghisap asap rokok kedalam mulut, dimana asap
tersebut masuk melalui pernapasan lalu dikeluarkan kembali.
b. Iklan Rokok
Adalah suatu tayangan yang berisikan pesan dan memberikan informasi mengenai gambaran
tentang rokok dengan tujuan mempengaruhi penontonnya agar menggunakan rokok yang
ditawarkan.
c. Kelompok Teman Sebaya
Adalah individu atau teman sebaya yang memberikan dukungan / dorongan emosional serta
perasaan aman ketika remaja bereksperiman atau mencoba peran barunya di luar rumah.

d. Remaja
Adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai adanya
perubahan besar baik fisik, psikologis dan social dengan batasan usia 15-19 tahun.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Hubungan antara peran iklan rokok dan kelompok teman sebaya terhadap kecenderungan
perilaku merokok pada siswa SMAN 53.
2. Hubungan antara peran iklan rokok terhadap kecenderungan perilaku merokok pada siswa
SMAN 53.
3. Hubungan antara kelompok teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku merokok pada
siswa SMAN 53.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau menambah wawasan dalam ilmu
psikologi, khususnya psikologi sosial, psikologi industri & organisasi serta menambah
pengetahuan dan pemahaman khususnya mengenai peran iklan rokok dan kelompok teman
sebaya terhadap kecenderungan perilaku merokok pada remaja.

2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para remaja, orang tua, guru
dan produsen rokok tentang kecenderungan perilaku merokok yang dilakukan oleh remaja,
sehingga dapat menjadi acuan dalam mengontrol dan dalam memberikan intervensi atau
pencegahan peningkatan jumlah perokok di kalangan remaja.

E. Sistematika Penelitian
Adapun maksud dari penulisan sistematika skripsi ini adalah untuk memudahkan pembaca
mengikuti alur pikiran penulis, karena itu dalam penyusunan skripsi ini penulis mengadakan
pembagian bahasan menjadi lima bab dan setiap bab dibagi menjadi sub bab yang terdiri dari:
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab pengantar ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, pokok
bahasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Pokok pembahasan dalam bab tinjauan pustaka ini meliputi pengertian, uraian konsep, teori
dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta hasil-hasil penelitian yang ada hubungannya
dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam bab ini juga diuraikan kesimpulan tinjauan
pustaka berupa hipotesis-hipotesis yang merupakan jawaban sementara atas pertanyaan
dalam tujuan penelitian.
Bab III : Metode Penelitian
Dalam bab ini yang akan dibahas adalah identifikasi variabel-variabel penelitian, definisi
operasional, variabel-variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode
pengumpulan data dan metode analisa data.
Bab IV : Laporan Penelitian
Dalam bab ini, dijelaskan mengenai masalah yang berkaitan dengan penelitian dan segala
persiapan yang telah dilakukan, laporan pelaksanaan, penelitian dan hasil penelitian.
Bab V : Penutup
Bab ini merupakan bab penutup dari skripsi. Adapun penulisan bab V ini dimulai dengan
rangkuman hasil penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan dan kesimpulan dan
diakhiri dengan saran-saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bahasan ini akan dikemukakan tentang beberapa pengertian kecenderungan perilaku
merokok, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, faktor-faktor yang
menyebabkan kebiasaan merokok, tahapan perilaku merokok, alasan-alasan merokok serta
dampak negatif perilaku merokok. Dilanjutkan dengan memaparkan definisi peran iklan
rokok, unsur-unsur iklan, fungsi iklan, serta aspek-aspek yang berperan dalam iklan rokok.
Setelah itu dilanjutkan dengan memaparkan definisi kelompok teman sebaya, faktor-faktor
yang mempengaruhi kelompok teman sebaya serta aspek-aspek dalam peranan kelompok
teman sebaya. Dilanjutkan dengan memaparkan definisi remaja, ciri-ciri remaja, tugas-tugas
perkembangan remaja. Kemudian diakhiri dengan pemaparan teori keterkaitan antara peran
iklan rokok dan kelompok teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku merokok pada
remaja serta hipotesis.
A. Kecenderungan Perilaku Merokok
1. Pengertian Kecenderungan Perilaku Merokok

Perilaku merokok merupakan perilaku yang merugikan kesehatan, baik kesehatan perokok itu
sendiri maupun orang lain yang berada disekitar perokok. Rokok menurut Dep. P & K (dalam
M. Zainal Fatah dan Annis Catur Adi, 2003: 7) adalah gulungan yang berisi tembakau dan
terbungkus, kadang juga ditambahkan zat-zat lain untuk memberikan rasa dan menjadi
kebiasaan individu yang menikmatinya dengan membakar dan menghisapnya.
Untuk mendapatkan pengertian yang lebih jelas tentang perilaku merokok maka perlu
diberikan beberapa definisi atau batasan perilaku merokok, menurut M. Zainal Fatah dan
Annis Catur Adi (2003: 16) perilaku merokok adalah suatu tindakan individu sebagai hasil
dari berbagai pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya yang berkaitan dengan rokok
dan merokok. Hal ini sejalan dengan definisi yang diungkapkan oleh Imam Soedikoen (1995:
9) yang menyatakan bahwa merokok sebagai kegiatan individu untuk menghisap asap
tembakau melalui rokok lalu asap tembakau yang dihirup masuk melalui saluran pernapasan
ke paru-paru, dimana asap tersebut mengandung racun yang berbahaya. Sedangkan definisi
perilaku merokok secara sederhana menurut Usmi Karyani dan Ermanto Dwi Atmoko (2001:
14) adalah suatu kegiatan menghisap sejumlah bahan yang terdapat dalam sebatang rokok.
Adapun pengertian kecenderungan menurut Peter Salim (1995: 341) adalah kecondongan
untuk bertindak sesuai dengan keinginan akan sesuatu kegiatan tanpa ada paksaan dari luar
melainkan dari dalam diri individu sendiri.
Dari ketiga definisi tersebut dapat diartikan bahwa perilaku merokok merupakan suatu proses
kegiatan individu untuk menghisap asap rokok kedalam mulut, dimana asap tersebut masuk
melalui saluran pernapasan lalu dikeluarkannya kembali, tetapi disamping itu ada hal yang
terkait dengan perilaku merokok, seperti efek dari merokok terhadap kesehatan dan dapat
mencemarkan lingkungan.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kecenderungan perilaku merokok adalah keinginan individu untuk melakukan kegiatan
menghisap asap rokok kedalam mulut, dimana asap tersebut masuk melalui saluran
pernapasan lalu ke paru-paru kemudian dikeluarkannya kembali.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Perilaku Merokok


Perilaku merokok dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, Camp dkk (dalam Rice, 1999:
117) menyimpulkan 6 faktor risiko utama permulaan merokok, diantaranya: kehadiran
teman-teman atau anggota keluarga yang merokok, merasakan tekanan untuk merokok,
mempersepsikan kedewasaan, kemandirian / kebebasan, mempersepsikan bahwa kurangnya
dukungan pribadi atau kurangnya harapan untuk sukses dalam bidang akademik, berani
mengambil risiko atau sebagai pemberontak serta efek emosional atau farmakologis dari
merokok.
Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Murray dkk (dalam Sarafino, 1990:
220) pada 6000 remaja, menyimpulkan bahwa kecenderungan remaja untuk merokok
meningkat apabila :
a. Memiliki salah satu orangtua yang merokok.
b. Menganggap bahwa orangtuanya tidak peduli atau justru mendukung perilaku remaja
untuk merokok.
c. Memiliki saudara kandung atau teman yang merokok.
d. Sering berkumpul bersama teman-teman, terutama teman-teman yang merokok.
e. Merasakan tekanan untuk merokok, misalnya : harus merokok jika bersama teman yang
merokok.
f. Memiliki sikap yang positif pada rokok, yakni individu beranggapan bahwa rokok
memberikan manfaat bagi dirinya.
g. Tidak yakin bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan. Individu beranggapan bahwa
rokok hanya berbahaya untuk orang yang lebih tua, dan rokok berbahaya jika merokok
dilakukan selama bertahun-tahun.
Namun menurut Santi Martini dkk (2000: 10) faktor risiko perilaku merokok yang utama
pada remaja diantaranya adalah kecelakaan, kemiskinan, ketidakharmonisan hubungan dalam
keluarga dan perceraian orangtua.
M. Zainal Fatah dan Annis Catur Adi (2003: 15-16) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku merokok, diantaranya adalah :
1. Faktor Predisposisi
- Pengetahuan tentang rokok dan bahayanya, penyakit dan dampak akibat rokok, jenis rokok
dan merk rokok
- Sikap terhadap orang yang merokok
- Kepercayaan menyangkut pandangan terhadap rokok
- Keyakinan akan kebenaran informasi yang ada
2. Faktor Pemungkin
- Ketersediaan rokok
- Cara mendapatkan rokok
- Jumlah uang saku
3. Faktor Pendorong
- Perilaku ada / tidak ada guru yang merokok
- Perilaku orangtua dan teman terhadap rokok
4. Sumber Informasi
- Menyangkut ada / tidaknya informasi dari teman, media massa, sekolah (guru) dan orangtua
Dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perilaku merokok
yang dilakukan oleh individu. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat internal diantaranya
adalah identitas diri (agar tampak dewasa, gagah, mode, dan gengsi), mencontoh tokoh idola,
penyesuaian kehidupan sosial, sebagai pelarian karena depresi dan frustasi, sekedar iseng dan
rasa ingin tahu serta ada yang bersifat eksternal diantaranya adalah faktor kedudukan sosial,
pengaruh iklan dan promosi dengan berbagai semboyannya, ketidakharmonisan kehidupan
bersama dalam keluarga dan masyarakat, keterbatasan sarana sebagai penyaluran bakat,
minat, kreativitas, dan kegiatan lain yang positif (Desi Utari, 1997: 26). Berpengaruh atau
tidaknya suatu faktor terhadap perilaku merokok yang dilakukan oleh individu, tidak sama
antara individu yang satu dengan yang lainnya.

3. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kebiasaan Merokok


Diantara faktor-faktor yang telah disebutkan diatas, banyak remaja yang meneruskan perilaku
merokok menjadi suatu kebiasaan, sebagian lainnya tidak meneruskan menjadi kebiasaan
merokok. Remaja yang tidak meneruskan merokok sebagai kebiasaan beranggapan bahwa
merokok itu mengganggu kesehatan dan karena orang tua serta keluarganya tidak merokok.
Dalam penelitian yang dilakukan Soesmalijah Soewondo dari Fakultas Psikologi UI yang
bertanya kepada sejumlah individu yang tidak berhenti merokok, diperoleh jawaban bahwa
bila tidak merokok, individu akan susah berkonsentrasi, gelisah, bahkan bisa jadi gemuk.
Sedangkan bila merokok, individu akan merasa lebih dewasa dan bisa timbul ide-ide atau
inspirasi. (A. Setiono Mangoenprasodjo dan Sri Nur Hidayati, 2005: 88).
Secara terperinci Soesmalijah Soewondo (Desi Utari, 1997: 27) membagi kedalam dua faktor
yang membuat perokok bertahan untuk merokok, diantaranya :
1. Faktor Psikologis, seperti :
- Tidak / belum adanya motivasi untuk berhenti merokok
- Adanya rasionalisasi dan cenderung berfikir bahwa perokok tidak akan terkena bahaya
merokok.
- Adanya keuntungan psikologi sosial berupa ketenangan, kesenangan, hadiah
- Adanya stimulasi, untuk kesenangan, rileks, mengurangi ketegangan, kegelisahan, rasa
takut dan sebagainya

2. Faktor Fisiologis, seperti :


- Menurunnya tekanan darah, temperatur badan dan detak jantung saat tidak merokok,
sehingga menyebabkan individu merokok
- Ketagihan terhadap nikotin sehingga menimbulkan withdrawal effect bila tidak merokok
Dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan individu meneruskan
perilaku merokok menjadi suatu kebiasaan. Faktor-faktor psikologis dan fisiologis inilah
yang banyak mempengaruhi kebiasaan merokok di masyarakat.

4. Tahapan Perilaku Merokok


Kebiasaan merokok tidak terjadi secara kebetulan, tetapi melalui proses atau tahapan. Proses
ini akan mengalami kegagalan bila yang bersangkutan tidak menyenangi atau tidak
melakukannya secara berulang-ulang maka individu tersebut akan terbiasa dan tergantung
terhadap rokok.
Tahapan merokok yang harus dilalui para perokok menurut Leventhal & Clearly (Feldman ,
1989 : 178-179) adalah sebagai berikut :
a. Tahap Persiapan Merokok
Tahap persiapan terjadi sebelum individu mencoba untuk merokok. Pada tahap ini terjadi
pembentukan opini diri individu mengenai rokok atau adanya suatu pandangan yang positif
terhadap perokok. Hal ini diakibatkan oleh adanya iklan-iklan tayangan di televisi yang
menunjukkan bahwa artis-artis terkenal juga merokok, sehingga rokok dianggap menjadi hal
yang berhubungan dengan keglamoran. Rokok juga seringkali dihubungkan dengan
kedewasaan, oleh remaja rokok dijadikan cara untuk menunjukkan kemandirian,
berpandangan bahwa merokok itu keren dan simbol pemberontakan. Selain itu remaja
memandang merokok sebagai sarana mendapatkan penerimaan dari teman sebaya dan juga
serta remaja berpandangan bahwa merokok dapat menolong atau membantu menghilangkan
stress. Pembentukan opini dan sikap terhadap rokok ini merupakan awal dari kebiasaan
merokok.
b. Tahap Mulai Mencoba Merokok
Tahap ini adalah tahap coba-coba, jika remaja beranggapan bahwa dengan merokok akan
terlihat dewasa, maka remaja tersebut akan memulainya dengan mencoba beberapa batang
rokok. Tahap ini biasanya juga disebut tahap kecenderungan perilaku merokok dimana terjadi
saat remaja mulai merokok. Biasanya perilaku merokok timbul karena dorongan dari teman
sebaya dan adanya anggota keluarga yang merokok membuat hambatan untuk mulai merokok
berkurang seta membuat rokok lebih tersedia untuk dicoba.
Reaksi negatif terhadap panas, asap dan rasa yang tajam dari rokok tidaklah dapat dipungkiri,
namun sebagian individu menganggap reaksi tersebut adalah masalah kecil dan tidak penting,
bahkan mengabaikan reaksi tersebut dan mulai menyesuaikan diri dengan merokok
(Leventhal & Everhart, 1979).

c. Tahap Menjadi Perokok


Tahap ini merupakan tahap yang penting. Pada tahap ini individu mulai melabelkan dirinya
sebagai perokok dan pilihannya menjadi individu perokok berkaitan dengan konsep dirinya.
Pada tahap ini toleransi terus bertambah sebagai pengaruh fisiologis dari merokok (Russel,
1979). Pada umumnya remaja banyak yang percaya bahwa rokok tidak berbahaya bagi
kesehatan dirinya tetapi rokok berbahaya bagi kesehatan tubuh orang lain, terutama orangtua
atau individu yang mempunyai kesehatan yang buruk (Leventhal & Everhart, 1979).
d. Tahap Mempertahankan Perilaku Merokok
Merupakan tahap akhir dimana kebiasaan merokok dapat berlangsung seumur hidup.
Merokok menjadi suatu kebiasaan yang dibutuhkan serta memiliki aspek psikologis dan
biologis. Ada berbagai alasan psikologis untuk merokok yaitu untuk menghasilkan reaksi
emosional yang positif, untuk mengurangi reaksi emosional yang negatif, kecanduan,
kebiasaan dan sebagai perangsang (stimulusi). Sementara aspek biologis yang memperoleh
perhatian paling banyak dalam mempertahankan perilaku merokok diantaranya efek penguat
nikotin dan level nikotin yang dibutuhkan dalam aliran darah. Apabila perilaku merokok
dihentikan akan menimbulkan kecemasan, sakit kepala, sulit konsentrasi, lemas serta
keinginan untuk merokok kembali.
Dari uraian diatas tampak jelas bahwa kebiasaan merokok tidak terjadi secara kebetulan,
tetapi melalui beberapa tahap yang kompleks. Ada empat tahapan yang penting yang harus
dilalui sebelum individu menjadi perokok aktif yaitu tahap persiapan merokok, tahap mulai
mencoba merokok, tahap menjadi perokok, dan tahap mempertahankan perilaku merokok.
Keempat tahapan tersebut selanjutnya akan dijadikan dasar dalam membuat skala
kecenderungan perilaku merokok.
5. Alasan-alasan Merokok
Tomkins (dalam Sarafino, 1990: 220-221) menyatakan beberapa alasan individu untuk
memiliki perilaku kebiasaan merokok, antara lain :
a. Pengaruh Positif, yakni individu mau merokok karena merokok memberi manfaat positif
bagi dirinya. Individu menjadi senang, tenang, dan nyaman karena memperoleh kenikmatan
dengan merokok. Misalnya, sambil menonton televisi atau setelah makan, individu merokok.
Tujuannya untuk memperoleh atau menambah kenikmatan.
b. Mengurangi efek negatif, yaitu merokok dapat meredakan emosi-emosi negatif yang
dihadapi dalam hidupnya. Misalnya ketika dalam keadaan cemas, individu merokok sehingga
akan membuat kondisi fisiknya menjadi rileks, tenang, dan santai sehingga tidak merasa
cemas lagi.
c. Ketergantungan fisiologis ialah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan. Secara fisik,
individu merasa ketagihan untuk merokok dan tidak dapat menolak permintaan yang berasal
dari dalam diri, akibatnya individu harus merokok. Jadi dengan terus-menerus merokok baik
dalam keadaan menghadapi suatu masalah maupun dalam keadaan santai, hal itu akan
menjadi suatu kebiasaan. Bahkan menjadi gaya hidup.
d. Ketergantungan psikologis, yaitu kondisi ketika individu selalu merasakan, memikirkan,
dan memutuskan untuk merokok terus-menerus. Dalam keadaan apa saja dan dimana saja
individu selalu cenderung untuk merokok.

6. Dampak Negatif Perilaku Merokok


Kebiasaan merokok pada kalangan generasi muda (khususnya remaja) mempunyai dampak
negatif yang lebih berbahaya jika dibandingkan dengan perokok secara umum, karena dari
kebiasaan merokok itu ada yang menjadikan sebagai ‘jembatan’ yang dapat membawa
perilakunya pada bahaya yang lebih besar seperti bahaya narkotika, terutama ganja. Bahkan
mungkin membawa kepada kebiasaan negatif lainnya seperti minum-minuman keras.
Dampak negatif kebiasaan merokok lainnya adalah semakin muda usia individu biasa
merokok semakin tinggi pula tingkat bahaya bagi kesehatan. Menurut Yayasan Kanker
Indonesia (dalam M. Zainal Fatah dan Annis Catur Adi, 2003: 47) mengatakan bahwa
individu yang mulai merokok kurang dari 15 tahun mempunyai risiko 20 kali lebih besar dari
yang tidak merokok dan merokok 1-14 batang perhari 3 kali lebih tinggi terkena paru-paru
dari yang tidak merokok.
Haspi (2002: 9-11) mengemukakan tentang penyakit-penyakit yang disebabkan karena rokok,
yaitu :
a. Gejala batuk kemudian bronkhitis, gelembung paru-paru mulai melebar terus berlanjut
menjadi kanker bronkhus, kanker tenggorokan, kanker lidah, kanker pita suara. Menurut
penelitian WHO 85% dari 30% dari penderita sistim pernapasan ini, meninggal karena rokok.
b. Gangguan terhadap irama jantung, kemudian insufisiensi jantung, infark miokard, dada
mulai terasa sakit, timbul gejala kardiovaskuler dan pengerasan koroner. 85% dari pasien
penyakit jantung adalah perokok.
c. Gangguan pada otak. Gejalanya dimulai dengan berkurangnya aliran darah ke otak,
kemudian menjadi insufisiensi otak dan yang popular sekarang adalah strok (pendarahan
otak).
d. Penyakit saluran pencernaan berupa gastroduodenal ulcers (luka tukak) kemudian dapat
menjalar ke usus 12 jari dan yang paling popular adalah kanker pankreas sebagai akibat dari
merokok.
e. Kanker ginjal, kanker kandung kemih, kanker kelenjar laki-laki dan gangguan ereksi.
f. Pengerasan pembuluh darah. Perokok akan menderita dimasa lanjut usia, seluruh badan
terasa sakit, tidak produktif lagi, gemetaran pada tangan dan lutut serta terjadi pembesaran
pembuluh darah tepi karena pengaruh rokok.
Tidak disangsikan lagi bahwa merokok dapat mendorong pertambahan prevalensi berbagai
jenis penyakit, bahkan risiko kematian meningkat. Memang penyakit tersebut dapat menimpa
pria dan wanita, namun ternyata penderita penyakit tersebut didominasi oleh wanita perokok.
Dapatlah dikatakan bahwa kebiasaan merokok bagi wanita berakibat jauh lebih buruk bagi
kesehatan dibandingkan dengan perokok pria.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok merupakan perilaku
yang merugikan kesehatan, baik kesehatan perokok itu sendiri maupun kesehatan orang lain
yang berada disekitar perokok. Bahkan pada kalangan generasi muda merokok mempunyai
dampak negatif yang lebih besar yaitu dapat membawa remaja kedalam bahaya narkotika,
terutama ganja.

B. Peran Iklan Rokok


1. Pengertian Iklan Rokok
Dewasa ini kegiatan periklanan disadari oleh banyak kalangan, terutama industri, sebagai
sesuatu yang penting. Dalam ilmu komunikasi pemasaran, iklan merupakan investasi untuk
menjaga hubungan yang berkesinambungan antara perusahaan dengan konsumennya (Rendra
Widyatama, 2005: 25). Iklan menurut Wells dkk (1998: 13) adalah suatu bentuk komunikasi
non personal, dibayar atas tanggungan sponsor tertentu dan menggunakan media massa untuk
membujuk atau mempengaruhi audiens sasaran.
Menurut Klepper (dalam Rendra, 2005: 15) iklan berasal dari bahasa latin, ad-vere yang
berarti mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain. Ruch (dalam M. As’ad, 2002:
137) menambahkan bahwa iklan adalah sebuah proses yang menghasilkan dan mengedarkan
rangsang-rangsang yang terorganisir melalui media massa yaitu surat kabar, radio, majalah,
televisi dan tempat-tempat pemasangan iklan lainnya sebagai usaha untuk mempengaruhi
orang lain. Menurut Dewi Saraswati (dalam Hartanto dkk, 2005: 29) iklan merupakan salah
satu media promosi yang efektif dalam memasarkan berbagai produk kepada konsumen
karena daya jangkauan yang luas dan masif. Iklan pada dasarnya bermaksud mempengaruhi
orang lain untuk membeli sebuah produk berupa barang atau jasa.
Berdasarkan dari definisi iklan diatas maka dapat disimpulkan bahwa iklan adalah pesan yang
merupakan bentuk dari komunikasi non personal dan bersifat membujuk orang lain.
Tayangan iklan diharapkan dapat mempengaruhi perilaku sesuai dengan apa yang menjadi
tujuan para pengguna jasa periklanan.
Iklan disebarkan melalui berbagai media massa maupun berupa sponsor pada kegiatan
olahraga, acara remaja dan konser musik. Iklan yang seringkali menjadi sponsor pada
kegiatan olahraga, acara remaja dan konser musik adalah iklan rokok. Dalam promosinya,
rokok diasosiasikan dengan keberhasilan dan kebahagian.
Adapun pengertian rokok menurut PP RI No. 19 Pasal 1 tahun 2003
(www.tempointeraktif.com))adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan
spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan
tambahan. Dalam satu batang rokok yang dibakar terkandung sekitar 4000 jenis bahan kimia
yang akan keluar (A. Setiono Mangoenprasodjo dan Sri Nur Hidayati, 2005: 1-2),
diantaranya terdapat tiga racun yang paling berbahaya yaitu karbonmonoksida, tar dan
nikotin. Menurut Irianto (dalam M. Zainal Fatah dan Annis Catur Adi, 2003: 7)
Karbonmonoksida adalah suatu gas racun yang tidak berwarna dan tidak berbau yang siap
diserap oleh aliran darah dan dengan cepat mempengaruhi fungsi fisiologis individu seperti
berkurangnya oksigen dalam darah, dan gejala keracunannya yaitu : sakit kepala, koma,
depresi napas serta shock. Tar merupakan bentuk dari berbagai campuran bahan kimia dan
gas yang membentuk cairan dan berubah menjadi massa lengket yang berwarna kecoklatan,
bahan tersebut tergolong korsinogen dan dapat menyebabkan perokok sukar untuk bernapas.
Nikotin merupakan racun yang menyamai sionida dalam kecepatan kerja, dan dapat diserap
pada semua organ tubuh termasuk kulit. Nikotin ini juga yang menyebabkan ketergantungan
psikis atau ketagihan, dapat mengurangi nafsu makan dan meningkatkan tekanan darah serta
kenaikan denyut jantung. Sedangkan menurut Dep. P & K (dalam M. Zainal Fatah dan Annis
Catur Adi, 2003: 7) rokok adalah gulungan yang berisi tembakau yang terbungkus, kadang
juga ditambahkan zat-zat lain untuk memberikan rasa dan menjadi kebiasaan individu yang
menikmatinya dengan membakar dan menghisapnya.
Berdasarkan dari definisi rokok diatas dapat disimpulkan bahwa rokok adalah gulungan yang
berisi hasil olahan tembakau terbungkus yang dihasilkan dari tanaman Nikotiana Tabacum,
Nikotiana Rustica dan spesies lainnya yang mengandung nikotin, tar dan karbonmonoksida
kadang juga ditambahkan zat-zat lain untuk memberikan rasa.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi peran iklan rokok adalah suatu
tayangan yang berisikan pesan yang memberikan informasi mengenai gambaran tentang
rokok dan bersifat mempengaruhi penontonnya agar menggunakan rokok yang ditawarkan.

2. Unsur-unsur Iklan
Unsur-unsur iklan menurut Kennedy (dalam Hartanto dkk, 2005: 33-35) mencakupi:
a. Ilustrasi
Memegang peranan penting dalam pembuatan iklan khususnya di media cetak. Menurut
Kennedy (dalam Hartanto dkk, 2005:33) gambar lebih berarti dari pada kata dalam
mengungkapkan sesuatu dan lebih mudah di ingat.
b. Headline
Headline yang baik harus singkat dan jelas, mengundang minat dan rasa ingin tahu, memuat
informasi yang cukup yang dibutuhkan konsumen.
c. Copy
Isi dari copy adalah pengembangan dari pesan penjualan, pemberian dukungan, pernyataan
yang didasarkan bukti-bukti dan penjelasan tentang produk.

d. Warna
Warna dalam iklan itu penting karena mampu menarik perhatian dan menciptakan suasana
hati. Tujuan penggunaan warna adalah menarik perhatian dan menyeleksi keinginan
konsumen. Warna memiliki bahasa psikologis yang menciptakan suasana psikologis, seperti
warna merah yang menunjujkkan kehangatan dan kegembiraan.
e. Layout
Merupakan gambaran sebenarnya yang akan digunakan dalam perencanaan rancangan akhir
iklan dan berfungsi sebagai alat informasi yang menterjemahkan konsep visual iklan kepada
orang lain.
f. Ukuran
Semakin besar ukuran suatu iklan akan semakin baik karena penempatan pada posisi
strategis.
Kelima unsur diatas harus memperhatikan hukum persepsi yakni: objek harus mendapat
penekanan lebih ketimbang latar belakang dan hukum geometri yaitu yang diletakkan
didepan harus lebih besar dari pada yang dibelakang. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin
besar ukuran suatu iklan akan semakin baik.

3. Fungsi Iklan
Di era globalisasi kegiatan periklanan sangat lekat dalam kehidupan masyarakat. Iklan bukan
hanya sekedar perpanjangan tangan dari produsen ke konsumen yang memaksakan
kehendaknya agar masyarakat menjadi konsumtif. Iklan ada karena iklan mempunyai fungsi.
Adapun fungsi dasar iklan menurut Rotzoill (dalam Rendra Widyatama, 2005: 147) yaitu:
a. Fungsi Precipitation
Berfungsi menimbulkan dampak percepatan perubahannya suatu kondisi konsumen dari
keadaan yang semula tidak bisa mengambil keputusan terhadap suatu produk kemudian dapat
mengambil keputusan.
b. Fungsi Perssuation
Berfungsi membangkitkan keinginan dari khalayak sesuai pesan yang diiklankan. Hal ini
meliputi persuasi atas daya tarik emosi, menyebarkan informasi tentang ciri-ciri suatu produk
dan membujuk konsumen untuk tetap membeli.
c. Fungsi Reinforcement
Berfungsi meneguhkan konsumen pada suatu keputusan yang telah diambil sebelumnya.
Peneguhan ini meliputi mengabsahkan daya beli para konsumen yang sudah ada terhadap
suatu produk dan mengabsahkan keputusan sebelumnya dalam mengkonsumsi produk.
d. Fungsi Reminder
Berfungsi mengingatkan dan semakin meneguhkan terhadap produk yang diiklankan,
misalnya memperkuat loyalitas konsumen akan produk yang sudah disenanginya. Sekalipun
muncul produk baru yang sejenis, namun bila individu tetap setia dengan produk yang lama
karena terpengaruh iklan, maka iklan tersebut dapat dikatakan mampu melakukan fungsi
reminder.
Hal ini didukung dengan pendapat Lee dan Johnson (2004: 10-11) yang membagi 3
kelompok fungsi iklan diantaranya adalah:
a. Fungsi Informasi
Pemberian informasi yang dapat disampaikan melalui iklan bisa berupa memberitahu
konsumen tentang produk-produk baru, informasi produk, ciri-ciri, memberitahu tentang
perubahan harga dan lokasi penjualannya.
b. Fungsi Persuasif
Iklan mencoba membujuk para konsumen untuk membeli merek-merek tertentu atau
mengubah sikap konsumen terhadap produk atau perusahaan tersebut.
c. Fungsi Pengingat
Mengingatkan konsumen tentang sebuah produk sehingga konsumen akan tetap membeli
produk yang diiklankan tanpa memperdulikan merek pesaingnya.

4. Aspek-aspek yang Berperan dalam Iklan Rokok


Untuk menampilkan iklan rokok yang mampu memenuhi keempat fungsi dasar yang telah
dijelaskan diatas, diperlukan daya tarik bagi audiens. Pengiklan tidak hanya mengandalkan
atas isi iklan, namun seharusnya dipadukan dengan teknik-teknik khusus. Idealnya, antara isi
dan bentuk pesan harus dipadukan dengan teknik penyampaian yang sesuai. Sehingga seluruh
pesan memiliki kesatuan yang sama dan daya persuasif yang dikehendaki dapat lebih
menguat. Dalam melakukan pengukuran terhadap pengaruh iklan rokok terdapat dua aspek
utama.
Menurut Rendra Widyatama (2005: 137-138) kedua aspek tersebut, yaitu:
1. Aspek daya tarik logika atau rasional
Merupakan teknik penyampaian pesan dengan menggunakan dasar rasional atau pemikiran.
Artinya, dalam menyampaikan pesan, pengiklan mengedepankan penggunaan pertimbangan
rasional dibandingkan pertimbangan-pertimbangan lainnya. Pengiklan mengajak agar
konsumen menggunakan akal sehat, diantaranya penggunaan konsep nilai ekonomis / harga
barang, kualitas dan bentuk kemasannya.
2. Aspek daya tarik emosional
Merupakan teknik penyampaian pesan dengan menggunakan dasar emosi atau perasaan
konsumen. Daya tarik emosional relatif lebih subyektif dibandingkan dengan daya tarik
logika. Pengiklan rokok selalu menggunakan pendekatan emosional untuk mempromosikan
rokoknya, didalam iklan tersebut merokok menunjukkan kesan dewasa, menunjukkan kesan
gaul, menunjukkan kesan keren dan menimbulkan kepercayaan diri.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan beberapa jenis daya tarik yang biasa digunakan
dalam iklan rokok. Pertama, berdasarkan pada aspek daya tarik rasional yang terdiri dari
harga, kualitas dan bentuk kemasannya. Kedua, berdasarkan pada aspek daya tarik emosional
yang menunjukkan kesan dewasa, menunjukkan kesan gaul, menunjukkan kesan keren dan
menimbulkan kepercayaan diri.

C. Kelompok Teman Sebaya


1. Pengertian Kelompok Teman Sebaya
Hollander (dalam I Made Wirta, 1992: 9) mengemukakan pengertian tentang teman sebaya
adalah kelompok dimana remaja dapat mengidentifikasikan dirinya dan mengambil standar
perilaku dalam berasosialisasi dengan lingkungan, biasanya teman yang seusia, atau dua
tahun diatas atau dibawah usianya, terdiri dari teman sekelas atau lain kelas, hal ini didukung
dengan pendapat Santrock (1996: 219) yang mengemukakan bahwa teman sebaya adalah
anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Adapun
pengertian kelompok menurut Johnson & Johnson (dalam Sarlito Wirawan Sarwono, 2001:
4-5) adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka, yang masing-masing
menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang
lain yang juga anggota kelompok dan masing-masing menyadari saling ketergantungan
secara positif dalam mencapai tujuan bersama. Menurut Robbers Cave, kelompok teman
sebaya terbentuk ketika individu dengan orang lain mempunyai tujuan yang sama dan saling
berbagi satu sama lain (Berk, 1997: 591). Salah satu fungsi utama dari kelompok teman
sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia di luar keluarga
(Santrock, 1996: 219-220). Singgih D. Gunarsa dan Yulia D.Gunarsa (2003: 208)
menyebutkan bahwa pada masa remaja individu mulai meregangkan ikatan emosionalnya
dengan orangtua. Remaja mulai belajar mengambil keputusan sendiri dan berusaha
memperoleh kebebasan emosional dengan cara menggabungkan diri dengan teman
sebayanya.
Dari kelompok teman sebaya, remaja menerima umpan balik mengenai kemampuannya. Bagi
remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya.
Pada penelitian Condry, Simon & Bronffenbrener, selama satu minggu remaja muda laki-laki
dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebaya daripada
waktu dengan orang tuanya. Interaksi teman sebaya lebih banyak muncul di luar rumah, juga
muncul di tempat-tempat pribadi daripada tempat umum dan muncul pada anak-anak berjenis
kelamin sama daripada yang berbeda jenis kelamin (Santrock, 1996: 220).
Jadi pengertian teman sebaya yang dimaksud adalah peranan yang diberikan oleh kelompok
teman sebaya dengan mengidentifikasikan diri dan mengambil standar berdasarkan usia,
tingkat,dan pendirian yang relatif sama serta pandangan yang sama pula. Hubungan teman
sebaya selama masa remaja menjadi sangat penting. Dalam masa ini muncul satu atau dua
teman menjadi akrab, remaja berbicara dari hati ke hati mengenai persoalan yang tidak boleh
didengar, diketahui oleh guru atau orangtua remaja.
Dari teman sebaya, remaja memperoleh simpati dan pengertian yang relatif memuaskan.
Remaja membuat konformitas terhadap kelompok teman sebaya yang tergantung pada situasi
sifat dan kebutuhan individu. Menurut Santrock (1996: 221) konformitas muncul ketika
individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun
yang dibayangkan oleh orang tersebut. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi
sangat kuat pada masa remaja. Menurut Camarena (dalam Santrock, 1996: 221) konformitas
terhadap tekanan teman sebaya pada sebaya dapat menjadi positif atau negatif. Remaja
terlibat dengan tingkah laku sebagai akibat dari konformitas yang negatif, menggunakan
bahasa yang asal-asalan, mencuri, coret-mencoret, merokok dan lain-lainnya. Namun, banyak
konformitas pada remaja yang positif dan merupakan keinginan untuk terlibat dalam dunia
teman sebaya, misalnya berpakaian seperti teman-temannya dan ingin menghabiskan waktu
dengan anggota dari perkumpulan. Menurut Zulfan Saam (1994: 25) teman sebaya
merupakan salah satu kelompok sosial yang berperan penting dalam proses sosialisasi remaja.
Dalam kelompok tersebut remaja akan memperoleh beberapa pengalaman belajar yang
diperlukan bagi perkembangannya. Teman sebaya juga merupakan bagian yang penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan diri remaja dalam pembentukan sikap serta perilakunya.
Diantara remaja terdapat sikap maupun perilaku saling pengaruh dan mempengaruhi yang
akhirnya akan memberikan nilai-nilai dan norma-norma pribadinya dalam keluarga,
masyarakat maupun dalam menentukan pilihan obyek psikologi. Dalam sosialisasi masa
remaja kelompok teman sebaya merupakan bagian yang penting. Norma-norma dan nilai-
nilai kelompok bertahan dalam situasi individu, tetapi sikap dan perilaku yang terbentuk
secara individu tidak bertahan dalam situasi kelompok, bahkan terdesak oleh nilai-nilai dan
norma-norma kelompok yang timbul bila anggota kelompok menyatakan penilaian-penilaian
kepada yang lain.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian kelompok teman sebaya adalah
individu atau teman sebaya yang memberikan dukungan / dorongan emosional serta perasaan
aman ketika remaja bereksperiman atau mencoba peran barunya di luar rumah. Jadi dapat
diketahui bahwa teman sebaya turut berperan dalam pembentukan atau perubahan sikap serta
perilaku remaja. Remaja lebih cenderung mengikuti sikap-sikap dan nilai-nilai yang terdapat
dalam kelompok teman sebaya, sedangkan sikap individu sendiri terdesak.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelompok Teman Sebaya


Dalam perkembangannya, remaja banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Hal ini
dikemukakan oleh New Comb dan Turner (dalam I Made Wirta, 1992: 9) remaja sebagai
kelompok teman sebaya merasa rileks, aman dan merupakan hubungan yang menyenangkan
bagi dirinya. Remaja yang sudah menjadi anggota kelompok teman sebaya terpengaruh hal-
hal yang sama yang memperkuat atau memperluas kesamaan-kesamaan yang telah
mempertemukan mereka pertama kali.

Menurut Hurlock (2004: 217) faktor-faktor yang mempengaruhi teman sebaya diantaranya
adalah :
1. Kesan pertama yang menyenangkan sebagai akibat dari penampilan yang menarik
perhatian, sikap yang tenang dan gembira.
2. Reputasi sebagai individu yang sportif dan menyenangkan.
3. Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-teman sebaya.
4. Perilaku sosial yang ditandai oleh kerja sama, tanggung jawab, kesenangan bersama orang
lain, dan sopan.
5. Matang, terutama dalam hal pengendalian emosi serta kemauan untuk mengikuti
peraturan-peraturan.
6. Sifat kepribadian yang menimbulkan penyesuaian sosial yang baik seperti jujur, tidak
mementingkan diri sendiri dan terbuka.
7. Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit diatas anggota-anggota lain dan hubungan
yang baik dengan anggota-anggota keluarga.
8. Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok.
Mengenai pengaruh teman sebaya terhadap remaja juga dikemukakan oleh Vernon (dalam I
Made Wirta, 1992: 10) bahwa pertemuan teman sebaya sering untuk tujuan kepuasaan,
persahabatan, saling bantu-membantu pada hal-hal yang bermanfaat dan sebagai pendorong.
Dalam penelitian Light dan Keller (dalam I Made Wirta, 1992: 10) menemukan bahwa
kenakalan remaja banyak dipengaruhi teman sebayanya.
3. Aspek-aspek dalam Peranan Kelompok Teman Sebaya
Dalam melakukan pengukuran terhadap peranan teman sebaya pada perkembangan masa
remaja maka dapat diukur melalui empat aspek dalam peranan kelompok teman sebaya.
Hetherington dan Parke (1993: 464) menyebutkan empat aspek peranan kelompok teman
sebaya yaitu :
a. Teman sebagai pemberi penguat
Yaitu hubungan teman sebaya selama masa remaja menjadi sangat penting dan pentingnya
teman sebaya sebagai agen penguat semakin meningkat, dimana pada masa ini remaja
membutuhkan sosok teman yang dapat menerima dirinya apa adanya dan memberi semangat
dalam menghadapi segala masalah.
b. Teman sebagai model
Yaitu remaja memperoleh banyak pengetahuan dan berbagai macam respon melalui
pengamatannya terhadap tingkah laku teman sebayanya. Teman menjadi model peran, yang
dijadikan dasar atau pegangan oleh remaja dalam bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari gaya bicara, penampilan serta aktivitas yang
dilakukannya.
c. Teman sebagai proses pembandingan sosial
Teman sebaya berguna sebagai standar bagi remaja dalam mengevaluasi dirinya. Dengan
melihat teman sebayanya, remaja menemukan cara yang objektif dalam menilai karakteristik
dan kemampuan dirinya. Peran teman sebaya sangat dibutuhkan dalam menerima
perkembangan fisik, sosial, dan emosionalnya.
b. Teman sebagai pemberi kesempatan sosialisasi dan belajar
Menurut Zarbatany (dalam Hetherington dan Parke, 1993: 465) Teman sebaya menyediakan
kesempatan untuk bersosialisasi dan belajar mengembangkan suatu hubungan. Fungsi ini
meningkat sejalan dengan perkembangan individu yang semakin banyak menghabiskan
waktunya dengan kelompok sebayanya dibandingkan dengan keluarganya (Larson dan
Richards, 1993: 465)
Dari uraian diatas terdapat empat aspek peranan kelompok teman sebaya yang akan dijadikan
blue print yaitu sebagai pemberi penguat, sebagai model, teman sebaya dan proses
pembandingan sosial serta sebagai pemberi kesempatan sosialisasi dan belajar. Keempat
aspek tersebut selanjutnya akan dijadikan dasar dalam membuat skala kelompok teman
sebaya.

D. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolescence yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi
dewasa”. Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang
lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, maka status individu dalam masa ini tidak
jelas, yaitu individu bukan lagi termasuk anak-anak tetapi bukan juga orang dewasa, sehingga
terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Oleh karena itu masa remaja disebut juga
sebagai masa mencari identitas, yaitu sebagai usaha individu untuk menjelaskan siapa dirinya
(Hurlock, 1980: 206-207).
Dalam menentukan batasan usia remaja , Santrock (1996: 206) membagi masa remaja
menjadi dua yaitu remaja awal dan remaja akhir yang berbeda antara pria dan wanita, sebagai
berikut :
Pria Wanita
Remaja awal usia 14-17 tahun Usia 13-16 tahun
Remaja akhir usia 17-21 tahun Usia 16-21 tahun

2. Ciri-ciri Remaja
Menurut Zulkifli (1992: 65) ada beberapa ciri yang harus diketahui, diantaranya :
a. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan
masa kanak-kanak dan masa dewasa. Untuk mengimbangi pertumbuhan yang cepat itu,
remaja membutuhkan makan dan tidur yang lebih banyak.

b. Perkembangan seksual
Tanda-tanda perkembangan sexual pada anak laki-laki diantaranya: alat produksi spermanya
mulai berproduksi, mengalami masa mimpi yang pertama tanpa disadari mengeluarkan
sperma. Sedangkan pada anak perempuan bila rahimnya sudah bisa dibuahi karena sudah
mendapat menstruasi yang pertama.
c. Cara berpikir kausalitas
Yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat. Remaja sudah mulai berpikir kritis sehingga
remaja akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak
kecil. Bila guru dan orang tua tidak memahami cara berpikir remaja, akibatnya timbullah
kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar, merokok, dll.
d. Emosi yang meluap-luap
Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon.
e. Mulai tertarik kepada lawan jenisnya
Dalam kehidupan sosial remaja mulai tertarik kepada lawan jenis dan mulai pacaran. Secara
biologis anak perempuan lebih cepat matang daripada anak laki-laki. Gadis yang berusia 14
sampai dengan 18 lebih cenderung untuk tidak merasa puas dengan perhatian pemuda yang
seusia dengannya.

f. Menarik perhatian lingkungan


Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari lingkungannya, berusaha mendapatkan
status dan peranan seperti kegiatan remaja di kampung-kampung yang diberi peranan.
g. Terikat dengan kelompok
Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik kepada kelompok sebayanya sehingga tidak
jarang orang tua dinomorduakan sedangkan kelompoknya dinomorsatukan.

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja


Setiap tahap perkembangan memiliki tuga-tugas perkembangan tertentu. Yang dimaksud
dengan tugas tugas perkembangan adalah sikap dan perilaku yang oleh lingkungan sosial
diharapkan dapat dilakukan dengan baik dan menentukan keberhasilan seseorang dalam
penyesuaian sosial.
Menurut Zulkifli (1992: 76), tugas perkembangan remaja meliputi aspek-aspek sebagai
berikut:
a. Bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin
b. Mencapai peranan sosial sebagai pria dan wanita
c. Menerima keadaan fisik sendiri
d. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
e. Memilih pasangan dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga
Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut akan memberikan kemampuan dan
kesiapan pada individu untuk menerima dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan
dimasa-masa selanjutnya yaitu masa dewasa dan usia lanjut. Sebaliknya kegagalan dalam
menyelesaikan tugas-tugas tersebut, meskipun hanya dalam satu tugas akan menghambat atau
menyulitkan pelaksanaan tugas-tugas perkembangan dimasa-masa berikutnya. Kesemuanya
itu baik keberhasilan maupun kegagalan, tidak semata-mata ditentukan oleh individu atau
remaja itu sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti orang tua, guru,
teman sebaya bahkan masyarakat.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan
akan memberikan efek positif pada diri remaja. Sebaliknya kegagalan akan memunculkan
banyak persoalan yang kemudian menimbulkan gangguan pada aspek-aspek perkembangan,
aspek sosial, yang sering terlihat dalam bentuk tingkah laku yang merugikan masyarakat,
seperti agresifitas remaja yang akhir-akhir ini meningkat baik kualitas maupun kuantitas.

E. Keterkaitan Peran Iklan Rokok dan Kelompok Teman Sebaya terhadap kecenderungan
Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok meningkat dari tahun ke tahunnya. Padahal rokok dapat merugikan
perokok itu sendiri. Untuk menjadi perokok individu haruslah melalui proses yang kompleks.
Kecenderungan perilaku merokok dapat pula terbentuk karena adanya stimulus dari dalam
individu yang mengakibatkan timbulnya respon untuk merokok. Adapun pengertian
kecenderungan perilaku merokok adalah keinginan individu untuk melakukan kegiatan
menghisap asap rokok kedalam mulut, dimana asap tersebut masuk melalui saluran
pernapasan lalu ke paru-paru kemudian dikeluarkannya kembali.
Jadi apabila individu memiliki kecenderungan untuk berperilaku merokok maka individu
akan mendekati dan melakukan perilaku merokok, sedangkan bila individu tidak memiliki
kecenderungan untuk berperilaku merokok maka individu akan menjauhi dan menghindari
perilaku merokok. Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan diatas, ditemukan banyak
faktor baik dari dalam diri individu maupun dari lingkungan, yang dapat menyebabkan
individu memiliki kecenderungan untuk berperilaku merokok hingga bertahan sebagai
perokok, diantara faktornya adalah pengaruh iklan rokok dan kelompok teman sebaya.
Gencarnya iklan rokok sangat mempengaruhi perilaku remaja, bagi perusahaan rokok, seperti
yang diungkapkan WHO (dalam A. Setiono Mangoenprasodjo dan Sri Nur Hidayati, 2005:
44-45) menjadi sponsor dalam suatu kegiatan sama pentingnya dengan menayangkan iklan
pada media massa, dan juga ada yang memasang spanduk rokok pada acara konser musik,
olahraga atau kegiatan lainnya yang banyak melibatkan kaum remaja. Kegiatan promosi
melalui kegiatan remaja dan iklan dipercaya secara tidak langsung dapat mendorong para
kaum muda untuk bereksperimen dengan tembakau dan mencoba merokok, sehingga banyak
kaum remaja yang merokok dan terjadi peningkatan remaja merokok. Hal ini didukung
dengan pendapat A. Setiono Mangoenprasodjo dan Sri Nur Hidayati (2005: 45) bahwa terjadi
peningkatan drastis konsumsi tembakau pada remaja pada tahun 2001 yang mencapai 24,2%
dari semula 13,7% pada tahun 1995. Persentase peningkatan itu terjadi pada remaja laki-laki
usia 15-19 tahun yang kemudian menjadi perokok tetap. Hal ini sesuai dengan penelitian
Muji Sulistyowati dkk (2000: 22) yang menyatakan bahwa iklan rokok merupakan faktor
yang besar sekali pengaruhnya kepada remaja untuk berperilaku merokok.
Kecenderungan remaja untuk melakukan perilaku merokok juga akan meningkat apabila
kelompok teman sebayanya merokok. Jadi dapat diketahui bahwa teman sebaya turut
berperan dalam pembentukan atau perubahan sikap serta perilaku remaja. Adapun pengertian
kelompok teman sebaya adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi dan mempunyai umur yang relatif sama dengan minat serta pandangan yang
sama pula. Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama untuk menerapkan
prinsip-prinsip hidup bersama dan bekerjasama dengan orang lain yang bukan anggota
keluarga (B. Simandjuntak, 1991: 295). Lingkungan teman sebaya merupakan kelompok baru
yang memiliki ciri norma kelompok ditetapkan bersama oleh para anggota. Remaja selalu
bergaul dengan teman sebaya, secara sadar atau tidak sadar remaja saling pengaruh
mempengaruhi, sehingga selama perkembangannya pengaruh teman sebaya turut berperan
dalam pembentukan perilakunya. Beberapa ahli teori juga menggambarkan budaya teman
sebaya remaja sebagai pengaruh merusak yang mengabaikan nilai-nilai dan kontrol orang tua,
teman sebaya juga dapat mengenalkan remaja dengan alkohol, obat-obatan, merokok dan
bentuk tingkah laku lain yang dianggap oleh orang dewasa sebagai maladaptif (Santrock,
1996: 220). Hasil penelitian Light dan Keller (dalam I Made Wirta, 1992: 10) menemukan
bahwa kenakalan remaja banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Perilaku disesuaikan
dengan nilai-nilai dan norma-norma kelompok yang baru, sehingga kecenderungan seorang
remaja untuk merokok juga akan meningkat jika memiliki teman yang merokok, sering
berkumpul bersama teman-teman yang merokok, dan memiliki kecenderungan pada perilaku
merokok. Hal ini sesuai dengan penelitian Santi Martini dkk (2000: 26) yang menyatakan
bahwa lingkungan teman sebayanya yang merokok dapat mempengaruhi kecenderungan
individu terhadap perilaku merokok.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan perilaku merokok dapat
dipengaruhi oleh perilaku individu serta bagaimana pengaruh iklan rokok dan kelompok
teman sebaya bersikap terhadap perilaku merokok. Hal ini didukung dengan penelitian
Surindo (dalam Nhiru Muhammad, 2000: 2) terhadap pelajar SMU 13 yang mengungkapkan
bahwa munculnya budaya merokok dikalangan remaja diakibatkan oleh pergaulan dan
gencarnya iklan rokok, yang mendorong remaja untuk merokok. Jadi apabila semakin besar
peran iklan rokok dan kelompok teman sebaya terhadap remaja maka semakin tinggi pula
kecenderungan remaja untuk berperilaku merokok.
F. Rumusan Hipotesis
Berdasarkan rumusan teori diatas maka penulis mengajukan hipotesa sebagai berikut:
1. Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan antara peran iklan rokok dan kelompok teman
sebaya terhadap kecenderungan perilaku merokok pada siswa SMAN xx.
2. Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan antara peran iklan rokok terhadap
kecenderungan perilaku merokok pada siswa SMAN xx.
3. Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan antara kelompok teman sebaya terhadap
kecenderungan perilaku merokok pada siswa SMAN xx.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang akan digunakan dalam penelitian ini yang
meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi,
sampel dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis
instrumen, metode analisis data serta hasil uji coba instrumen penelitian.

A. Identifikasi Variabel Penelitian


Menurut Kerlinger (2000: 49) variabel adalah simbol atau lambang yang padanya dilekatkan
bilangan atau nilai. Variabel dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi
objek penelitian (Sumadi Suryabrata, 2005: 25). Dalam penelitian ini menggunakan dua
variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang
menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat, sedangkan variabel terikat adalah
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono,
2003: 3). Adapun variabel dalam penelitian ini, yaitu:
1. Variabel Bebas (IV) : a. Peran Iklan Rokok (X1)
b. Kelompok Teman Sebaya (X2)
2. Variabel Terikat (DV) : Kecenderungan Perilaku Merokok (Y)
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah suatu definisi yang memberikan batasan atau arti suatu variabel
dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut
(Kerlinger, 2000: 51).
Berikut merupakan definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian:
1. Kecenderungan Perilaku Merokok
Adalah keinginan individu untuk melakukan kegiatan menghisap asap rokok kedalam mulut,
dimana asap tersebut masuk melalui saluran pernapasan lalu ke paru-paru kemudian
dikeluarkannya kembali yang meliputi tahapan persiapan merokok, mulai mencoba merokok,
menjadi perokok dan mempertahankan perilaku merokok serta diukur dengan skor skala
kecenderungan perilaku merokok.
2. Peran Iklan Rokok
Adalah suatu tayangan yang berisikan pesan dan memberikan informasi mengenai gambaran
tentang rokok dengan tujuan mempengaruhi penontonnya agar menggunakan rokok yang
ditawarkan yang berdasarkan aspek daya tarik rasional dan aspek daya tarik emosional serta
diukur dengan skor skala peran iklan rokok.
3. Kelompok Teman Sebaya
Adalah individu atau teman sebaya yang memberikan dukungan / dorongan emosional serta
perasaan aman ketika remaja bereksperiman atau mencoba peran barunya di luar rumah dan
dioperasionalkan berdasarkan aspek-aspek peranan kelompok teman sebaya diantaranya
teman sebagai pemberi penguat, teman sebagai model, teman sebagai proses pembandingan
sosial, teman sebagai pemberi kesempatan sosialisasi dan belajar serta diukur dengan skor
skala kelompok teman sebaya.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel. Pada
kenyataannya populasi itu adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003: 55). Populasi yang dipilih
untuk penelitian ini adalah siswa-siswi SMAN 53. Adapun karakteristik populasinya adalah
siswa-siswi kelas XI. Populasi didapat sesuai dari data staf Tata Usaha SMAN 53.
2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sejumlah individu yang jumlahnya kurang dari populasi (Sutrisno Hadi, 2000:
221). Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik
proposional random sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel dimana tiap-tiap individu
dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel dan diambil
secara random serta diperhitungkan besar kecilnya sub populasi (Sutrisno Hadi, 1993: 84).
Pemilihan teknik proposional random sampling sebagai teknik pengambilan sampel
berdasarkan atas pertimbangan bahwa dalam populasi siswa-siswi kelas XI SMAN 53 Jakarta
Timur terdiri atas kelas-kelas yang memiliki jumlah murid yang berstrata secara proposional.
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 254 orang maka sampel dalam penelitian ini
ditetapkan berdasarkan nomogram Harry King, yaitu sebanyak 130 orang dengan taraf
signifikan sebesar 5%. Untuk menentukan berapa banyak anggota sampel yang akan diambil
dari tiap-tiap bagian sub populasi dapat digunakan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2003:
65) :

Spl = ( n x Js) / N

Keterangan :
Spl = Jumlah sampel pada tiap-tiap sub populasi
N = Jumlah subjek dalam populasi
n = Jumlah subjek dalam sub populasi
Js = Jumlah subjek yang dibutuhkan
Berdasarkan atas perhitungan dengan rumus tersebut maka didapat sampel penelitian sebagai
berikut:

Tabel 3.1
SAMPEL SISWA/I KELAS XI SMAN 53 JAKARTA TIMUR
Kelas
Jumlah Siswa/i
XI IPS 1
(37 x 130) / 254 = 19
XI IPS 2
(36 x 130) / 254 = 18
XI IPS 3
(37 x 130) / 254 = 19
XI IPS 4
(36 x 130) / 254 = 18
XI IPS 5
(37 x 130) / 254 = 19
XI IPA 1
(37 x 130) / 254 = 19
XI IPA 2
(36 x 130) / 254 = 18
Jumlah
130

Pemilihan subyek yang akan dijadikan sampel dalam teknik proposional random sampling
dilakukan dengan cara undian, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (Sutrisno Hadi,
2000:223) :
a. Membuat daftar nama yang berisi semua individu yang ada dalam populasi.
b. Beri kode nomor urut kepada semua individu.
c. Tulis kode masing-masing dalam selembar kertas kecil kemudian digulung.
d. Masukkan gulungan-gulungan kertas kedalam gelas kemudian dikocok.
e. Selanjutnya kertas tersebut diambil satu persatu sejumlah yang diperlukan.

D. Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode skala
psikologi, baik untuk pengumpulan data mengenai peran iklan rokok, kelompok teman
sebaya maupun kecenderungan perilaku merokok pada siswa-siswi kelas XI SMAN 53
Jakarta Timur. Adapun pengertian skala psikologi adalah suatu alat ukur yang berupa
konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Saifuddin
Azwar, 2004: 5).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga skala psikologi yaitu:
1. Skala Peran Iklan Rokok
Skala ini dibuat berdasarkan aspek-aspek yang berperan dalam iklan rokok yang mengacu
pada teori Rendra Widyatama (2005: 137-138). Aspek-aspek tersebut meliputi aspek daya
tarik rasional dan aspek daya tarik emosional. Selanjutnya aspek-aspek tersebut dibuat blue
print skala peran iklan rokok. Untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk blue print
dibawah ini :

Tabel 3.2
BLUE PRINT
SKALA PERAN IKLAN ROKOK
No
Aspek
Indikator
Nomor Item
Total
Fav
Unfav
1
Aspek daya tarik rasional
a. Harga Barang
b. Kualitas
c. Bentuk kemasan
1,15,23,42
14,44,2,25
30,40,3,53
7,43,16,26
22,45,13,24
41,39,18,4
8
8
8
2
Aspek daya tarik emosional
a. Menunjukkan
kesan dewasa
b. Menunjukkan
kesan gaul
c. Menimbulkan kepercayaan diri
d. Menunjukkan kesan keren
48,38,5,17

56,19,8,36

9,35,33,28
21,49,11,32
50,37,6,27

52,55,46,34

54,10,51,29

47,12,31,20
8

Total

28
28
56

2. Skala Kelompok Teman Sebaya


Skala ini dibuat berdasarkan aspek-aspek peranan kelompok teman sebaya yang mengacu
pada teori Hetherington dan Parke (1993: 464). Aspek-aspek tersebut yaitu teman sebagai
pemberi penguat, teman sebagai model, teman sebagai proses pembandingan sosial, serta
teman sebagai pemberi kesempatan sosialisasi dan belajar. Selanjutnya aspek-aspek tersebut
dibuat blue print skala kelompok teman sebaya. Untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam
bentuk blue print dibawah ini :
Tabel 3.3
BLUE PRINT
SKALA KELOMPOK TEMAN SEBAYA
No
Aspek
Indikator
Nomor Item
Total
Fav
Unfav
1
Teman sebagai pemberi penguat
a. Menerima apa adanya
b. Memberi semangat

1,21,38

3,39,23
22,2,41

4,40,24
6

6
2
Teman sebagai model
a. Penampilan
b. Gaya bicara
c. Aktifitas
5,44,42
7,45,26
9,46,28
6,43,25
8,27,60
10,59,47
6
6
6
3
Teman sebagai proses pembandingan sosial
a. Menerima
fisik
b. Emosional
c. Penerimaan
sosial
11,29,48

13,31,49
15,51,57
12,30,58

14,32,50
16,33,52
6

6
6
4
Teman sebagai pemberi kesempatan sosialisasi dan belajar
a.Memberikan kesempatan bersosialisasi
b.Memberikan kesempatan belajar

17,34,56

19,54,36
18,35,55

20,53,37
6

Total

30
30
60

3. Skala Kecenderungan Perilaku Merokok


Skala ini dibuat berdasarkan tahapan-tahapan dalam kecenderungan perilaku merokok yang
mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Leventhal & Clearly (dalam Feldman, 1989:
178-179). Tahapan-tahapan tersebut yaitu tahap persiapan merokok, tahap mulai mencoba
merokok, tahap menjadi perokok dan tahap mempertahankan perilaku merokok.. Selanjutnya
tahapan-tahapan tersebut dibuat blue print skala kecenderungan perilaku merokok. Untuk
lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk blue print dibawah ini :

Tabel 3.4
BLUE PRINT
SKALA KECENDERUNGAN PERILAKU MEROKOK
No
Tahapan
Indikator
Nomor Item
Total
Fav
Unfav
1
Persiapan merokok
a. Pandangan positif terhadap perokok
b. Mencari penerimaan dari teman sebaya
c. Pandangan bahwa merokok dapat menolong
1, 10, 14

2, 15

3, 40, 17
38, 55, 56

39, 16

18, 41, 57
6

2
Mulai mencoba merokok
a. Tekanan teman sebaya
b. Anggota keluarga merokok
c. Mengabaikan reaksi tubuh terhadap rokok
4, 20
5, 21, 43
6, 23
19, 42
44, 22, 58
45, 24
4
6
4
3
Menjadi perokok
a. Toleransi
b. Pandangan bahwa rokok hanya berbahaya pada orang lain
7, 25
8, 28
46, 26
27, 29
4
4
4
Memper
tahan
kan perilaku merokok
a. Merokok untuk menghasilkan reaksi emosional yang positif
b. Merokok untuk mengurangi reaksi emosional yang negatif
c. Kebiasaan
d. Kecanduan
9, 30, 47

11,32,50

12, 34
13, 36
48, 31, 49

51, 33, 53
52, 35
54, 37
6

4
4

Total

29
29
58

4. Sistem Penilaian
Sistem Penilaian yang digunakan untuk ketiga skala diatas menggunakan model skala likert
yang paling sering digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi, responden terhadap
suatu objek.
Dengan menggunakan model skala likert, maka ketiga skala diatas mempunyai sistem
penilaian tertentu yang terbagi menjadi dua kelompok pernyataaan yaitu pernyataan favorable
dan pernyataan unfavorable. Pernyataan-pernyataan ini disajikan dalam bentuk lima alternatif
jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai ( S ), ragu-ragu ( R ), tidak sesuai ( TS ), dan sangat
tidak sesuai ( STS ). Masing-masing jawaban memiliki interval nilai yang bergerak dari
angka 1 sampai angka 5. Setiap responden diminta untuk memilih satu dari lima alternatif
jawaban yang tersedia pada tiap-tiap pernyataan berdasarkan apa yang dialami dengan sistem
penilaian sebagai berikut:
Tabel 3.5
SISTEM PENILAIAN SKALA
JAWABAN
FAVORABEL
UNFAVORABEL
Sangat Sesuai (SS)
Sesuai (S)
Ragu-ragu (R)
Tidak Sesuai (TS)
Sangat Tidak Sesuai (STS)
5

1
1

E. Metode Analisis Instrumen


Dalam sub bab ini akan dijelaskan tentang validitas dan reliabilitas yang akan digunakan
pada penelitian ini, suatu penelitian yang ilmiah harus menggunakan alat ukur yang valid dan
reliable agar kesimpulan penelitian nantinya tidak keliru dan tidak memberikan gambaran
yang jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya.
1. Validitas
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya. Artinya dapat menunjukkan bagian gejala yang hendak diukur (Saifuddin
Azwar, 2003: 5). Pengujian validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Validitas Item
Yaitu pengujian terhadap kualitas item-itemnya. Tujuannya adalah untuk memilih item yang
benar-benar telah selaras dan sesuai dengan faktor yang ingin diselidiki. Adapun cara
perhitungan validitas item yaitu dengan cara mengkorelasikan skor tiap item dengan skor
total item.
b. Korelasi antar faktor
Korelasi antar faktor yaitu pengujian antar faktor dengan konstrak-konstrak. Tujuannya
adalah untuk membuktikan bahwa setiap faktor dalam instrumen telah benar-benar
mengungkapkan konstrak yang telah didefinisikan. Adapun cara perhitungan korelasi antar
faktor adalah dengan mengkorelasikan skor tiap faktor dengan skor total item yang valid.
Untuk menganalisa validitas item dan korelasi antar faktor menggunakan rumus Koefisien
Korelasi Product Moment Pearson. Perhitungan dalam penelitian ini menggunakan bantuan
komputer program SPSS for windows version 13.0. Adapun rumus Koefisien Korelasi
Product Moment (Sutrisno Hadi, 2000: 294):
(∑X)(∑Y)
∑ XY – ———————
N
rxy = ———————————————
(∑X)² (∑Y)²
√{∑X² – ———— }{∑Y² – ———— }
NN

Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi x dan y
∑XY = Jumlah hasil perkalian antara X dan Y
∑X = Jumlah nilai dari tiap item
∑Y = Jumlah nilai konstan
N = Jumlah subyek penelitian

2. Reliabilitas
Menurut Saifuddin Azwar (2003: 4) reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran
dapat dipercaya, artinya hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif
sama, selama aspek dalam diri subyek yang diukur memang belum berubah.
Dalam penelitian ini untuk mencari reliabilitas, penulis menggunakan teknik Alpha Cronbach
yang dihitung dengan menggunakan komputer program SPSS versi 13.0 for windows.
Rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach adalah:
k ∑Sj ²
α = ——— {1 – ——— }
( k – 1 ) Sx²

Keterangan:

α = Koefisien reliabilitas Cronbach Alpha


k = Banyaknya item
Sj ² = Varians skors item

Sx² = Varians total


Perhitungan reliabilitas dengan koefisien alpha dalam penelitian ini dilakukan dengan
bantuan program SPSS for windows versi 13.0. Setelah memperoleh hasil perhitungan
reliabilitas, selanjutnya hasil tersebut disesuaikan dengan kaidah yang baku untuk
mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas alat ukur yang digunakan. Kaidah baku untuk
mengetahui tingkat reliabilitas adalah menggunakan kaidah Guildford & Fruchter (Kuncono,
2005: 27), sebagai berikut:

Tabel 3.6
Kaidah Guildford & Fruchter

> 0,90
Sangat Reliabel
0,70 – 0,90
Reliabel
0,40 – 0,70
Cukup Reliabel
0,20 – 0,40
Kurang Reliabel
< x2 =" r²" x2 =" Korelasi" yx1 =" Korelasi" yx2 =" Korelasi" x2 =" Korelasi" x2 =" r" x1x2
=" Korelasi" ryx1 =" Korelasi" ryx2 =" Korelasi" rx1x2 =" Korelasi" r =" 0,901," r =" 0,404,"
r =" 0,722," p =" 0,195,"> 0,05 sehingga data tersebut dikatakan berdistribusi normal,
sedangkan untuk skala peran iklan rokok berada pada p = 0,000 dan kecenderungan perilaku
merokok berada pada p = 0,012 menunjukkan bahwa p < 0,05 sehingga data tersebut
dikatakan berdistribusi tidak normal.

BAB V
PENUTUP

Pada bab ini akan dibahas mengenai pembahasan, kesimpulan dan saran-saran yang berkaitan
dengan hasil penelitian.

A. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap remaja kelas XI SMAN 53
Jakarta Timur dengan menggunakan sampel sebanyak 130 orang maka untuk hipotesis
pertama yang diuji dengan menggunakan rumus korelasi ganda diperoleh R = 0,901 dengan p
< 0,05 ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, menunjukkan bahwa ada hubungan antara
peran iklan rokok dan kelompok teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku merokok
pada siswa SMAN 53 Jakarta Timur. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh, dimana
terdapat arah korelasi yang positif antara peran iklan rokok dan kelompok teman sebaya
terhadap kecenderungan perilaku merokok sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar
peran iklan rokok dan kelompok teman sebaya terhadap remaja maka semakin tinggi pula
kecenderungan remaja untuk melakukan perilaku merokok. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Surindo (Nhiru Muhammad, 2000: 2) yang mengungkapkan bahwa
munculnya budaya merokok dikalangan remaja diakibatkan oleh pergaulan dan gencarnya
iklan rokok yang mendorong remaja untuk merokok.
Untuk hipotesis kedua yang diuji dengan menggunakan korelasi parsial diperoleh r = 0,404
dengan p < 0,05 ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, menunjukkan bahwa ada hubungan
antara peran iklan rokok dengan kecenderungan perilaku merokok pada siswa SMAN 53
Jakarta Timur. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh, dimana terdapat arah korelasi yang
positif antara peran iklan rokok dengan kecenderungan perilaku merokok maka dapat
disimpulkan bahwa semakin besar peran iklan rokok terhadap remaja maka semakin tinggi
pula kecenderungan remaja untuk melakukan peilaku merokok. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Muji Sulistyowati dkk (2000: 22) yang menyatakan bahwa
iklan rokok merupakan faktor yang besar sekali pengaruhnya kepada remaja untuk
berperilaku merokok.
Untuk hipotesis ketiga yang diuji dengan menggunakan korelasi parsial diperoleh r = 0,722
dengan p < 0,05 ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, menunjukkan bahwa ada hubungan
antara kelompok teman sebaya dengan kecenderungan perilaku merokok pada remaja SMAN
53 Jakarta Timur. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh, dimana terdapat arah korelasi
yang positif antara kelompok teman sebaya dengan kecenderungan perilaku merokok maka
dapat disimpulkan bahwa semakin besar peran kelompok teman sebaya terhadap remaja
maka semakin tinggi pula kecenderungan remaja untuk melakukan perilaku merokok. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santi Martini dkk (2000: 26) yang menyatakan
bahwa lingkungan teman sebayanya yang merokok dapat mempengaruhi kecenderungan
individu terhadap perilaku merokok. Begitu pula dengan hasil penelitian Light dan Keller
(dalam I Made Wirta, 1992: 10) yang menemukan bahwa kenakalan remaja banyak
dipengaruhi oleh teman sebayanya.
Berdasarkan perhitungan kategorisasi pada masing-masing variabel didapatkan rata-rata skor
subyek. Perhitungan kategorisasi pada peran iklan rokok menunjukkan bahwa secara umum
rata-rata skor berada pada kategori sedang dengan mean temuan sebesar 136,98 dan untuk
kelompok teman sebaya yang secara umum rata-rata skor berada pada kategori sedang
dengan mean temuan sebesar 140,32. Sedangkan untuk kecenderungan perilaku merokok
menunjukkan bahwa secara umum rata-rata skor berada pada kategori tinggi dengan mean
temuan sebesar 144,58.
Untuk mengetahui berapa besar variabel-variabel yang mempunyai kontribusi terhadap
terjadinya kecenderungan perilaku merokok maka dapat dilihat pada hasil analisis regresi
dengan metode stepwise diperoleh hasil R² = 0,812. Hal ini berarti besarnya kontribusi yang
diberikan oleh peran iklan rokok dan kelompok teman sebaya terhadap terjadinya
kecenderungan perilaku merokok adalah sebesar 81,2 %. Peran iklan rokok mempunyai
pengaruh terhadap kecenderungan perilaku merokok sebesar 77,6 % dan kelompok teman
sebaya sebesar 3,7 %. Sedangkan sisanya 18,8 % dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain,
misalnya identitas diri, mencontoh tokoh idola, pelarian karena depresi, ketidakharmonisan
dalam keluarga, keterbatasan sarana sebagai penyaluran bakat (Desi Utari, 1997: 26).
B. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah diterangkan pada bab sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan antara lain:
1. Ada hubungan yang signifikan antara peran iklan rokok dan kelompok teman sebaya
terhadap kecenderungan perilaku merokok pada siswa SMAN 53.
2. Ada hubungan yang signifikan antara peran iklan rokok dengan kecenderungan perilaku
merokok pada siswa SMAN 53.
3. Ada hubungan yang signifikan antara kelompok teman sebaya dengan kecenderungan
perilaku merokok pada siswa SMAN 53.

C. Saran-saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka peneliti mengajukan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Saran Teoritis
Penelitian ini masih dalam lingkup yang sangat terbatas, untuk itu disarankan dalam
penelitian selanjutnya dapat melengkapi keterbatasan tersebut. Bagi peneliti selanjutnya yang
berminat melakukan penelitian yang sama diharapkan mempertimbangkan faktor atau
variabel lain yang mempengaruhi perilaku merokok seperti identitas diri, mencontoh tokoh
idola, pelarian karena depresi, ketidakharmonisan dalam keluarga dan keterbatasan sarana
sebagai penyaluran bakat.

2. Saran Praktis
a. Bagi remaja hendaknya menyadari bahayanya merokok dan dianjurkan untuk mengurangi
merokok dengan cara mengalihkan keinginannya untuk merokok kepada kegiatan lain yang
positif seperti bermain musik serta dianjurkan untuk tidak mengikuti kebiasaan yang negatif
dari teman termasuk merokok.
b. Bagi orangtua diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang bahaya merokok dan
dapat memberikan contoh yang baik supaya anak tidak melakukan perilaku merokok
dikemudian harinya.
c. Bagi guru hendaknya memberikan penyuluhan pada siswa-siswinya tentang bahaya
merokok dan mengawasi siswa-siswinya serta memperketat aturan disekolah misalnya
dengan memberikan sangsi apabila siswa-siswinya merokok.
d. Bagi produsen iklan hendaknya membatasi penayangan jam iklan di televisi dan
membatasi pembuatan iklan dimedia cetak khususnya di majalah remaja serta dianjurkan
lebih menonjolkan kalimat peringatan bahaya merokok beserta dampaknya pada setiap
bungkus rokok.
Diposkan oleh blogskripsi di 08:58
Label: psikologi
 

Anda mungkin juga menyukai