Anda di halaman 1dari 40

ASESMEN ADIKSI ANALISIS KUESIONER PENGGUNAAN

ZAT/ OBAT-OBATAN ADIKTIF


DI PUSKESMAS KECAMATAN TEBET

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan Dalam Menempuh

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh :
Elsi Septira Wibowo 030.15.067
Nada Salsabila Zulti 030.15.126

Pembimbing
Evi Susanti Sinaga SKM, MPH

dr. Hari Nugroho, M.Sc

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PUSKESMAS KECAMATAN TEBET
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 14 FEBRUARI 2022 – 26 MARET 2022
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Adiksi adalah kondisi ketergantungan fisik dan mental terhadap hal-hal


tertentu yang menimbulkan perubahan perilaku bagi orang yang mengalaminya.
Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya yang disebut NAPZA.
NAPZA merupakan setiap bahan atau zat, kecuali makanan, minuman, dan oksigen
yang apabila masuk kedalam tubuh, dapat mengubah fungsi tubuh secara fisik atau
psikologis seseorang. Adiksi terhadap NAPZA berdasarkan Peraturan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 183 Tahun 2012 Tentang
Pemulihan Adiksi Berbasis Masyarakat didefinisikan sebagai suatu pola maladaptif
dari penggunaan NAPZA, menimbulkan hendaya atau kesukaran yang berarti
secara klinis seperti timbulnya toleransi, gejala putus NAPZA, sulit untuk
menghentikan penggunaan, hambatan pada dunia akademik atau pekerjaan.(1,2)

Data dari perkembangan situasi NAPZA dunia pada tahun 2014,


menyatakan bahwa angka estimasi pengguna tahun 2012 adalah antara 162 juta
hingga 324 juta orang atau sekitar 3,5–7%. Estimasi pengguna NAPZA pada tahun
2010 yang kisarannya 3,5–5,7%.(3) Kasus penyalahgunaan dan ketergantungan /
adiksi pada narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) di Indonesia
tergolong cukup besar. Diketahui, prevalensi penyalahgunaan NAPZA di Indonesia
setiap tahun selalu meningkat. Di Indonesia, pada tahun 2013 penyalahgunaan
NAPZA mencapai 3,7 jiwa (22%). Pada tahun 2014 mengalami peningkatan,
Badan Narkotika Nasional (BNN) memperkirakan ada 3,2 juta orang (1,5% dari
total populasi) di Indonesia mempunyai riwayat menggunakan NAPZA diantaranya
46% adalah perilaku minum alkohol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BNN
yang bekerjasama dengan Puslitkes Universitas Indonesia tahun 2011,
penyalahgunaan NAPZA di Indonesia prevalensi paling tinggi (2,2%) berada pada
kelompok usia 10–59 tahun.(4,5)
Data dari hasil penelitian Pusat Penelitian Data & Informasi Badan
Narkotika Nasional (2017) menunjukkan jumlah pengguna obat-obat terlarang di
DKI Jakarta sebagai provinsi dengan prevalensi penyalahgunaan terbesar di
Indonesia adalah sebesar 3.376.115 penyalahguna. Persentase terbesar adalah
kelompok coba pakai sebesar 59,5%, kelompok teratur pakai 27,25%, kelompok
pecandu bukan suntik 14,47% dan kelompok pecandu suntik sebesar 1,73%.
Kelompok usia muda adalah kelompok berisiko tinggi terbesar sebagai
penyalahguna NAPZA dimana jumlah pengguna di bawah usia 30 tahun lebih
banyak dibandingkan di usia lebih dari 30 tahun.(6)
Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Jakarta Selatan mencatat remaja usia
10-19 tahun adalah kelompok terbanyak pengguna narkoba. Mereka berstatus sebagai
pelajar tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas
(SMA/SMK). Pada tahun 2017 terjadi peningkatan jumlah pelajar yang memakai
narkoba 2x lipat dari tahun 2016. Selama pandemi COVID-19 terhitung sejak Maret
2020 hingga saat ini penyalahgunaan obat terlarang jenis shabu dan ganja mengalami
peningkatan hingga 60% menurut BNN. Peningkatan tersebut meningkat karena
digunakan di apartemen di rumah, sementara untuk penyalahgunaan narkoba jenis
ekstasi mengalami penurunan karena tempat-tempat hiburan banyak yang tidak
beroperasi.
World Health Organization (WHO) Alcohol, Smoking and Substance
Involvement Screening Test (ASSIST) adalah kuesioner yang layak untuk semua
tingkat masalah atau penggunaan zat berisiko pada orang dewasa. ASSIST terdiri dari
delapan pertanyaan yang mencakup tembakau, alkohol, ganja, kokain, ATS (termasuk
ekstasi) inhalansia, sedatif, halusinogen, opioid dan obat lain. Skor yang dihasilkan
digunakan untuk memberikan umpan balik kepada klien tentang penggunaan narkoba
dan risiko yang terkait, serta mengatur strategi untuk mengurangi atau menghentikan
penggunaan zat.(7) Pada Analisis ini dibagikan kuesioner penggunaan zat/obat-obatan
adiktif WHO-ASSIST V3.0 kepada 10 orang sampel yang diambil secara acak di Poli
Sahabat dan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet.
BAB II

HASIL & PEMBAHASAN


Karakterikstik Jumlah (n=10) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 100
Perempuan 0 0
Usia
17-25 2 20
26-35 2 10
> 35 6 70
Pendidikan Terakhir
SD 2 20
SMP 1 10
SMA 5 50
Diploma 0 0
Sarjana 2 20
Status Pernikahan
Menikah 8 80
Belum Menikah 2 20
Pekerjaan
Karyawan/Pegawai 1 10
Pedagang/Wiraswasta 7 70
Mahasiswa/Pelajar 2 20
Penggunaan Zat Adiktif di Wilayah Puskesmas Kecamatan
Pasar Minggu
Stimulan Halusinogen
3% 9%
Cannabis
9% Tembakau
43%

Alkohol
37%

Gambar 1. Penggunaan Zat Adiktif Di Wilayah Puskesmas Kecamatan


Pasar Minggu

Pada asesmen adiksi yang dilakukan di Kecamatan Pasar Minggu didapatkan


total sampel sebanyak 15 responden. Dari 15 didapatkan 3 responden yang hanya
mengkonsumsi tembakau, 7 responden mengkonsumsi tembakau dan alkohol, 2
responden yang mengkonsumsi tembakau, alkohol, dan cannabis, 2 responden yang
mengkonsumsi tembakau, alkohol dan halusinogen, serta 1 responden yang
mengkonsumsi tembakau, alkohol, cannabis, stimulan, dan halusinogen.
DEMOGRAFI PENGGUNA ZAT ADIKTIF

PENGGUNA ZAT ADIKTIF BERDASARKAN


JENIS KELAMIN DI WILAYAH PUSKEMAS
KECAMATAN PASAR MINGGU

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki

Gambar 2. Pengguna Zat Adiktif Berdasarkan Jenis Kelamin Di


Wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu
Berdasarkan gambar 2, persentase jenis kelamin yang terbanyak
menggunakan zat adiktif di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu adalah
laki-laki sebanyak 14 orang (93%) sedangkan perempuan hanya 1 orang (7%).
PENGGUNA ZAT ADIKTIF BERDASARKAN USIA
DI WILAYAH PUSKESMAS KECAMATAN PASAR
MINGGU

>40
36-40 7%
7%
31-35
13%

20-25
53%

26-30
20%

20-25 26-30 31-35 36-40 >40

Gambar 3. Pengguna Zat Adiktif Berdasarkan Usia Di Wilayah


Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu

Berdasarkan usia yang mengkonsumsi zat adiktif di Wilayah Puskesmas


Kecamatan Pasar Minggu didapatkan usia 20-25 tahun sejumlah 8 orang (53%), usia
26-30 tahun sejumlah 3 orang (20%), usia 31-35 tahun sejumlah 2 orang (13%), usia
36-40 tahun sejumlah 1 orang (7%) dan usia >40 tahun sejumlah 1 orang (7%).
PENGGUNA ZAT ADIKTIF BERDASARKAN PENDIDIKAN
TERAKHIR DI WILAYAH PUSKESMAS KECAMATAN
PASAR MINGGU

Diploma SD
7% 7%

Sarjana/S1
87%

SD SMP SMA Sarjana/S1 Diploma

Gambar 4. Pengguna Zat Adiktif Berdasarkan Pendidikan Terakhir


Di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu
Berdasarkan gambar 4, rata-rata pendidikan terakhir pengguna zat
adiktif di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu adalah Sarjana
sebanyak 13 orang (87%), pendidikan terakhir diploma sebanyak 1 orang
(7%), tidak ada pengguna zat adiktif yang pendidikan terakhirnya SMP dan
SMA, sedangkan pendidikan terakhir SD sebanyak 1 orang (6%).
PENGGUNA ZAT ADIKTIF BERDASARKAN
PEKERJAAN DI WILAYAH PUSKESMAS KECA-
MATAN PASAR MINGGU

Lainnya Mahasiswa
13% 7%
Belum bekerja
33%

Karyawan Swasta
47%

Mahasiswa Belum bekerja


Karyawan Swasta Lainnya

Gambar 5. Pengguna Zat Adiktif Berdasarkan Pekerjaan Di


Wilayah Puskemas Kecamatan Pasar Minggu
Pekerjaan Karyawan Swasta adalah pekerjaan yang terbanyak pada pengguna
zat adiktif di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu yaitu sebanyak 7 orang
(47%), sedangkan yang belum bekerja sebanyak 5 orang (33%), Mahasiswa sebanyak
1 orang (7%) dan pekerjaan lainnya sebanyak 2 orang (13%) terdiri dari 1 orang
wiraswasta dan 1 orang kuli bangunan.
TEMBAKAU
Dari 15 sampel yang diberikan kuesioner ASSIST, didapatkan 14
dari 15 orang sampel menggunakan tembakau (rokok) sehingga didapatkan
persentase sebagai berikut
PENGGUNA TEMBAKAU
Non Tembakau
7%

Tembakau
Non Tembakau

Tembakau
93%

Gambar 6. Persentase yang menggunakan tembakau

Berdasarkan data menurut usia, persentase usia tertinggi yang


menggunakan tembakau paling banyak pada kisaran usia 15-25 dan 25-35 tahun
dengan persentase sebagai berikut:
USIA PENGGUNA TEMBAKAU
>45
14%

15-25
35-45 36%
14%

25-35
36%

15-25 25-35 35-45 >45

Gambar 7. Persentase yang menggunakan tembakau berdasarkan


usia

PERSENTASE YANG MENGGUNAKAN


TEMBAKAU BERDASARKAN TINGKAT
RISIKO

Risiko tinggi
20%

Risiko sedang
80%

Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi

Gambar 8. Persentase yang menggunakan tembakau berdasarkan tingkat


risiko
Berdasarkan gambar 8, tingkat risiko sedang adalah yang terbanyak pada
pengguna tembakau sebanyak 12 orang (80%) dan risiko tinggi sebanyak 3 orang
(20%) sedangkan tidak ada tingkat risiko rendah pada pengguna tembakau.

MINUMAN BERALKOHOL
Dari 15 sampel yang dibagikan kuesioner ASSIST, didapatkan 7 dari 15 orang
sampel mengkonsumsi minuman beralkohol sehingga didapatkan persentase sebagai
berikut:

Persentase pengguna Alkohol

Alkohol; 7; 47%

Non Alkohol; 8;
53%

Alkohol Non Alkohol

Gambar 9. Persentase yang menggunakan alkohol


Berdasarkan data menurut usia, presentase usia tertinggi yang menkonsumsi alkohol
paling banyak pada kisaran usia 20-25 tahun dengan persentase sebagai berikut:
USIA PENGGUNA ALKOHOL
> 30
14%

25-30 20-25
29% 57%

20-25 25-30 > 30


Gambar 10. Persentase yang menggunakan alkohol berdasarkan usia

Berdasarkan tingkat risiko pengguna alkohol yang


terbanyak adalah risiko sedang dengan persentase sebagai berikut:
PERSENTASE YANG MENGGUNAKAN ALKOHOL
BERDASARKAN TINGKAT RISIKO

Risiko rendah
Risiko tinggi 25%
25%

Risiko sedang
50%

Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi

Gambar 11. Persentase yang menggunakan alkohol berdasarkan tingkat


risiko
CANNABIS
Dari 15 sampel yang dibagikan kuesioner ASSIST, didapatkan 3 dari 15
orang sampel menggunakan Cannabis sehingga didapatkan persentase sebagai
berikut:

PENGGUNA CANNABIS

Cannabis
20%

Non Cannabis
80%

Cannabis Non Cannabis

Gambar 12. Persentase yang menggunakan cannabis


Berdasarkan data menurut usia, dua orang pengguna Cannabis berumur 24
tahun, dan satu orang pengguna Cannabis berumur 26 tahun.
USIA PENGGUNA CANNABIS

33%

67%

20-25 25-30

Gambar 13. Persentase yang menggunakan cannabis berdasarkan


usia

Dalam tingkat risiko pengguna cannabis, didapatkan risiko rendah 1 orang


(33%), risiko sedang 1 orang (33%) dan risiko tinggi 1 orang (33%).

PERSENTASE YANG MENGGUNAKAN CANNABIS


BERDASARKAN TINGKAT RISIKO

Risiko rendah
Risiko tinggi 33%
33%

Risiko sedang
33%

Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi


G
ambar 14. Persentase yang menggunakan cannabis berdasarkan tingkat risiko
STIMULAN
Terdapat 1 sampel yang menggunakan Stimulan dengan jenis kelamin laki-
laki berusia 26 tahun. Setelah dilakukan wawancara dengan menggunakan
WHO-ASSIST, dilakukan intervensi singkat.

HALUSINOGEN

Terdapat 2 sampel yang menggunakan Halusinogen dengan jenis kelamin


laki-laki.
PENGGUNA HALUSINOGEN

Halusinogen
13%

Non
Halusinogen
87%

Halusinogen Non Halusinogen

Gambar 15. Persentase yang menggunakan


halusinogen
Berdasarkan data menurut usia, satu orang pengguna berumur 26 tahun, dan
satu orang pengguna berumur 33 tahun.

USIA PENGGUNA HALUSINOGEN

50% 50%

26-30 >30

Gambar 16. Persentase yang menggunakan halusinogen berdasarkan


usia
Setelah dilakukan wawancara dengan menggunakan WHO-ASSIST,
risiko rendah 1 orang, risiko sedang 1 orang dengan persentase sebagai
berikut:

PERSENTASE YANG MENGGUNAKAN


HALUSINOGEN BERDASARKAN TINGKAT
RISIKO

Risiko sedang Risiko rendah


50% 50%

Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi

Gambar 17. Persentase yang menggunakan halusinogen berdasarkan


tingkat risiko
N Sampel Tembaka Alkohol Cannabis Sedativa Stimulan Halusinogen P2 P3 P4 P5 P6 P7 Total Risk Intervensi
o u Level
1 A, 37 tahun, L  - - - - - T: 6 T: 6 T: 0 T: 0 T: 3 T: 6 T: 33 Sedang Int. Singkat

2 M, 35 tahun, L  - - - - - T:6 T:6 T:4 T:0 T:6 T:6 T:28 Tinggi Pengobatan
Intensif

3 AS, 42 tahun, L   - - - - T:6 T:6 T:4 T:8 T:6 T:6 T:28 Tinggi Pengobatan
Intensif
A:3 A:5 A:0 A:5 A:6 A:3 A:22 Sedang Int. Singkat
4 IS, 43 tahun, L       T: 6 T: 6 T: 7 T: 8 T: 6 T: 3 T: 28 Tinggi Pengobatan
Intensif
A: 0 A:0 A:0 A:0 A:6 A:3 A: 9 Rendah Tidak ada int.
C: 0 C: 0 C: 0 C: 0 C: 6 C: 3 C: 9 Rendah Tidak ada int.
S: 0 S: 0 S: 0 S: 0 S: 6 S: 3 S: 9 Rendah Tidak ada int.
S: 0 S: 0 S: 0 S: 0 S: 6 S: 3 S: 9 Rendah Tidak ada int.
H: 0 H:0 H:0 H:0 H:6 H:3 H: 9 Rendah Tidak ada int.

5 I, 30 tahun, L  - - - - - T: 6 T: 6 T: 4 T: 0 T: 6 T: 3 T: 25 Sedang Int. singkat

6 R, 47 tahun, L  - - - - - T: 6 T: 6 T: 4 T: 0 T: 3 T: 0 T: 15 Sedang Int. Singkat


A: 0 A:0 A:0 A:0 A:3 A:3 A:0 Rendah
C: 0 C: 0 C: 0 C: 0 C: 3 C: 3 C: 0 Rendah
S: 0 S: 0 S: 0 S: 0 S: 3 S: 3 S: 0 Rendah
H: 0 H:0 H:0 H:0 H:3 H:3 H:0 Rendah
7 R, 28 tahun, L  - - - - - T:6 T:6 T:5 T:0 T:6 T:0 T:23 Sedang Int. Singkat
A:0 A:0 A:0 A:0 A:3 A:0 A:3 Rendah Tidak ada int.

8 GL, 24 tahun, P    T:6 T:6 T:4 T:0 T:6 T:0 T:22 Sedang Pengobatan
A:0 A:0 A:0 A:0 A:3 A:0 A:3 Rendah Intensif
S:6 S:6 S:4 S: S: S: S: Pengobatan
O: O: O: O: O: O: O: Intensif
Tidak ada int.
9 SY, 28 tahun, L  T:6 T:6 T:4 T:0 T:6 T:3 T:25 Sedang Int. Singkat

10 LK, 27 tahun L   T:6 T:6 T:0 T:0 T:0 T:0 T:12 Sedang Int. Singkat
A:6 A:5 A:0 A:0 A:0 A:0 A:11 Sedang Int. Singkat
1. Tn. A , 37 tahun, Laki-laki, Jawa, SMP, Wedding organizer (Poli
Sahabat)

Tembakau

Berdasarkan wawancara dengan Tn. A, beliau mengaku mengkonsumsi rokok


sejak SMP dengan merk “Sampoerna Mild” isi 16 batang, dalam 3 bulan terakhir
ini sehari pasien mengonsumsi 6-9 batang per hari. Sebelumnya pasien memiliki
kebiasaan merokok lebih dari 1 bungkus per hari namun sejak 5 bulan terakhir
sudah menurun < 1 bungkus per hari, pasien juga mengaku kondisi pandemic ini
tidak mempengaruhi frekuensi rokoknya. Pasien memiliki kebiasaan merokok
sejak + 10 tahun yang lalu. Pasien mengaku belakangan ini pekerjaan pasien lebih
jarang, mengakibatkan keinginan untuk merokok lebih meningkat dibandingkan
jika sedang ada perkerjaan lebih sedikit karena saat bekerja waktu untuk merokok
jarang ada, faktor lain yang mempengaruhi kebiasaan merokok pasien yaitu untuk
mengirit, jika tidak ada uang pasien terpaksa menahan untuk merokok, jika
bersama teman kadang diberi teman juga. Pasien sudah beberapa kali mencoba
untuk berhenti total merokok tapi sering gagal karena susah menahan keinginan
untuk merokok terlebih ketika tidak ada kegiatan dan terkadang jika bersama
teman tidak enak menolak tawaran teman kerja. Konsumsi alcohol/zat-zat
terlarang disangkal pasien. Belum ada upaya kunjungan ke klinik rokok atau ke
dokter terkait kebiasaan merokok, saat ini pasien ke poli sahabat untuk mengontol
B.20.
No. Skor P2 P P4 P P P Total Risk
3 5 6 7 Level
a. Tembakau 6 6 0 0 3 6 21 Sedang
b. Alkohol 0 0 0 0 0 0 0 -
c. Kanabis 0 0 0 0 0 0 0 -
d. Kokain 0 0 0 0 0 0 0 -
e. Stimulan 0 0 0 0 0 0 0 -
f. Inhalansia 0 0 0 0 0 0 0 -
g. Sedativa 0 0 0 0 0 0 0 -
h. Halusinogen 0 0 0 0 0 0 0 -
i. Opioid 0 0 0 0 0 0 0 -
j. Zat-lain 0 0 0 0 0 0 0 -

Intervensi yang Diberikan:

No. Skor Catatan Tidak ada Intervensi Pengobatan


Skor intervensi Singkat yang Lebih
Spesifik Intensif
a. Tembakau 21 - Edukasi -
b. Alkohol 0 - - -

c. Kanabis 0 - - -

d. Kokain 0 - - -

e. Stimulan 0 - - -

f. Inhalasia 0 - - -

g. Sedativa 0 - - -

h. Halusinogen 0 - - -

i. Opioid 0 - - -

j. Zat- Lain 0 - - -

2. Tn. M, 35 tahun , Laki-laki, Jatiwaringin, SMA, Supir pribadi (Poli


Sahabat)

Tembakau

Tn. M, mengaku telah mengonsumsi rokok sejak + 4 tahun, biasa


menggunakan “rokok putih sampoerna mild isi 12 atau 16 batang dan terkadang
djisamsoe kretek isi 12 batang”, dalam sehari pasien mengonsumsi + 15 batang.
Pasien tidak pernah berganti ke vape. Pasien mengaku pasien segera mencari
rokok setelah bangun tidur, setelah makan, nongkrong, dan saat bekerja. Awal
pasien merokok saat mencoba di tempat kerja kemudian menjadi kebiasaan
hingga sekarang. Pasien tinggal di Jakarta di rumah kost bersama istri, menurut
pengakuan pasien istri selalu mengingatkan pasien untuk mengurangi dan berhenti
merokok, saat di kost pasien selalu merokok diluar, beberapa kali ada keinginan
untuk mencoba berhenti tetapi ketika ingin melakukan selalu gagal karena tidak
bisa menahan keinginan untuk tidak merokok, terutama ketika lelah saat bekerja.
Konsumsi alcohol dan zat-zat terlarang lainnya disangkal pasien. Belum ada
upaya kunjungan ke klinik rokok atau ke dokter terkait kebiasaan merokok karena
pasien tidak merasakan keluhan apapun yang mengganggu.
No. Skor P2 P P4 P P P Total Risk
3 5 6 7 Level
a. Tembakau 6 6 4 0 6 6 28 Tinggi
b. Alkohol 0 0 0 0 0 0 0 -
c. Kanabis 0 0 0 0 0 0 0 -
d. Kokain 0 0 0 0 0 0 0 -
e. Stimulan 0 0 0 0 0 0 0 -
f. Inhalansia 0 0 0 0 0 0 0 -
g. Sedativa 0 0 0 0 0 0 0 -
h. Halusinogen 0 0 0 0 0 0 0 -
i. Opioid 0 0 0 0 0 0 0 -
j. Zat-lain 0 0 0 0 0 0 0 -

Intervensi yang Diberikan:

No. Skor Catatan Tidak ada Intervensi Pengobatan


Skor intervensi Singkat yang Lebih
Spesifik Intensif
a. Tembakau 28 - - 
b. Alkohol 0 - - -

c. Kanabis 0 - - -

d. Kokain 0 - - -

e. Stimulan 0 - - -

f. Inhalasia 0 - - -

g. Sedativa 0 - - -

h. Halusinogen 0 - - -
i. Opioid 0 - - -

j. Zat- Lain 0 - - -

3. Tn. AS, 42 tahun, Laki-laki, Betawi, SMA, Tidak bekerja (Poli Metadon)

Tembakau dan Alkohol

Berdasarkan anamnesis dengan Tn. AS, pasien mengaku telah merokok sejak
kelas 3 SMP hingga sekarang, pasien merokok menggunakan merk “Gudang
Garam” isi 12 batang. Pasien mengaku dalam sehari bisa menghabiskan 1 – 2
bungkus, tergantung aktivitasnya. Frekuensi merokok pasien meningkat terutama
saat tidak bisa tidur, stress karena masalah keluarga, dan juga karena berhenti
bekerja. Pasien mengaku sudah mengalami gangguan tidur sejak + 1.5 tahun
namun tidak pernah memeriksakan kondisi tersebut ke dokter, pengalihannya
hanya ke rokok. Pasien juga memiliki kebiasaan minum alcohol yaitu anggur
merah tapi hanya ketika nongkrong bersama teman, menurut pengakuan pasien
saat diwawancara + 1 tahun terakhir kebiasaan minum alkoholnya sudah menurun
hanya 1 kali dalam seminggu atau terkadang paling sering 3 kali dalam sebulan,
sebelumnya pasien bisa hampir setiap hari mengonsumsi alcohol ketika kumpul
dengan teman (tetangga/teman kerja).

Pasien mengaku sangat sering ada keinginan untuk berhenti namun selalu
gagal karena di otak seperti tidak bisa hilang keinginan untuk merokok, sudah
seperti menjadi kebutuhan bagi pasien, dan ada rasa cemas ketika tidak merokok.
Pasien dulu sempat mengonsumsi ganja, sabu, dan putau pada tahun 2002, namun
sudah berhenti total tahun 2011. Mulai 2015 hingga saat ini pasien sedang
menjalani terapi metadon di PKC Tebet. Konsumsi obat tidur tanpa resep
disangkal pasien. Belum ada upaya kunjungan ke klinik atau ke dokter terkait
konsultasi kebiasaan merokok, dan gangguan tidur pasien. Untuk konsumsi
alcohol pasien saat ini sudah sedang dalam tahap mencoba berhenti total.
No. Skor P2 P P4 P P P Total Risk
3 5 6 7 Level
a. Tembakau 6 6 4 8 6 6 28 Tinggi
b. Alkohol 3 5 0 5 6 3 22 Sedang
c. Kanabis 0 0 0 0 0 0 0 -
d. Kokain 0 0 0 0 0 0 0 -
e. Stimulan 0 0 0 0 0 0 0 -
f. Inhalansia 0 0 0 0 0 0 0 -
g. Sedativa 0 0 0 0 0 0 0 -
h. Halusinogen 0 0 0 0 0 0 0 -
i. Opioid 0 0 0 0 0 0 0 -
j. Zat-lain 0 0 0 0 0 0 0 -

Intervensi yang Diberikan:


No. Skor Catatan Tidak ada Intervensi Pengobatan
Skor intervensi Singkat yang Lebih
Spesifik Intensif
a. Tembakau 28 - - 
b. Alkohol 22 -  -

c. Kanabis 0 - - -

d. Kokain 0 - - -

e. Stimulan 0 - - -

f. Inhalasia 0 - - -

g. Sedativa 0 - - -

h. Halusinogen 0 - - -

i. Opioid 0 - - -

j. Zat- Lain 0 - - -

4. Tn. IS, 43 tahun, Laki-laki, Betawi, SMP, Tidak bekerja (Poli Metadon)
Tembakau
Tn. IS, memiliki kebiasaan merokok sejak SMP kelas 3 hingga sekarang, saat
ini pasien mengonsumsi jenis rokok filter “dji sam soe” isi 12 batang atau
“sampoerna mild menthol” isi 12 batang. Frekuensi merokok pasien dalam sehari
+ 1½ bungkus namun tergantung dari kondisi pasien, sedang sakau maka rokok
yang dikonsumsi sehari hanya + ½ bungkus. Pasien sudah ada niat untuk berhenti
namun tidak bisa karena merasa pusing dan cemas jika tidak merokok. Keseharian
pasien hanya beraktivitas di rumah. Pasien juga memiliki kebiasaan konsumsi
alcohol sejak SMP, awal mengonsumsi alcohol yaitu jenis anggur merah atau beer
bintang, dll di tempat tongkrongan. Setelah beberapa tahun kemudian masuk ke
club karena diajak oleh teman, saat itu pasien mulai mengonsumsi alcohol jenis
“cocktail”, barracuda, flaming, dll. Pasien sudah berhasil berhenti total minum
alcohol sejak tahun 2020. Bersamaan saat pasien sering ke club pasien mulai
mencoba ganja (gorilla, terakhir tahun 2017), sabu dan ekstasi (2000-2019), obat
tidur (riklona, golongan benzodiazepine selama 1 tahun, 2018-2019), sempat
mencoba mushrooms juga selama setiap hari dalam 1 minggu (tahun 2000 setelah
itu tidak lagi). Zat yang paling sering dipakai pasien adalah sabu, dari tahun 2000-
2019, sempat berhenti pada tahun 2019 karena pasien mengalami kecelakaan,
namun setelah itu lanjut lagi ketika selesai berobat hingga tahun 2021, dapat
berhenti total. Saat ini pasien sudah menjalani terapi metadon dan hasil
pemeriksaan urin terakhir hasilnya negative. Hubungan pasien dan keluarga (ibu
dan anak yang tinggal serumah) tidak terlalu baik ketika pasien belum stop
mengonsumsi zat-zat terlarang tersebut, pasien juga sudah sangat sering dibawah
berobat oleh ibunya baik pengobatan tradisional, dan RS namun selalu gagal.
Pasien saat ini kondisinya sudah mulai stabil dan rutin kontrol dan menerima
terapi metadon dari PKC Tebet.

No. Skor P2 P P4 P P P Total Risk


3 5 6 7 Level
a. Tembakau 6 6 7 8 6 3 28 Tinggi
b. Alkohol 0 0 0 0 6 3 9 Rendah
c. Kanabis 0 0 0 0 6 3 9 Rendah
d. Kokain 0 0 0 0 0 0 0 -
e. Stimulan 0 0 0 0 6 3 9 Rendah
f. Inhalansia 0 0 0 0 0 0 0 -
g. Sedativa 0 0 0 0 6 3 9 Rendah
h. Halusinogen 0 0 0 0 6 3 9 Rendah
i. Opioid 0 0 0 0 6 3 9 Rendah
j. Zat-lain 0 0 0 0 0 0 0 -

Intervensi yang Diberikan:


No. Skor Catatan Tidak ada Intervensi Pengobatan
Skor intervensi Singkat yang Lebih
Spesifik Intensif
a. Tembakau 28 - - 
b. Alkohol 9  - -

c. Kanabis 9  - -

d. Kokain 0 - - -

e. Stimulan 9  - -

f. Inhalasia 0 - - -

g. Sedativa 9  - -

h. Halusinogen 9  - -

i. Opioid 9  - -

j. Zat- Lain 0 - - -

5. Tn. I, 30 Tahun, Laki-laki, Sunda, SMP, Officeboy (Poli Sahabat)


Tembakau
Tn.I mengaku mulai mengonsumsi rokok sejak 11 tahun yang lalu, rokok
yang dikonsumsi merk “Gudang garam filter” isi 12 batang. Dalam sehari pasien
menghabiskan 1 bungkus rokok, apabila bangun tidur pasien merokok + 1 jam
setelah bangun tidur. Pasien mengaku bahwa keadaan pandemic ini tidak
berpengaruh terhadap frekuensi merokok, dan frekuensi merokok paling sering
saat sedang tidak ada kerjaan. Pasien mengatakan niat untuk berhenti ada tapi
selalu gagal karena tidak bisa menahan keinginan untuk merokok, apabila tidak
merokok pasien merasa tidak tenang dan selalu kepikiran. Keluhan lain yang
dirasakan pasien yaitu menjadi lebih cepat terengah-engah ketika berjalan.
Konsumsi alcohol, zat-zat terlarang lainnya disangkal pasien.
No. Skor P2 P P4 P P P Total Risk
3 5 6 7 Level
a. Tembakau 6 6 4 0 6 3 25 Sedang
b. Alkohol 0 0 0 0 0 0 0 -
c. Kanabis 0 0 0 0 0 0 0 -
d. Kokain 0 0 0 0 0 0 0 -
e. Stimulan 0 0 0 0 0 0 0 -
f. Inhalansia 0 0 0 0 0 0 0 -
g. Sedativa 0 0 0 0 0 0 0 -
h. Halusinogen 0 0 0 0 0 0 0 -
i. Opioid 0 0 0 0 0 0 0 -
j. Zat-lain 0 0 0 0 0 0 0 -

Intervensi yang Diberikan:

No. Skor Catatan Tidak ada Intervensi Pengobatan


Skor intervensi Singkat yang Lebih
Spesifik Intensif
a. Tembakau 25 - Edukasi -
b. Alkohol 0 - - -

c. Kanabis 0 - - -

d. Kokain 0 - - -

e. Stimulan 0 - - -

f. Inhalasia 0 - - -

g. Sedativa 0 - - -
h. Halusinogen 0 - - -

i. Opioid 0 - - -

j. Zat- Lain 0 - - -

6. Tn. R,47 tahun, laki-laki, Betawi, SMA, Tidak bekerja (Poli Sahabat)

Tembakau
Pasien mulai merokok sejak > 10 tahun yang lalu, dan masih aktif
merokok hingga saat ini. Rokok yang dipakai bermerk gudang garam filter,
dengan frekuensi 5-6 batang setiap harinya. Pasien mengaku belum pernah
mencoba untuk berhenti merokok, walaupun sudah merasakan beberapa keluhan
berupa batuk kering. Namun ia tetap merokok dengan alasan kenyamanan dan
merasa lebih fokus. Saat pandemi, pasien tetap merokok sebanyak 5-6 batang
tanpa adanya perubahan frekuensi atau banyaknya rokok yang dikonsumsi. Pasien
merokok ketika pagi saat sebelum sarapan, kira-kira 1,5 jam setelah bangun tidur.
Pasien juga memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol sejak duduk
dibangku SMA karena ingin mencoba-coba, namun baru behenti minum alkohol
sejak 3 tahun lalu karena beberapa masalah yang dialaminya. Saat itu pasien
merasa hilang arah sampai kehilangan pekerjaannya sampai berpisah dengan
keluarganya, oleh karena itu pasien sangat yakin dan termotivasi untuk berhenti
minum alkohol. Pasien mengaku sudah mencoba semua jenis alkohol dimulai dari
bir, anggur, sopi, minuman oplosan dan lain sebagainya. Pasien mengaku tidak
ingin mencoba alkohol lagi sampai saat ini.
Selain rokok dan alkohol, pasien juga pernah mengkonsumsi ganja, shabu
dan kodein namun sudah berhenti menggunakan zat adiktif tersebut sejak 4 tahun
yang lalu.
No. Skor P2 P P4 P P P Total Risk
3 5 6 7 Level
a. Tembakau 6 6 4 0 3 0 19 Sedang
b. Alkohol 0 0 0 0 3 3 6 Rendah
c. Kanabis 0 0 0 0 3 3 6 Rendah
d. Kokain 0 0 0 0 0 0 0 -
e. Stimulan 0 0 0 0 3 3 6 Rendah
f. Inhalansia 0 0 0 0 0 0 0 -
g. Sedativa 0 0 0 0 0 0 0 -
h. Halusinogen 0 0 0 0 3 3 6 Rendah
i. Opioid 0 0 0 0 0 0 0 -
j. Zat-lain 0 0 0 0 0 0 0 -

Intervensi yang Diberikan:

No. Skor Catatan Tidak ada Intervensi Pengobatan


Skor intervensi Singkat yang Lebih
Spesifik Intensif
a. Tembakau 25 -  -
b. Alkohol 6  - -

c. Kanabis 6  - -

d. Kokain 0 - - -

e. Stimulan 6  - -

f. Inhalasia 0 - - -

g. Sedativa 0 - - -

h. Halusinogen 6  - -

i. Opioid 0 - - -

j. Zat- Lain 0 - - -
7. Tn. R, 28 tahun, laki-laki, Diploma, Sunda, Driver ojek (Poli Sahabat)

Tembakau
Pasien mempunyai kebiasaan konsumsi rokok sejak duduk dibangku SMP
(11 tahun lalu) sampai saat ini. Awalnya, pasien merokok 5-6 batang perhari,
namun karena pandemi ditambah alasan keuangan ia mengurangi merokok
sebanyak 1-2 batang sampai sekarang. Pasien merokok bermerk Esse dan
Sampoerna Mild, setiap hari pasien merokok saat jam makan siang atau makan
malam. Saat ini pasien memang ingin berhenti merokok dengan cara mengurangi
frekuensi dan banyaknya rokok, dengan alasan ingin menghemat dan menjadi
lebih sehat.
Selain itu pasien pernah mengkonsumsi alkohol sejak 4 tahun yang lalu,
namun sekarang sudah berhenti. Pasien tertarik mencoba minum alkohol karena
teman kerjanya saat bekerja sebagai staff di sebuah kampus di Bali. Alkohol yang
diminum berupa bir dan arak dengan frekuensi minum setiap minggu sebanyak 1-
2 gelas kecil. Namun, pasien merasa tidak produktif dan tidak tahan dengan efek
sehabis minum alkohol, sehingga pasien memutuskan berhenti sampai saat ini.
Pasien menyangkal ketergantungan zat adiktif lainnya.

No. Skor P2 P P4 P P P Total Risk


3 5 6 7 Level
a. Tembakau 6 6 5 0 6 0 23 Sedang
b. Alkohol 0 0 0 0 3 0 3 Rendah
c. Kanabis 0 0 0 0 0 0 0 -
d. Kokain 0 0 0 0 0 0 0 -
e. Stimulan 0 0 0 0 0 0 0 -
f. Inhalansia 0 0 0 0 0 0 0 -
g. Sedativa 0 0 0 0 0 0 0 -
h. Halusinogen 0 0 0 0 0 0 0 -
i. Opioid 0 0 0 0 0 0 0 -
j. Zat-lain 0 0 0 0 0 0 0 -

Intervensi yang Diberikan:


No. Skor Catatan Tidak ada Intervensi Pengobatan
Skor intervensi Singkat yang Lebih
Spesifik Intensif
a. Tembakau 23 -  -
b. Alkohol 3  - -

c. Kanabis 0 - - -

d. Kokain 0 - - -

e. Stimulan 0 - - -

f. Inhalasia 0 - - -

g. Sedativa 0 - - -

h. Halusinogen 0 - - -

i. Opioid 0 - - -

j. Zat- Lain 0 - - -

8. Tn. AR, 42 tahun, Laki-laki, Lombok, Diploma, Tidak bekerja (Poli


Metadhon)
Tembakau dan sedativa
Pasien merokok sejak 28 tahun lalu ketika SMA dan aktif hingga
sekarang. Rokok yang dipakai bermerk Dji Sam Soe habis 1 bungkus setiap hari.
Sejak awal merokok hingga sekarang pasien konsisten memakai merk rokok yang
sama, dan dengan banyak yang sama. Pasien merokok pada saat pagi hari, kurang
lebih 30 menit sehabis bangun tidur atau sebelum sarapan. Ia belum mempunyai
keinginan untuk berhenti merokok karena merasa nyaman.
Selain itu pasien memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol, namun sudah
berhenti sejak 3 bulan yang lalu dengan alasan keuangan. Pasien kontrol ke poli
metadhon sudah sejak 13 tahun yang lalu, oleh karena mengkonsumsi putau yang
disuntik secara bergantian. Pasien juga mempunyai riwayat memakai ganja,
namun sudah berhenti sejak beberapa tahun yang lalu.
Selama 3 bulan terkahir pasien merasa kurang tidur, dan memutuskan
untuk berobat ke poli jiwa, pasien diresepkan Clozapin dengan dosis rendah (25
mg). Pasien merasa tetap tidak bisa tidur, lalu dia membeli obat tersebut secara
tanpa resep dokter dengan dosis yang lebih tinggi hingga 100 mg.
No. Skor P2 P P4 P P P Total Risk
3 5 6 7 Level
a. Tembakau 6 6 4 0 6 0 22 Sedang
b. Alkohol 0 0 0 0 3 0 3 Rendah
c. Kanabis 0 0 0 0 0 0 0 -
d. Kokain 0 0 0 0 0 0 0 -
e. Stimulan 0 0 0 0 0 0 0 -
f. Inhalansia 0 0 0 0 0 0 0 -
g. Sedativa 6 6 4 0 0 0 16 Sedang

h. Halusinogen 0 0 0 0 0 0 0 -
i. Opioid 0 0 0 0 3 3 6 Sedang

j. Zat-lain 0 0 0 0 0 0 0 -

Intervensi yang Diberikan:

No. Skor Catatan Tidak ada Intervensi Pengobatan


Skor intervensi Singkat yang Lebih
Spesifik Intensif
a. Tembakau 23 -  -
b. Alkohol 3  - -

c. Kanabis 0 - - -

d. Kokain 0 - - -

e. Stimulan 0 - - -

f. Inhalasia 0 - - -

g. Sedativa 0 -  -

h. Halusinogen 0 - - -

i. Opioid 0 -  -

j. Zat- Lain 0 - - -

9. Tn. I, 38 tahun, Laki-laki, SMA, driver sekolah (Poli Metadhon)


Tembakau dan sedativa
Pasien merokok sejak 20 tahun yang lalu dan aktif hingga saat ini. Pasien
merokok dengan merk Lucky Strike sebanyak 10 batang setiap harinya. Ia juga
pernah mencoba rokok kretek 2 tahun yang lalu, namun mengaku kurang suka dan
kembali ke rokok biasa. Saat pandemi, pasien tetap merokok dengan frekuensi dan
jumlah yang sama. Ia pernah mencoba berhenti merokok 2 tahun yang lalu,
namun hanya bertahan hingga 2 hari, setelah itu pasien tidak berusaha untuk
berhenti dari rokok hingga sekarang.
Pasien juga pernah mengkonsumsi alkohol pada tahun 2002 (20 tahun
yang lalu), namun ia mengaku efeknya tidak enak dan langsung berhenti tidak
mengkonsumsi alkohol hingga sekarang. Selain itu, pasien juga pernah memakai
ganja dan shabu selama 10 tahun namun berhenti sejak berobat ke poli metadhone
pada tahun 2013, saat itu pasien berhenti mengkonsumsi ganja dan shabu.
Pasien mengaku membeli obat tidur diluar resep dokter dengan alasan
stress karena pekerjaan, namun ia tidak tahu nama obat dan dosisnya. Pasien
meminum obat tidur tersebut 1 kali sehari. Oleh karena obat tersebut, pasien justru
merasa mengantuk dan tidak fokus bekerja sehingga ia memutuskan untuk stop
minum obat. Saat ini test urine pasien positif mengandung benzodiazepine.

No. Skor P2 P P4 P P P Total Risk


3 5 6 7 Level
a. Tembakau 6 6 4 0 6 3 25 Sedang
b. Alkohol 0 0 0 0 0 0 0 -
c. Kanabis 0 0 0 0 3 0 3 Rendah
d. Kokain 0 0 0 0 0 0 0 -
e. Stimulan 0 0 0 0 3 0 3 Rendah
f. Inhalansia 0 0 0 0 0 0 0 -
g. Sedativa 6 6 7 5 0 0 24 Sedang

h. Halusinogen 0 0 0 0 0 0 0 -
i. Opioid 0 0 0 0 0 0 0 -
j. Zat-lain 0 0 0 0 0 0 0 -
Intervensi yang Diberikan:

No. Skor Catatan Tidak ada Intervensi Pengobatan


Skor intervensi Singkat yang Lebih
Spesifik Intensif
a. Tembakau 23 -  -
b. Alkohol 3 - - -

c. Kanabis 0 -  -

d. Kokain 0 - - -

e. Stimulan 0 -  -

f. Inhalasia 0 - - -

g. Sedativa 0 -  -

h. Halusinogen 0 - - -

i. Opioid 0 - - -

j. Zat- Lain 0 - - -

10. Tn R, 40 tahun, Laki-laki, Jawa, SMA, Security club (Poli Metadon)

Tembakau

Pasien merokok sejak tahun 2000 (20 tahun lalu), namun berhenti dan berganti
dengan menggunakan rokok elektrik (vape) pada tahun 2013. Awalnya pasien
merokok dengan merk Esse 5 batang sehari, seiring dengan berjalannya waktu ia
mengurangi jumlah rokok dan akhirnya mencoba rokok vape dengan 12 mg
nikotin liquid. Selain itu pasien juga menggunakan rokok cerutu, namun jarang
hanya 1 bulan sekali. Pasien merokok ketika pagi hari setelah sarapan, kurang
lebih 2 jam setelah bangun tidur. Selama pandemi, penggunaan vape semakin
sering dikonsumsi, awalnya ia hanya refill cairan 1-2x dalam sehari, saat pandemi
bertambah hingga 2,5x refill cairan, hingga saat ini 3x refill cairan/hari. Akan
tetapi, pasien juga mempunyai keinginan untuk mengurangi dosis nikotin yang
digunakan, awalnya pasien memakai 12 mg nikotin sekarang menjadi 9 mg
nikotin. Pasien merokok vape dengan alasan kenyamanan dan bersosialisasi
karena mempunyai komunitas pengguna vape. Pasien menyangkal ketergantungan
zat adiktif lainnya dalam 3 bulan terakhir

No. Skor P2 P P4 P P P Total Risk


3 5 6 7 Level
a. Tembakau 6 6 0 0 3 6 21 Sedang
b. Alkohol 0 0 0 0 0 0 0 -
c. Kanabis 0 0 0 0 0 0 0 -
d. Kokain 0 0 0 0 0 0 0 -
e. Stimulan 0 0 0 0 0 0 0 -
f. Inhalansia 0 0 0 0 0 0 0 -
g. Sedativa 6 6 7 5 0 0 24 -

h. Halusinogen 0 0 0 0 0 0 0 -
i. Opioid 0 0 0 0 0 0 0 -
j. Zat-lain 0 0 0 0 0 0 0 -

Intervensi yang Diberikan:


No. Skor Catatan Tidak ada Intervensi Pengobatan
Skor intervensi Singkat yang Lebih
Spesifik Intensif
a. Tembakau 23 -  -
b. Alkohol 3 - - -

c. Kanabis 0 - - -

d. Kokain 0 - - -

e. Stimulan 0 - - -

f. Inhalasia 0 - - -

g. Sedativa 0 - - -

h. Halusinogen 0 - - -

i. Opioid 0 - - -

j. Zat- Lain 0 - - -

BAB III
KESIMPULAN

Konsumsi rokok merupakan epidemik yang mengancam kelangsungan


generasi di Indonesia khususnya generasi muda. Penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya oleh seseorang berawal dari
lingkungan pertemanannya atau ajakan kakak kelas maupun seniornya, dan
kebiasaan adiktif seperti merokok, kafein, lalu “tahap mencoba” untuk
memenuhi rasa ingin tahu terhadap zat tersebut. Dampak penggunaan
NAPZA buruk bagi kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian jika
disalahgunakan secara berlebihan. Oleh karena itu, perlu dilakukan skrining
untuk mengetahui orang–orang yang menggunakan tembakau, alkohol dan zat
psiko aktif lainnya untuk dapat menentukan intervensi apa yang dibutuhkan.
Setelah dilakukan analisis kuesioner ASSIST didapatkan:
1. Persentase pengguna tembakau 14 orang. Pengguna alkohol didapatkan 7
orang, pengguna cannabis didapatkan 3 orang, pengguna stimulan 1
orang, dan pengguna halusinogen 2 orang dari total 15 sampel.
2. Puncak usia tertinggi yang menggunakan tembakau adalah pada kisaran
usia 15-25 dan 25-35 tahun, alkohol adalah 20-25 tahun, cannabis usia
20-25 tahun, dan halusinogen usia 26-30 tahun dan lebih dari 30 tahun.
3. Hasil dari intervensi yang dibutuhkan pada pengguna zat adiktif sebagai
berikut:
a. Hasil intervensi penggunaan tembakau yang paling banyak diberikan
adalah intervensi singkat dengan persentase 79% dari total sampel.
b. Hasil intervensi penggunaan alkohol yang paling banyak diberikan
adalah memerlukan pengobatan intervensi singkat dengan persentase
57% dari total sampel.
c. Hasil intervensi penggunaan cannabis 1 orang tidak diperlukan
adanya intervensi (34%), 1 orang diberikan intervensi singkat (33%)
dan 1 orang diberikan pengobatan yang lebih intensif (33%).
d. Hasil intervensi penggunaan stimulan pada 1 orang dilakukan
intervensi singkat.
e. Hasil intervensi penggunaan halusinogen, tidak diberikan intervensi
dengan persentase 50% dan diberikan intervensi singkat dengan
persentase 50%.
4. Tidak ada sampel yang menggunakan kokain, inhalasia, sedativa, opioid,
dan zat lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Mengenal Adiksi.

Avalaible at: https://bnn.go.id/mengenal-adiksi/. Acessed on Dec

7th 2021.

2. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta


Nomor 183 Tahun 2012 Tentang Pemulihan Adiksi Berbasis

Masyarakat

3. UNODC. World Drug Report. Available at:

http://www.unodc.org/; 2014. Acessed on Dec 7th 2021

4. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Data Tindak Pidana

Narkoba Tahun 2011–2015. 2016. Available at:

http://www.bnn.go.id/ Accessed on Dec 7th 20212021.

5. Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan dan Peredaran

Gelap Narkoba Pada Kelompok Pelajar atau Mahasiswa di

Indonesia. Available at : https://chr.ui.ac.id/archives/7637.

Acceesed on Dec 7th 2021

6. Rahmawati H. Model Biopsikososial Perilaku Adiksi Napza dan

Remaja. Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negri Malang:

Prosiding Nasional Psikologi Klinis. 2018: 17 - 29

7. Pongmakamba E, Aryani LNA. Status Pekerjaan dan Skor WHO-

ASSIST pada Klien Program Rehabilitasi Penyalahgunaan Zat di

RSUP Sanglah, Bali. 2016; 1-9.

Anda mungkin juga menyukai