Anda di halaman 1dari 18

EPIDEMOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

MEROKOK DAN ALKOHOL


Dosen Pengampuh : Murtiana Ningsih, S.Km., M.Kes

OLEH :
KELOMPOK 8 KELAS 4.B
Nurmaniyati Fathiyyah 21281100
Fenny Inas Fatinah 21281069
Selvi Febrianingsih 21281109
Pairuz Zilal 21281086

UNIVERSITAS PENDIDIKAN MANDALIKA


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Epidemologi Penyakit Tidak Menular
Merokok dan Alkohol ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah Epidemologi Penyakit Tidak Menular. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Penyakit Tidak Menular Alkohol dan Merokok bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Murtiana Ningsih, S.Km., M.Kes selaku dosen
mata kuliah Epidemologi Penyakit Tidak Menular, yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 22 Juni 2023

Penulis

DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) telah menjadi tantangan serius dalam bidang kesehatan di
seluruh dunia. PTM seperti penyakit jantung, stroke, kanker, dan diabetes mellitus, menyebabkan
beban kesehatan yang tinggi dan menyebabkan kematian yang tidak perlu. Merokok dan
konsumsi alkohol adalah faktor risiko utama yang terkait dengan PTM ini. Merokok merupakan
kebiasaan yang umum di banyak negara dan diketahui sebagai penyebab utama kematian yang
dapat dicegah. Sementara itu, konsumsi alkohol yang berlebihan juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya berbagai PTM. Oleh karena itu, penting untuk memahami hubungan antara merokok,
konsumsi alkohol, dan PTM, serta upaya pencegahan yang dapat dilakukan.
Dampak merokok dan konsumsi alkohol terhadap PTM sangat luas dan kompleks.
Merokok telah terbukti menyebabkan berbagai PTM seperti penyakit jantung, stroke, kanker
paru-paru, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Zat-zat kimia berbahaya dalam asap
rokok dapat merusak sistem kardiovaskular dan paru-paru, menyebabkan peradangan dan
kerusakan jaringan. Selain itu, konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan
hati, pankreas, dan meningkatkan risiko terjadinya kanker tertentu seperti kanker hati dan kanker
mulut. Pengetahuan tentang ruang lingkup masalah ini penting agar langkah-langkah pencegahan
yang tepat dapat diambil.
Dengan meningkatnya angka kejadian PTM yang terkait dengan merokok dan konsumsi
alkohol, penelitian lebih lanjut tentang hubungan ini menjadi sangat penting. Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme kerja dan risiko yang terkait, kita dapat
mengembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif. Selain itu, meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang bahaya merokok dan konsumsi alkohol juga merupakan langkah penting
dalam mengurangi prevalensi PTM. Melalui makalah ini, diharapkan dapat diberikan informasi
yang komprehensif mengenai dampak merokok dan konsumsi alkohol terhadap PTM, sehingga
dapat mendorong upaya pencegahan dan perubahan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat.
2.1. Rumusan Masalah

1. Apa definisi penyakit tidak menular merokok dan alkohol ?


2. Apa saja gejala yang di timbulkan dari penyakit tidak menular merokok dan alkohol ?
3. Siapakah yang menjadi faktor resiko penyakit tidak menular merokok dan alkohol ?
4. Bagaimana pola kecanduan penyakit tidak menular merokok dan alkohol ?
5. Berapa prevelensi penyakit tidak menular merokok dan alkohol ?
6. Apa sajakah bentuk pencegahan penyakit tidak menular merokok dan alkohol ?

3.1.Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi penyakit tidak menular merokok dan alkohol
2. Dapat mengetahui gejala yang di timbulkan dari penyakit tidak menular merokok dan
alkohol
3. Dapat mengetahui siapa saja yang menjadi faktor resiko terinfeksi penyakit tidak menular
merokok dan alkohol
4. Dapat mengetahui bagaimana pola penularan penyakit tidak menular merokok dan
alkohol
5. Dapat mengetahui berapa jumlah prevelensi yang terinfeksi penyakit tidak menular
merokok dan alkohol di Indonesia dan bentuk pencegahan yang dapat dilakukan.
BAB 2
PEMBAHASAN
1.2. Definisi penyakit tidak menular merokok dan alkohol
Penyakit tidak menular (PTM) terkait dengan merokok dan alkohol adalah kelompok
penyakit yang timbul akibat kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol yang berkepanjangan dan
berlebihan. Merokok adalah kegiatan menghirup asap yang dihasilkan dari pembakaran produk
tembakau seperti rokok, cerutu, atau cerutu kretek. Konsumsi alkohol, di sisi lain, merujuk pada
penggunaan minuman yang mengandung etanol, seperti bir, anggur, atau minuman keras.PTM
yang terkait dengan merokok mencakup berbagai kondisi kesehatan, seperti penyakit jantung
koroner, serangan jantung, stroke, kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
dan kanker mulut. Merokok dapat merusak sistem kardiovaskular dan paru-paru, serta
meningkatkan risiko terjadinya peradangan, pembekuan darah, dan pertumbuhan sel-sel kanker.
Sementara itu, PTM yang terkait dengan konsumsi alkohol meliputi penyakit hati, kanker
hati, kanker mulut, kerusakan saraf (misalnya, neuropati perifer dan demensia alkoholik),
gangguan mental (seperti gangguan kecanduan alkohol), dan masalah kehamilan (seperti
sindrom alkohol fetal). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat merusak organ-organ tubuh,
terutama hati dan sistem saraf, serta meningkatkan risiko terjadinya peradangan, pengaruh toksik
terhadap sel, dan pertumbuhan sel kanker.Penting untuk mencatat bahwa PTM terkait dengan
merokok dan konsumsi alkohol dapat bersifat jangka pendek atau jangka panjang, bergantung
pada intensitas dan durasi kebiasaan tersebut. Mengurangi atau menghindari merokok dan
konsumsi alkohol dapat secara signifikan mengurangi risiko terjadinya PTM dan meningkatkan
kualitas hidup seseorang.
2.2. Gejala yang di timbulkan dari penyakit tidak menular merokok dan alkohol
Merokok adalah kebiasaan yang dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan.
Beberapa gejala yang dapat muncul pada orang yang merokok secara teratur antara lain:
1. Batuk dan Dahak: Merokok dapat mengiritasi saluran pernapasan, sehingga orang yang
merokok sering mengalami batuk kering. Selain itu, merokok juga dapat menyebabkan produksi
dahak yang berlebihan.
2. Sesak Napas: Zat-zat kimia dalam asap rokok dapat merusak paru-paru dan menyebabkan
peradangan pada saluran udara, sehingga orang yang merokok dapat mengalami kesulitan
bernapas atau sesak napas, terutama saat beraktivitas fisik.
3. Penurunan Kebugaran Fisik: Merokok dapat mempengaruhi kapasitas paru-paru dan sirkulasi
darah, sehingga orang yang merokok cenderung memiliki kebugaran fisik yang lebih rendah
dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok. Mereka mungkin mudah lelah dan sulit
menjalani aktivitas fisik yang intens.
4. Perubahan pada Kulit dan Gigi: Merokok dapat mempengaruhi penampilan fisik, seperti
membuat gigi kuning, menyebabkan bau napas yang tidak sedap, serta meningkatkan risiko
penuaan dini dan keriput pada kulit.
5. Gangguan pada Sistem Pencernaan: Merokok dapat mempengaruhi fungsi saluran pencernaan
dan menyebabkan masalah seperti mulas, gangguan pencernaan, dan penurunan nafsu makan.
6. Ketergantungan dan Gejala Putus Nikotin: Merokok mengandung nikotin, zat adiktif yang
membuat orang sulit berhenti merokok. Orang yang mencoba berhenti merokok atau mengurangi
jumlah rokok yang dikonsumsi dapat mengalami gejala putus nikotin, seperti kecemasan,
iritabilitas, sulit tidur, dan peningkatan nafsu makan.
Gejala yang muncul saat seseorang sedang meminum alkohol, berikut adalah beberapa
gejala yang umum terkait dengan konsumsi alkohol:
1. Perubahan perilaku: Minum alkohol dapat menyebabkan perubahan perilaku yang terlihat,
seperti meningkatnya keberanian, penurunan inhibisi, dan perubahan suasana hati. Seseorang
mungkin menjadi lebih bersemangat, berani, atau mudah marah setelah mengonsumsi alkohol.
2. Gangguan kognitif: Alkohol dapat mempengaruhi fungsi kognitif, termasuk memori,
perhatian, dan pemecahan masalah. Seseorang yang meminum alkohol dalam jumlah besar atau
secara berlebihan mungkin mengalami kesulitan berkonsentrasi, berbicara terbata-bata, dan
mengalami kebingungan.
3. Koordinasi motorik terganggu: Alkohol dapat mempengaruhi koordinasi motorik dan
keseimbangan. Gejala ini bisa berupa berjalan dengan tidak stabil, kesulitan dalam
mengendalikan gerakan tangan, atau mengalami gemetar.
4. Perubahan fisik: Beberapa gejala fisik yang terkait dengan konsumsi alkohol termasuk mata
merah, wajah memerah (flushing), dan bibir kering. Pada tingkat konsumsi yang lebih tinggi,
alkohol dapat menyebabkan mual, muntah, pusing, dan bahkan hilangnya kesadaran.
5. Gangguan tidur: Meskipun alkohol dapat membuat seseorang merasa mengantuk pada
awalnya, konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu kualitas tidur. Orang yang
meminum alkohol sebelum tidur mungkin mengalami tidur yang tidak nyenyak, sering terbangun
di malam hari, dan merasa lelah ketika bangun di pagi hari.
6. Efek emosional: Alkohol dapat memengaruhi suasana hati dan emosi seseorang. Seseorang
mungkin merasa lebih ceria atau rileks setelah mengonsumsi alkohol, tetapi juga bisa mengalami
perubahan suasana hati yang cepat, menjadi lebih mudah terganggu, atau bahkan menjadi
depresi.
3.2. Faktor resiko penyakit tidak menular merokok dan alkohol
Faktor risiko penyakit tidak menular terkait merokok dan konsumsi alkohol dapat
dikelompokkan berdasarkan orang, tempat, dan waktu. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut
mengenai faktor risiko tersebut:
- Faktor Risiko Berdasarkan Orang:
a. Genetik dan Faktor Bawaan: Beberapa individu mungkin memiliki faktor genetik atau bawaan
yang membuat mereka lebih rentan terhadap efek merokok dan konsumsi alkohol. Misalnya, ada
kecenderungan genetik yang dapat mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memetabolisme
alkohol, yang dapat meningkatkan risiko penyakit hati terkait alkohol.
b. Riwayat Keluarga: Jika ada anggota keluarga yang menderita penyakit terkait merokok atau
konsumsi alkohol, seperti kanker paru-paru atau alkoholisme, risiko seseorang untuk
mengembangkan penyakit serupa juga dapat meningkat.
c. Kondisi Kesehatan Mendasar: Individu dengan kondisi kesehatan mendasar, seperti penyakit
jantung, diabetes, atau gangguan pernapasan, mungkin lebih rentan terhadap efek buruk merokok
dan konsumsi alkohol. Kondisi-kondisi ini dapat diperparah oleh kebiasaan tersebut dan
meningkatkan risiko komplikasi.
- Faktor Risiko Berdasarkan Tempat:
a. Lingkungan Kerja: Orang yang bekerja di lingkungan yang terpapar asap rokok atau bahan
kimia berbahaya dapat memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit terkait merokok. Contohnya
adalah pekerja di industri tembakau, bar, atau restoran yang tidak memiliki kebijakan larangan
merokok.
b. Lingkungan Sosial: Lingkungan sosial di mana individu tinggal juga dapat mempengaruhi
kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Jika lingkungan sosial mendorong atau memfasilitasi
konsumsi alkohol berlebihan atau merokok, risiko individu terhadap penyakit terkait akan
meningkat.
- Faktor Risiko Berdasarkan Waktu:
a. Durasi Merokok dan Konsumsi Alkohol: Semakin lama seseorang merokok atau mengonsumsi
alkohol, semakin tinggi risiko mereka terhadap penyakit terkait. Paparan jangka panjang
terhadap zat-zat berbahaya dalam rokok dan alkohol dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan
organ tubuh yang bertahan lama.
b. Pola Konsumsi Alkohol: Pola konsumsi alkohol juga dapat mempengaruhi risiko penyakit.
Konsumsi alkohol dalam jumlah besar secara teratur atau minum dalam jumlah besar dalam
waktu singkat (binge drinking) dapat meningkatkan risiko kesehatan secara signifikan.
c. Perubahan Kebiasaan: Mengubah kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol dapat mengurangi
risiko penyakit terkait. Jika seseorang berhenti merokok atau mengurangi konsumsi alkohol.
4.2. Pola kecanduan penyakit tidak menular merokok dan alkohol
Mekanisme kecanduan merokok dan meminum alkohol melibatkan interaksi kompleks
antara zat-zat kimia dalam rokok dan alkohol dengan sistem saraf dan otak. Berikut adalah
penjelasan tentang mekanisme kecanduan keduanya:

- Mekanisme Kecanduan Merokok:


1. Nikotin: Nikotin adalah zat adiktif yang ditemukan dalam tembakau. Ketika seseorang
merokok, nikotin dihirup dan masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru. Nikotin dengan cepat
mencapai otak dan terikat pada reseptor nikotin di sistem saraf pusat.
2. Dopamin: Saat terikat dengan reseptor nikotin, nikotin merangsang pelepasan neurotransmitter
dopamin di otak. Dopamin adalah zat kimia yang terlibat dalam pengaturan perasaan senang dan
penghargaan.
3. Penguatan: Peningkatan pelepasan dopamin akibat nikotin memberikan pengalaman yang
menyenangkan dan memperkuat perilaku merokok. Otak kemudian terkait dengan sensasi
nikotin dan mengasosiasikannya dengan kepuasan, memperkuat kecenderungan untuk terus
merokok.
4. Perubahan otak: Penggunaan nikotin jangka panjang menghasilkan perubahan fisik pada otak,
termasuk peningkatan jumlah reseptor nikotin. Hal ini dapat menyebabkan toleransi terhadap
nikotin dan memicu ketergantungan fisik.
- Mekanisme Kecanduan Alkohol:
1. Efek pada Neurotransmitter: Alkohol memengaruhi berbagai neurotransmitter di otak,
termasuk GABA (asam gamma-aminobutirat), glutamat, dan dopamin. GABA adalah
neurotransmitter yang memiliki efek menenangkan, sedangkan glutamat berperan dalam
pengaturan excitability saraf. Alkohol meningkatkan aktivitas GABA dan menghambat glutamat,
menghasilkan efek penenangan dan penurunan aktivitas saraf.
2. Penghargaan dan Kesenangan: Konsumsi alkohol meningkatkan pelepasan dopamin di jalur
hadiah otak, menghasilkan sensasi kenikmatan dan perasaan menyenangkan. Hal ini
menyebabkan penguatan perilaku minum alkohol dan motivasi untuk terus melakukannya.
3. Toleransi dan Ketergantungan Fisik: Penggunaan alkohol jangka panjang dapat menyebabkan
perubahan adaptif dalam sistem saraf, termasuk penurunan respons terhadap alkohol (toleransi)
dan ketergantungan fisik. Seseorang yang kecanduan alkohol akan mengalami gejala putus
alkohol jika mereka menghentikan atau mengurangi konsumsinya tiba-tiba.
Kedua kecanduan ini melibatkan mekanisme neurobiologis yang rumit dan berinteraksi
dengan faktor genetik dan lingkungan individu. Perubahan yang terjadi dalam otak akibat
penggunaan berkelanjutan dapat mempengaruhi kontrol impuls, pengambilan keputusan, dan
motivasi, yang semuanya berkontribusi pada pola kecanduan yang kuat.Penting untuk diingat
bahwa kecanduan merupakan kondisi yang serius dan membutuhkan pendekatan yang
komprehensif untuk pengobatan dan pemulihan. Bantuan medis dan dukungan psikososial dapat
diperlukan untuk mengatasi kecanduan merokok dan alkohol secara efektif.
5.2. Prevelensi penyakit tidak menular merokok dan alkohol
- Prevelensi Merokok di Indonesia
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS),
proporsi penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang merokok mencapai 28,26% pada Maret
2022, turun tipis dari tahun sebelumnya 28,96%.Jika dirinci berdasarkan provinsi, porsi
penduduk usia 15 tahun ke atas yang merokok paling banyak berada di Lampung, yakni 33,81%.
Artinya, kira-kira 1 dari 3 penduduk Lampung merokok dalam 1 bulan terakhir.Wilayah dengan
porsi penduduk merokok terbesar berikutnya adalah Nusa Tenggara Barat, yaitu 33,2%. Diikuti
Bengkulu 32,16% dan Jawa Barat 32,07%.Adapun penduduk Bali usia 15 tahun ke atas yang
merokok hanya 17,91%, paling rendah se-Indonesia. Setelahnya ada DKI Jakarta dengan porsi
penduduk merokok 21,25% dan Kalimantan Selatan 21,89%.Secara nasional, sebanyak 21,69%
penduduk usia 15 tahun ke atas di perkotaan merokok, sementara di perdesaan 25,35%.
- Prevelensi Merokok di Dunia
Epidemik tembakau merupakan salah satu ancaman kesehatan masyarakat terbesar di
dunia. Pada tahun 2021, WHO menyatakan bahwa epidemik tembakau telah membunuh sekitar 8
juta orang setiap tahun. Lebih dari 7 juta kematian diakibatkan oleh perilaku merokok, sementara
1,2 juta kematian diakibatkan oleh paparan asap rokok orang lain (secondhand smoke) yang
disebabkan karena penyakit kardiovaskular dan gangguan pernapasan. Tobacco Atlas pada tahun
2015, melaporkan jumlah perokok aktif sebanyak 942 juta pria dan 175 juta wanita dengan usia
15 tahun atau lebih. Cina, India dan Indonesia menyumbang 51,4% perokok pria di dunia,
sedangkan Amerika Serikat, Cina dan India menyumbang 27,3% perokok wanita di dunia.
-Prevelensi Konsumsi Alkohol di Indonesia
Alkohol kini sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian masyarakat Indonesia. Kendati
memiliki manfaat jika mengkonsumsi dengan kadar yang tepat, alkohol bisa menimbulkan efek
samping kesehatan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi alkohol oleh penduduk
berusia 15 tahun ke atas di Indonesia menurun sejak 2017-2021.Pada 2021, konsumsi alkohol di
Indonesia tercatat sebesar 0,36 liter per kapita atau turun 7,7% dari tahun sebelumnya sebesar
0,39 liter per kapita.Dilihat berdasarkan wilayahnya, konsumsi alkohol oleh penduduk perdesaan
mencapai 0,6 liter per kapita pada 2021. Jumlah itu turun tipis dari tahun sebelumnya yang
mencapai 0,61 liter per kapita.Sedangkan, konsumsi alkohol di perkotaan tercatat sebesar 0,18
liter per kapita pada tahun lalu. Jumlah itu turun dibandingkan pada 2020 yang sebanyak 0,22
liter per kapita.

-Prevelensi Konsumsi Alkohol di Dunia

Diperkirakan alkohol berkontribusi pada sekitar tiga juta kematian di seluruh dunia per
tahun. Itu sekitar lima persen dari semua kematian setiap tahun. Penyebab utama kematian
terkait alkohol termasuk keracunan alkohol, kerusakan hati, gagal jantung, kanker, dan
kecelakaan mobil. Terlepas dari penggunaan alkohol yang meluas di seluruh dunia, sebuah
survei global dari tahun 2021 terhadap orang-orang dari 30 negara berbeda menemukan bahwa
sekitar 11 persen responden menyatakan penyalahgunaan alkohol adalah masalah kesehatan
terbesar yang dihadapi orang di negara mereka . Saat ini diperkirakan sekitar 1,38 persen
populasi global memiliki gangguan penggunaan alkohol , namun pesta minuman keras dan
penggunaan alkohol berlebihan, yang keduanya membawa risiko kesehatan, jauh lebih umum.

Negara -negara dengan konsumsi alkohol per kapita tertinggi termasuk Ceko, Latvia, dan
Republik Moldova. Diperkirakan sekitar 60 persen orang dewasa di Amerika Serikat berusia 21
hingga 49 tahun saat ini menggunakan alkohol. Pesta minuman keras (empat atau lebih minuman
untuk wanita dan lima atau lebih minuman untuk pria dalam satu kesempatan) paling umum di
antara mereka yang berusia 21 hingga 25 tahun, tetapi masih sekitar 29 persen dari mereka yang
berusia 40 hingga 44 tahun melaporkan pesta minuman keras. Negara bagian dengan pangsa
populasi tertinggi yang minum minuman keras adalah Wisconsin, North Dakota, dan Montana.
Tingkat kematian akibat alkohol di Amerika Serikat adalah sekitar 13 per 100.000 penduduk
pada tahun 2020, meningkat dari angka 10,4 per 100.000 yang tercatat pada tahun 2019.

6.2. Pencegahan penyakit tidak menular merokok dan alkohol

Pencegahan penyakit tidak menular terkait merokok dan alkohol dapat dilakukan melalui
pendekatan pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Berikut penjelasan singkat mengenai
ketiga tingkat pencegahan tersebut:
-Pencegahan Primer, Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah penyakit tidak menular
terkait merokok dan alkohol sebelum mereka terjadi. Upaya pencegahan primer melibatkan
tindakan-tindakan berikut:

1. Edukasi dan kesadaran masyarakat: Melakukan kampanye informasi dan edukasi yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko merokok dan konsumsi
alkohol serta dampak negatifnya terhadap kesehatan.

2. Regulasi kebijakan: Mengimplementasikan kebijakan yang mengatur iklan, promosi, dan


penjualan produk tembakau dan alkohol untuk melindungi masyarakat dari paparan yang
berpotensi merugikan.

3. Promosi gaya hidup sehat: Mendorong gaya hidup sehat dan mengedukasi tentang pentingnya
kebiasaan hidup sehat, termasuk menghindari merokok dan konsumsi alkohol.

-Pencegahan Sekunder, Pencegahan sekunder bertujuan untuk mendeteksi dan mengintervensi


penyakit tidak menular terkait merokok dan alkohol pada tahap awal agar dapat diobati atau
dikendalikan dengan lebih efektif. Beberapa upaya pencegahan sekunder meliputi:

1. Skrining dan deteksi dini: Melakukan skrining rutin untuk mengidentifikasi individu yang
berisiko atau telah terkena dampak buruk merokok dan konsumsi alkohol, sehingga dapat segera
memberikan intervensi yang diperlukan.

2. Konseling dan intervensi perilaku: Memberikan konseling dan dukungan kepada individu
yang ingin berhenti merokok atau mengurangi konsumsi alkohol, serta memberikan informasi
mengenai program-program penghentian merokok dan rehabilitasi alkohol yang tersedia.

3. Pengobatan dan perawatan: Memberikan akses terhadap pengobatan dan perawatan yang tepat
bagi individu yang telah terkena dampak buruk merokok dan konsumsi alkohol, termasuk
penyakit terkait dan gangguan kesehatan yang mungkin terjadi.

- Pencegahan Tersier, Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi dampak buruk penyakit
tidak menular terkait merokok dan alkohol pada individu yang sudah menderita kondisi tersebut.
Upaya pencegahan tersier melibatkan:

1. Rehabilitasi dan pemulihan: Memberikan dukungan rehabilitasi dan pemulihan bagi individu
yang telah terkena dampak buruk merokok dan konsumsi alkohol, termasuk program pemulihan
kesehatan fisik dan mental.

2. Manajemen penyakit: Melakukan manajemen penyakit dan komplikasi yang terkait dengan
merokok dan konsumsi alkohol, dengan fokus pada pengendalian gejala, perawatan, dan
pemantauan kondisi kesehatan secara rutin.
Adapun program pemerintah yang membantu untuk menurunkan persentase penyakit
tidak menular merokok dan alkohol yaitu :

- Program Pemerintah untuk penyakit tidak menular Merokok

1. Pengendalian Konsumsi Rokok

Rokok terbukti sebagai faktor risiko utama penyakit stroke dengan kecendrungan
kesakitan sebesar 12,1%, penyakit hipertensi 31.7%, penyakit jantung 0.3% (Riskesdas, 2013).
Penyakit-penyakit tersebut merupakan 60% penyebab kematian di dunia maupun di Indonesia
(RISKESDAS 2010, WHO 2008). Rokok mengandung 4000 bahan kimia, termasuk 43 bahan
penyebab kanker. Rokok berhubungan dengan 25 penyakit di tubuh manusia. Di Indonesia,
rokokmeningkatkan risiko kematian penderita penyakit kronis menjadi 1.3-8.17 kali lebihbesar
(Surkesnas 2001). Konsumsi rokok di Indonesia yang tinggi dan terus meningkat di berbagai
kalangan mengancam kesehatan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Data
RisetKesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi perokok pada tahun 2007,2010 dan
2013 berturut-turut sebesar 34,2%, 34,7%, dan 36,3%.

Tujuan :

1. Terjadinya perubahan perilaku merokok pada pasien

2. Meningkatnya kesadaran perokok dan keluarganya tentang bahaya rokok terhadap kesehatan

3. Terlaksananya layanan upaya berhenti merokok berupa kegiatan edukasi dan konseling

Sasaran:

1. Perokok aktif dan mayarakat terutama kelompok rentan berisiko (wanita hamil dan anak-anak)

2. Petugas kesehatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FPK) primer

Kegiatan:

1. Pengendalian tembakau dilakukan secara komprehensif, berkelanjutan, terintegrasi dengan


harmonisasi kebijakan publik dan melalui periode pentahapan pembangunan jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang.

2. Komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian tembakau melalui APBN, APBD


dan sumber penganggaran lainnya.
3. Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam pengendalian tembakau.

4. MPOWER mencakup :

a. Monitor (prevelensi) penggunaan tambakau dan kebijakan preventifnya;

b. Perlindungan masyarakat dari asap tembakau;

c. Optimalisasi dukungan berhenti merokok, dengan menyediakan upaya layanan berhenti


merokok di fasyankes primer

d. Waspadakan masyarakat akan bahaya (asap) tembakau;

e. Eliminasi iklan, promosi serta sponsor tembakau/ rokok;

f. Raih kenaikan cukai tembakau/rokok.

5. Indikator dan target dari program ini adalah

6. penurunan prevalensi perokok relatif di Indonesia sebesar 5% pada akhir tahun 2019.

7. 50% puskesmas sudah memberikan pelayanan berhenti merokok terintegrasi dengan


pengendalian penyakit pada akhir tahun 2019

2.Kawasan Tanpa Rokok

Asap rokok sangat membahayakan kesehatan si perokok maupun orang lain yang ada di
sekitarnya. Pemerintah telah menetapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk
melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok melalui Undang-Undang Kesehatan No
36/2009 pasal 115 ayat 1 dan 2 yang mengamanatkan kepada Pemerintah daerah (wajib) untuk
menetapkan dan menerapkan KTR di wilayahnya.

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan
merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk
tembakau. KTR merupakan upaya efektif untuk melindungi seluruh masyarakat dari asap rokok
orang lain apabila seluruh ruang tertutup di dalam gedung 100% bebas asap rokok.

Kegiatan:

1. Pengembangan regulasi tentang KTR di berbagai tingkat pemerintahan dan didukung oleh
semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai tatanan. Dengan telah ditandatanganinya PP
nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Produk Tembakau Bagi Kesehatan , harusnya hal ini sudah merupakan salah satu komitmen
pemerintah dalam pengendalian tembakau.

2. Penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai dengan ketentuan yang ada
dalam melindungi dampak kesehatan akibat rokok

3. Peningkatan pemahaman tentang bahaya rokok kepada seluruh lapisan masyarakat dengan
melibatkan stakeholder termasuk masyarakat, organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial
masyarakat (LSM).

4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penerapan/implementasi KTR di lapangan.

Ruang Lingkup KTR meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, rumah ibadah, tempat belajar
mengajar, sarana bermain anak, angkutan umum, tempat kerja dan tempat tempat umum lain
yang ditetapkan. Pemerintah bersama-sama dengan organisasi masyarakat melakukan edukasi
bagi masyarakat. Keberhasilan KTR tergantung dari dukungan masyarakat, sehingga masyarakat
perlu terlibat sejak awal pembentukan KTR.

- Program Pemerintah untuk penyakit tidak menular Alkohol

Di Indonesia, pemerintah telah mengimplementasikan beberapa program dan kebijakan


terkait konsumsi alkohol untuk mengurangi dampak negatif dan mempromosikan pola konsumsi
yang aman. Berikut adalah beberapa contoh program kerja pemerintah Indonesia terkait
konsumsi alkohol:

1. Regulasi Penjualan dan Distribusi:

Pemerintah mengatur secara ketat penjualan dan distribusi alkohol melalui kebijakan dan
peraturan yang mengatur tentang izin usaha, lokasi penjualan, dan batasan usia untuk membeli
alkohol.

2. Pembatasan Iklan dan Promosi:

Pemerintah memberlakukan pembatasan iklan dan promosi produk alkohol, terutama yang
ditujukan kepada masyarakat umum, anak-anak, dan remaja. Hal ini dilakukan untuk mencegah
promosi yang berlebihan dan membatasi aksesibilitasnya.

3. Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan Masyarakat:


Pemerintah melaksanakan kampanye kesadaran dan pendidikan masyarakat mengenai risiko dan
bahaya konsumsi alkohol yang berlebihan. Kampanye ini dilakukan melalui berbagai media,
seperti televisi, radio, dan sosial media, serta melalui kegiatan penyuluhan di sekolah dan
komunitas.

4. Peningkatan Layanan Rehabilitasi dan Pemulihan:

Pemerintah menyediakan layanan rehabilitasi dan pemulihan bagi individu yang menghadapi
masalah terkait alkohol. Ini termasuk program konseling, terapi, dan pemulihan kesehatan mental
yang ditujukan untuk membantu individu yang memiliki kecanduan alkohol.

5. Penegakan Hukum:

Pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran terkait konsumsi alkohol, seperti
penjualan alkohol ilegal, pelanggaran batasan usia, dan pelanggaran aturan regulasi lainnya.
Tindakan ini dilakukan untuk menjaga kepatuhan terhadap peraturan yang ada.
BAB 3
PENUTUP
1.3. Kesimpulan
Penyakit tidak menular terkait merokok dan konsumsi alkohol merupakan masalah
kesehatan serius yang mempengaruhi banyak individu dan masyarakat di seluruh dunia. Dalam
makalah ini, telah dibahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan, definisi, gejala, faktor risiko,
mekanisme kecanduan, prevalensi, serta upaya pencegahan terkait penyakit tidak menular terkait
merokok dan alkohol. Dari penelitian dan data yang ada, dapat disimpulkan bahwa merokok dan
konsumsi alkohol secara berlebihan memiliki dampak negatif yang serius terhadap kesehatan.
Gejala-gejala seperti gangguan pernapasan, risiko kanker, penyakit jantung, kerusakan organ,
dan gangguan mental dapat muncul sebagai akibat dari kebiasaan ini.
Faktor risiko penyakit tidak menular terkait merokok dan alkohol meliputi faktor
individu, seperti faktor genetik, tingkat kecanduan, dan faktor psikologis. Selain itu, faktor
lingkungan seperti keberadaan teman sebaya yang merokok atau konsumsi alkohol, aksesibilitas
produk, dan norma sosial juga mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk terlibat dalam
kebiasaan tersebut.Pencegahan penyakit tidak menular terkait merokok dan alkohol dapat
dilakukan melalui pendekatan primer, skunder, dan tersier. Pendekatan primer mencakup
edukasi, kampanye kesadaran, dan kebijakan yang mengurangi aksesibilitas dan promosi produk
tersebut. Pendekatan skunder melibatkan program penghentian merokok dan pengurangan
konsumsi alkohol, sedangkan pendekatan tersier melibatkan rehabilitasi dan pemulihan bagi
individu yang telah mengembangkan kecanduan.
Pemerintah memiliki peran penting dalam melaksanakan program-program pencegahan
dan mengatasi masalah penyakit tidak menular terkait merokok dan alkohol. Kebijakan regulasi,
kampanye kesadaran, peningkatan akses ke layanan kesehatan, penegakan hukum, dan
kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi
prevalensi penyakit tidak menular terkait merokok dan alkohol.Dalam rangka menciptakan
masyarakat yang lebih sehat, perlu adanya kerja sama antara individu, masyarakat, pemerintah,
lembaga kesehatan, dan sektor terkait lainnya. Hanya dengan upaya bersama dan kesadaran yang
tinggi tentang dampak negatif merokok dan konsumsi alkohol, kita dapat mengurangi beban
penyakit tidak menular dan meningkatkan kualitas hidup kita dan generasi mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
World Health Organization. (2018). Laporan Tahunan WHO tentang Statistik Global 2018:
Penyakit Tidak Menular. Geneva: World Health Organization.
Handayani, T., & Hendrawan, D. (2017). Merokok dan Penyakit Tidak Menular. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Widyastuti, W., & Hapsari, D. (2019). Merokok dan Kesehatan: Tinjauan Kritis Terhadap
Dampak Merokok terhadap Penyakit Tidak Menular. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,
13(1), 22-29.
Notoatmodjo, S. (2018). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., & Syam, A. F. (2019). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Firmansyah, I., & Hardjoeno, H. (2017). Alkohol dan Penyakit Tidak Menular. Jurnal
Kedokteran Diponegoro, 6(3), 1093-1098.

Anda mungkin juga menyukai