Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sebanyak

enam juta perokok mengalami kematian setiap tahunnya diseluruh dunia

(WHO Global Report, 2015). Rokok merupakan salah satu hasil dari produk

tembakau yang biasanya dibakar, dihisap, atau dihirup asapnya yang berasal

dari tanaman nicotiana tabacum dan nicotiana rustica serta asapnya

mengandung nikotin, tar, dan kandungan berbahaya lain (Infodatin, 2013).

Global Adults Tobacco Survey (GATS) tahun 2011 menunjukkan, jumlah

perokok aktif di Indonesia dengan persentase yaitu 67,4% pada laki-laki dan

4,5% pada perempuan. Berdasarkan hasil persentase perokok di Indonesia

didapatkan hasil total perokok sebanyak 29,3% dengan berbagai kelompok

usia yaitu 5-9 tahun sebesar 2%, 10-14 tahun sebesar 18%, 15-19 tahun

sebesar 55,4 %, 20-30 tahun sebesar 16,6% dan usia 60-64 sebanyak 27,6%.

Dari hasil persentase tersebut kelompok umur perokok yang paling banyak

yaitu remaja dan lansia. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat

sebanyak 21,2 % masyarakat yang menggunakan rokok (Infodatin, 2013;

Riskesdas, 2013).

Pengamanan terhadap rokok telah terdapat pada Peraturan

pemerintah, yaitu berdasarkan Peraturan pemerintah Republik Indonesia

nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat

1
adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Rokok salah satu produk

tembakau yang dihisap oleh perokok. Perokok merupakan seseorang

pengguna rokok yang mengandung nikotin dan zat berbahaya lainnya

(Amato, Boyle, & Levy, 2016). Perokok dibagi menjadi dua kategori yaitu

perokok ringan yang mengkonsumsi rokok 4-7 batang/hari dan perokok

berat yang mengkonsumsi rokok lebih dari 23 batang/hari (Schane, Ling, &

Glantz, 2010). Perokok dikatakan mengalami ketergantungan, jika termasuk

dalam salah satu tingkat ketergantungan pada Fagerstorm Test for Nicotine

Dependence (FTND) (Fagerstorm & Furberg, 2008). Fagerstorm Test for

Nicotine Dependence (FTND) merupakan instrumen untuk mengetahui

tingkat ketergantungan nikotin terhadap rokok, terdiri dari enam pertanyaan

dan empat tingkat ketergantungan yaitu ketergantungan rendah,

ketergantungan rendah ke sedang, ketergantungan sedang, dan

ketergantungan tinggi (Charkazi et al. 2016).

Menurut WHO kecanduan (addiction) dan ketergantungan

(dependence) memiliki makna yang sama dan sering digunakan secara

sinonim (WHO, 2010). Katergantungan merupakan kondisi kecanduan pada

otak karena pemakaian zat-zat berbahaya seperti nikotin yang dapat

mengubah cara kerja otak ditandai dengan terjadinya kekambuhan untuk

terus menggunakan zat tersebut (Volkow, 2014). Proses ketergantungan

terjadi saat nikotin berada di otak yang mengaktivasi reseptor nikotin

kolinergik yaitu α4β2 Nicotine acetylcholine receptor (nAChRs) yang

berada di Ventral Tegmental Area (VTA) dan menghasilkan neurotrasmiter

2
yaitu dopamin (Benowitz, 2010). Perokok yang mengalami ketergantungan

merokok akan mengalami neuroadaptation dan withdrawal syndrome.

Neuroadaptation merupakan peningkatan jumlah rokok untuk mendapatkan

efek dari nikotin yaitu rasa senang. Sedangkan withdrawal sydrome adalah

gejala-gejala putus obat atau gejala ketergantungan nikotin jika perokok

mulai berhenti merokok, seperti cemas, depresi, dan perubahan tekanan

darah disebabkan kadar nikotin didalam otak mengalami penurunan

(Pergadia et al. 2014; Benowitz, 2010; Benowitz, 2008).

Perokok yang sudah mengalami ketergantungan tidak bisa

mengendalikan dirinya untuk tidak merokok di tempat umum yang dilarang

merokok (Maulana, Jatmika, & Astuti, 2015). Kekuatan pada

ketergantungan nikotin dapat bersifat kronis karena sebagian besar perokok

membutuhkan intervensi berulang dari waktu ke waktu sebelum mencapai

abstinen (masa tidak merokok) secara permanen (Aboaziza & Eissenberg,

2014). Perokok yang sudah mengalami ketergantungan akan mendatangkan

kerugian seperti halnya surah dalam Al-Qur’an yaitu :

“Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-


saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada
Rabbnya.” (Q.S Al-Isra:27). “Dan janganlah kamu
membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa:29).

Ketergantungan merokok dapat dialami oleh semua kalangan usia

termasuk remaja dan lansia. Menurut United Nations Children's Fund

(UNICEF) remaja adalah tahapan usia yang dibagi menjadi dua masa yaitu

remaja awal berusia 10-14 tahun dan remaja akhir berusia 15 - 20 tahun

3
(UNICEF, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Borderias,

Duarte, Escario, & Molina pada tahun 2015 bahwa biasanya perokok

memulai merokok di usia remaja dan remaja yang merokok karena alasan

ketergantungan sebanyak 25,02 %. Semakin dini seseorang mengkonsumsi

rokok terutama pada usia remaja kurang dari usia 16 tahun maka akan

semakin tinggi tingkat ketergantungan merokok dan jumlah rokok yang

dikonsumsi setiap hari, dibandingkan dengan seseorang yang memulai

merokok di usia dewasa (Charkazi et al. 2016). Remaja yang merokok akan

mengalami masalah kesehatan seperti penurunan kesehatan fisik dan

gangguan pernapasan, serta remaja akan sulit mengatasi gejala

ketergantungan nikotin saat proses pemberhentian merokok (Scherpof, 2014).

Merokok tidak hanya dilakukan oleh remaja, namun juga dilakukan

oleh lansia. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke

atas dan persentase jumlah lansia terus meningkat setiap tahunnya di negara

maju dan negara berkembang (Kementrian Kesehatan RI , 2017). Perokok

lansia akan lebih rentan terhadap faktor risiko datangnya penyakit-penyakit

terutama cardiovascular diseases (Mons et al. 2015). Perokok lansia beresiko

mengalami peningkatan gangguan kognitif yang mempengaruhi kualitas

hidup lansia (Mons et al. 2013). Perokok lansia yang berhenti merokok dapat

mengurangi risiko munculnya penyakit yang disebabkan oleh nikotin dan

menghilangkan ketergantungan terhadap rokok. (Cook et al. 2018; Mons et

al. 2015). Lansia yang mengalami ketergantungan merokok akan

meningkatkan risiko kematian dini (Gellert, Schottker, & Brenner, 2012).

4
Perokok yang mengalami ketergantungan, merasa lebih bahagia saat

mencium bau rokok dan saat menghisap rokok. Perokok umumnya

mengalami ketergantungan rokok akibat kandungan nikotin didalam rokok.

Perokok yang sudah mengalami ketergantungan akan terus mendapatkan

dorongan untuk meningkatkan jumlah rokok dan intensitas merokok. Jika

seorang perokok sudah mengalami ketergantungan nikotin terutama

ketergantungan berat maka dibutuhkan intervensi berulang dan optimal untuk

mencapai keberhasilan terapi pemberhentian merokok. Jadi, begitu perokok

sudah mengalami ketergantungan merokok maka sulit untuk berhenti

merokok. Ketergantungan merokok merupakan penghalang utama untuk

keberhasilan berhenti merokok. Apabila tidak diatasi dengan baik maka akan

menjadi faktor yang paling berpengaruh yang menyebabkan perokok untuk

merokok kembali sehingga gagal dalam berhenti merokok (Roh, 2018;

Bergen et al. 2014; Pergadia et al. 2014; Benowitz, 2008).

Peneliti mengambil responden pada remaja dan lansia. Pada saat

ini rata-rata perokok dimulai saat usia remaja. Remaja yang baru merokok

diharapkan dapat berhenti merokok supaya menurunkan risiko akibat rokok

dikemudian hari. Remaja tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi rokok

karena menghambat pertumbuhan dan perkembangan terutama otak

diakibatkan ketergantungan nikotin didalam otak yang lebih tinggi. Begitu

halnya dengan lansia, lansia yang merokok lama diharapkan dapat berhenti

merokok supaya meningkatkan kualitas hidup. Lansia mengalami proses

penurunan fungsi tubuh terutama pada kondisi kesehatan sehinga lansia akan

5
lebih rentan terhadap paparan penyakit yang disebabkan oleh ketergantungan

merokok. Adanya kesulitan untuk menghentikan perokok pada remaja dan

lansia salah satu penyebabnya yaitu ketergantungan nikotin pada perokok.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin mengetahui

tingkat ketergantungan merokok antara perokok remaja dibandingkan dengan

perokok lansia karena apakah terdapat perbedaan tingkat ketergantungan

merokok pada perokok remaja dengan perokok lansia. Demikian dapat

diketahui tingkat ketergantungan pada perokok remaja dan perokok lansia

dapat menjadi dasar penatalaksanaan dan perencanaan program intervensi

berupa terapi pemberhentian merokok pada perokok remaja dan perokok

lansia yang sebaiknya ditujukkan pada perokok dengan tingkat

ketergantungan merokok yang tinggi karena semakin tinggi ketergantungan

merokok atau kecanduan nikotin pada perokok maka akan sulit untuk

berhenti merokok sehingga akan mengurangi tingkat kegagalan atau

pengulangan dalam upaya berhenti merokok.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan tingkat ketergantungan merokok

antara perokok remaja dibandingkan dengan perokok lansia ?”

6
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan tingkat ketergantungan merokok antara

perokok remaja dengan perokok lansia

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui tingkat ketergantungan merokok pada perokok

remaja

b. Untuk mengetahui tingkat ketergantungan merokok pada perokok

lansia

c. Untuk mengetahui karakteristik perokok remaja dengan perokok

lansia

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teorits

a. Untuk mengetahui perbedaan tingkat ketergantungan merokok

antara perokok remaja dengan perokok lansia

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi bagi perokok remaja dan perokok lansia

terkait tingkat ketergantungan merokok mereka.

b. Meningkatkan self-awareness terkait kondisi kesehatan.

7
c. Sebagai data dasar untuk memberikan intervensi terkait smoking

cessation dipenelitian selanjutnya dengan konsep yang lebih baik.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan sehubungan dengan

penelitian ini adalah :

1. Charkazi et al. (2016) Age at Smoking Onset, Nicotine Dependence

and Their Association With Smoking Temptation Among Smokers.

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk menentukan usia inisiasi atau

mengawali merokok, ketergantungan nikotin, dan hubungan mereka

dengan godaan merokok pada perokok. Sampel dalam penelitian ini

yaitu 642 perokok dari Isfahan dan Gorgan, Iran dengan rentang usia

mereka dari 16 - 80 tahun, usia rata-rata saat onset merokok yaitu 19

tahun, dan yang merokok rata-rata 15 batang rokok per hari. Metode

dalam penelitian ini menggunakan cross-sectional dengan pendekatan

deskriptif dan analitik. Penelitian ini menggunakan instrumen

Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND) untuk mengukur

tingkat ketergantungan nikotin dan kuisioner. Analisa data pada

penelitan ini menggunakan analisa data deskriptif (frekuensi,

distribusi, dan standar devisiasi) dilakukan menggunaka software

statistik SPSS Versi 17. Hasil dari penelitian ini adalah pada populasi

penelitian sebanya 164 subyek (25,5%) sudah memulai merokok

sebelum usia 16 tahun dan sisanya pada usia 16 tahun atau lebih tua.

8
Terkait tingkat ketergantungan nikotin atau adiksi merokok didapatkan

hasil sebanyak 336 individu (52,4%) memiliki tingkat ketergantungan

nikotin yang rendah,185 individu (28,8%) memiliki tingkat

ketergantungan nikotin yang sedang dan (18,8%) memiliki tingkat

ketergantungan nikotin yang berat. Terdapat hubungan antara usia

muda memulai merokok, ketergantungan nikotin dan kenginan

merokok. Semakin awal usia seseorang memulai merokok akan

semakin tinggi tingkat ketergantungan nikotin. Sehingga dibutuhkan

intervensi terkait pemberhentian merokok pada tingkat ketergantungan

nikotin yang tinggi dan usia merokok yang muda. Persamaan pada

penelitian ini yaitu mengukur tingkat ketergantungan merokok pada

remaja dengan menggunakan Fagerstrom Test for Nicotine

Dependence (FTND). Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah

lokasi, waktu, tujuan, teknik pengambilan sampel, jumlah sampel dan

analisa data.

2. Borderias et al. (2015) Addiction and Other Reasons Adolescent

Smokers Give to Justify Smoking. Tujuan dalam penelitian ini yaitu

untuk menguji kecanduan remaja dan alasan remaja merokok. Sampel

dalam penelitian ini yaitu menggunakan data remaja menengah atas

berusia 14 dan 18 tahun dari “State Survey On Drug Use Spanyol”.

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode survey dan

informasi didaptkan dari remaja dan orang tua. Analisa data pada

penelitan ini menggunakan berbagai model data penghitungan untuk

9
evaluasi hubungan anatara jumlah perokok dan variabel independent.

Hasil dari penelitian ini adalah alasan remaja merokok karena

menyenangkan sebanyak 58,6%, menenangkan sebanyak 53,69%,

kecanduan 25,02%, merasa lebih baik sebanyak 4,24%, pengaruh

teman sebanyak 3,10%, dan penampilan modis 1,47%. Persamaan

pada penelitian ini yaitu meneliti terkait tingkat ketergantungan

merokok pada remaja. Perbedaan penelitian ini adalah lokasi, waktu,

tujuan, teknik pengambilan sampel, jumlah sampel, instrumen dan

analisa data.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Remaja

Menurut United Nations Children's Fund (UNICEF) remaja adalah

tahapan usia yang dibagi menjadi dua masa yaitu remaja awal berusia 10-

14 tahun dan remaja akhir berusia 15 - 20 tahun (UNICEF, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Borderias, Duarte, Escario,

& Molina pada tahun 2015 bahwa remaja yang merokok karena alasan

ketergantungan sebanyak 25,02 %. Semakin dini seseorang

mengkonsumsi rokok terutama pada usia remaja kurang dari usia 16

tahun maka akan semakin tinggi tingkat ketergantungan merokok dan

jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari, dibandingkan dengan

seseorang yang memulai merokok di usia dewasa (Charkazi et al. 2016).

Remaja yang merokok akan mengalami masalah kesehatan seperti

penurunan kesehatan fisik dan gangguan pernapasan, serta remaja akan

sulit mengatasi gejala ketergantungan nikotin saat proses pemberhentian

merokok (Scherpof, 2014).

11
2. Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas

dan persentase jumlah lansia terus meningkat setiap tahunnya di negara

maju dan negara berkembang (Kementrian Kesehatan RI , 2017).

Perokok lansia akan lebih rentan terhadap faktor risiko datangnya

penyakit-penyakit terutama cardiovascular diseases (Mons et al. 2015).

Perokok lansia beresiko mengalami peningkatan gangguan kognitif yang

mempengaruhi kualitas hidup lansia (Mons et al. 2013). Perokok lansia

yang berhenti merokok dapat mengurangi risiko munculnya penyakit

yang disebabkan oleh nikotin dan menghilangkan ketergantungan

terhadap rokok. (Cook et al. 2018; Mons et al. 2015). Lansia yang

mengalami ketergantungan merokok akan meningkatkan risiko kematian

dini (Gellert, Schottker, & Brenner, 2012).

3. Perokok

Perokok merupakan seseorang pengguna rokok yang mengandung

nikotin dan zat berbahaya lainnya (Amato, Boyle, & Levy, 2016).

Perokok berdasarkan penggunaanya dibagi menjadi dua jenis yaitu

perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif yaitu perokok yang

langsung dan sengaja mengkonsumsi rokok secara rutin minimal satu

batang perhari. Perokok pasif yaitu perokok yang menghirup asap yang

dihasilkan dari perokok aktif (Flouris et al. 2013; Liu et al. 2013).

Perokok dibagi menjadi dua kategori berdasarkan tingkat ketergantungan

merokok atau nikotin yaitu perokok ringan yang mengkonsumsi rokok 4-

12
7 batang/hari dan perokok berat yang mengkonsumsi rokok ≥ 23

batang/hari (Schane, Ling, & Glantz, 2010).

4. Rokok

a. Definisi rokok

Rokok merupakan salah satu hasil dari produk tembakau yang

biasanya dibakar, dihisap, atau dihirup asapnya termasuk rokok

kretek, rokok putih cerutu atau bentuk rokok jenis lain yang berasal

dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies

lainnya serta asapnya mengandung zat kimia berbahaya seperti

nikotin, tar, karbon monoksida (CO) dan kandungan berbahaya lain

asapnya. Rokok berbentuk silinder panjang yang didalamnya berisi

tembakau (Infodatin, 2013).

b. Kandungan dalam rokok

Sebungkus rokok terdiri dari 12 batang rokok. Rokok

mengandung zat berbahaya yang berasal dari tembakau. Tembakau

dalam rokok mengandung racun lebih dari 7,000 bahan kimia yang

bisa membuat ketergantungan. Biasanya satu batang rokok

membutuhkan 10 kali hisapan dalam waktu 5 menit dan satu batang

rokok mengandung 0,5 gram - 1,0 gram tembakau dengan rerata 10

miligram nikotin. Saat perokok menghisap rokok, maka nikotin yang

masuk akan mencapai otak dalam waktu 7 detik dan waktu paruh

13
nikotin berkisar 2-3 jam, yang berarti kadar nikotin dalam darah akan

menurun setiap setengah jam setelah perokok berhenti merokok

(WHO, 2010; Benjamin, 2010). Terdapat beberapa zat kimia yang

terkandung didalam rokok yaitu :

1) Nikotin

Nikotin adalah zat kimia berbahaya yang menyebabkan

seorang perokok memiliki tingkat ketergantungan yang

tinggi terhadap rokok. Semakin tinggi kadar nikotin pada

perokok maka semakin tinggi tingkat ketergantungan

merokok pada perokok dan sebaliknya semakin rendah

kadar nikotin pada perokok maka semakin rendah tingkat

ketergantungan perokok terhadap merokok. Nikotin menjadi

salah satu yang menyebabkan seorang perokok sulit untuk

berhenti merokok ( Benowitz & Henningfield, 2013).

2) Tar

Tar adalah senyawa kimia yang beredar pada asap hasil

pembakaran rokok. Tar komponen pada asap rokok yang

bersifat karsinogenik. Perokok menghisap asap rokok yang

mengandung tar. Tar akan masuk ke dalam rongga mulut

dan menyebabkan adanya endapan berwarna coklat pada

gigi, saluran pernafasan dan paru-paru pada perokok

(Setyanda, Sulastri, & Lestari, 2015).

14
3) Karbon Monoksida (CO)

Karbon monoksida (CO) adalah gas yang memiliki

kemampuan untuk mengikat hemoglobin yang terdapat pada

sel darah merah. Karbon monoksida yang dihasilkan pada

rokok akan menurunkan kadar oksigen pada perokok karena

sel darah merah mengangkut (CO) bukan oksigen

( Papathanasiou, Mamali, Papafloratos, & Zerva, 2014).

c. Efek rokok

Efek yang dihasilkan dari penggunaan rokok dapat meningkatkan

risiko kematian dini pada seorang perokok (Gellert, Schottker, &

Brenner, 2012). Perokok memiliki risiko kanker paru 7,8 kali lebih

besar dibanding dengan bukan perokok dan wanita yang merokok

mengalami peningkatan risiko terjadinya infertilisasi atau

kemandulan (Infodatin, 2013). Merokok akan menyebabkan masalah

kesehatan seperti penurunan kesehatan fisik dan gangguan

pernapasan (Scherpof, 2014). Efek merokok pada tubuh yaitu :

1) Fungsi pembululuh darah

Efek rokok pada tubuh dapat mengganggu fungsi pembuluh

darah. Pembuluh darah akan mengalami hambatan pada aliran

15
darah karena konsentrasi dalam darah meningkat disebabkan

paparan berlebihan zat berbahaya atau radikal bebas dari

rokok. Radikal bebas tersebut merusak sel-sel serta lapisan

pada pembuluh darah dan pembuluh darah berisiko mengalami

penyumbatan ( Papathanasiou, Mamali, Papafloratos, & Zerva,

2014).

2) Saluran pernapasan

Efek rokok pada saluran pernapasan yaitu terjadinya

obstruksi atau penyumbatan pada saluran pernapasan sehingga

perokok mengalami sesak napas. Partikel berbahaya pada asap

rokok akan masuk kedalam paru-paru dan perokok kesulitan

untuk bernapas dengan normal. Merokok dapat meningkatkan

hipereaktivitas bronki pada paru-paru yang meningkatkan

kepekaan bronki terhadap zat-zat bahaya rokok sehingga

mengalami gangguan saluran pernapasan (Saminan, 2016).

3) Kardiovaskuler

Efek rokok pada kardiovaskuler salah staunya yaitu

adanya kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada perokok.

PJK yaitu terjadinya gangguan fungsi jantung karena otot

jantung kekurangan asupan darah sehingga mengalami

penyumbatan aliran darah pada jantung dan berisiko tejadi

serangan jantung (Wagiu, Pangemanan, & Panda, 2016).

16
5. Ketergantungan

a. Definisi ketergantungan

Ketergantungan merupakan kondisi kecanduan pada otak karena

pemakaian zat-zat berbahaya seperti nikotin yang dapat mengubah

cara kerja otak ditandai dengan terjadinya kekambuhan untuk terus

menggunakan zat tersebut. Ketergantungan dapat menjadi dorongan

yang kompulsif pada perokok (Volkow, 2014). Ketergantungan

pada rokok biasanya disebabkan karena kandungan nikotin pada

tembakau. Ketergantungan pada nikotin sama dengan kokain dan

heroin. Semua jenis tembakau yang berasal dari rokok berpotensi

untuk terjadi ketergantungan. Zat nikotin yang paling berperan

dengan proses terjadinya ketergantungan merokok (WHO Gender

Woman and The Tobacco Epidemic, 2010).

b. Proses ketergantungan merokok

Proses ketergantungan berawal dari masuknya zat nikotin

kedalam otak pada perokok yang akan menstimulasi dan

mengaktivasi reseptor nikotin kolinergik yaitu α4β2 nicotine

acetylcholine receptor (nAChRs) yang berada di Ventral Tegmental

Area (VTA). Saat nAChR telah teraktivasinya maka akan dihasilkan

neurotrasmiter yaitu dopamin, glutamat dan GABA di area

17
mesolimbik, korpus striatum dan frontal kortex. Neurotransmiter

berupa dopamin pada perokok yang menjadikan perokok bahagia

sehingga perokok mulai mengalami ketergantungan. Perokok yang

mengalami ketergantungan merokok akan mengalami neuroadaption

dan withdrawal syndrome. Neuroadaption merupakan peningkatan

jumlah rokok untuk mendapatkan efek yang sama dari nikotin yaitu

rasa senang. Saat perokok dalam proses smoking cessation maka

akan terjadi peningkatan CRF-1 / Corticotrophin Releasing Factor-1

yang menyebabkan perokok mengalami withdrawal syndrome.

Withdrawal sydrome adalah gejala-gejala putus nikotin jika perokok

mulai berhenti merokok. Selama masa abstinent (tidak merokok)

maka akan muncul gejala putus nikotin (nicotine withdrawal

syndrome) yang terdiri dari 2 gejala yaitu tanda afektif seperti

penurunan mood, cemas, gelisah, susah berkonsentrasi hingga

depresi dan tanda somatis seperti bradikardi (denyut nadi <60

x/menit), dan rasa tidak nyaman pada pencernaan (Pergadia et al.

2014; Cinciripani et al. 2013; Benowitz, 2010; Benowitz, 2008 ).

Perokok yang ketergantungan nikotin mendapatkan rasa dan

bau dari tembakau. Perokok umumnya mengalami ketergantungan

rokok akibat kandungan didalam rokok yaitu nikotin. Perokok yang

sudah mengalami ketergantungan akan terus mendapatkan dorongan

untuk meningkatkan jumlah rokok dan intensitas merokok. Jika

seorang perokok sudah mengalami ketergantungan nikotin terutama

18
ketergantungan berat maka membutuhkan intervensi berulang dan

optimal untuk mencapai keberhasilan terapi pemberhentian merokok.

Jadi, begitu perokok sudah mengalami ketergantungan merokok

maka sulit untuk berhenti merokok. Ketergantungan nikotin

merupakan penghalang utama untuk keberhasilan berhenti merokok.

Apabila tidak diatasi dengan baik maka akan menjadi faktor yang

paling berpengaruh yang menyebabkan perokok untuk merokok

kembali sehingga gagal dalam berhenti merokok (Roh, 2018; Bergen

et al. 2014; Pergadia et al. 2014; Benowitz, 2008).

6. Ketergantungan Merokok dan Berhenti Merokok

Perokok yang mengalami ketergantungan merokok dipengaruhi

oleh beberapa aspek yaitu pengaruh zat nikotin, frekuensi merokok,

jumlah rokok, dan perilaku (motivasi) merokok. Ketergantungan nikotin

pada perokok merupakan kondisi awal yang dapat terkontrol menjadi

lebih tidak terkontrol (kompulsif) pada penggunaan rokok (Aboaziza &

Eissenberg, 2014). Perokok yang sudah mengalami ketergantungan tidak

bisa mengendalikan dirinya untuk tidak merokok di tempat umum yang

dilarang merokok (Maulana, Jatmika, & Astuti, 2015).

Ketergatungan merokok dapat diukur menggunakan Fagerstrom

Test for Nicotine Dependence (FTND) (Fagerstorm & Furberg, 2008).

Pada pertanyaan pertama FTND yang menunjukkan berapa waktu yang

dibutuhkan perokok untuk langsung merokok dipagi hari dan berapa

batang rokok yang dikonsumsi per harinya dapat menjadi salah satu alat

19
untuk mengukur tinggi atau rendah tingkat ketergantungan nikotin. Hasil

ketergantungan nikotin yang tinggi dapat mempredikasi hasil dan

kemampuan berhenti merokok (Ruther, 2014; Baker, 2007).

Saat berhenti merokok, perokok merasa ketidaknyamanan karena

muncul gejala withdrawal syndrome dan mengalami neuroadption

(Benowitz, 2008). Withdrawal sydrome adalah gejala-gejala putus

nikotin saat perokok berada dimasa abstinent (tidak merokok). Gejala

yang muncul seperti mudah marah, cemas, perubahan tekanan darah, dan

depresi (Pergadia et al. 2014). Perokok dengan ketergantungan nikotin

yang tinggi maka akan semakin banyak withdrawal sydrome yang

muncul sehingga perokok akan mengalami relapse (Polito, 2013).

Neuroadaption merupakan peningkatan jumlah konsumsi rokok untuk

mendapatkan efek dari nikotin yaitu rasa senang sehingga perokok sulit

untuk tidak merokok (Benowitz, 2010).

Jika seorang perokok memiliki tingkat ketergantungan tinggi

terhadap nikotin maka semakin sulit untuk berhenti merokok.

Sebaliknya, jika seorang perokok memiliki tingkat ketergantungan

rendah terhadap nikotin maka semakin mudah untuk berhenti merokok.

Perokok dengan tingkat ketergantungan yang tinggi sebanyak 80 %

mengalami kegagalan setelah memerlukan 4 kali atau lebih mencoba

berhenti merokok dan merokok kembali satu bulan kemudian. Kekuatan

pada ketergantungan nikotin dapat bersifat kronis karena sebagian besar

perokok membutuhkan intervensi berulang dari waktu ke waktu sebelum

20
mencapai abstinen (masa tidak merokok) secara permanen (Roh, 2018;

Aboaziza & Eissenberg, 2014; Cinciripani et al. 2013).

Seorang perokok berhasil berhenti merokok tergantung pada

keseimbangan antara motivasi individu untuk berhenti merokok dan

tingkat ketergantungaan terhadap rokok. Perokok berat dengan tingkat

ketergantungan nikotin tinggi mungkin akan menunjukkan motivasi

rendah karena mereka kurang percaya diri dalam kemampuan mereka

untuk berhenti sedangkan perokok ringan dengan tingkat ketergatungan

nikotin rendah mungkin menunjukkan motivasi tinggi karena mereka

percaya bahwa mereka dapat berhenti di masa depan jika mereka ingin

mencoba (Ruther, 2014; West, 2004). Perokok berat akan membutuhkan

bantuan konseling, tenaga kesehatan, dan farmakoterapi berupa Nicotine

Replacement Therapy (NRT) untuk bisa mencapai keberhasilan

intervensi berhenti merokok (Benowitz, 2008).

7. Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND)

Setiap perokok memiliki tingkat ketergantungan merokok yang

berbeda. Perokok dikategorikan sebagai ketergantungan merokok, jika

telah termasuk dalam kriteria pada Fagerstorm Test (Fagerstorm &

Furberg, 2008). Fagerstorm Test merupakan instrumen untuk mengetahui

tingkat ketergantungan nikotin perokok. Fagerstorm Test terdiri atas

enam pertanyaan dan empat kriteria. Enam pertanyaan tersebut antara

lain:

21
1. Berapa lama setelah bangun tidur biasanya anda menyulut rokok

pertama anda?

Opsi jawaban : 5 menit setelah bangun tidur (skor 3), 5-30 menit

setelah bangun tidur (skor 2), 31-60 menit setelah bangun tidur

(skor 1).

2. Apakah anda merasa kesulitan menahan diri untuk tidak merokok

ditempat-tempat yang melarang merokok? Seperti tempat ibadah,

perpustakaan umum, atau tempat umum lainnya?

Opsi jawaban : Iya (skor 1), Tidak (skor 0).

3. Waktu merokok mana yang paling tidak bisa anda hentikan ?

Opsi jawaban : Waktu merokok dipagi hari (skor 1), waktu

merokok lainnya (skor 0).

4. Berapa banyak rokok yang anda hisap setiap harinya?

Opsi jawaban : kurang dari 10 batang (skor 0), 11-20 batang

(skor1), 21-30 batang (skor 2), lebih dari 31 datang (skor 3).

5. Apakah anda sering merokok di pagi hari?

Opsi jawaban : Iya (skor 1), tidak (skor 2)

6. Apakah anda tetap merokok mesikpun anda sedang sakit dan

lebih banyak mengahabiskan waktu berbaring ditempat tidur?

Opsi jawaban : Iya (skor 1), tidak (skor 0).

22
Masing-masing pertanyaan diatas terdapat skor yang akan

diakumulasikan untuk menentukan tingkat ketergantungan merokok

pada perokok. Jumlah skor tertinggi yaitu 11 dan jumlah skor terendah

yaitu 1. Terdapat empat kategori ketergantungan nikotin setelah

diakumulasikan jumlah skor disetiap pertanyaan tersebut yaitu hasil skor

1-2 : tingkat ketergantungan rendah, 3-4 : tingkat ketergantungan rendah

ke sedang, 5-7 : tingkat ketergantungan sedang, dan 8+ : tingkat

ketergantungan tinggi (Charkazi et al. 2016; Fagerstrom, 2008).

23
B. Kerangka Teori

Merokok(Benowitz, 2010)

Nikotin ke Otak(Benowitz, 2010)

Stimulasi nAChR(Benowitz, 2010)

Neurotransmitter Dopamin(Benowitz,
2008)

Ketergantungan(Benowitz, 2008)

Neuroadaption(Pergadia et al. 2014)

Nilai Fagerstrom Test sebagai berikut (Charkazi


Smoking Cessation (Pergadia et al.
et al. 2016; Fagerstorm & Helena Furberg, 2008) : 2014)

> 1-2: Ketergantungan rendah


Withdrawal Syndrome(Pergadia et al.
>3-4 :Ketergantungan rendah ke sedang 2014)

>5-7 : Ketergantungan sedang

>+8 : Ketergantungan tinggi

Gambar1. Kerangka Teori (Charkazi et al. 2016; Pergadia et al. 2014; Benowitz, 2010;
Benowitz, 2008; Fagerstorm & Helena Furberg, 2008)

24
Rendah
C. Kerangka Konsep
Tingkat Rendah ke sedang

ketergantungan Sedang
Remaja pada remaja
Tinggi

Rendah
Dewasa Merokok Ketergantungan
Tingkat
Rendah ke sedang
ketergantungan
Sedang
Smoking Cessation pada dewasa
Tinggi
Lansia

Withdrawal Rendah
Syndrome
Tingkat
ketergantungan Rendah ke sedang
Sedang
pada lansia
Keterangan : Tinggi
: Variabel yang diteliti

---------------------- : Variabel yang tidak diteliti


Gambar 2. Kerangka Konsep

25
D. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat

ketergantungan merokok antara perokok remaja dibandingkan dengan

perokok lansia.

26
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain pada penelitian ini adalah descriptive comparative, yang

menunjukkan perbedaan tingkat ketergantungan merokok antara perokok

remaja dengan perokok lansia. Jenis penelitian ini adalah non experiment

dengan pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

cross sectional.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Metode pengambilan dan penentuan sampel menggunakan rumus

Lameshow (1990) dengan jumlah populasi yang tidak diketahui. Peneliti juga

menggunakan gabungan metode purposive sampling dan accidental

sampling. Sampel pada penelitian ini adalah perokok remaja dan perokok

lansia. Pedoman untuk menentukan jumlah sampel menggunakan Lameshow

(WHO, 1990) dengan rumus :

z
2
1−α [ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P 2 ) ]
n=
d2

Keterangan :

n : Jumlah sampel

z 1−α
2

: Tingkat kepercayaan 90% (1,645)

27
P1 : Populasi 1 sebesar 50% (0,5)

( 1−P1 ) : Variasi populasi 1 ( 1 – 0,5 = 0,5)

P2 : Populasi 2 sebesar 50% (0,5)

( 1−P 2 ) : Variasi populasi 2 ( 1-0,5=0,5)

2
d : Presisi bernilai 0,20

Berdasarkan rumus Lameshow (WHO, 1990) didapatkan

perhitungan :

z
2
1−α [ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P 2 ) ]
n=
d2

1 , 6452 [ 0,5 ( 1−0,5 ) +0,5 ( 1−0,5 ) ]


n=
( 0 , 20 )2

2 , 706025 [ 0,5 ( 0,5 )+ 0,5 ( 0,5 ) ]


n=
0 , 04

2 ,706025 [ 0 ,25+0 , 25 ]
n=
0 ,04

2 , 706025 [ 0,5 ]
n=
0 ,04

1 , 3530125
n= =33 ,825≈34
0 , 04

28
Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah minimal sempel sebesar

34 orang. Penambahan jumlah sampel diperlukan untuk mengantisipasi

adanya drop out pada sampel yang sudah ditentukan (Dahlan, 2010),

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

' n
n=
1−f

Keterangan :

n’ : Ukuran sempel setelah revisi

n : Ukuran sempel asli

f : Prediksi presentase drop out yang diperkirakan 10% (0,1)

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah masing-masing sampel

pada penelitian ini adalah

n
n' =
1−f

' 34
n=
1−0,1

' 34
n= =37,77=38
0,9

29
Berdasarkan hasil akhir diatas, jumlah sampel yang dibutuhkan

dalam penelitian ini pada masing-masing sampel adalah 38 responden.

Jadi, pada perokok remaja terdapat 38 responden dan perokok lansia

terdapat 38 responden. Total responden pada penelitian ini adalah 76

responden penelitian.

1. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah perokok remaja yang

berusia 10 - 20 tahun dan perokok lansia yang berusia 60 atau lebih dari

usia 60 tahun.

Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah remaja dan lansia yaitu

yang tidak bersedia menjadi responden penelitian.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Yogyakarta. Waktu penelitian

dilakukan pada bulan Desember 2018 – Januari 2019.

30
D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas (Independent)

Variabel bebas atau independent dalam penelitian ini adalah perokok

remaja dengan perokok lansia.

2. Variabel terikat (Dependent)

Variabel terikat atau dependent dalam penelitian ini adalah

ketergantungan merokok.

31
E. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1. Ketergantungan Penggunaan Fagerstrom Nilai Ordinal
merokok berulang zat Fagerstrom Test
psikoaktif Test for sebagai berikut :
yaitu nikotin
dalam rokok Nicotine
karena 1-2: Tingkat
adanya Dependence Ketergantungan
keinginan rendah
atau (FTND) 3-4 :
dorongan Tingkat
yang tidak Ketergantungan
dapat rendah ke
ditahan sedang
(kompulsif). 5-7:
Tingkat
Ketergantungan
sedang
+8 :
Tingkat
Ketergantungan
tinggi

32
F. Instrumen Penelitian

1. Kuesioner Data Demografi Perokok

Kuesioner ini dibuat oleh peneliti sendiri yang terdiri dari 4

pertanyaan. Komponen data demografi perokok antara lain: Nama, usia,

alamat, jenis kelamin, riwayat merokok seperti sejak usia berapa mulai

merokok, berapa lama sudah merokok, pernah mencoba berhenti merokok

atau tidak, dan pernah kembali merokok atau tidak.

2. Kuesioner Ketergantungan Merokok (Fagerstrom Test for Nicotine

Dependence)

Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND) merupakan

instrumen tes standar dunia untuk mengukur tingkat ketergantungan

perokok terhadap nikotin pada rokok (Candradewi, 2012). Terdapat enam

pertanyaan pada Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND)

dengan kategori hasil skor 1-2 : tingkat ketergantungan rendah, 3-4 :

tingkat ketergantungan rendah ke sedang, 5-7 : tingkat ketergantungan

sedang, dan 8-10 : tingkat ketergantungan tinggi.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND)

Peneliti tidak melakukan uji validitas dan reabilitas karena

instrumen penelitian yang digunakan sudah baku dan tidak ada perubahan.

Uji validitas dilakukan oleh Hock et al. (2016) didapatkan hasil bahwa

33
Fagerstrom Test memiliki validitas yang baik ditunjukkan dengan nilai

yang baik yaitu 0,699 dari Kaiser-Mayer-Olkin dengan pengukuran

kelompok sampel cukup. Sedangkan untuk reliabilitas dengan nilai alpha

Cronbach yaitu 0,61 menggunakan sampel perokok.

FTND di Indonesia sudah pernah digunakan. Uji validitas yang

dilakukan oleh Candradewi (2012) menunjukkan bahwa valid untuk semua

item karena nilai uji korelasi pada masing-masing item > 0,444. Uji

reliabilitas menunjukkan bahwa nilai koefisien reliabilitas > 0,444 yaitu

0,731. Sehingga hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa instrumen

Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND) merupakan instrumen

yang valid dan reliabel untuk mengetahui ketergantungan merokok.

H. Cara Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data peneliti melakukan proses-proses

sebagai berikut :

1. Peneliti memulai penelitian dengan menentukan populasi yang tidak

diketahui dan jumlah sampel yang telah dihitung untuk dijadikan

responden penelitian.

2. Mengajukan izin etik kepada komite etik penelitian PSIK FKIK UMY.

3. Mendapatkan izin penelitian dari komite etik penelitian PSIK FKIK UMY

dan dari lokasi penelitian.

34
4. Peneliti langsung mencari responden dengan cara kebetulan atau bertemu

secara langsung jika melihat perokok remaja dan perokok lansia atau telah

mengetahui jika sebelumnya remaja atau lansia tersebut seorang perokok

dengan bertanya dan menjelaskan terlebih dahulu serta menentukan

apakah responden yang ditemui memenuhi kriteria inkulsi peneliti.

5. Jika responden bersedia maka peneliti akan menjelaskan tujuan dari

penelitian kepada responden. Lalu, peneliti memberikan Inform Consent

kepada responden. Apabila responden bersedia maka responden harus

mengisi Inform Consent terlebih dahulu. Kemudian, langsung

memberikannya kembali kepada peneliti.

6. Setelah mengisi Informed consent, kemudian responden perokok remaja

dan perokok lansia diberikan Kuesioner Data Demografi Perokok dan

Kuesioner Fagerstorm Test for Nicotine Dependence (FTND). Kuesioner

Data Demografi Perokok dan Kuesioner Fagerstorm Test for Nicotine

Dependence (FTND) diisi oleh remaja dan lansia sendiri.

7. Responden perokok remaja dan lansia akan mengisi Kuesioner

Fagerstorm Test for Nicotine Dependence (FTND) untuk mengetahui

tingkat ketergantungan merokok.

8. Jika responden mengalami kesulitan Peneliti membantu untuk

memberikan pemahaman Kuesioner Fagerstorm Test for Nicotine

Dependence (FTND).

35
9. Peneliti menunggu responden saat pengisian Kuesioner Fagerstorm Test

for Nicotine Dependence (FTND).

10. Hasil Kuesioner Fagerstorm Test for Nicotine Dependence (FTND)

langsung dikumpulkan. Kemudian peneliti memberikan sedikit penjelasan

dari hasil pengisian Fagerstorm Test for Nicotine Dependence ( FTND)

dan mengucapkan terima kasih kepada responden yang telah bersedia

menjadi responden penelitian dan mengisi Inform consent, Data

Demografi Perokok, dan Fagerstorm Test for Nicotine Dependence

(FTND).

11. Setelah semua data terkumpul peneliti akan pengolahan data menggunakan

SPSS.

I. Pengolahan Data dan Analisa Data

Analisa pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan computer. Seluruh data yang sudah dikumpulkan dilakukan

pengolahan data dengan langkah sebagai berikut :

1. Pengolahan Data

a. Persiapan data (preparing)

Setelah data dikumpulkan maka dilakukan pengecekkan

kelengkapan data, kelengkapan isian data, dan kelengkapan identitas.

Kemudian, melakukan coding data yaitu menyusun data mentah

(Format Fagerstorm Test) secara sistematis kedalam bentuk yang

36
mudah dibaca oleh program pengolahan data dikomputer dan

bertujuan untuk mempermudah pemasukkan data.

b. Memasukkan data (Entry)

Entry merupakan memasukkan data yang telah di coding

kedalam program pengolah data dikomputer dan dipastikan data yang

di masukan telah sesuai dengan yang sebenarnya.

c. Menyusun data (Tabulating)

Data yang telah di coding kemudian dimasukkan kedalam tabel

atau program-program pengolahan yang ada di komputer.

d. Memeriksa data (Cleaning)

Data cleaning adalah memeriksa kembali keakuratan data yang

telah dimasukkan dengan melakukan perbaikkan karena kesalah

pengcodingan dan melakukan pengcodingan ulang terhadap data.

2. Analisa Data

Analisa data menggunakan aplikasi SPSS. Analisa data yang digunakan

dalam penelitian ini meliputi analisa univariat dan bivariat dengan analisis

inferensial non paramterik yaitu analisa yang bertujuan untuk membuat

keputusan dan menarik kesimpulan dengan skala variabel ordinal.

a. Analisa Univariat

Pada penelitian ini analisa univariat yang digunakan untuk

mengetahui tingkat ketergantungan merokok remaja dan tingkat

37
ketergantungan merokok lansia. Data yang sudah diolah dan

disusun dalam tabel akan diinterpretasikan sesuai data kategorik

yang disajikan dalam bentuk persentase atau frekuensi.

b. Analisa Bivariat

Pada penelitian ini analisa bivariat yaitu digunakan untuk

mengetahui perbedaan tingkat ketergantungan merokok antara

remaja dengan lansia dan menggunakan program SPSS. Uji

statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Maan

Whithney. Hipotesis diterima jika p value < 0.005 dan artinya

terdapat perbedan tingkat ketergatungan merokok antara remaja

dengan lansia.

J. Etik Penelitian

Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu melakukan uji etik di

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta (FKIK UMY). Peneliti juga harus memperhatikan etika penelitian

sebagai berikut:

1. Inform consent

Inform consent atau lembar persetujuan yang diberikan sebelum

dilakukan penelitian untuuk mendapatkan legalitas pengambilan data dari

responden serta untuk menghormati hak responden sebagai manusia.

Inform consent bertujuan untuk memberikan gambaran penelitian, teknis

pelaksanaan hingga dampak yang mungkin akan timbul dari penelitian ini.

38
2. Anonimity

Peneliti harus merahasiakan nama responden yang akan diteliti dan

menggantinya dengan kode nama pada lembar pengumpulan data atau

pada hasil penelitian yang akan dipublikasikan.

3. Confidentiality

Salah satu etika keperawatan dalam menjamin kerahasiaan identitas

responden dalam hasil penelitian, baik yang bersifat tekstual maupun

masalah lainnya. Seluruh informasi dirahasiakan oleh peneliti dan akan

menampilkan kelompok data tertentu yang dibutuhkan untuk disajikan

dalam laporan hasil dan sebagainya.

39
DAFTAR PUSTAKA

Aboaziza, E., & Eissenberg, T., 2014. Waterpipe tobacco smoking: what is the
evidence that it supports nicotine/tobacco dependence?. Tob Control
2014;0, p. 1–10.

Al-Qur’an surah Q.S Al-Isra:27, Q.S An-Nisa:29.


Amato., S., Michael., Raymond., Boyle., Levy, D. (2016). How to define
ecigarette prevalence? Finding clues in the use frequency distribution.
Health & Human Services (HHS) Public,25(E1): e24–e29.
Baker., Piper., Danielle., Daniel., Bolt., Steven., ...Benjamin. (2007). Time to first
cigarette in the morning as an index of ability to quit smoking:
Implications for nicotine dependence. Nicotine Tob Res. 2007 November ;
9 (Suppl 4): S555–S570. doi:10.1080/14622200701673480.

Benjamin, Regina., M. (2010). A report of the surgeon general how tobacco


smoke disease. Department of Health Human Services USA.
Benowitz, Neal., L. (2008). Neurobiology of nicotine addiction : implication for
smoking cessation treatment. The American Journal of Medicine,Vol.121
(4A), S3-S10.
Benowitz, Neal., L. (2010). Nicotine addiction. National Institute Of Health
(NIH) Public Access, 362 (24) : 2295-2303.
Benowitz., & Jack., E., Henningfield. (2013). Reducing the nicotine content to
make cigarettes less addictive. Division of Clinicical Pharmalogical and
Experimental Theraupetic Tob Control, 22 : i14-i17.
Bergen., Harold., S., Javitz., Ruth, K., Nishita, D., Michel, M., Conti, D,V., et al.
(2013). Nicotine acetylcholine receptor variation and response to smoking
cessation therapies. National Institute Of Health (NIH) Public Access,
23(2) : 94 - 103.
Borderias., Duarte, R., Escario, J, J., Molina, J, A. (2015). Addiction and other
reasons adolescent smokers give to justify smoking. Substance Use &
Misuse, 50:12, 1552-1559.
Candradewi, Diana, Intan. (2012). Pengaruh SMS (short message service) dan
konseling berhenti merokok selama 2 bulan terhadap pengetahuan dan
perilaku merokok pada siswa di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta.
Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Yogyakarta.
Charkazi., Sharifirad, G., Zafarzadeh, A., Shahnazi, H., Mansourian, M.,...
Mohammadi, M. (2016). Age at smoking onset, nicotine dependence and

40
their association with smoking temptation among smokers. Bulletin Of
Environment, Pharmacology and Life Sciences,Vol.5, 08-13.
Cincripini., Jason D., Robinson., Hage, M, K., Minnix, J, A., Lam, C., ... Wetter,
D,W. (2013). Effect of varenicline and bupropion sustained-release use
plus intensive smoking cessation counseling on prolonged abstinence from
smoking and on depression, negative affect, and other symptoms of
nicotine withdrawal. Jama Psychiatry, Vol 70 No 5.
Cook., Wayne, G, F., Kafali, E, N., Liu, Z., Shu, C., Flores, M., (2014). Trends in
smoking among adults with mental illness and association between mental
health treatment and smoking cessation. Journal America Medical
Association (JAMA), Volume 311, Number 2.
Dahlan, Sopiyudin. (2010). Besar sampel dan cara pengambilan sempel dalam
penelitian kedokteran dan kesehatan. ed. 3. Jakarta : Salemba Medika
Fagerstrom., & Helena Furberg. (2008). A comparison of the fagerstrom test for
nicotine dependence and smoking prevalence across countries. National
Institute Of Health (NIH) Public Access, 103 (5) : 841 - 845.
Flouris., Chorti, M, S., Poulianiti, K, P., Jamurtas, A., Kostikas, K., Tzatzarakis,
M, N.,...Yiannis Koutedakis. (2013). Acute impact of active and passive
electronic cigarette smoking on serum cotinine and lung function.
Inhalation Toxicology Infroma Health Care USA, 25 (2) 91-101.
Gellert., Schottker, B., Brenner, H. (2012). Smoking and all causes
mortality in older people. Division of Clinical Epidemiology and Aging
Research, German Cancer Research Center (DKFZ), Heidelberg,
Germany, Arch Intern Med/Vol 172, NO. 11: 837-844.
Hock., Lim, K., Chien, H, T.,, Lim, H, L., Khoo, Y, Y., Lau, K,J.,... Yussoff, F.M.
(2016). Reliability and Validity of the Fagerstrom Test for Cigarettes
Dependence among Malaysian Adolescents. Iran J Public Health, Vol. 45,
No.1, Jan 2016, pp.104-105.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Analisis lansia di


Indonesia. Jakarta : Kementrian.

Lemeshow., Stanley.,Hosmer, D, W., Klar, J., Lwanga, S,K. (1990). Adequacy of


sample size in health studies. World Health Organization (WHO).

Liu., Dai1, M., Bi1, Y., Xu,M., Xu, Y., Li1,M., ... Ning, G. (2013). Active
smoking and passive smoking, and risk of alcoholic fatty
liver disease (NAFLD) : a population based study in China. Japan
Epidemoiol,33(2):115-121.
Maulana, M., Jatmika, S, E., & Astuti, F. D., 2015. Intensi Kepatuhan Mahasiswa
Terhadap Penerapan Kawasan Kampus Tanpa Rokok. Proceeding 2nd

41
Indonesian Conference On Tobacco or Health. Tobacco Control: Saves
Your Generation, Saves The Nation.

Mons., Schottker, B., Muller, H., Kliegel, M., Brenner, H. (2013). History of
lifetime smoking, smoking cessation and cognitive function in elderly
population. Division of Clinical Epidemiology and Aging Research,
German Cancer Research Center (DKFZ), 28:823-831.
Mons., Muezzinler, A., Gellert, C., Schottker, B., Abnet, C, C., Bobak,
M., ...Brenner, H. (2015). Impact of smoking and smoking cessation on
cardiovascularevents and mortality among older adults:meta-analysis of
individual participant data from prospective cohort studies. U Mons
Division of Clinical Epidemiology and Aging Research, German Cancer
Research Center (DKFZ) Germany, 350 : h1551.
Papathanasiou., Mamali, A., Papafloratos, S., Zerva, E. (2014). Effect of smoking
on cardiovascular function : the role of nicotine and carbon monoxide.
Health Science Journal, Volume 8 Issue 2 : 274-290.
Pergadia., Avakian, A, D., D'Souzab, M, S., Maddena, P, A, F., Heatha, A, C.,
Shiffmanc, S., et al. (2014). Association between nicotine withdrawal and
reward responsiveness in human and rats. Health & Human Services
(HHS) Public Access, 71 (11) : 1238-1245.
Pusat Data Dan Informasi (Infodatin). (2013). Perilaku merokok masyarakat
Indonesia berdasarkan riskesdas 2007 dan 2013 Hari Tanpa Tembakau
Sedunia 31 Mei. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Polito. (2013). The Effects of Nicotine Cessation. Journal Why Quit Nicotine
Withdrawal & Recorvery Symptoms.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan pemerintah republik Indoensia nomor 109
tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif
berupa produk tembakau bagi kesehatan. Sekretariatan Negara. Jakarta.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Pengetahuan, sikap, dan perilaku
penggunaan tembakau. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Roh., Sungwon. (2018). Scientific evidence for the addictiveness of tobacco and
smoking cessation in tobacco litigation. J Prev Medical Public Health
Department Of Psychiatry, Hanyang University College Of Medicine,
Seoul, Korea, 51:1-5.
Ruther., Bobes., De Hert., Svensson., Mann., Batra., Moller. (2014). EPA
Guidance on tobacco dependence and strategies for smoking cessation in
people with mental illness. Elseiver European Psychiatry ] G Model
EURPSY-3113; No. of Pages 18.

42
Saminan. (2016). Efek perilaku merokok terhadap saluran pernapsan. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, Volume 16, No.3 :191-194.
Schane., Schane, R, E., Ling, P, M., Glantz, S, A. (2010). Health effects of light
and intermittent smoking : a review. National Institute Of Health (NIH)
Public Access, 121(13): 1518–1522.
Scharepof., Charlotte. (2014). The efficacy of nicotine patches to help adolescents
quit smoking. The Netherlands Organization For Health Research And
Development.
Setyanda., Sulastri, D., Lestari, Y. (2015). Hubungan meorkok dengan
kejadian hipertensi pada laki-laki usia 35-65 tahun di kota Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 4(2).
Sriwidadi, Teguh. (2011). Penggunaan uji Mann Whithney pada analisis pengaruh
pada pelatihan wiraniaga dalam penjualan produk terbaru. Binus Business
Review,Vol.2 No.2 : 751 -762.
United Nations Children's Fund (UNICEF). (2011). Adolescence an age
opportunity. USA : Division Of Communication UNICEF.
Volkow., Nora. (2014). Drugs, brain, and behaviour the science of addiction.
National Institute Of Drug Abuse (NIH).
Wagiu., Pangemanan, J, A., Panda, A, L. (2016). Hubungan derajat merokok
dengan kejadian infark miokard di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Jurnal e-Clinic,Volume 4,No. 2.
West. (2004). ABC of smoking cessation Assessment of dependence and
motivation to stop smoking. BMJ Volume E 328.

World Health Organization . (2010). Gender, woman, and tobacco epidemic.


Philippines. WHO Library Cataloguing In Publication Data.
World Health Oranization. (2015). WHO Global report on trends in
prevalence of tobacco smoking. Switzerland : WHO Library Cataloguing
In Publication Data.
World Health Organization. (2012). Global Adult Tobacco Survey (GATS) :
Indonesia Report 2011. WHO Regional Officer of South-East Asia.

43
Lampiran I

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Assalamualaikum Wr Wb.
Kepada Yth.
Responden
Di tempat
Dengan hormat, saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Nama : Bikassari Wahyu Proboningrum
NIM : 20150320062
Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Perbedaan Tingkat
Ketergantungan Merokok Antara Perokok Remaja Dengan Perokok
Lansia.”
Sehubungan dengan hal diatas, saya mengharap bantuan Bapak/Adik
untuk bersedia menjadi responden selama penelitian ini berlangsung. Saya akan
menjaga kerahasiaan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud lain kecuali
keperluan penelitian.
Dengan demikian surat permohonan ini saya sampaikan, atas kesediaan
Bapak/Adik sebagai responden saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr Wb.

Yogyakarta, Oktober 2018

Peneliti

Bikassari Wahyu Proboningrum

44
Lampiran II

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Dengan Hormat,
Dengan menandatangani lembar ini, saya:

Inisial Nama :

Usia :

Alamat :

Menyatakan bersedia untuk menjadi responden pada penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui Perbedaan Tingkat Ketergantungan Merokok Antara

Perokok Remaja Dengan Perokok Lansi. Saya mengerti dan memahami bahwa

penelitian ini tidak akan berakibat negative terhadap saya, oleh karena itu saya

bersedia menjadi responden pada penelitian ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya

tanpa paksaan dari pihak manapun.

Yogyakarta, 2018

Responden

45
( )
DATA DEMOGRAFI PEROKOK

Petunjuk pengisian :

Isilah pertanyaan titik-titik berikut dan lingkarilah dengan memberikan tanda (X)

pada pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan responden.

A. DATA RESPONDEN

Nama :

Usia :

Alamat :

Jenis Kelamin :

B. RIWAYAT MEROKOK

1. Sejak usia berapa kapan Anda mulai merokok ?

( ) ≤ 10 tahun ( ) ≤ 17 tahun ( ) ≤ 20 tahun

( ) ≥ 20-30 tahun ( ) ≥ 40-50 tahun ( ) ≥ 60 tahun

2. Berapa lama Anda sudah mengkonsumsi rokok ?

( ) ≤ 5 tahun ( ) ≤ 5 – 10 tahun ( ) ≥ 10 tahun

3. Apakah Anda pernah mencoba berhenti merokok ?

( ) Ya ( ) Tidak

4. Apakah Anda pernah berkeinginan untuk merokok kembali ?

( ) Ya ( ) Tidak

46
47
Lampiran IV
Tes Fagerstrom terkait Ketergantungan Terhadap Nikotin Rokok

BERI TANDA CENTANG (√) PADA JAWABAN YANG ANDA PILIH UNTUK MASING-MASING PERTANYAAN
5 menit setelah bangun tidur □ 3
Berapa lama setelah bangun tidur biasanya Anda menyulut rokok pertama Anda? 5-30 menit setelah bangun tidur □ 2
31-60 menit setelah bangun tidur □ 1
Apakah Anda merasa kesulitan menahan diri untuk tidak merokok di tempat-
Ya □ 1
tempat yang melarang merokok? Seperti di Tempat Ibadah, Perpustakaan Umum,
atau tempat umum lainnya? Tidak □ 0

Waktu merokok di pagi hari □ 1


Waktu merokok mana yang paling tidak bisa Anda hentikan?
Waktu merokok lainnya □ 0
kurang dar 10 batang □ 0
11-20 batang □ 1
Berapa banyak rokok yang anda hisap setiap harinya?
21-30 batang □ 2
lebih dari 31 batang □ 3
Ya □ 1
Apakah Anda sering merokok di pagi hari?
Tidak □ 0

48
Apakah Anda tetap merokok meskipun Anda sedang sakit dan lebih banyak Ya □ 1
menghabiskan waktu berbaring di tempat tidur? Tidak □ 0
Total Score  
1-2 = tingkat ketergantungan rendah 5-7 = tingkat ketergantungan sedang
SCORE
3-4 = tingkat ketergantungan rendah ke sedang 8+ = tingkat ketergantungan tinggi

49
50

Anda mungkin juga menyukai