Anda di halaman 1dari 6

JHE 1 (1) (2016)

Journal of Health Education


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu/

PENGEMBANGAN JUMANTIK MANDIRI DALAM MENINGKATKAN


SELF RELIANCE DAN ANGKA BEBAS JENTIK (ABJ)

Afri Wahyu Firmadani 

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Latar Belakang: Studi pendahuluan di Kelurahan Karangrejo Semarang menunjukkan ABJ yang
Diterima Maret 2016 rendah (<95%) dan PSN yang kurang. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan self reliance dan
Disetujui April 2016 Angka Bebas Jentik melalui “OHOJu” sebagai model pengembangan self jumantik.
Publikasi April 2016 Metode: Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan pendekatan nonequivalent control group
________________ design. Jumlah sampelnya adalah 164 responden.
Keywords: Hasil: Hasil penelitian menunjukkan nilai p value untuk sikap adalah 0,003 dan praktik adalah
Dengue fever, self reliance, 0,002, sedangkan nilai p value ABJ adalah 1,000.
larvae-free index. Simpulan: Keberadaan “OHOJu” memiliki pengaruh terhadap peningkatan sikap dan praktik
____________________ pencegahan demam berdarah tetapi tidak meningkatkan ABJ.

Abstract
___________________________________________________________________
Background: A preliminary study in Karangrejo Village Semarang indicated that larvae-free index was low
(<95%) and breeding place elimination did not intensively carried on. The objective was to increase self
reliance and larvae-free index with “OHOJu” as a development model of independent jumantik (mosquito
larvae surveillance team).
Methods: This study was quasy experiment with non equivalent control group design. Sample size were 164
respondents.
Results: The result indicated that p value of the attitude was 0.003 and the practice was 0.02, while p value of
larvae-free index was 1.000.
Conclusion: The “OHOJu” affected the improvement of the attitude and practice of dengue fever prevention,
but it did not affect larvae-free number improvement. The suggestion for the local clinic and Semarang health
office for allow and use “OHOJu” with improving the reporting system of PSN.

© 2016 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2527-4252
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: afriwahyu_12_firmadani@yahoo.com

1
Afri Wahyu Fimadani / Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2016)

PENDAHULUAN wilayah kerja Puskesmas Pegandan.


Berdasarkan data dari Puskesmas Pegandan,
Demam Berdarah Dengue adalah diketahui bahwa pada tahun 2011 di Kecamatan
penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan Gajah Mungkur terdapat 112 penderita, tahun
ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes Aegypty 2012 turun menjadi 35 penderita dan
melalui gigitan. Virus dengue itu sendiri meningkat kembali pada tahun 2013 yaitu
merupakan bagian dari flaviviridae dan dapat sebanyak 106 penderita DBD. Pada tahun 2014
diklasifikasikan dalam empat serotipe yaitu sampai bulan Agustus di Puskesmas Pegandan
serotipe Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3 dan tercatat sebanyak 52 penderita DBD, sebanyak 3
Dengue-4. Dari keempat serotipe tersebut yang penderita meninggal. IR DBD sampai bulan
paling sering menyebabkan kasus berat dan Agustus 2014 sebesar 89,936//100.000
menyebabkan kematian adalah serotype penduduk dan CFR sebesar 0,058 % (Kemenkes
Dengue-3 (Frida, 2008). RI, 2011).
Nyamuk Aedes Aegypty, mengisap darah Survei yang dilakukan oleh Puskesmas
berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus Pegandan rata-rata Angka Bebas Jentik (ABJ) di
gonotropik, untuk memenuhi lambungnya Kecamatan Gajah Mungkur dari bulan Januari
dengan darah. Nyamuk ini sangat efektif sampai bulan Desember tahun 2014 masih
sebagai penular penyakit. Setelah mengisap dibawah ABJ standar nasional, yaitu 95%.
darah, nyamuk akan hinggap (beristirahat) di Salah satu penyebab rendahnya ABJ adalah
dalam atau di luar rumah berdekatan dengan masih rendahnya kesadaran PSN dari
tempat perkembangbiakannya. masyarakat di wilayah kelurahan Karangrejo,
Perkembangbiakan utama dari Aedes Aegypty, khususnya RW 05. Pada tahun 2014 jumlah
adalah tempat-tempat penampungan air yang penderita DBD sebanyak 5 penderita dari
tertampung di suatu tempat atau bejana di jumlah total penderita di Keluraha Karangrejo
dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat sebanyak 9 penderita. Karakteristik masyarakat
umum, biasanya tidak melebihi 500 meter dari yang heterogen mayoritas bekerja menyebabkan
rumah (Depkes RI, 2010). rendahnya kesadaran dan praktik PSN sebagai
Di Indonesia pada tahun 2011 terdapat upaya pencegahan penyebaran DBD yang
65.432 kasus DBD dengan 595 kematian disebarkan oleh vektor nyamuk Aedes Aegepty.
dengan IR DBD mencapai 27,56 per 100.000 Upaya pemberantasan DBD hanya dapat
penduduk dengan CFR 0,91% (Kemenkes RI, berhasil apabila seluruh masyarakat berperan
2011). Berdasarkan data yang diolah Incidence secara aktif dalam PSN DBD (Depkes RI,
Rate (IR) DBD Kota Semarang dari Tahun 2010). Self Reliance merupakan kemampuan
2006 sampai dengan Tahun 2012 selalu jauh untuk memelihara dan melindungi kesehatan
lebih tinggi dari IR DBD Jawa Tengah dan IR mereka sendiri. Self Reliance merupakan
DBD Nasional. Menurut data dari Dinas kemandirian dari masyarakat yang berdaya
Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 IR DBD sebagai hasil dari pemberdayaan masyarakat
di Kota Semarang sebesar 29,4/100.000 yang kemudian akan membentuk suatu
penduduk dengan CFR 0,9%. IR DBD Kota masyarakat yang mandiri (Notoatmodjo, 2012;
Semarang merupakan tertinggi kedua setelah Francisca, 2010). Berdasarkan hasil penelitian
Kota Tegal yaitu 29,9/100.000 penduduk. Pada yang dilakukan oleh Mariam Mohamad dkk.
tahun 2012 Angka kesakitan/Incidence Rate hanya masyarakat yang sering terlibat dalam
(IR) DBD di Jawa Tengah sebesar kegiatan kampanye demam berdarah dan
19,29/100.000 penduduk. Tahun 2013 memiliki tingkat pengetahuan tinggi yang
meningkat menjadi 45,53/100.000 penduduk. melakukan praktik pengendalian jentik secara
Tahun 2012 IR DBD Kota Semarang tiga individui sedangkan masyarakat yang tidak
kali lebih tinggi dari IR DBD Jawa Tengah. terlibat memiliki praktik pengendalian jentik
Kecamatan Gajah Mungkur merupakan

2
Afri Wahyu Fimadani / Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2016)

secara individu yang rendah, yaitu sebesar eksklusi dengan jumlah sampel 164.
33.2% dari total 322 responden. Berdasarkan perhitungan jumlah sampel
“OHOJu” atau One Home One Jumantik minimal diperoleh besar sampel minimal
merupakan suatu model pemberdayaan sebanyak 82 responden di masing-masing RW
masyarakat yang dikembangkan dari konsep Self 05 dan RW 04 kelurahan Karangrejo
Jumantik (Kline, 2006). Self Jumantik Kecamatan Gajah mungkur, kota Semarang,
merupakan juru pemantau jentik yang pencuplikan sampel yang digunakan adalah
dilakukan secara mandiri oleh masyarakat berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi
untuk melindungi wilayahnya dari jentik dengan jumlah sampel 164 sampel, kemudian
nyamuk demam berdarah, dengan teknik dasar dibagi menjadi 2 kelompok. Pembagian jumlah
3M Plus, yaitu menguras bak mandi, menutup kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
tempat penampungan air, menubur barang berdasarkan karakteristik wilayah yang berbeda
bekas, dan adapun yang dimaksud dengn Plus dilihat dari jumlah kasus DBD pada kedua
adalah bentuk kegiatan seperti menggunakan wilayah tersebut.
obat nyamuk atau anti nyamuk, menggunakan Data diolah dan dianalisis dengan
keambu saat tidur, menanam tanaman pengusir komputer (SPSS-16). Analisis univariat
nyamuk, memelihara ikan yang dapat memakan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
jentik nyamuk, menghindari daerah gelap frekuensi, sedangkan analisis bivariat terdiri dari
didalam rumah agar tidak ditempati nyamuk analisis tabel atau crosstab, analisis hubungan.
dengan mengatur ventilasi dan pencahayaan Analisis tabulasi silang digunakan untuk
(Mohamad, 2014). Dengan adanya “OHOJu” meringkas dan mengetahui sebaran data serta
diharapkan setiap rumah memiliki satu kader juga dapat digunakan untuk menganalisis secara
yang akan selalu memantau jentik nyamuk deskriptif. Analisis korelasi sebagai dasar untuk
dirumahnya sendiri serta dapat meningkatkan menguji hipotesis penelitian menggunakan uji
self Reliance dari masyarakat di kelurahan Chi-Square.
Karangrejo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
METODE
Dari jumlah responden 164 ibu rumah
Penelitian ini menggunakan desain tangga yang diambil dari RW 04 dan RW 05.
penelitian eksperimen semu atau quasi Sebanyak 59 atau 35, 96% responden lulus
eksperiment, dengan pendekatan nonequivalent SMA, sebanyak 44 responden atau 26,83% lulus
control group design yaitu merupakan SD, 33 responden atau 20,12% lulus SMP, 15
pengembangan dari true eksperimental design. responden atau 9,15% lulus Perguruan tinggi
Desain ini memiliki kelompok kontrol, tetapi dan 13 responden atau 7,93% lulus akademi
tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol (D1,D2,D3).
variabel-variabel luar yang mempengaruhi Berdasarkan penelitian yang telah
pelaksanaan eksperimen. dilakukan sebanyak 94 Responden atau 57,32%
Populasi dalam penelitian ini adalah adalah ibu rumah tangga, 6 responden atau
semua ibu rumah tangga di wilayah RW 05 3,66% adalah pensiunan dan sisanya dengan
sebagai kelompok eksperimen dan RW 04 total 64 responden 39,03% adalah pekerja,
sebagai kelompok kontrol Kelurahan dengan 23 responden atau 14,02% sebagai
Karangrejo kecamatan Gajah mungkur kota buruh, 10 responden atau 6,10% PNS/TNI, 13
Semarang. Pengambilan sampel dalam responden atau 7,93% pedagang, dan 18
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan responden atau 10,98% adalah wiraswasta.
metode purposive sampling. Pemantauan jentik dilakukan selama satu
Pencuplikan sampel yang digunakan bulan pada kelompok eksperimen, dari hasil
adalah berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria pemantauan terdapat rumah responden yang

3
Afri Wahyu Fimadani / Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2016)

bebas jentik dari minggu ke-I hingga minggu ke- sebesar 35 atau 42,7%. Sedangkan pada
IV selalu diatas 50 %. Dari total 82 rumah kelompok kontrol sebagai kelompok
responden, terdapat paling banyak 64 atau pembanding yang tidak mendapatkan perlakuan
78,05% rumah responden yang bebas jentik terdapat peningkatan sikap sebesar 28 atau
yaitu pada minggu ke-I dan minggu ke-IV. 34,1% dan penurunan atau tidak meningkat
Sedangkan untuk rumah responden dengan sebesar 45 atau 65,9% dari total responden yang
ditemukannya jentik paling banyak pada ada. Dari total 164 responden yang ada 75 atau
minggu ke-I yaitu sebanyak 20 atau 24,39% dari 45,7% responden mengalami peningkatan sikap
total rumah responden dan sisanya tidak mengalami peningkatan.
Pada kelompok kontrol, hasil penelitian Significancy atau nilai p sebesar 0,003 (p<0,05).
menunjukan rumah responden yang bebas jentik Hal ini berarti terdapat hubungan antara status
dari minggu ke-I hingga minggu ke-IV rumah “OHOJu” dengan sikap pencegahan DBD.
bebas jentik selalu diatas 50 %. Dari total 82 Hal ini terjadi karena kerjasama yang
rumah responden, terdapat paling banyak 68 baik antara peneliti dan responden terutama
atau 82,93% rumah responden yang bebas jentik dalam pelaksanaan pemberdayaan. Dalam
yaitu pada minggu ke-IV. Sedangkan untuk mengikuti kegiatan penyuluhan responden
rumah responden dengan ditemukannya jentik memiliki minat positif, hal ini dibuktikan
paling banyak pada minggu ke-I yaitu sebanyak dengan banyaknya responden yang mengajukan
24 atau 29,27% dari total rumah responden pertanyaan terkait materi yang diberikan oleh
Angka bebas jentik (ABJ) merupakan peneliti. Hasil penelitian ini sesuai dengan
ukuran yang dipakai untuk mengetahui penelitian yang dilakukan oleh Tanjung (2013)
kepadatan jentik dengan cara menghitung yang menyatakan bahwa praktik kader jumantik
rumah atau bangunan yang tidak dijumpai dalam melaksanakan PSN DBD berjalan baik
jentik dibagi dengan seluruh jumalah rumah apabila didukung dengan sikap PSN yang baik.
atau bangunan (Hadi, 2015). Dengan demikian Hal ini berarti praktik dan sikap pencegahan
keadaan bebas jentik merupakan suatu keadaan DBD melalui PSN 3M Plus berbanding lurus.
dimana ABJ lebih atau sama dengan 95%. Semakin baik praktik PSN semaikin baik pula
Penelitian menunjukan bahwa ABJ dari sikap PSN DBD yang dimiliki oleh masyarakat.
minggu ke-III hingga minggu ke-IV mengalami Penelitian menunjukan terdapat 51 atau
kenaikan yang signifikan yaitu dari 74,39% naik 62,2% responden yang mengalami peningkatan
menjadi 82,93%. praktik pencegahan DBD dan terdapat 31 atau
Tabel 1. Hubungan status “OHOJu” dengan 37,9% responden yang tidak mengalami
ABJ, praktik dan sikap PSN. peningkatan praktik pencegahan DBD dari

Sikap Praktik ABJ


Kelom Mening tidak p Mening tidak p naik Turun p
pok kat mening -kat mening-
-kat kat
Ekspe- 47 35 51 31 3 1
rimen (57,3%) (42,7%) (62,2%) (37,8%) (60,0%) (33,3%)
0,003 0,002 1,000
Kon- 28 54 31 51 2 2
trol (34,1%) (65,9%) (37,8%) (62,2%) (40,0%) (50,0%)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan kelompok eksperimen. Pada kelompok kontrol


terhadap 164 responden pada kedua kelompok terdapat 31 responden atau 37,9% yang
penelitian terdapat peningkatan sikap pada mengalami peningkatan dan sebanyak 51 atau
kelompok eksperimen sebagai kelompok yang 62,2% responden yang tidak mengalami
mendapatkan perlakuan sebesar 47 atau 57,3% peningkatan. Hasil significancy sebesar 0,002
dan terdapat penurunan atau tidak meningkat (p<0,05). Hal ini berarti terdapat hubungan

4
Afri Wahyu Fimadani / Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2016)

antara status “OHOJu” dengan praktik Berdasarkan standar nasional ABJ


pencegahan DBD. yang ditentukan adalah sebesar 95%, maka
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa RW 04 dan RW 05
oleh Salawati, (2010). Menunjukan bahwa masih di bawah satandar nasional atau belum
Praktik PSN yang berhubungan dengan memenuhi target nasional. Hal ini disebabkan
kejadian DBD antar lain kebiasaan menutup masih banyaknya warga yang beranggapan
dan menguras tempat penampungan air/TPA, bahwa PSN hanya dilakukan oleh petugas
dan kebiasaan menyingkirkan barang bekas. pemantau jentik dari kelurahan atau petugas
Jika praktik tersebut menjadi suatu kebiasaan P2DBD dari puskesmas atau dinas kesehatan.
maka angka kejadian DBD akan menurun Hasil penelitian sebelumnya yang
seiring dengan meningkatnya Angka Bebas dilakukan oleh Rosidi & Adi Sasmito (2009)
Jentik (ABJ). menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan
Berdasarkan data pemantauan rutin jentik antara penggerakan pemberantasan sarang
nyamuk yang dilakukan oleh RW 04 sebagai nyamuk demam berdarah dengue dan angka
kelompok kontrol yang tidak mendapatka bebas jentik adalah: penyuluhan kelompok
perlakuan pada bulan Maret ABJ adalah sebesar tentang demam berdarah dengue, kegiatan
86,03% dan turun menjadi 82,93% pada bulan pemberantasan sarang nyamuk demam
April. Hasil pemantauan yang dilakukan oleh berdarah dengue, sarana pendukung PSN-DBD,
“OHOJu” di RW 05 diketahui ABJ di RW 05 serta pemantauan jentik secara berkala. Faktor
pada bulan April adalah sebesar 78,05%. Hasil yang tidak berhubungan adalah: musyawarah
tersebut tidak berbeda jauh dari hasil masyarakat desa, adanya kader jumantik,
pemantauan yang dilakukan oleh pihak Dinkes adanya dana, bimbingan teknis, dan kunjungan
kota Semarang dan puskesmas Pegandan yaitu rumah.
sebesar 78,08% dari total rumah yang dipantau Upaya pencegahan DBD melalui
sebanyak 100 Rumah. Hasil ABJ tersebut kegiatan PSN masih didominasi oleh Jumantik
meningkat bila dibandingkan dengan ABJ pada baik dari kelurahan, puskesmas atau dinas
bulan Maret atau sebelum adanya “OHOJu” kesehatan tanpa melibatkan atau
yaitu sebesar 67,98%. mengkaaktifkan masyarakat untuk ikut aktif
Hasil penelitian menunjukan ABJ pada atau berpartisipasi dalam pelaksanaan PSN
kelompok eksperimen mengalami peningkatan, sebagai tindakan pencegahan DBD. Melalui
dan pada kelompok kontrol tidak mengalami advokasi dan penyuluhan untuk meningkatan
peningkatan. Hasil Uji menunjukan nilai pengetahuan masyarakat tentang PSN DBD.
significancy sebesar 1,000 (p>0,05) yang artinya
tidak terdapat terdapat hubungan antara status SIMPULAN
“OHOJu” terhadap Angka Bebas Jentik (ABJ).
Hal ini berarti terdapat tidak terdapat hubungan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
antara status “OHOJu” dengan Angka Bebas data yang telah dilakukan dapat disimpulkan
Jentik (ABJ). bahwa penerapan “OHOJu” (One Home One
Hal ini dikarenakan masih sangat Jumantik ) sebagai model pengembangan
rendahnya kesadaran masyarakat dalam jumantik mandiri mampu meningkatkan praktik
berpartisipasi melakukan PSN. Selain itu dalam dan sikap PSN DBD sebagai upaya pencegahan
pelaksanaanya checklis pemantauan jentik tidak penyakit DBD, tetapi tidak meningkatkan
langsung ditulis segera setelah pemantauan Angka Bebas Jentik (ABJ), sehingga
dilakukan, seringkali checklist langsung di isi diharapkan untuk dapat membuat dan
dua minggu satu kali meskipun telah dijelaskan menerapkan metode yang lebih efektif dengan
sebelumnya bahwa pemantauan harus melihat pada karakteristik wilayah dan
dikumpulkan pada ibu RT satu minggu sekali masyarakat dalam meningkatkan ABJ DBD.
(Ima, 2009).

5
Afri Wahyu Fimadani / Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2016)

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di


UCAPAN TERIMA KASIH Kelurahan Adhiarsa Barat Kabupaten
Karawang Provinsi Jawa Barat. Jurnal
Asporator, 1(1): 22-27.
Ucapan terima kasih kami tunjukkan
Kemenkes RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia Tahun
kepada Lurah Karangrejo, Ketua RW 04
2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Kelurahan Karangrejo Kecamatan Gajah (www.kemkes.go.id).
Mungkur Kota Semarang, serta seluruh Mohamad, M. (2014). Factors Assosiated With
responden dan anggota tim pengumpul data Larval Control Practice In A Dengue
yang terlibat dalam penelitian ini. Outbreak Prone Area. Hindawi Publishing
Corporation. Journal of Environmental and
DAFTAR PUSTAKA Public Health, 2014(459173).
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan Dan Ilmu
Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Depkes RI. (2010). Pemberantasan Nyamuk Penular
Rosidi, A &. Adi Sasmito, W. (2009). Hubungan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes RI.
Faktor Penggerakan Pemberantasan Sarang
Frida, N. (2008). Mengenal Demam Berdarah Dengue.
Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD)
Jakarta: CV Pamularsih.
dengan Angka Bebas Jentik di Kecamatan
Francisca. (2010). Partisipasi Dalam Promosi
Sumberjaya Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Kesehatan Pada Kasus Penyakit Demam
diakses 14 Februari 2014,
Berdarah (DB) Ditinjau Dari Pemberdayaan
(http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4120
Psikologis dan Rasa Bermasyarakat. Jurnal
98086.pdf).
Psikologi, 37(1): 65-81.
Salawati. (2010). Kejadian Demam Berdarah Dengue
Ima, M. (2009). Efektifitas Pemberdayaan Kelompok
Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Praktik
Ibu Rumah Tangga Dalam Peningkatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk. J Kesehat
Pengetahuan, Sikap, Dan Praktik
Masy Indones 6(2): 57-66.

Anda mungkin juga menyukai