PENDAHULUAN
1. Latar belakang
"Tiada hari tanpa rokok." Mungkin kalimat itu cocok bagi pecandu rokok (adiksi nikotin).
Beberapa jam tidak merokok, membuat mereka gelisah, mulut terasa tidak enak sehingga bingung
melakukan sesuatu. Kecanduan rokok sudah menjadi masalah serius yang dihadapi dunia. Di
Indonesia, terdapat sekitar 63 juta perokok yang sulit menghindari kecanduan. Sedangkan,
kematian akibat perokok mencapai 57.000 per tahun atau setidaknya 156 jiwa melayang setiap
harinya. Jika tren merokok terus berlanjut, diperkirakan 85 juta penduduk Indonesia usia remaja
saat ini akan menjadi perokok berat, dan 12-13 juta diantaranya akan meninggal di usia muda.
Data WHO tahun 2008 mencatat sebanyak 5,4 juta orang meninggal akibat rokok diseluruh dunia.
Mungkin sudah bukan hal yang biasa lagi jika kita mendengar bahwa rokok sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia, karena sebenarnya sudah banyak peringatan dan pesan yang
sering kita dengar dari berbagai media mengenai bahaya rokok tersebut bahkan sebenarnya sudah
ada peringatan mengenai bahaya rokok tersebut di kemasan rokok itu sendiri. Tapi anehnya tetap
saja masih banyak orang yang merokok, entah hanya sekedar ingin di anggap sebagai anak gaul
atau mungkin sudah menjadi kebutuhan bagi dirinya. Yang jelas apapun alasannya , kita harus
sejak dini mengindari rokok tersebut, sebab efek dari asap rokok tersebut dapat menimbulkan
berbagai gangguan kesehatan mulai dari yang ringan hingga yang berat yang bisa membawa kita
kepada kematian. Mungkin kita tidak akan merasakan efeknya secara langsung akan tetapi efeknya
akan terasa dalam jangka waktu yang lama.
Merokok membahayakan bagi hampir semua organ tubuh, menimbulkan banyak penyakit
dan memengaruhi kesehatan perokok secara umum. Tidak hanya itu, efek merokok juga
merugikan bagi orang di sekitar yang tanpa sengaja menghirup asap rokok yang dihasilkan. Bila
kebiasaan merokok dapat dihentikan, maka manfaatnya dapat dirasakan secara langsung maupun
jangka panjang, bagi diri sendiri maupun orang-orang yang di sekitarnya.
Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya.
Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum; seperti polisi (termasuk
didalamnya Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan petugas Pemasyarakatan. Selain
narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah Napza yaitu Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah napza biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi
kesehatan dan rehabilitasi. Akan tetapi pada intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap
merujuk pada tiga jenis zat yang sama.
Menurut UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan pengertian Narkotika adalah
Narkotika adalah “zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan”.
Sebenarnya Narkoba itu obat legal yang digukan dalam dunia kedokteran, namun dewas ini
Narkoba banyak disalahgunakan. Bahkan kalangan muda tidak sedikit yang menggunakan
narkoba. Banyak dari mereka yang menggunakan Narkoba dengan alasan untuk kesenangan batin,
namun banyak yang hingga sekarang masih meremehkan dampak narkoba baik secara jangka
pendek maupun jangka panjangnya.
Hubungan narkoba dengan generasi muda dewasa ini semakin mendominasi. Artinya
sangat banyak kasus kecanduan dan pengedaran narkoba yang di dalamnya terlibat generasi muda,
khususnya remaja sekolah dan luar sekolah (putus sekolah). Menurut perhitungan pada pakar dan
pers ada sekitar 4 juta orang yang terlibat narkoba. Bahkan narkoba sudah memasuki sekolah-
sekolah. Jenis narkoba yang sering ditemukan adalah pil nipan dan daun ganja.
Dengan terbentuknya makalah ini diharapkan lebih mengerti mengenai dunia rokok dan
narkoba baik dalam kandungan zat kimia, juga efek atau dampak yang dirasakan bagi para
pengguna baik secara jangka pendek juga jangka panjangnya. Serta bagaimana cara
menanggulangi atau mengobati para pengguna rokok atau narkoba yang sudah terjerumus
sehingga tidak terjerumus lebih dalam lagi khususnya bagi para remaja sekarang ini.
2. Tujuan
- Untuk mengetahui pengertian rokok
- Untuk mengetahui kandunga rokok
- Untuk mengetahui bahaya rokok
- Untuk mengetahui pengertian narkoba
- Untuk mengetahui bahaya narkoba
- Untuk mengetahui cara mencegah narkoba
3. Rumusan masalah
- Apa pengertian rokok?
- Apa saja yang terkandung dalam rokok?
- Apakah bahaya dari pengonsumsian rokok?
- Apakah pengertian dari narkoba?
- Apakah efek dari narkoba?
- Bagaimana cara mengobati pengguna narkoba?
- Bagaimana cara mencegah narkoba?
BAB 2
PEMBAHASAN
Rokok adalah silinder dari kertas panjang antara 70 hingga 120 mm ( bervariasa
tergantung Negara ) dengan diameter 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah di
cacah. Rokok di bakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat
dihirup lewat mulut pada ujung lain. Merokok, minum alkohol, mengendarai kendaraan tanpa
sabuk pengaman, seks yang tidak aman khususnya mereka yang hidupnya hanya untuk bersenang-
senang (having fun) merupakan risky behavior yaitu perilaku berisiko tinggi mengalami kecacatan
dan kematian dini.5 Penyakit dan kematian dini akibat rokok di banyak negara terbukti meningkat
dari waktu ke waktu. Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia menyebabkan masalah rokok menjadi semakin serius. Hari tanpa tembakau sedunia
yang diperingati setiap tanggal 31 Mei tidak menyurutkan perokok untuk mengurangi
kebiasaannya. Sebagian perokok di Indonesia telah menganggap bahwa merokok adalah suatu
kebutuhan yang tidak bisa dielakkan, sehingga merokok adalah hal biasa bagi kaum muda.
Penampilan bagi kaum muda menjadi modal utama dalam bergaul tidak saja dengan sesame jenis,
tetapi juga dengan lawan jenis 6. Merokok merupakan cara untuk bisa diterima secara sosial. Jadi,
sebagian dari mereka yang merokok disebabkan tekanan teman-teman sebayanya. Walaupun ada
juga yang merokok disebabkan melihat orang tuanya yang merokok 7. Pada dasarnya, perokok
pemula biasanya diawali dengan rasa mual, batuk, dan perasaan tidak enak lainnya, tetapi tetap
saja mereka merokok meskipun sebenarnya mereka cukup well-informed terhadap bahaya
merokok.
Perilaku merokok masih merupakan masalah kesehatan dunia karena dapat menyebabkan
berbagai penyakit dan bahkan kematian (BKKBN, dalam Lizam 2009). Bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia, rokok adalah salah satu kebutuhan hidup. Data pada Lembaga Demografi
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) tahun 2006 (dalam Supriadi, 2010) mencatat bahwa
“rokok merupakan pengeluaran terbesar kedua yaitu sebesar 11,89% setelah pengeluaran untuk
padi-padian yang mencapai 22,10% dan lebih tinggi dari pengeluaran untuk biaya listrik, telepon,
dan bahan bakar minyak (BBM) yang sebesar 10,95% dan sewa dan kontrak tempat tinggal yang
mencapai 8,82%”. Menurut Setyoadi (2011, dalam Indonesia Menempati Urutan Pertama, para. 1),
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah perokok remaja terbanyak di dunia. Sekitar
80% perokok di Indonesia memulai kebiasaannya tersebut sebelum berumur 19 tahun”
(“Mengarahkan Sasaran,” para. 3). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 pun
menunjukkan bahwa usia pertama kali merokok tiap hari yaitu usia 10–14 tahun sebanyak 9,6%,
15–19 tahun sebanyak 36,3%, 20–24 tahun 16,3%, 25–29 tahun sebanyak 4,4% dan ≥ 30 tahun
sebanyak 3,2%. Riset ini dilakukan di 33 provinsi dan secara nasional persentaseusia mulai
merokok tiap hari yang menduduki tempat tertinggi adalah usia 15–16 tahun yaitu sebanyak
36,3%. Berita Metro TV, 15 Februari 2013 pukul 16.20 pun memberitakan bahwa Indonesia
mendapat label, “Baby Smoker” karena prevalensi jumlah perokok anak yang meningkat secara
signifikan dan usia mulai merokok yang semakin muda. Kondisi ini tentu saja memprihatinkan
karena anak merupakan kelompok yang rentan dan berpotensi menjadi perokok jangka panjang
(Soerojo, dalam Astuti 2010). Perilaku merokok yang dimulai pada usia anakanak dan remaja juga
seringkali disertai dengan perilaku kekerasan dan penggunaan narkoba. Perilaku merokok
pun membuat seseorang cenderung untuk mencoba obat-obatan terlarang di masa depan (Fleming
et al., dalam Taylor, 2006). Perokok aktif berisiko untuk terkena kanker hati dan paru, bronkitis
kronis, emphysema, gangguan pernafasan, kerusakan dan luka bakar, berat badan rendah dan
perkembangan yang terhambat pada bayi (Center for The Advancement of Health dalam Taylor
2006). Dampak rokok bahkan sudah terlihat pada perokok di umur 20-an yaitu terdapat kerusakan
permanen pada saluran kecil di paru-paru dan pembuluh darah mereka serta cairan dari paru-paru
perokok menunjukkan peningkatan sel radang dan meningkatnya level kerusakan pada paru-paru
(U.S. DHHS, dalam Slovic, 2001). Perokok yang tidak berhenti sebelum berusia 35 tahun
memiliki peluang sebesar 50% meninggal disebabkan oleh penyakit yang berkaitan dengan rokok
(Doll, et al., dalam Mc.Vea, 2006). Sarafino (1998) menyatakan bahwa perilaku yang berkaitan
dengan kesehatan tidak terlepas dari keyakinan mereka dalam pengendalian diri. Seseorang yang
percaya bahwa ia memiliki kontrol penuh terhadap perilakunya maka ia akan memiliki
pengendalian diri internal sementara orang yang percaya bahwa faktor di luar dirinyalah yang
bertanggung jawab bagi perilakunya tersebut maka ia akan memiliki pengendalian diri eksternal.
Pusat kendali kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan perilaku kesehatan dan
secara tidak langsung menentukan status sehat seseorang. Dengan kata lain, pusat kendali
kesehatan dimediasi oleh perilaku kesehatan yang akan mempengaruhi status kesehatan orang
tersebut. Hal ini terjadi karena keyakinan ini telah dipelajari selama mereka hidup dan menjadi
status kesehatan mereka pada masa lalu dan juga pengalaman kesehatan yang bersifat pribadi dan
nyata (Wallston dalam Wallston, Stein & Smith, 1994).
Lipperman-Kreda & Grube (2009) menemukan bahwa perilaku merokok pada remaja
sebagian besar merupakan hasil dari proses kognitif bahwa mereka memiliki antisipasi terhadap
konsekuensi terkait dengan perilaku-perilaku mereka. Perilaku merokok mereka pun ditentukan
oleh keyakinan mereka terhadap perilaku tersebut diantaranya penghayatan social dan resikoresiko
kesehatan atau keuntungan-keuntungan dari merokok, kemudahan mendapatkan rokok dan
persepsi terhadap perilaku merokok yang berasal dari teman. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa informasi merupakan aspek yang menghubungkan antara pusat kendali
kesehatan dan perilaku seseorang. Artinya pengetahuan seseorang tentang rokok akan
meningkatkan kontrol dirinya pada masalah kesehatan. Orang yang memiliki pengetahuan yang
benar tentang rokok dan konsekuensinya akan cenderung memiliki pusat kendali kesehatan
internal dan tidak merokok. Sebaliknya, seseorang yang memiliki sedikit pengetahuan tentang
rokok maka ia cenderung memiliki pusat kendali kesehatan eksternal dan merokok.
BAB 3
PENUTUP
Keinginan untuk hidup sehat, panjang umur, terbebas dari gangguan kesehatan maupun
penyakit mendorong perokok untuk terlepas dari penderitaannya. Alasan berhenti merokok bisa
dipengaruhi faktor kesehatan, keluarga, dan organisasi keagamaan. Faktor kesehatan yaitu
munculnya gangguan-gangguan seperti hipertensi, nyeri dada, demam tinggi maupun batuk.
Sementara itu penolakan anggota keluarga terhadap perokok mengakibatkan ada usaha keras untuk
berhenti merokok. Faktor keluarga sebagai alasan berhenti merokok termasuk keprihatinan melihat
anak dan istri yang mengikuti jejaknya sebagai perokok serta adanya balita di rumah yang akan
terkena pengaruh negatif asap rokok. Sementara itu, faktor organisasi keagamaan menyangkut
organisasi keagaamaan yang dianutnya menjadi faktor penting dalam hidupnya yang telah
memberi pencerahan padanya agar menjauhi rokok, karena pengaruh negatif dari rokok lebih besar
daripada positifnya.
Berhenti merokok menyebabkan mereka bertambah tahu apa itu bahaya rokok. Adanya
pengetahuan bahaya merokok yang disebarluaskan baik oleh pemerintah maupun LSM antirokok
diharapkan para perokok juga ada keinginan (niat) untuk berhenti merokok, sehingga kerugian
yang dialami oleh perokok pasif akan terlindungi. Berhenti merokok hanya bisa dilakukan dengan
niat. Tidak ada obat yang bisa menghilangkan kebiasaan itu. Kalaupun ada, sifatnya hanya
sementara dan harganya mahal sekali. Dengan bantuan orang-orang di sekitarnya, perokok bisa
meninggalkan kebiasaan buruknya. Banyak orang mengatakan bahwa kenikmatan merokok sangat
menyenangkan. Banyak pula orang mengatakan sulit sekali untuk meninggalkan kebiasaan atau
lebih tepatnya kecanduan rokok. Mengapa dikatakan kecanduan, karena kebiasaan ini tidak bisa
ditinggalkan begitu saja dan harus dipenuhi jika diinginkan serta rasa nikmat yang diburu. Padahal
semua masyarakat dan khususnya perokok itu sendiri tahu benar bahwa merokok itu berbahaya
bagi kesehatan khususnya paruparu dan jantung, namun mereka masih tetap merokok. Inilah yang
mempertegas bahwa merokok masuk dalam kategori kecanduan zat tertentu (nikotin) untuk
menimbulkan rasa nikmat yang dalam bagi pecandunya. Hanya dengan tekad yang serius untuk
menolak semua ajakan dan keinginan untuk merokok adalah sangat penting, karena dari titik inilah
selalu dapat mawas diri (kontrol diri) dalam setiap tindakan khususnya kecanduan rokok. Karena
jika berkompromi dengan rokok, maka sebenarnya manusia yang tidak dapat memegang teguh
prinsip hidup pribadinya. Jadi, tetaplah yakin bahwa kecanduan rokok mampu dihentikan dan tetap
ingatlah selalu pada prinsip hidup yang benar. Salah satunya adalah tidak merokok.
Korban narkoba kini bukan lagi dominan orang berduit atau artis tetapi sudah menjamah
hampir seluruh lapisan masyarakat. Terutama anak anak usia sekolah antara 14-18 tahun
merupakan usia rawan mencicip narkoba. Narkoba bisa datang dengan cara sangat halus, melalui
pemasaran yang sangat dekat dengan nilai kebanggaan yang ada pada golongan muda. Agen agen
pemasarnya telah membangun jaringan luas dan bersifat terputus, yaitu antar satu Bandar dengan
Bandar lain terkadang tidak saling mengenal. Berbagai geng yang kini mulai merambah kota kota
kecil, nampaknya potensial merupakan kelompok user narkoba, sebab mereka juga potensial
merupakan menggunakan rokok dan minuman alcohol.
Orientasi yang rusak merupakan dorongan untuk melakukan kegiatan kekerasan dan
criminal. Terlebih bila geng geng tersebut diorganisasi oleh otak criminal yang berintensi bisnis
criminal, maka potensi merusaknya melebihi kelompok atau orang yang melakukan tindak
criminal sekedar untuk makan. System pendidikan kita, yang lebih nerorientasi membangun
masyarakat berbasis industry kapitalis, harus dilengkapi dengan kurikulum yang berbasis etika
moral memperkuat karakter bangsa.
Harapan terakhir dari makalah ini adalah bagaimana Indonesia menjadi negara yang benar-
benar terbebas dari racun asap rokok maupun narkoba. Tentunya dengan memperkuat sistem
pengaturan khususnya perundang-undangan yang ketat dalam usaha mencegah bahaya merokok
dan bahaya narkoba. Semoga makalah ini benar-benar membuka kesadaran semua bangsa yang
selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur tanpa harus dikotori oleh asap rokok dan narkoba. Hal
itu akan efektif apabila sungguh-sungguh dikerjakan.
Daftar Pustaka
1. Chotidjah .S. 2012. Pengetahuan Tentang Rokok, Pusat Kendali Kesehatan Eksternal dan
Perilaku Merokok. Jurnal Makara, Sosial Humaniora. Vol. 16, No. 1, Juli 2012: 49-56.
2. Santoso .T, Silalahi .A. 2000. Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja : Suatu
Perspektif. Jurnal Kriminologi Indonesia. Vol. 1 No. I September 2000 : 37 – 45.
3. Nur .J .S .G. 2012. Narkoba : Bahaya Penyalahgunaan dan Pencegahannya. Artikel.
4. Fawzani .N, Triratnawati .A. 2005. Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok
Berat). Jurnal Makara, Kesehatan. Vol. 9, No. 1, Juni 2005: 15-22.