INTOKSIKASI ALKOHOL
Pembimbing:
dr. Erita Istriana, Sp.KJ
Disusun oleh:
Dinna Karlina (030.15.061)
Masyalia Hasna Taqiyyah (030.15.111)
Ovy Magda Aulia (031.19.020)
Nada Salsabila Zulti (031.19.015)
Rosalina Angeline Fatem (031.19.025)
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.3 Etiologi Gangguan Penggunaan Alkohol
2.3.1 Riwayat Masa Kanak-kanak
Beberapa faktor telah teridentifikasi dalam riwayat masa kanak-kanak
dari seseorang yang memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol. Anak-
anak beresiko yang memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol yaitu jika
satu atau lebih orang tuanya adalah pengguna alkohol.1
Pada riwayat masa kanak-kanak terdapat gangguan defisit-atensi /
hiperaktivitas atau gangguan konduksi atau keduanya yang meningkatkan resiko
anak untuk memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol pada masa
dewasanya. Gangguan kepribadian khususnya gangguan kepribadian antisosial
juga merupakan predisposisi seseorang kepada suatu gangguan berhubungan
dengan alkohol.6
6
2.3.3 Faktor Sosial dan Kultural
Beberapa lingkungan sosial menyebabkan minum yang berlebihan.
Asrama perguruan tinggi dan basis militer adalah dua contoh lingkungan dimana
minum berlebihan dipandang normal dan prilaku yang diharapkan secara sosial.
Sekarang ini, perguruan tinggi dan universitas mencoba mendidik mahasiswanya
tentang resiko kesehatan dari minum alkohol yang berlebihan.6
7
Istilah "alkohol" ditunjukkan pada sebagian besar molekul organik yang
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang melekat pada atom karbon jenuh. Etil
alkohol juga disebut sebagai etanol merupakan bentuk alkohol yang umum,
sering kali disebut alkohol minuman, etil alkohol digunakan dalam minuman.
Rumus kimia untuk etanol adalah CH3-CH2-OH.8
Karakteristik rasa dan bau berbagai muniman yang mengandung alkohol
tergantung kepada metode pembuatannya, yang menghasilkan berbagai senyawa
dalam hasil akhirnya. Senyawa tersebut termasuk metanol, butanol, aldehida,
fenol, tannins, dan sejumlah kecil berbagai logam. Walaupun senyawa ini dapat
menyebabkan suatu efek psikoaktif yang berbeda pada berbagai minuman yang
mengandung alkohol, perbedaan tersebut dalam efeknya adalah minimal
dibandingkan dengan efek etanol itu sendiri.8
8
2.4.2 Proses Metabolisme
Kira-kira 90% alkohol yang diabsorbsi dimetabolisme di hati, sisanya
dieksresikan tanpa diubah oleh ginjal dan paru-paru. Kecepatan oksidasi di hati
konstan dan tidak tergantung pada kebutuhan energi tubuh. Tubuh mampu
memetabolisme kira-kira 15 mg/dl setiap jam dengan rentan berkisar antara 10-
34 mg/dl per jamnya.8
Alkohol dimetabolisme dengan bantuan 2 enzim yaitu alkohol
dehidrogenase (ADH) dan aldehida dehidrogenase. ADH mengkatalisasi
konversi alkohol menjadi asetilaldehida yang merupakan senyawa toksik.
Aldehida dehidrogenase mengkatalisasi konversi asetaldehida menjadi asam
asetat. Aldehida dehidrogenase diinhibisi oleh disulfiram ( An-tabuse), yang
sering digunakan dalam pengobatan gangguan terkait alkohol. 8
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada wanita memiliki ADH
yang lebih rendah dari pada laki-laki, yang mungkin menyebabkan wanita
cenderung menjadi lebih terintoksikasi dibanding laki-laki setelah minum
alkohol dalam jumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim yang memetabolisme
alkohol akan menyebabkan mudahnya seseorang terjadi intoksikasi alkohol dan
gejala toksik. 8
9
Gambar 2. Patofisiologi gangguan alkohol9
10
B. Efek terhadap Perilaku
Hasil akhir aktivitas molekular adalah bahwa alkohol memiliki fungsi
depresan yang sangat mirip dengan barbiturat dan benzodiazepin. Pada
konsentrasi 0,05% alkohol didalam darah, maka pikiran, pertimbangan, dan
pengendalian akan mengalami kemunduran dan sering kali terputus. Pada
konsentrasi O,1 aksi motorik akan canggung. Pada konsentrasi O,2% fungsi
seluruh daerah motorik menjadi terdepresi, bagian otak yang mengontrol prilaku
emosional juga terpengaruhi. Pada konsentrasi 0,3% seseorang biasanya
mengalami konfusi dan dapat menjadi stupor. Pada konsentrasi O,4-0,5% dapat
terjadi koma. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pusat primitif diotak yang
mengontrol pernapasan dan kecepatan denyut jantung akan terpengaruhi dan
dapat terjadi kematian. 6
11
Asupan alkohol yang signifikan dihubungkan dengan meningkatnya
tekanan darah, disregulasi lipoprotein dan trigliserida serta meningkatkan
terjadinya infark miokardium dan penyakit serebrovaskular. Bukti-bukti telah
menunjukkan bahwa alkohol dapat merugikan sistem hemopoetik dan dapat
meningkatkan insidensi kanker, khususnya kanker otak, leher, esofagus,
lambung, hati, kolon, dan paru-paru. Intoksikasi akut juga dapat menyebabkan
hipoglikemia, yang jika tidak cepat terdeteksi akan menyebabkan kematian
mendadak pada orang yang terintoksikasi. 6
D. Uji laboratorium
Kadar gamma-glutamiyl transpeptidase meningkat pada kira-kira 80%
dari semua pasien dengan gangguan berhubungan dengan alkohol, dan volume
korpuskular rata-rata (MCV; mean corpuscular volume) meningkat kira-kira
60%. Hasil tes laboratorium lain yang mungkin berhubungan dengan gangguan
berhubungan dengan alkohol adalah asam urat, trigliserida, glutamat oksaloasetat
transaminase serum (SGOT) atau aspartat aminotransferase (AST), dan
glutamatpiruvat transaminase (SGPT) atau alanin aminotransferase (ALT). 6
12
Tabel 1. Gangguan berdasarkan kadar alkohol dalam darah10
Level Gangguan
20-30 mg/dL Performa motorik melambat dan kemampuan berpikir
yang menurun
13
Tipe II : ketergantungan alkohol terbatas pada pria, yang ditandai
dengan onset pada usia dini, pencarian alkohol secara spontan untuk
dikonsumsi, dan beberapa perilaku yang mengganggu sosial saat mabuk.
14
Gambar 2. Kategori dan Definisi Pola Pengguna Alkohol10
15
2.6.Kriteria Diagnostik Gangguan Alkohol
Kriteria diagnostik DSM-5 untuk intoksikasi alkohol (juga disebut
mabuk sederhana) didasarkan pada bukti konsumsi etanol barubaru ini,
perilaku maladaptif, dan setidaknya satu dari beberapa korelasi fisiologis
yang mungkin terjadi dari keracunan.11
Kriteria diagnosis Intoksikasi alkohol menurut DSM-5:12
1. Konsumsi alkohol akhir-akhir ini.
2. Perubahan perilaku atau psikologis bermasalah yang signifikan secara
klinis (misalnya, perilaku seksual atau agresif yang tidak pantas,
ketidakstabilan suasana hati, gangguan penilaian) yang berkembang
selama, atau segera setelah, konsumsi alkohol.
3. Satu (atau lebih) dari tanda atau gejala berikut yang berkembang selama,
atau segera setelah, penggunaan alkohol:
Berbicara yang cadel
Inkoordinasi
Ketidakstabilan postur atau saat berjalan
Nistagmus
Gangguan atensi dan ingatan
Stupor atau koma
4. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak
dapat dijelaskan lebih baik oleh gangguan mental lain, termasuk
keracunan dengan zat lain.
16
Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu
dipertimbangkan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau upacara
keagamaan).
Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan
kesadaran, fungsi kogrritif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan
respons psikofrsiologis lainnya. Intensitas intoksikasi berkurang dengan
berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak
terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan
kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau
terjadi komplikasi lainnya.
Kriteria DSM-5 untuk keadaan putus alkohol memerlukan penghentian
atau pengurangan penggunaan alkohol yang berat dan berkepanjangan serta
adanya gejala fisik atau neuropsikiatri tertentu.10
Tanda klasik dari putus alkohol adalah gemetar, meskipun spektrum
gejala dapat meluas hingga mencakup gejala psikotik dan perseptual
(misalnya, delusi dan halusinasi), kejang, dan gejala delirium tremens (DTs)
yang disebut sebagai delirium alkohol di DSM-5. Gemetar dapat berkembang
6 hingga 8 jam setelah berhenti minum, gejala psikotik dan perseptual mulai
dalam 8 hingga 12 jam, kejang dalam 12 hingga 24 jam, dan delirium tremens
(DT) dapat muncul kapan saja selama 72 jam pertama.10
Gejala putus alkohol lainnya termasuk iritabilitas umum, gejala
gastrointestinal (misalnya, mual dan muntah), dan hiperaktivitas otonom
simpatis, termasuk anxietas, bergairah, berkeringat, muka memerah, midriasis,
takikardia, dan hipertensi ringan.1 Pasien yang mengalami putus alkohol
umumnya waspada tetapi dapat dengan mudah terkejut.10
Kriteria diagnosis putus alkohol menurut DSM-5:13
A. Penghentian (atau pengurangan) penggunaan alkohol yang telah berat dan
berkepanjangan
17
B. Dua (atau lebih) dari tanda atau gejala berikut ini, berkembang dalam
beberapa jam hingga beberapa hari setelah penghentian (atau
pengurangan) penggunaan alkohol yang dijelaskan dalam kriteria A:
Hiperaktif otonom (misalnya, berkeringat, denyut nadi lebih dari 100
kali per menit)
Meningkatnya tremor tangan
Insomnia
Visual sementara, taktil, halusinasi atau ilusi auditari
Agitasi psikomotor
Kecemasan
Kejang tonik-klonik umum
C. Tanda dan gejala dalam kriteria B menyebabkan gangguan atau gangguan
yang signifikan secara klinis dalam bidang fungsi sosial, pekerjaan, atau
bidang penting lainnya
D. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak
dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain, termasuk
keracunan atau penarikan dari zat lain
Ditentukan jika dengan gangguan persepsi :
Penentu ini berlaku dalam kasus yang jarang terjadi ketika halusinasi
(biasanya visual atau taktil) terjadi dengan pengujian realitas utuh, atau ilusi
pendengaran, visual, atau sentuhan terjadi tanpa adanya atau delirium
18
kepribadian antisosial dan gangguan perilaku yang sudah ada sebelumnya.
Karena diagnosis ini dikaitkan dengan onset awal gangguan penggunaan
alkohol serta prognosis yang lebih buruk, kedua kondisi tersebut penting
untuk ditegakkan.5
C. Gangguan bipolar, depresi, gangguan dysthymic, insomnia, gangguan panik,
fobia sosial juga dapat menjadi diagnosis banding dengan gangguan terkait
alkohol.14
19
penyalahgunaan obat gabungan, keadaan putus alkohol yang berat
jarang terjadi. Langkah kedua adalah memberi istirahat, nutrisi
adekuat dan vitamin multipel terutama yang mengandung tiamin.10
20
Bila menggunakan agen kerja lama, seperti
klordiazepoksid, klinisi sebaiknya menghindari timbulnya rasa
mengantuk berlebihan akibat overpengobatan; jika pasien
mengantuk, dosis yang dijadwalkan selanjutnya sebaiknya
dibatalkan. Bila menggunakan agen kerja singkat seperti
lorazepam, pasien tidak boleh melewatkan satu dosispun
karena perubahan cepat pada konsentrasi benzodiazepin dalam
darah dapat mempresipitasi keadaan putus zat yang parah.
Keadaan Putus Zat Berat 10
Bagi kurang lebih 1-3% pasien alkoholik dengan
disfungsi otonom, agitasi, dan kebingungan berat-yaitu,
mereka dengan delirium pada putus alkohol, atau DT-tidak
ada penanganan optimal yang telah dikembangkan hingga
kini. Langkah pertama adalah menanyakan mengapa
sindrom putus zat yang relatif jarang ini terjadi;
jawabannya sering kali berhubungan dengan masalah
medis berat yang terjadi bersamaan yang perlu
penanganan segera.
Gejala putus zat dapat diminimalkan dengan
penggunaan benzodiazepin (terkadang dibutuhkan dosis
tinggi) maupun obat antipsikotik, seperti haloperidol. Pada
hari pertama atau kedua, dosis biasanya digunakan untuk
mengendalikan perilaku dan pasien dapat disapih dari obat
sekitar hari ke lima.
C. Rehabilitasi
Bagi sebagian pasien, rehabilitasi mencakup tiga komponen utama
: (1) upaya berkelanjutan untuk meningkatkan dan memertahankan
kadar motivasi abstinensi yang tinggi, (2) bekerja membantu pasien
menyesuaikan kembali ke gaya hidup bebas alkohol, dan (3)
pencegahan relaps. Penanganan membutuhkan presentasi berulang
yang mengingatkan pasien pentingnya abstinensi serta yang
21
membantu pasien mengembangkan sistem pendukung dari hari ke
hari dan gaya penyelesaian masalah yang baru.10
Proses penanganan pada situasi manapun mencakup intervensi,
optimalisasi fungsi fisik dan psikologis, meningkatkan motivasi,
menjangkau keluarga dan menggunakan 2 sampai 4 minggu pertama
perawatan sebagai periode intensif pertolongan. Upaya tersebut harus
diikuti sekurangnya 3 sampai 6 bulan perawatan rawat jalan yang
lebih jarang. Perawatan rawat jalan menggunakan kombinasi
konseling individual dan kelompok, penghindaran obat psikotropika
yang bijaksana, serta keterlibatan pada kelompok swa-bantu.10
Konseling10
Upaya konseling dalam beberapa bulan pertama sebaiknya
berfokus pada isu kehidupan hari ke hari untuk membantu
pasien mempertahankan kadar motivasi abstinensi yang tinggi
serta meningkatkan fungsi mereka.
Konseling dapat dilaksanakan pada individu atau
kelompok. Untuk mengoptimalkan motivasi, sesi terapi
sebaiknya menggali konsekuensi minum-minum,
kemungkinan perjalanan masalah kehidupan terkait alkohol
selanjutnya, dan perbaikan nyata yang diharapkan dengan
abstinensi.
Konseling individu atau kelompok biasanya diberikan
minimal tiga kali seminggu selama 2 sampai 4 minggu
pertama, diikuti upaya yang tidak terlalu intensif, sekitar
sekali seminggu selama 3 sampai 6 bulan selanjutnya
Kelompok Swa-Bantu10
Kelompok swa-bantu (di Amerika, Alcohol Anonymous),
menyediakan bantuan 24 jam sehari, terhubung dengan
kelompok sebaya yang tidak minum, belajar bahwa ia
berpartisipasi dalam fungsi sosial tanpa minum, serta
22
diberikan model pemulihan dengan mengamati pencapaian
anggota kelompok yang telah pulih.
D. Intervensi farmakologis
Disulfiram diberikan dalam dosis harian 250mg sebelum pasien
dipulangkan dari fase intensif pertama rehabilitasi rawat jalan atau
perawatan rawat inap. Dua intervensi farmakologis tambahan yang
menjanjikan yang telah diteliti diantaranya antagonis opioid
naltrekson dan akamprosat. Antagonis opioid naltrekson secara
teoritis menurunkan adiksi alkohol atau menumpulkan efek
menyenangkan dari minuman alkohol. Terdapat penelitian dimana
menggunakan obat 50mg per hari memberikan hasil yang
menjanjikan. Selanjutnya adalah akamprosat, digunakan pada dosis
sekitar 2000 mg per hari, obat ini dikaitkan dengan sekitar 10-20%
hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo bila digunakan dalam
konteks regimen pengobatan psikologis dan perilaku yang biasa untuk
alkoholisme.10
23
1. Deteksi dini dan tegakkan diagnosis dengan segera.
2. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan dengan segera dan dalam waktu
singkat.
3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Gejala utama: Waspada berlebihan, kegelisahan, agitasi psikomotor,
mondar-mandir, banyak bicara dan tekanan pada pembicaraan, rasa
nyaman dan elasi. Sering kali agresif, perilaku kekerasan dan daya nilai
terganggu, takikardi, hipertensi, dilatasi pupil, mengigil dan diaforesis,
anoreksia, mual dan muntah dan insomnia
b. Breath analyzer
4. Terapi
24
d. Dapat juga diberikan thiamine 100 mg ditambah 4 mg magnesium
sulfat dalam 1 liter 5%
e. Dextrose/normal saline selama 1-2 jam
25
- Intervensi berbasis sekolah dan perguruan tinggi
- Panduan antisipatif disampaikan dalam pengaturan perawatan primer
- Intervensi berbasis komunitas dan keluarga
o Dewasa
- Intervensi tempat kerja dan militer
o Semua usia
Hukum, pajak, dan peraturan pemerintah tentang (dan konsekuensi
hukum yang terkait dengan) penjualan alkohol dan konsumsi alkohol
26
BAB III
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
13. Alcohol withdrawal. 2018. Elsevier. Diakses dari :
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.elsevier.com/__data/assets/pd
f_file/0016/1010275/Alcohol
withdrawal_CO_140918.pdf&ved=2ahUKEwi4p8qX4KTsAhUJA3IKH
WD6CocQFjABegQIBRAB&usg=AOvVaw2JnqxG9YvvHRNJ3O1n63
Qu
14. Thompson W, Xiong G L. 2020. Alcoholism Differential Dianogses.
Medsacpe. Diakses dari https://emedicine.medscape.com/article/285913-
differential
15. Albanese A, Liu SManagement of Alcohol Use Disorder. J Addict
Ther.2017:1-17
16. Dasarathy J, Young J, Chhatlani A, Raddock M, Tampi R. Alcohol use
disorder: How best to screen and intervene. J fam practice.
2019;68(1):35-9
17. Jeffrey A. Kraut and Ira Kurtz. Toxic Alcohol Ingestions: Clinical
Features, Diagnosis, and Management. Clin J Am Soc Nephrol. 2008:208
–225
18. Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan psikiatrik di fasilitas kesehatan tingkat
primer (FKTP). Jakarta: Kemenkes. 2015.
19. Levinger DM. Alcohol Use Disorder. Elsevier. 2019. Available at
https://www.elsevier.com/__data/assets/pdf_file/0015/1010274/Alcohol-
use-disorder_CO_090819. Accessed on October 7th 2020
29