Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

INTOKSIKASI ALKOHOL

Pembimbing:
dr. Erita Istriana, Sp.KJ

Disusun oleh:
Dinna Karlina (030.15.061)
Masyalia Hasna Taqiyyah (030.15.111)
Ovy Magda Aulia (031.19.020)
Nada Salsabila Zulti (031.19.015)
Rosalina Angeline Fatem (031.19.025)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................4


2.1. Definisi Alkohol...................................................................................4
2.2. Epidemiologi Alkoholisme..................................................................4
2.3. Etiologi Gangguan Penggunaan Alkohol.............................................5
2.3.1. Riwayat Masa Anak-anak................................................................5
2.3.2. Faktor Psikoanalisis ........................................................................5
2.3.3. Faktor Sosial dan Kultural ..............................................................6
2.3..4. Faktor Perilaku dan Pembelajaran .................................................6
2.3..4. Faktor Genetika dan Biologi .........................................................6
2.4 Efek Fisiologis Penggunaan Alkohol...................................................7
2.4.1. Proses Absorpsi ..............................................................................7
2.4.2. Proses Metabolisme ........................................................................8
2.4.3. Efek Alkohol terhadap Otak ...........................................................9
2.4.4. Efek Fisiologis Lainnya.................................................................10
2.5 Manifestasi Klinis Gangguan Alkohol ..............................................11
2.6 Kriteria Diagnostik Gangguan Alkohol.............................................15
2.7 Diagnosis Banding Gangguan Alkohol .............................................17
2.8 Penatalaksanaan Gangguan Alkohol .................................................18
2.9 Skrining dan Pencegahan Gangguan Alkohol ..................................24
2.10 Prognosis Gangguan Alkohol ...........................................................25

BAB III KESIMPULAN...........................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27

3
BAB I
PENDAHULUAN

Alkohol adalah senyawa organik yang mengandung gugus fungsi


hidroksildan sering dikonsumsi dalam bentuk minuman oleh sebagian orang.
Penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol sering disebut sebagai alkoholisme,
termasuk gangguan berhubungan dengan zat yang paling sering dijumpai.1
Berdasarkan Global status report on alcoholand health 2014, dari
241.000.000 orang penduduk Indonesia, Prevalensi gangguan karena penggunaan
alkohol adalah 0,8% dan prevalensi ketergantungan alkohol adalah 0,7% pada
pria maupun wanita. Apabila dilihat dari persentasenya, prevalensi gangguan
karena penggunaan alkohol dan prevalensi ketergantungan alkohol sangatlah
kecil. Namun, apabila angka tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk
Indonesia, sebanyak 1.928.000 orang penduduk Indonesia mengalami gangguan
karena penggunaan alkohol dan sebanyak 1.180.900 orang penduduk Indonesia
mengalami ketergantungan alkohol.2
Bahaya mengkonsumsi alkohol termasuk dalam lima besar faktor resiko
untuk penyakit, kecacatan dan kematian di seluruh dunia .Gangguan
penyalahgunaan alkohol adalah suatu kondisi umum yang mematikan, yang
sering terlihat sebagai sindrom psikiatri yang lain. Pengetahuan dan pemahaman
tentang efek dari alkohol dan gejala klinis terhadap gangguan terkait alkohol
sangat penting dalam praktek psikiatri. Intoksikasi alkohol dapat menyebabkan
iritabilitas, perilaku kekerasan, depresi dan dalam situasi yang jarang,
menyebabkan halusinasi dan waham. Dalam jangka waktu yang panjang,
peningkatan kosumsi alkohol meghasilkan toleransi pada pengguna dan jika
penggunaan alkohol diberhentikan boleh menyebabkan gejala putus obat, yang
biasanya ditandai dengan insomnia, hiperaktivitas sistem otonom, dan anxietas.
Penyebab kematian yang sering diantara ornag dengan gangguan berhubungan
dengan alkohol adalah bunuh diri, kanker, penyakita jantung, dan penyakit hati.3,4

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Alkohol


Alkohol adalah salah satu dari sekelompok senyawa organik yang
dibentuk dari hidrokarbon-hidrokarbon oleh pertukaran satu atau lebih gugus
hidroksil dengan atom-atom hidrogen dalam jumlah yang sama; istilah ini meluas
untuk berbagai hasil pertukaran yang bereaksi netral dan mengandung satu atau
lebih gugus alkohol.5

2.2. Epidemiologi Alkoholisme


Epidemiologi alcohol use disorder (AUD), atau terkadang disebut juga
alkoholisme, tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi terbesar di negara-
negara Eropa Timur dimana 85% laki-laki dewasa mengkonsumsi alkohol [18].
Di Indonesia, berdasarkan laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun
2016, sebesar 8% penduduk Indonesia pernah mengkonsumsi alkohol sepanjang
hidupnya dan sebanyak 5% penduduk Indonesia aktif mengkonsumsi alkohol
dalam setahun terakhir. 5
Enam puluh persen pria adalah pengguna alcohol dalam sebulan terakhir
45 persen pada wanita. Pria lebih besar kemungkinannya untuk menjadi
peminum saat pesat disbanding wanita.6
Berlawanan dengan pola untuk obat illegal. Semakin tinggi pencapaian
Pendidikan,semakin besar kemungkinan penggunaan alcohol saat ini. Sekitar 70
persen orsng dewasa dengan Pendidikan sarjana saat ini menjadi peminum,
disbanding dengan hanya 40 persen dari mereka dengan Pendidikan di bawah
SMA. Angka penggunaan alcohol sesekali serupa pada tingkat Pendidikan yang
berbeda beda. Namun angka penggunaan alcohol berat 4 persen diantara orang
dewasa yang lulus kuliah dan 7 persen di antara orang yang tidak tamat SMA. 6

5
2.3 Etiologi Gangguan Penggunaan Alkohol
2.3.1 Riwayat Masa Kanak-kanak
Beberapa faktor telah teridentifikasi dalam riwayat masa kanak-kanak
dari seseorang yang memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol. Anak-
anak beresiko yang memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol yaitu jika
satu atau lebih orang tuanya adalah pengguna alkohol.1
Pada riwayat masa kanak-kanak terdapat gangguan defisit-atensi /
hiperaktivitas atau gangguan konduksi atau keduanya yang meningkatkan resiko
anak untuk memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol pada masa
dewasanya. Gangguan kepribadian khususnya gangguan kepribadian antisosial
juga merupakan predisposisi seseorang kepada suatu gangguan berhubungan
dengan alkohol.6

2.3.2 Faktor Psikoanalisis


Teori psikoanalisis tentang gangguan berhubungan dengan alkohol telah
dipusatkan pada hipotesis superego yang sangat bersifat menghukum dan fiksasi
pada stadium oral dari perkembangan psikoseksual.6
Menurut teori psikoanalisis, orang dengan superego yang keras yang
bersifat menghukum diri sendiri berpaling ke alkohol sebagai cara
menghilangkan stres bawah sadar mereka. Kecemasan pada orang yang terfiksasi
pada stadium oral mungkin diturunkan dengan menggunakan zat seperti alkohol
melalui mulutnya. Beberapa dokter psikiatrik psikodinamika menggambarkan
kepribadian umum dari seseorang dengan gangguan berhubungan dengan alkohol
adalah pemalu, terisolasi, tidak sabar, iritabel, penuh kecemasan, hipersensitif,
dan terrepresi secara seksual.6
Aforisme psikoanalisis yang umum adalah bahwa superego dapat larut
dalam alkohol. Pada tingkat yang kurang teoritis, alkohol dapat disalahgunakan
oleh beberapa orang sebagai cara untuk menurunkan ketegangan, kecemasan,
dan berbagai jenis penyakit psikis. Konsumsi alkohol pada beberapa orang juga
menyebabkan rasa kekuatan dan meningkatnya harga diri.6

6
2.3.3 Faktor Sosial dan Kultural
Beberapa lingkungan sosial menyebabkan minum yang berlebihan.
Asrama perguruan tinggi dan basis militer adalah dua contoh lingkungan dimana
minum berlebihan dipandang normal dan prilaku yang diharapkan secara sosial.
Sekarang ini, perguruan tinggi dan universitas mencoba mendidik mahasiswanya
tentang resiko kesehatan dari minum alkohol yang berlebihan.6

2.3.4 Faktor Prilaku dan Pelajaran


Sama seperti faktor kultural, faktor prilaku dan pelajaran juga dapat
mempengaruhi kebiasaan minum, demikian juga kebiasaan didalam keluarga,
khususnya kebiasaan minum pada orang tua dapat mempengaruhi kebiasaan
minum. Tetapi beberapa bukti menunjukkan bahwa, walaupun kebiasaan minum
pada keluarga memang mempengaruhi kebiasaan minum pada anak-anaknya,
kebiasaan minum pada keluarga kurang langsung berhubungan dengan
perkembangan gangguan berhubungan dengan alkohol seperti yang dianggap
sebelumnya, walaupun hal tersebut memang memiliki peranan penting.6
Dari sudut pandang prilaku, ditekankan pada aspek pendorong positif dari
alkohol, alkohol yang dapat menimbulkan perasaan sehat dan euforia pada
seseorang. Selain itu, konsumsi alkohol dapat menurunkan rasa takut dan
kecemasan yang dapat mendorong seseorang untuk minum lebih lanjut.6

2.3.5 Faktor Genetika dan Biologi Lainnya


Data yang kuat menyatakan adanya suatu komponen genetika pada
sekurangnya suatu bentuk gangguan berhubungan dengan alkohol. Laki-laki
lebih banyak menggunakan alkohol daripada wanita. Banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa orang dengan sanak saudara tingkat pertama yang
terpengaruh oleh gangguan berhubungan dengan alkohol adalah 3-4 kali lebih
mungkin memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol daripada orang yang
tidak memiliki sanak saudara tingkat pertama yang terpengaruh dengan alkohol.1
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gangguan terkait alkohol lebih
tinggi resikonya pada kembar monizygot daripada dizygot.7

2.4 Efek Fisiologis Penggunaan Alkohol

7
Istilah "alkohol" ditunjukkan pada sebagian besar molekul organik yang
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang melekat pada atom karbon jenuh. Etil
alkohol juga disebut sebagai etanol merupakan bentuk alkohol yang umum,
sering kali disebut alkohol minuman, etil alkohol digunakan dalam minuman.
Rumus kimia untuk etanol adalah CH3-CH2-OH.8
Karakteristik rasa dan bau berbagai muniman yang mengandung alkohol
tergantung kepada metode pembuatannya, yang menghasilkan berbagai senyawa
dalam hasil akhirnya. Senyawa tersebut termasuk metanol, butanol, aldehida,
fenol, tannins, dan sejumlah kecil berbagai logam. Walaupun senyawa ini dapat
menyebabkan suatu efek psikoaktif yang berbeda pada berbagai minuman yang
mengandung alkohol, perbedaan tersebut dalam efeknya adalah minimal
dibandingkan dengan efek etanol itu sendiri.8

2.4.1 Proses Absorpsi


Kira-kira 10% alkohol yang dikonsumsi diabsorpsi di lambung, dan
sisanya di usus kecil. Konsentrasi puncak alkohol didalam darah dicapai dalam
waktu 30-90 menit, biasanya dalam 45-60 menit, tergantung apakah alkohol
diminum saat lambung kosong, yang meningkatkan absorbsi atau diminum
bersama makanan yang memperlambat absorbsi.8 Waktu untuk mencapai
konsentrasi puncak dalam darah juga merupakan suatu faktor selama mana
alkohol dikonsumsi, waktu yang singkat menurunkan waktu untuk mencapai
konsentrasi puncak. Absorbsi paling cepat 15-30% (kemurnian -30 sampai -60).8
Tubuh memiliki alat pelindung terhadap masuknya alkohol. Sebagai
contoh, jika konsentrasi alkohol menjadi terlalu tinggi didalam lambung, mukus
akan disekresikan dan katup pilorik ditutup, hal tersebut akan memperlambat
absorbsi dan menghalangi alkohol masuk ke usus kecil. Jadi, sejumlah besar
alkohol dapat tetap tidak terabsorbsi didalam lambung selama berjam-jam. Selain
itu, pilorospasme sering kali menyebabkan mual dan muntah.8 Jika alkohol telah
diabsorbsi ke dalam aliran darah, alkohol didistribusikan ke seluruh jaringan
tubuh. Jaringan yang mengandung proporsi air yang tinggi memiliki konsentrasi
alkohol yang tinggi. Efek intoksikasi menjadi lebih besar  jika konsentrasi
alkohol didalam darah tinggi.8

8
2.4.2 Proses Metabolisme
Kira-kira 90% alkohol yang diabsorbsi dimetabolisme di hati, sisanya
dieksresikan tanpa diubah oleh ginjal dan paru-paru. Kecepatan oksidasi di hati
konstan dan tidak tergantung pada kebutuhan energi tubuh. Tubuh mampu
memetabolisme kira-kira 15 mg/dl setiap jam dengan rentan berkisar antara 10-
34 mg/dl per jamnya.8
Alkohol dimetabolisme dengan bantuan 2 enzim yaitu alkohol
dehidrogenase (ADH) dan aldehida dehidrogenase. ADH mengkatalisasi
konversi alkohol menjadi asetilaldehida yang merupakan senyawa toksik.
Aldehida dehidrogenase mengkatalisasi konversi asetaldehida menjadi asam
asetat. Aldehida dehidrogenase diinhibisi oleh disulfiram ( An-tabuse), yang
sering digunakan dalam pengobatan gangguan terkait alkohol. 8
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada wanita memiliki ADH
yang lebih rendah dari pada laki-laki, yang mungkin menyebabkan wanita
cenderung menjadi lebih terintoksikasi dibanding laki-laki setelah minum
alkohol dalam  jumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim yang memetabolisme
alkohol akan menyebabkan mudahnya seseorang terjadi intoksikasi alkohol dan
gejala toksik. 8

Gambar 1. Proses metabolisme alkohol8

9
Gambar 2. Patofisiologi gangguan alkohol9

2.4.3 Efek Alkohol terhadap Otak


A. Proses Biokimiawi
Teori yang telah lama menunjukkan bahwa efek biokimiawi alcohol
terjadi pada membran neuron. Sejumlah hipotesis mendukung bahwa alkohol
akan menimbulkan efek karena ikatannya dengan membran yang menyebabkan
meningkatnya fluiditas membran pada penggunaan jangka pendek. Tetapi, pada
penggunaan jangka panjang teori menyatakan bahwa membran akan menjadi
kaku. Fluiditas membran penting untuk dapat berfungsi sebagai reseptor, saluran
ion, dan protein fungsional pada membran lainnya secara normal. Secara
spesifik, suatu penelitian menunjukkan bahwa efektivitas saluran alkohol yang
berhubungan dengan reseptor asetilkolin nikotinik, serotonin (5-
hydroxytryptamine) tipe 3 (5-HT3) dan GABA tipe A (GABA A) diperkuat oleh
alkohol, sedangkan aktivitas saluran ion yang berhubungan dengan reseptor
glutamat dan saluran kalsium gerbang voltasi (voltage-gated calcium channel)
yang yang akan di inhibisi. 6

10
B. Efek terhadap Perilaku
Hasil akhir aktivitas molekular adalah bahwa alkohol memiliki fungsi
depresan yang sangat mirip dengan barbiturat dan benzodiazepin. Pada
konsentrasi 0,05% alkohol didalam darah, maka pikiran, pertimbangan, dan
pengendalian akan mengalami kemunduran dan sering kali terputus. Pada
konsentrasi O,1 aksi motorik akan canggung. Pada konsentrasi O,2% fungsi
seluruh daerah motorik menjadi terdepresi, bagian otak yang mengontrol prilaku
emosional juga terpengaruhi. Pada konsentrasi 0,3% seseorang biasanya
mengalami konfusi dan dapat menjadi stupor. Pada konsentrasi O,4-0,5% dapat
terjadi koma. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pusat primitif diotak yang
mengontrol pernapasan dan kecepatan denyut jantung akan terpengaruhi dan
dapat terjadi kematian. 6

2.4.4 Efek Fisiologis Lainnya


A. Efek pada Hepar
Efek dari penggunaan alkohol yang utama adalah terjadinya kerusakan
hepar. Penggunaan alkohol walaupun dalam jangka waktu yang pendek dapat
menyebabkan akumulasi lemak dan protein yang dapat menimbulkan perlemakan
hati (fatty liver) yang pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran
hepar. 6
B. Efek pada Sistem Gastrointestinal
Meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
terjadinya esofagitis, gastritis, aklorhidria, dan ulkus lambung. Perkembangan
menjadi varises esofagus dapat menyertai pada seseorang dengan
penyalahgunaan alkohol yang berat, pecahnya varises esofagus merupakan suatu
kegawatdaruratan medis yang sering menyebabkan perdarahan bahkan kematian.
Kadang-kadang juga dapat terjadi gangguan pada usus, pankreatitis, insufisiensi
pankreas, dan kanker pankreas. Asupan alkohol yang banyak dapat mengganggu
proses pencernaan dan absorbsi makanan yang normal. Sebagai akibatnya
makanan yang dikonsumsi dalam penyerapannya menjadi tidak adekuat. 6

C. Efek pada sistem tubuh lainnya

11
Asupan alkohol yang signifikan dihubungkan dengan meningkatnya
tekanan darah, disregulasi lipoprotein dan trigliserida serta meningkatkan
terjadinya infark miokardium dan penyakit serebrovaskular. Bukti-bukti telah
menunjukkan bahwa alkohol dapat merugikan sistem hemopoetik dan dapat
meningkatkan insidensi kanker, khususnya kanker otak, leher, esofagus,
lambung, hati, kolon, dan paru-paru. Intoksikasi akut juga dapat menyebabkan
hipoglikemia, yang jika tidak cepat terdeteksi akan menyebabkan kematian
mendadak pada orang yang terintoksikasi. 6
D. Uji laboratorium
Kadar gamma-glutamiyl transpeptidase meningkat pada kira-kira 80%
dari semua pasien dengan gangguan berhubungan dengan alkohol, dan volume
korpuskular rata-rata (MCV; mean corpuscular volume) meningkat kira-kira
60%. Hasil tes laboratorium lain yang mungkin berhubungan dengan gangguan
berhubungan dengan alkohol adalah asam urat, trigliserida, glutamat oksaloasetat
transaminase serum (SGOT) atau aspartat aminotransferase (AST), dan
glutamatpiruvat transaminase (SGPT) atau alanin aminotransferase (ALT). 6

2.5. Manifestasi Klinis Gangguan Alkohol


Kebutuhan akan penggunaan alkohol dalam jumlah besar setiap, pola minum
yang teratur pada akhir pekan, dan ketenangan berkepanjangan yang diselingi
dengan konsumsi alkohol berlebihan yang berlangsung selama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan menunjukkan ketergantungan alkohol dan
penyalahgunaan alkohol.10

12
Tabel 1. Gangguan berdasarkan kadar alkohol dalam darah10

Level Gangguan
20-30 mg/dL Performa motorik melambat dan kemampuan berpikir
yang menurun

30-80 mg/dL Meningkatnya masalah motorik dan kognitif

80-200 mg/dL  Inkoordinasi meningkat dan kesalahan dalam


penilaian
 Mood lability
 Penurunan kognitif
200-300 mg/dL Nystagmus, pengucapan yang tidak jelas
>300 mg/dL Gangguan tanda-tanda vital dan kemungkinan kematian
Adapun gejala klinis intoksikasi alkohol, antara lain:10
1. Berbicara yang cadel
2. Pusing
3. Inkoordinasi
4. Ketidakstabilan postur atau saat berjalan
5. Nistagmus
6. Gangguan atensi dan ingatan
7. Stupor atau koma
8. Pandangan double

Orang dengan ketergantungan alkohol dan penyalahgunaan alkohol


menunjukkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan karena penggunaan alkohol
(misalnya, kekerasan saat mabuk, absen dari pekerjaan, kehilangan pekerjaan),
kesulitan hukum (misalnya, penangkapan karena perilaku mabuk dan lalu lintas,
kecelakaan saat mabuk), dan pertengkaran atau kesulitan dengan anggota
keluarga atau teman tentang konsumsi alkohol yang berlebihan.10 Terdapat
beberapa klasifikasi tentang ketergantungan alkohol, antara lain:10
 Tipe I ; jenis ketergantungan alkohol terbatas pada laki-laki, yang
ditandai dengan onset terlambat, lebih banyak bukti psikologis
daripada ketergantungan fisik, dan adanya perasaan bersalah.

13
 Tipe II : ketergantungan alkohol terbatas pada pria, yang ditandai
dengan onset pada usia dini, pencarian alkohol secara spontan untuk
dikonsumsi, dan beberapa perilaku yang mengganggu sosial saat mabuk.

Selain klasifikasi diatas, terdapat beberapa klasifikasi alkoholisme antara lain:10


1. Alkoholisme yang antisosial, biasa didominasi pada pria, prognosis
buruk, onset awal masalah terkait alkohol, dan hubungan erat dengan
gangguan kepribadian antisosial.
2. Perkembangan alkoholisme kumulatif, dengan kecenderungan utama
penyalahgunaan alkohol yang diperburuk seiring waktu karena
mendorong peningkatan kesempatan untuk minum.
3. Alkoholisme yang berdampak negatif, yang lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria. Menurut hipotesis, wanita cenderung
menggunakan alkohol untuk mengatur suasana hati dan terkait
hubungan sosial.
4. Alkoholisme dengan perkembangan yang terbatas, dengan sering waktu
akan mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar.

14
Gambar 2. Kategori dan Definisi Pola Pengguna Alkohol10

15
2.6.Kriteria Diagnostik Gangguan Alkohol
Kriteria diagnostik DSM-5 untuk intoksikasi alkohol (juga disebut
mabuk sederhana) didasarkan pada bukti konsumsi etanol barubaru ini,
perilaku maladaptif, dan setidaknya satu dari beberapa korelasi fisiologis
yang mungkin terjadi dari keracunan.11
Kriteria diagnosis Intoksikasi alkohol menurut DSM-5:12
1. Konsumsi alkohol akhir-akhir ini.
2. Perubahan perilaku atau psikologis bermasalah yang signifikan secara
klinis (misalnya, perilaku seksual atau agresif yang tidak pantas,
ketidakstabilan suasana hati, gangguan penilaian) yang berkembang
selama, atau segera setelah, konsumsi alkohol.
3. Satu (atau lebih) dari tanda atau gejala berikut yang berkembang selama,
atau segera setelah, penggunaan alkohol:
 Berbicara yang cadel
 Inkoordinasi
 Ketidakstabilan postur atau saat berjalan
 Nistagmus
 Gangguan atensi dan ingatan
 Stupor atau koma
4. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak
dapat dijelaskan lebih baik oleh gangguan mental lain, termasuk
keracunan dengan zat lain.

Kriteria diagnosis Intoksikasi alkohol menurut PPDGJ:12


 Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan : tingkat dosis zat yang
digunakan (dose-dependent), individu dengan kondisi organik tertentu
yang mendasarinya (misalnya insuf,rsiensi ginjal atau hati) yang dalam
dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak
proporsional.

16
 Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu
dipertimbangkan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau upacara
keagamaan).
 Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan
kesadaran, fungsi kogrritif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan
respons psikofrsiologis lainnya. Intensitas intoksikasi berkurang dengan
berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak
terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan
kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau
terjadi komplikasi lainnya.
Kriteria DSM-5 untuk keadaan putus alkohol memerlukan penghentian
atau pengurangan penggunaan alkohol yang berat dan berkepanjangan serta
adanya gejala fisik atau neuropsikiatri tertentu.10
Tanda klasik dari putus alkohol adalah gemetar, meskipun spektrum
gejala dapat meluas hingga mencakup gejala psikotik dan perseptual
(misalnya, delusi dan halusinasi), kejang, dan gejala delirium tremens (DTs)
yang disebut sebagai delirium alkohol di DSM-5. Gemetar dapat berkembang
6 hingga 8 jam setelah berhenti minum, gejala psikotik dan perseptual mulai
dalam 8 hingga 12 jam, kejang dalam 12 hingga 24 jam, dan delirium tremens
(DT) dapat muncul kapan saja selama 72 jam pertama.10
Gejala putus alkohol lainnya termasuk iritabilitas umum, gejala
gastrointestinal (misalnya, mual dan muntah), dan hiperaktivitas otonom
simpatis, termasuk anxietas, bergairah, berkeringat, muka memerah, midriasis,
takikardia, dan hipertensi ringan.1 Pasien yang mengalami putus alkohol
umumnya waspada tetapi dapat dengan mudah terkejut.10
Kriteria diagnosis putus alkohol menurut DSM-5:13
A. Penghentian (atau pengurangan) penggunaan alkohol yang telah berat dan
berkepanjangan

17
B. Dua (atau lebih) dari tanda atau gejala berikut ini, berkembang dalam
beberapa jam hingga beberapa hari setelah penghentian (atau
pengurangan) penggunaan alkohol yang dijelaskan dalam kriteria A:
 Hiperaktif otonom (misalnya, berkeringat, denyut nadi lebih dari 100
kali per menit)
 Meningkatnya tremor tangan
 Insomnia
 Visual sementara, taktil, halusinasi atau ilusi auditari
 Agitasi psikomotor
 Kecemasan
 Kejang tonik-klonik umum
C. Tanda dan gejala dalam kriteria B menyebabkan gangguan atau gangguan
yang signifikan secara klinis dalam bidang fungsi sosial, pekerjaan, atau
bidang penting lainnya
D. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak
dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain, termasuk
keracunan atau penarikan dari zat lain
Ditentukan jika dengan gangguan persepsi :
Penentu ini berlaku dalam kasus yang jarang terjadi ketika halusinasi
(biasanya visual atau taktil) terjadi dengan pengujian realitas utuh, atau ilusi
pendengaran, visual, atau sentuhan terjadi tanpa adanya atau delirium

2.7. Diagnosis Banding Gangguan Alkohol


A. Gangguan sedatif, hipnotik, atau anxietas
Tanda dan gejala gangguan penggunaan alkohol serupa dengan
gangguan penggunaan obat penenang, hipnotik, atau anxietas. Keduanya
harus dibedakan, karena jalannya mungkin berbeda, terutama yang
berkaitan dengan masalah medis.14
B. Gangguan perilaku pada masa kanak-kanak dan gangguan kepribadian
antisosial pada dewasa
Gangguan penggunaan alkohol, bersama dengan gangguan
penggunaan zat lainnya, terlihat pada sebagian besar individu dengan

18
kepribadian antisosial dan gangguan perilaku yang sudah ada sebelumnya.
Karena diagnosis ini dikaitkan dengan onset awal gangguan penggunaan
alkohol serta prognosis yang lebih buruk, kedua kondisi tersebut penting
untuk ditegakkan.5
C. Gangguan bipolar, depresi, gangguan dysthymic, insomnia, gangguan panik,
fobia sosial juga dapat menjadi diagnosis banding dengan gangguan terkait
alkohol.14

2.8. Penatalaksanaan Gangguan Alkohol


Langkah umum dalam merawat orang dengan gangguan terkait alkohol
setelah terdiagnosis diantaranya intervensi, detoksifikasi, dan rehabilitasi.
Pendekatan ini merupakan upaya untuk mengoptimalkan fungsi medis dan untuk
menangani keadaan darurat psikiatri. Jadi, misalkan, seorang pecandu alkohol
dengan gejala depresi yang cukup parah hingga menjadi bunuh diri
membutuhkan rawat inap setidaknya untuk beberapa hari sampai ide bunuh diri
menghilang. Begitu pula dengan seseorang datang dengan kardiomiopati,
gangguan hati, atau perdarahan gastrointestinal membutuhkan perawatan medis
yang memadai dalam keadaan darurat.10
Pasien dengan penyalahgunaan alkohol atau ketergantungan harus
kemudian dihadapkan dengan realitas dari gangguan tersebut (intervensi),
didetoksifikasi jika diperlukan, dan mulai rehabilitasi. Dalam kasus sebelumnya,
bagaimanapun, perawatan diterapkan setelah gangguan kejiwaan telah
terstabilisasi.10
A. Intervensi10
Tujuan pada tahap ini yang disebut juga konfrontasi, adalah memutus
rasa penyangkalan dan membantu pasien mengenali konsekuensi
simpang yang akan terjadi jika gangguan ini tidak diobati. Intervensi
bertujuan memaksimalkan motivasi terapi dan abstinensi
berkelanjutan.
B. Detoksifikasi
Langkah penting pertama detoksifikasi adalah pemeriksaan fisik
menyeluruh. Bila tidak ada gangguan medis serius atau

19
penyalahgunaan obat gabungan, keadaan putus alkohol yang berat
jarang terjadi. Langkah kedua adalah memberi istirahat, nutrisi
adekuat dan vitamin multipel terutama yang mengandung tiamin.10

Penanganan alcohol-withdrawal atau putus alkohol sebagian besar


suportif, dengan penggunaan obat sedatif untuk mencegah kejang dan
meringankan hiperaktivitas SSP. Benzodiazepin dan barbiturat
keduanya telah berhasil digunakan dalam pengobatan putus alkohol
akut dan berat. Keduanya adalah agonis GABAA, dan meningkatkan
aliran melalui kanal ion klorida menyebabkan inhibisi terhambatnya
excitatory biogenic amines. Barbiturat menyebabkan kanal tetap
terbuka (meningkatkan potensi overdosis), sementara benzodiazepin
memungkinkan kanal untuk membuka dan menutup dengan
kecepatan lebih tinggi. Karena profil keamanan yang lebih baik,
benzodiazepin adalah yang sedatif yang paling umum digunakan
untuk mengelola putus alkohol.15
 Keadaan Putus Zat Ringan atau Sedang 10
Keadaan putus zat terjadi karena otak secara fisiologis
telah beradaptasi dengan kehadiran depresan otak dan tidak
dapat berfungsi secara adekuat tanpa zat tersebut.
Terapi yang adekuat dapat diberikan baik dengan obat
kerja singkat (contohnya lorazepam) atau zat kerja-lama
(contohnya klordiazepoksid dan diazepam). Pemberian
klordiazepoksid 25mg per oral 3-4x sehari pada hari pertama.
Tambahan satu atau dua dosis 25mg dapat diberikan dalam 24
jam pertama bila pasien gelisah atau menunjukkan tanda
peningkatan tremor atau disfungsi otonom. Selain itu dapat
digunakan benzodiazepin dengan dosis turun bertahap.
Beberapa klinisi juga merekomendasikan antagonis reseptor β
adrenergik (contohnya klonidin) meski obat ini tidak lebih
baik dibanding golongan benzodiazepin.

20
Bila menggunakan agen kerja lama, seperti
klordiazepoksid, klinisi sebaiknya menghindari timbulnya rasa
mengantuk berlebihan akibat overpengobatan; jika pasien
mengantuk, dosis yang dijadwalkan selanjutnya sebaiknya
dibatalkan. Bila menggunakan agen kerja singkat seperti
lorazepam, pasien tidak boleh melewatkan satu dosispun
karena perubahan cepat pada konsentrasi benzodiazepin dalam
darah dapat mempresipitasi keadaan putus zat yang parah.
 Keadaan Putus Zat Berat 10
Bagi kurang lebih 1-3% pasien alkoholik dengan
disfungsi otonom, agitasi, dan kebingungan berat-yaitu,
mereka dengan delirium pada putus alkohol, atau DT-tidak
ada penanganan optimal yang telah dikembangkan hingga
kini. Langkah pertama adalah menanyakan mengapa
sindrom putus zat yang relatif jarang ini terjadi;
jawabannya sering kali berhubungan dengan masalah
medis berat yang terjadi bersamaan yang perlu
penanganan segera.
Gejala putus zat dapat diminimalkan dengan
penggunaan benzodiazepin (terkadang dibutuhkan dosis
tinggi) maupun obat antipsikotik, seperti haloperidol. Pada
hari pertama atau kedua, dosis biasanya digunakan untuk
mengendalikan perilaku dan pasien dapat disapih dari obat
sekitar hari ke lima.
C. Rehabilitasi
Bagi sebagian pasien, rehabilitasi mencakup tiga komponen utama
: (1) upaya berkelanjutan untuk meningkatkan dan memertahankan
kadar motivasi abstinensi yang tinggi, (2) bekerja membantu pasien
menyesuaikan kembali ke gaya hidup bebas alkohol, dan (3)
pencegahan relaps. Penanganan membutuhkan presentasi berulang
yang mengingatkan pasien pentingnya abstinensi serta yang

21
membantu pasien mengembangkan sistem pendukung dari hari ke
hari dan gaya penyelesaian masalah yang baru.10
Proses penanganan pada situasi manapun mencakup intervensi,
optimalisasi fungsi fisik dan psikologis, meningkatkan motivasi,
menjangkau keluarga dan menggunakan 2 sampai 4 minggu pertama
perawatan sebagai periode intensif pertolongan. Upaya tersebut harus
diikuti sekurangnya 3 sampai 6 bulan perawatan rawat jalan yang
lebih jarang. Perawatan rawat jalan menggunakan kombinasi
konseling individual dan kelompok, penghindaran obat psikotropika
yang bijaksana, serta keterlibatan pada kelompok swa-bantu.10
 Konseling10
Upaya konseling dalam beberapa bulan pertama sebaiknya
berfokus pada isu kehidupan hari ke hari untuk membantu
pasien mempertahankan kadar motivasi abstinensi yang tinggi
serta meningkatkan fungsi mereka.
Konseling dapat dilaksanakan pada individu atau
kelompok. Untuk mengoptimalkan motivasi, sesi terapi
sebaiknya menggali konsekuensi minum-minum,
kemungkinan perjalanan masalah kehidupan terkait alkohol
selanjutnya, dan perbaikan nyata yang diharapkan dengan
abstinensi.
Konseling individu atau kelompok biasanya diberikan
minimal tiga kali seminggu selama 2 sampai 4 minggu
pertama, diikuti upaya yang tidak terlalu intensif, sekitar
sekali seminggu selama 3 sampai 6 bulan selanjutnya
 Kelompok Swa-Bantu10
Kelompok swa-bantu (di Amerika, Alcohol Anonymous),
menyediakan bantuan 24 jam sehari, terhubung dengan
kelompok sebaya yang tidak minum, belajar bahwa ia
berpartisipasi dalam fungsi sosial tanpa minum, serta

22
diberikan model pemulihan dengan mengamati pencapaian
anggota kelompok yang telah pulih.
D. Intervensi farmakologis
Disulfiram diberikan dalam dosis harian 250mg sebelum pasien
dipulangkan dari fase intensif pertama rehabilitasi rawat jalan atau
perawatan rawat inap. Dua intervensi farmakologis tambahan yang
menjanjikan yang telah diteliti diantaranya antagonis opioid
naltrekson dan akamprosat. Antagonis opioid naltrekson secara
teoritis menurunkan adiksi alkohol atau menumpulkan efek
menyenangkan dari minuman alkohol. Terdapat penelitian dimana
menggunakan obat 50mg per hari memberikan hasil yang
menjanjikan. Selanjutnya adalah akamprosat, digunakan pada dosis
sekitar 2000 mg per hari, obat ini dikaitkan dengan sekitar 10-20%
hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo bila digunakan dalam
konteks regimen pengobatan psikologis dan perilaku yang biasa untuk
alkoholisme.10

Tabel 2. Obat-obatan dalam Penanganan Gangguan terkait Penggunaan Alkohol16

Penanganan Kondisi Intoksikasi Alkohol17

23
1. Deteksi dini dan tegakkan diagnosis dengan segera.
2. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan dengan segera dan dalam waktu
singkat.
3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Gejala utama: Waspada berlebihan, kegelisahan, agitasi psikomotor,
mondar-mandir, banyak bicara dan tekanan pada pembicaraan, rasa
nyaman dan elasi. Sering kali agresif, perilaku kekerasan dan daya nilai
terganggu, takikardi, hipertensi, dilatasi pupil, mengigil dan diaforesis,
anoreksia, mual dan muntah dan insomnia

b. Breath analyzer

4. Terapi

 Bilas lambung, induksi muntah, atau gunakan karbon aktif untuk


mengeluarkan alkohol dari saluran cerna (gastrointestinal) dimulai
dalam 30 hingga 60 menit setelah konsumsi alkohol

 Pemberian etanol atau fomepizole untuk menunda atau mencegah


pembentukan metabolit beracun perlu dimulai sementara kadar
alkohol tertentu tetap tidak termetabolisme, pengukuran konsentrasi
alkohol dalam darah dan / atau osmolalitas serum dapat membantu
 Dialisis (hemodialysis, peritoneal dialysis) berguna untuk
mengeluarkan alkohol dan metabolit toksik yang mungkin terbentuk
dan pemberian basa pada pasien untuk mengatasi metabolik asidosis

Penanganan Kondisi Putus Alkohol18


a. Pemberian cairan atas dasar hasil pemeriksaan elektrolit dan keadaan
umum
b. Atasi kondisi gelisah dengan golongan benzodiazepin (diazepam 5 mg
IM atau IV yang dapat diulang tiap 30 menit sampai dosis maksimal 20
mg/hari)
c. Bila ada kejang akibat putus zat maka atasi dengan benzodiazepin
(diazepam 5 mg yang disuntikan IV secara perlahan)

24
d. Dapat juga diberikan thiamine 100 mg ditambah 4 mg magnesium
sulfat dalam 1 liter 5%
e. Dextrose/normal saline selama 1-2 jam

2.9. Skrining dan Pencegahan Gangguan Alkohol

AUDIT (Alcohol Use Disorders Identification Test)

Tabel 3. Questionairre AUDIT (Alcohol Use Disorders Identification Test)19

Skor 8 atau lebih dikaitkan dengan pola minum berisiko ketergantungan,


skor 13 atau lebih pada wanita, dan 15 atau lebih pada pria menunjukkan
kecenderungan adanya ketergantungan alkohol.
 Pencegahan19
Program pendidikan untuk beberapa populasi sasaran :
o Anak-anak dan remaja

25
- Intervensi berbasis sekolah dan perguruan tinggi
- Panduan antisipatif disampaikan dalam pengaturan perawatan primer
- Intervensi berbasis komunitas dan keluarga
o Dewasa
- Intervensi tempat kerja dan militer
o Semua usia
Hukum, pajak, dan peraturan pemerintah tentang (dan konsekuensi
hukum yang terkait dengan) penjualan alkohol dan konsumsi alkohol

2.10 Prognosis Gangguan Alkohol19


Di Amerika Serikat, gangguan penggunaan alkohol merupakan hal yang
mengancam. Kurang dari 10% pasien menerima pengobatan yang dimaksudkan
untuk mencegah kekambuhan atau mengurangi konsumsi alkohol.
Berbagai pendekatan dalam penatalaksanaan mencapai kesuksesan dalam
1-5 tahun sebesar 15 – 35%. Sedangkan pasien dengan gangguan penggunaan
alkohol berat jarang dapat kembali ke konsumsi alkohol yang terkontrol atau
sedang.
Hasil yang lebih baik dikaitkan dengan perawatan yang lebih intens,
masalah alkohol yang tidak terlalu parah, gangguan kognitif yang lebih sedikit,
kepercayaan diri yang lebih tinggi mengenai hasil, dan lebih sedikit gangguan
psikiatri komorbid.

26
BAB III
KESIMPULAN

Alkohol adalah salah satu dari sekelompok senyawa organik yang


dibentuk dari hidrokarbon-hidrokarbon oleh pertukaran satu atau lebih gugus
hidroksil dengan atom-atom hidrogen dalam jumlah yang sama; istilah ini meluas
untuk berbagai hasil pertukaran yang bereaksi netral dan mengandung satu atau
lebih gugus alkohol. Alkohol adalah senyawa organik yang mengandung gugus
fungsi hidroksil dan sering dikonsumsi dalam bentuk minuman oleh sebagian
orang. Faktor yang menjadi etiologi gangguan terkait alkohol diantaranya
riwayat masa kanak-kanak, faktor psikoanalis, faktor sosioal dan kultural, faktor
perilaku dan pembelajaran, serta faktor genetik. Alkohol memiliki efek dalam
tubuh yang dapat membahayakan tubuh, sehingga konsumsi alkohol harus
dikurangi atau bahkan dihentikan. Penegakan diagnosa dari gangguan terkait
alkohol bisa menggunakan kriteria diagnosis dari PPDGJ III dan DSM V.
Dalam penatalaksanaannya meliputi intervensi, detoksifikasi dan
konseling. Farmakoterapi yang dapat digunakan diantaranya disulfiram,
antagonis opioid naltrekson dan akamprosat. Pencegahan yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan skrining menggunakan kuisioner skrining AUDIT dan
melalui pendidikan yang disesuaikan dengan populasi target sesuai usia.
Prognosis yang lebih baik dikaitkan dengan perawatan yang lebih intens,
masalah alkohol yang tidak terlalu parah, gangguan kognitif yang lebih sedikit,
kepercayaan diri yang lebih tinggi mengenai hasil, dan lebih sedikit gangguan
psikiatri komorbid.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiria MS. Gunawan, S.G. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI;2009.
2. World Health Organization.The global status report on alcohol and
health 2011. Geneva: World Health Organization Press;2011
3. Baan R, Straif K, Grosse Y, Secretan B, El Ghissassi F, Bouvard V, et al.
Carcinogenicity of alkoholic beverages. Lancet Oncol. 2007; 8(4): 292-
93.5
4. .Shield KD, Parry C, Rehm J. Chronic diseases and conditions related to
alkoholuse. Alcohol Research Current Reviews. 2013; 35(2): 155-7
5. Badan Narkotika Nasional. Laporan Akhir Survei Nasional Perkembanga
n Penyalahguna Narkoba Tahun Anggaran 2014. Depok Jakarta: Puslitke
s UI; 2015
6. Sadock BJ.Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry 10th
ed. Lippincott Williams and Wilkins: Philadelphia. 2007
7. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders Text Revision, 4th edition. Division and Publication and
Marketing, Washington DC: 2005
8. Smith, Colleen M., Allan D. Marks, M. A. Lieberman, Dawn B. Marks,
and Dawn B. Marks. 2005. Marks' basic medical biochemistry: a clinical
approach. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
9. Yu, Y., Arnold, A., & Keegan, D. A. (2016). The Calgary Guide:
teaching disease pathophysiology more effectively. Medical Education,
50(5), 580–581. doi:10.1111/medu.13037 
10. Kaplan, Harold I, and Benjamin J. Sadock. Comprehensive Textbook Of
Psychiatry Vols. 1-2. Williams & Wilkins Co. 2017:89-630
11. Alcohol Intoxication. Diakses dari :
https://emedicine.medscape.com/article/285913-differential
12. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-lII
dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya. 2013. 37

28
13. Alcohol withdrawal. 2018. Elsevier. Diakses dari :
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.elsevier.com/__data/assets/pd
f_file/0016/1010275/Alcohol
withdrawal_CO_140918.pdf&ved=2ahUKEwi4p8qX4KTsAhUJA3IKH
WD6CocQFjABegQIBRAB&usg=AOvVaw2JnqxG9YvvHRNJ3O1n63
Qu
14. Thompson W, Xiong G L. 2020. Alcoholism Differential Dianogses.
Medsacpe. Diakses dari https://emedicine.medscape.com/article/285913-
differential
15. Albanese A, Liu SManagement of Alcohol Use Disorder. J Addict
Ther.2017:1-17
16. Dasarathy J, Young J, Chhatlani A, Raddock M, Tampi R. Alcohol use
disorder: How best to screen and intervene. J fam practice.
2019;68(1):35-9
17. Jeffrey A. Kraut and Ira Kurtz. Toxic Alcohol Ingestions: Clinical
Features, Diagnosis, and Management. Clin J Am Soc Nephrol. 2008:208
–225
18. Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan psikiatrik di fasilitas kesehatan tingkat
primer (FKTP). Jakarta: Kemenkes. 2015.
19. Levinger DM. Alcohol Use Disorder. Elsevier. 2019. Available at
https://www.elsevier.com/__data/assets/pdf_file/0015/1010274/Alcohol-
use-disorder_CO_090819. Accessed on October 7th 2020

29

Anda mungkin juga menyukai