Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Merokok banyak disukai para remaja, meskipun sudah mengetahui akibat

negatif dari merokok, tetapi jumlah perokok semakin meningkat dan usia merokok

semakin bertambah muda. Konsumsi rokok di negara berkembang meningkat rata-rata

2,7% per tahun. Peningkatan jumlah perokok tersebut ternyata melebihi angka

pertambahan penduduk (Hudoyo, 2010).

Indonesia telah mengalami satu peningkatan terbesar dalam konsumsi

tembakau di dunia. Berdasarkan data WHO (2013), prevalensi penduduk usia dewasa

yang merokok setiap hari di Indonesia sebesar 29% sehingga Indonesia menempati

urutan pertama di Asia Tenggara dalam hal jumlah perokok. Sedangkan di dunia,

Indonesia menempati urutan ketiga dalam hal jumlah perokok setelah Cina dan India

dengan prevalensi perokok sebesar 36,1% (Global Adults Tobacco Survey/GATS, 2011).

Berdasarkan data WHO (2012), sebanyak 67% dari semua pria di Indonesia yang

berusia lebih dari 15 tahun merupakan perokok aktif. Dua dari tiga pria di Indonesia

memiliki kebiasaan merokok. Sementara sekitar 3% perempuan Indonesia juga

perokok. Dari data Global Adults Tobacco Survey (2011), Indonesia memiliki jumlah

perokok aktif terbanyak dengan prevalensi perokok laki-laki sebesar 67% (57,6 juta)

dan prevalensi perokok wanita sebesar 2,7% (2,3 juta).

Angka kematian akibat penyakit tidak menular yang berhubungan dengan

rokok diperkirakan terus meningkat. Sedikitnya 5 juta orang meninggal di seluruh

dunia akibat penyakit yang disebabkan oleh tembakau setiap tahunnya. Jumlah ini
dikhawatirkan akan mencapai 10 juta pertahun pada tahun 2030 dimana 70%

kematian terjadi di negara-negara berkembang (WHO, 2012). Data tersebut juga

menyebutkan bahwa penyakit yang terkait merokok membunuh paling sedikit 200.000

orang setiap tahun di Indonesia.

Mengacu data Riskesdas (2013), perilaku merokok penduduk di Indonesia umur

15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari 2007 sampai 2013, bahkan

cenderung meningkat dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada tahun 2013.

Menurut kebiasaan merokok umur 10 tahun ke atas, data tersebut juga menunjukkan

bahwa perokok setiap hari di Provinsi Aceh sebesar 25,0% dan perokok kadang-kadang

sebesar 4,3%. Data perilaku merokok menurut kelompok umur dan kebiasaan merokok

menyatakan bahwa perokok umur 10-14 tahun sebesar 0,5% merokok setiap hari dan

0,9% perokok kadang-kadang. Pada kelompok umur 15-19 tahun sebesar 11,2%

perokok setiap hari dan 7,1% perokok kadang-kadang, sedangkan pada kelompok umur

20-24 tahun, sebesar 27,2% perokok setiap hari dan 6,9% perokok kadang-kadang.

Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4% dan

umur 35-39 tahun sebesar 32,2% yang merupakan penduduk usia produktif

Survei sosial dan ekonomi nasional 2011 mununjukkan bahwa persentase

penduduk yang merokok di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan.

Persentase penduduk desa berumur 10 tahun ke atas dengan kebiasaan merokok

sebesar 24,84% (Jamal, 2016).

Hasil analisa lanjut Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2011

menunjukkan prevalensi perokok aktif di Indonesia pada laki-laki umur 10 tahun ke

atas adalah 54,5%, sedangkan perokok aktif pada perempuan 1,2%. Sebesar 68,9%

2
perokok mulai merokok pada umur kurang dari 20 tahun. Umur mulai merokok pada

usia muda (<20 tahun) meningkat sebesar 12,5% dalam kurun waktu 5 tahun (Kristanti

& Pradono, 2013).

Merokok memberikan konsekuensi yang signifikan baik terhadap kesehatan

fisik, psikologis serta ekonomis. Dampak merokok terhadap kesehatan telah diketahui

secara luas. Merokok berakibat terhadap 25% kematian akibat penyakit jantung

koroner, 80% kasus penyakit saluran pernafasan kronis, 90% kematian akibat kanker

paru, serta memiliki kontribusi terhadap berkembangnya kanker laring, mulut, dan

pankreas, serta kanker paru pada perokok pasif (Astuti, 2008).

Hal yang lebih penting lagi adalah akibat rokok yang tidak hanya dirasakan oleh

perokok, melainkan juga harus ditanggung oleh orang-orang yang ada di sekitarnya

(perokok pasif). Perokok pasif memperoleh dua kali jumlah nikotin, dua kali jumlah tar,

dan lima kali jumlah karbon monoksida daripada perokok aktif. Orang yang menghisap

asap rokok biasanya mendapat kesulitan bila bernapas, perokok pasif biasanya

mengalami sakit kepala, pusing, pingsan, sakit mata dan sakit tenggorokan. Perokok

pasif yang tinggal bersama perokok aktif memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit

kronis (Sumiyati, 2009).

Merokok dapat menimbulkan efek adiksi akibat adanya nikotin yang

terkandung dalam rokok. Kecanduan nikotin telah dimasukkan sebagai salah satu

bentuk gangguan terkait dengan substansi dan sudah tercantum dalam Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders atau DSM IV-TR yang dikeluarkan tahun 2000.

Menurut Astuti (2008), gangguan penggunaan nikotin dinilai sebanding dengan obat-

obat berbahaya lainnya karena nikotin juga dapat menimbulkan pola ketergantungan,

dan toleransi.

3
Upaya mencegah remaja menjadi perokok menjadi hal yang sangat penting

untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia di masa-masa yang akan

datang. Penanggulangan masalah merokok menjadi hal yang tidak mungkin ditunda

lagi. Sebagaimana tertuang dalam PP No.19 tahun 2003 bahwa pengamanan rokok

bagi kesehatan salah satunya dilakukan dengan melindungi usia produktif dan remaja

dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan

ketergantungan terhadap rokok (Astuti, 2008).

Ada banyak alasan yang menyebabkan perilaku merokok pada remaja. Menurut

Mu’tadin (2002), perilaku merokok dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengaruh

dari faktor kepribadian, orang tua atau keluarga, teman dan faktor iklan. Remaja mulai

merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa

perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka mencari jati dirinya (Nasution,

2011).

Kepribadian adalah keyakinan individu akan kemampuannya untuk membentuk

perilaku dalam situasi tertentu. Hasil penelitian dari Astuti (2008), menunjukkan bahwa

faktor kepribadian merupakan salah satu prediktor perilaku merokok dan juga

prediktor penting untuk berhenti merokok. Hal ini dibuktikan oleh Sumiyati dalam

penelitiannya di desa Kunden Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo diperoleh hasil

faktor kepribadian atau individu berpengaruh 23,98% terhadap perilaku merokok

remaja.

Menurut Uli (2010), anak-anak dari keluarga merokok cenderung mengikuti

jejak yang sama dengan orang tuanya. Menurut Mu’tadin (2002), remaja yang berasal

dari keluarga konservatif akan lebih sulit untuk terlibat dengan rokok atau obat-obatan

dibandingkan dengan keluarga yang permisif dan yang paling kuat pengaruhnya adalah

4
bila orang tua sendiri menjadi figur perokok, maka anak-anaknya akan mengikutinya

(Nasution, 2011). Faktor orang tua yang menyebabkan perilaku merokok remaja

adalah 20,41% (Sumiyati, 2009).

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka

semakin besar kemungkinan teman-temannya juga adalah perokok dan demikian

sebaliknya. Ada dua kemungkinan dari fakta tersebut, remaja terpengaruh oleh teman-

temannya atau sebaliknya. Remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-

kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok, begitu pula dengan remaja non

perokok (Nasution, 2011).

Iklan merupakan salah satu faktor penyebab perilaku merokok remaja, 18,19%

perokok terpengaruh karena iklan (Sumiyati, 2009). Menurut Mu’tadin (2012), dengan

melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa

merokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu

untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.

Pemerintah telah menerbitkan peringatan bergambar pada bungkus rokok

sesuai dengan PP 109 tahun 2012 dengan lima gambar yang disertai peringatan tulisan

yang berbeda sesuai dengan gambar. Keterangan mengenai pencantuman peringatan

kesehatan gambar dan tulisan itu dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.

28 tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan

pada Kemasan Produk Tembakau. Peraturan yang dikeluarkan Kemenkes itu

diterapkan bagi seluruh perusahaan rokok mulai 24 Juni 2014 dan diharapkan dapat

kian menyadarkan masyarakat akan bahaya merokok terutama bagi remaja atau

perokok pemula sehingga menghindari niat mereka untuk merokok.

5
Remaja sebagai bagian dari masyarakat yang berada pada umur produktif

menjadi target potensial bagi industri rokok. Pendidikan tingkat Sekolah Menengah

Atas (SMA) berperan dalam fase penting pembentukan kepribadian generasi muda.

Oleh karena itu, peran faktor lingkungan internal dan eksternal berperan penting

terkait perilaku merokok pada siswa SMA. Demikian halnya dengan SMA Negeri 2

Teluk Dalam Kabupaten Simeulue sebagai salah satu SMA yang ada di kecamatan Teluk

Dalam yang tentunya perlu dikhawatirkan adanya dampak dari perilaku merokok yang

sudah dianggap sebagai hal biasa yang kemungkinan besar akan meningkat baik secara

kualitas maupun kuantitas.

Meningkatnya perilaku merokok di SMA Negeri 2 Teluk Dalam tersebut

tentunya banyak berdampak negatif baik dari segi kesehatan, ekonomi, sosial dan

psikologis. Ditinjau dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung

rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan Tar akan memacu kerja dari susunan

syaraf pusat dan detak jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai

penyakit lain. Dilihat dari sisi ekonomi, merokok pada dasarnya adalah pemborosan

karena membelanjakan uang dengan sia-sia, apalagi jika hal tersebut dilakukan remaja

yang belum mempunyai penghasilan sendiri.

Jika dilihat dari segi sosial perilaku merokok dapat menimbulkan

ketidaknyamanan bagi orang-orang yang ada disekitarnya, karena asap yang

ditimbulkan dari rokok tersebut. Selain itu, dampak perilaku merokok dapat

meningkatkan kemiskinan, karena mengurangi penggunaaan sumber daya individu dan

keluarga yang terbatas untuk kebutuhan lain yang sebenarnya lebih penting, seperti

pendidikan, makanan dan perumahan.

6
Sedangkan dampak merokok dari sisi psikologis adalah perilaku merokok dapat

menyebabkan ketergantungan, apabila individu merasa cemas dan gelisah karena tidak

dapat merokok sehingga terkadang dapat menyebabkan tindak kriminal seperti

pencurian dan sebagainya bagi remaja usia sekolah untuk kebutuhan rokoknya

terpenuhi. Dan tentunya dikhawatirkan remaja memiliki risiko yang lebih besar untuk

terjebak ke dalam penggunaan narkoba akibat perilaku merokok tersebut.

Mengetahui kondisi tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian tentang hubungan faktor lingkungan internal dan eksternal dengan perilaku

merokok dalam bentuk skripsi yang berjudul “Hubungan Faktor Lingkungan Internal

dan Eksternal dengan Perilaku Merokok di SMA Negeri 2 Teluk Dalam Kabupaten

Simeulue”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat dijelaskan bahwa

siswa SMA Negeri 2 Teluk Dalam memiliki kecenderungan dan memiliki perilaku merokok.

Dari hasil observasi awal dan wawancara dengan guru di SMA Negeri 2 Teluk Dalam,

perilaku merokok didominasi oleh siswa laki-laki namun ada juga siswa perempuan yang

melakukannya. Merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi

banyak siswa adalah remaja yang sudah mulai merokok.

Dampak negatif yang perilaku merokok terutama dari aspek kesehatan, dimana zat

yang terkandung di dalam asap rokok dapat menyebabkan kanker dan gangguan

kesehatan lainnya baik kepada perokok maupun orang sekitarnya yang terpapar asap

rokok. Tentunya perilaku merokok bagi remaja usia sekolah dapat menghambat tujuan

belajar di sekolah itu sendiri yang berimbas kepada kenakalan remaja dan penyimpangan

7
perilaku remaja yang akan juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya.

Dikhawatirkan perilaku merokok remaja usia sekolah dapat terjerumus ke tindak kriminal

dan penggunaan narkoba yang akan merusak generasi penerus bangsa.

Perilaku merokok merupakan fungsi dari individu dan lingkungan. Artinya, perilaku

merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor

lingkungan. Dalam hal ini faktor lingkungan dibedakan menjadi lingkungan internal yaitu

faktor orang tua, dan lingkungan eksternal yang meliputi teman sebaya dan faktor iklan.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini hanya membatasi pada masalah terhadap perilaku

merokok pada siswa di SMA Negeri 2 Teluk Dalam Kabupaten Simeulue Tahun 2017.

Faktor-faktor yang diteliti meliputi aspek lingkungan yang terbagi ke dalam lingkungan

internal yaitu faktor orang tua dan lingkungan eksternal meliputi faktor teman sebaya

dan iklan.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan internal

dan eksternal dengan perilaku merokok di SMA Negeri 2 Teluk Dalam Kabupaten

Simeulue Tahun 2017.

1.4.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini hanya dibatasi pada faktor orang tua dalam

aspek lingkungan internal, serta faktor teman sebaya dan iklan dalam lingkup

lingkungan eksternal:

8
1. Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan internal dengan perilaku

merokok di SMA Negeri 2 Teluk Dalam Kabupaten Simeulue Tahun 2017.

2. Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan eksternal dengan perilaku

merokok di SMA Negeri 2 Teluk Dalam Kabupaten Simeulue Tahun 2017.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Praktis

1. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan siswa di usia

remaja tentang perilaku merokok dan bahaya merokok bagi kesehatan.

2. Bagi Sekolah atau Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan pada program penelitian dan pengembangan.

3. Bagi Pemerintah

Diharapkan pemerintah dapat mengambil keputusan dalam upaya pencegahan

dan penekanan jumlah perokok di masyarakat terutama di usia remaja, agar

tercipta masyarakat yang sehat.

1.5.2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan dalam upaya menambah

khasanah ilmu terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

merokok pada siswa dan remaja.

Anda mungkin juga menyukai