Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi Merokok

Data Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi


perokok dari 27% pada tahun 1995, meningkat menjadi 36,3% pada tahun 2013
(KEMENKES RI, 2016). Kebiasaan buruk merokok meningkat pada generasi muda.
Data Kemenkes menunjukkan bahwa prevalensi remaja usia 16-19 tahun yang
merokok meningkat 3 kali lipat dari 7,1% di tahun 1995 menjadi 20,5% pada tahun
2014. Kecenderungan adiksi juga dipengaruhi oleh usia awal merokok, semakin
muda usia mulai merokok, semakin besar kemungkinan ketergantungan terhadap
nikotin. Perokok pemula usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100% dalam waktu
kurang dari 20 tahun, yaitu dari 8,9% di tahun 1995 menjadi 18% di tahun 2013
(GYTS, 2014).

Hasil penelitian di propinsi Bangka Belitung jumlah rokok terbanyak yang


dihisap yaitu 18 batang. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-
34 tahun sebesar 33,4%, pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok
perempuan 47,5% banding 1,1%. Berdasarkan jenis pekerjaan, petani, nelayan, buruh
adalah perokok aktif setiap hari mempunyai proporsi terbesar 44,5% dibandingkan
kelompok pekerjaan lain. Proporsi penduduk umur ≥15 tahun yang merokok dan
mengunyah tembakau cenderung meningkat dari 34,7% (RISKESDAS 2010) menjadi
36,3% (RISKESDAS 2013).

Selain itu, menurut data Riskesdas Nasional 2013 menunjukkan bahwa 40,5%
dari seluruh jumlah populasi di Indonesia merupakan perokok aktif. Sebanyak 50,3%
dari jumlah tersebut adalah remaja berumur 15–19 tahun. Sebanyak 13% remaja
adalah perokok aktif di Surabaya (Riskesdas Nasional 2013).
2.2 Perokok

2.2.1 Definisi perokok

Perokok adalah orang yang merokok atau menghisap rokok. Seseorang


dikatakan perokok jika merokok sedikitnya 1 batang per hari selama sekurang-
kurangnya 1 tahun (Nasution, 2007).

Perokok merupakan seseorang yang suka merokok, disebut perokok aktif bila
orang tersebut merokok secara aktif dan disebut perokok pasif bila orang tersebut
hanya menerima asap rokok saja, bukan melakukan aktivitas merokok sendiri
(KBBI,2012). Definisi lain dari perokok adalah mereka yang merokok setiap hari
untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama hidupnya masih merokok saat surveyi
dilakukan (Octafrida, 2011).

2.2.2 Klasifikasi perokok

a. Menurut (Roszkwiski et al, 2014) jenis perokok dibedakan menjadi:

1. Perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok
sehingga mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun
lingkungan sekitar. Menurut pendapat mereka yang perokok kebanyakan
perokok aktif tidak bisa hidup tanpa rokok karena sudah terbiasa merokok,
apabila diminta untuk berhenti ada yang mau dan ada yang tidak mau,
disebabkan karena kecanduan, jika tidak merokok rasanya kurang enak dan
semakin sulit untuk berhenti merokok.
2. Perokok pasif adalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak
merokok (passive smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan
lingkungan sekitar. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif
daripada perokok aktif. Asap rokok berbahaya untuk mereka yang bukan
perokok, terutama di tempat tertutup. Asap rokok yang dihembuskan oleh
perokok aktif terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung
karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin.
b. Berdasarkan jumlahnya perokok dibagi menjadi (WHO, 2013):

1. Perokok ringan adalah perokok yang merokok 1-10 batang rokok per hari.
2. Perokok sedang adalah perokok yang merokok 11-20 batang per hari.
3. Perokok berat adalah merokok lebih 20 batang rokok per hari.

c. Berdasarkan “management of affect theory” 4 tipe perilaku merokok adalah


(Tomkins, 1995):

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, dengan merokok


seseorang merasakan adanya penambahan rasa yang positif.
2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif, orang yang terlalu
banyak menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, seperti saat
marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Orang
menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari
perasaan yang lebih tidak enak.
3. Perilaku merokok yang adiktif, orang yang sudah ketergantungan rokok dapat
menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok
yang dihisap berkurang. Umumnya mereka pergi ke luar rumah untuk
membeli rokok walaupun tengah malam, karena khawatir kalau rokok tidak
tersedia setiap saat.
4. Perilaku merokok yang menjadi kebiasaaan, menggunakan rokok sama sekali
bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah
menjadi kebiasaan rutin, dapat dikatakan perokok tipe ini merupakan perilaku
yang bersifat otomatis.
2.3 Rokok

2.3.1 Definisi rokok

Rokok adalah salah satu hasil olahan tembakau dengan menggunakan bahan
atau tanpa bahan tambahan. Rokok berbentuk silinder dari kertas berukuran sekitar
120 milimeter dengan diameter sekitar 10 milimeter yang berisi daun-daun tembakau
yang telah dicacah (Nururahman, 2014). Konsumsi rokok disebut sebagai merokok,
sedangkan menurut peneliti lain, merokok adalah menghisap asap tembakau yang
dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Ikhsan, 2012).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 109 tahun 2012 rokok
adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dihisap atau dihirup
asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang
dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tobaccum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya
atau sintetis asapnya mengandung nikotin, tar, dengan atau tanpa bahan tambahan
(Peraturan Pemerintah Jakarta, 2012). Rokok yang paling populer adalah rokok
kretek dan rokok putih di Indonesia. Total penjualan rokok buatan pabrik di Indonesia
adalah 180 juta batang pada tahun 2010. Jumlah ini meningkat 4,5% dari tahun 2009.
Di antara rokok kretek dan rokok putih, rokok kretek paling mendominasi pasar
rokok di Indonesia, dibandingkan dengan rokok putih, rokok kretek mengandung
lebih banyak nikotin (1,2-4,5 mg versus 1 mg), tar (46,8mg versus 16,3 mg), dan
karbon monoksida (28,3mg versus 15,5 mg) (WHO, 2011).

2.3.2. Bahan baku rokok

Bahan baku yang digunakan untuk membuat rokok adalah sebagai berikut:

a. Tembakau
Jenis tembakau yang dibudidayakan dan berkembang di Indonesia termasuk
dalam spesies Nicotiana Tabacum (Santika, 2011).
b. Cengkeh
Bagian yang biasa digunakan adalah bunga yang belum mekar. Bunga
cengkeh dipetik dengan tangan oleh para pekerja, kemudian dikeringkan di
bawah terik panas sinar matahari, kemudian cengkeh ditimbang dan dirajang
dengan mesin sebelum ditambahkan ke dalam campuran tembakau untuk
membuat rokok kretek (Anonim, 2013).
c. Saus rahasia
Saus ini terbuat dari beraneka rempah dan ekstrak buah-buahan untuk
menciptakan aroma dan cita rasa tertentu. Saus ini menjadi pembeda antara
setiap merek dan varian kretek (Anonim, 2013). “Anonim” tidak ditemukan
penulisnya.

2.3.3 Kandungan rokok

Racun rokok yang paling utama adalah sebagai berikut: (Muhibah, 2011).

a. Nikotin
Nikotin dapat meningkatkan adrenalin yang membuat jantung
berdebar lebih cepat dan bekerja lebih keras, frekuensi jantung meningkat dan
kontraksi jantung meningkat sehingga menimbulkan tekanan darah meningkat
(Tawbariah et al, 2014). Nikotin menghambat aktivitas silia pada paru-paru
serta memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Perokok akan merasakan
kenikmatan, berkurangnya kecemasan, toleransi dan keterikatan fisik. Hal ini
yang menyebabkan perokok sulit untuk berhenti. Sebagian besar efek
merokok pada penurunan berat badan di sebabkan oleh nikotin yang dihirup
dari asap rokok. Nikotin akan meningkatkan level neurotransmitter, seperti
pelepasan sistemik katekolamin, dopamin dan serotonin yang ada di otak
menekan nafsu makan sehingga mengurangi asupan makanan (Irianti, 2016).
Nikotin dapat menimbulkan efek merangsang penggumpalan
trombosit. Trombosit yang menggumpal akan menyumbat pembuluh darah
yang sudah sempit akibat karbon monoksida. Hal tersebut dapat mengganggu
bahkan menurunkan tingkat kebugaran seseorang akibat rusaknya
metabolisme oksigen di dalam darah. Kandungan nikotin dalam rokok adalah
sebesar 0.,5–3 nanogram (Mustikaningrum, 2010). Nikotin adalah suatu zat
yang dapat mempengaruhi siste m syaraf. Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap
oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan.
Selain itu, nikotin berperan dalam memulai terjadinya penyakit jaringan
pendukung gigi karena nikotin dapat diserap oleh jaringan lunak rongga mulut
termasuk gusi melalui aliran darah dan perlekatan gusi pada permukaan gigi
dan akar. Nikotin dapat ditemukan pada permukaan akar gigi dan hasil
metabolitnya yakni kontinin dapat ditemukan pada cairan gusi.
b. Tar
Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel
pada paru-paru, mengandung bahan-bahan karsinogen (Mardjun, 2012). Tar
adalah kondensat asap yang merupakan total residu yang dihasilkan saat
rokok dibakar setelah dikurangi nikotin dan air yang memiliki sifat
karsinogenik (PP. RI. No.109, 2012). Tar akan menempel pada sepanjang
saluran nafas perokok dan pada saat yang sama akan mengurangi efektivitas
alveolus (kantung udara dalam paru-paru), sehingga menyebabkan penurunan
jumlah udara yang dapat dihirup dan hanya sedikit oksigen yang terserap ke
dalam peredaran darah (Infopom, 2014).
c. Karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) merupakan gas tidak berbau, tidak berwarna,
tidak berasa dan tidak mengiritasi, namun sangat berbahaya (beracun). Gas
ini merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari kendaran
bermotor, alat pemanas, peralatan yang menggunakan bahan api berasaskan
karbon dan nyala api. Karbon monoksida menggantikan 15% oksigen yang
seharusnya dibawa oleh sel-sel darah merah. Karbon monoksida dapat
merusak lapisan dalam pembuluh darah dan meninggikan endapan lemak pada
dinding pembuluh darah sehingga, menyebabkan pembuluh darah tersumbat.
Gas CO akan sangat berbahaya jika terhirup, karena gas CO akan
menggantikan posisi oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin dalam darah
(Infopom, 2015).
Unsur Karbon monoksida dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna
dari unsur zat arang / karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau
dapat mencapai 3% - 6%, gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Orang yang
merokok hanya akan menghisap 1/3 bagian saja, yaitu arus tengah, sedangkan
arus pinggir akan tetap berada di luar. Setelah itu perokok tidak akan menelan
semua asap tetapi mereka semburkan lagi keluar. Gas CO mempunyai
kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah lebih
kuat dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping
kadar oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah
akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah CO dan
bukan oksigen. Sel tubuh yang kekurangan oksigen akan melakukan spasme,
yaitu mengecilkan pembuluh darah, proses ini berlangsung terus menerus,
maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses
aterosklerosis/penyempitan (Gondodiputro, 2007 dan Proverawati, 2012)

2.3.4 Pembagian rokok

a. Rokok Putih: rokok berisi hanya daun tembakau yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu (Mardjun, 2012). Rokok putih
mengandung 14-15 mg tar dan 5 mg nikotin (Alamsyah, 2009).

b. Rokok Kretek: rokok berisi daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu (Mardjun, 2012). Rokok kretek
mengandung sekitar 20 mg tar dan 44-45 mg nikotin (Alamsyah, 2009).

Rokok kretek dan rokok putih berbeda dari segi bahan, rasa, maupun dampak
terhadap kesehatan. Rokok kretek memiliki kandungan zat yang lebih banyak dalam
asap, fase partikulatnya dibandingkan rokok putih, diantaranya eugenol (minyak
cengkeh) yang memiliki efek anti-inflamasi melalui penghambatan jalur sintase
prostaglandin, anestesi oral, serta anti bakteri. Zat tersebut tidak memiliki efek yang
buruk dalam jumlah sedikit, tetapi jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama
dan konsentrasi tinggi akan menimbulkan nekrosis. Selain dampak tersebut, eugenol
juga ditemukan dapat meningkatkan adiksi dari merokok. Rokok kretek memiliki
kadar nikotin lima kali lipat lebih banyak, kadar tar tiga kali lipat lebih banyak, serta
kadar karbon monoksida 30% lebih banyak dibandingkan rokok putih.

2.4 Perilaku Merokok

Perilaku merokok merupakan perilaku kompleks yang disebabkan oleh beberapa


variabel yang berbeda. Perilaku merokok pada umumnya diawali pada usia muda, dan
disebabkan model yang ada di lingkungannya, atau karena ada tekanan sosial (Pratiwi
et al, 2010). Secara umum perilaku merokok dipengaruhi oleh :

a. Lingkungan sosial
Seseorang mempunyai kebiasaan merokok karena lingkungannya adalah
perokok. Faktor sosial berpengaruh secara langsung dan tidak langsung ke pada
individu. Pengaruh langsung berupa menawarkan rokok, membujuk untuk
merokok, menantang dan menggoda, pengaruh lingkungan sosial dirasakan kuat
pada kelompok remaja. Pengaruh tidak langsung yaitu ada model yang kuat di
lingkungannya, misalkan pimpinan kelompok atau guru merokok maka anggota
lain juga ikut merokok (Sholeh, 2017).
b. Faktor psikologis
Individu merokok untuk mendapatkan kesenangan, nyaman, merasa lepas dari
kegelisahan dan juga untuk mendapatkan rasa percaya diri. Oleh karena itu
individu perokok yang bergaul dengan perokok lebih sulit untuk berhenti
merokok, daripada perokok yang bergaul atau lingkungan sosialnya menolak
perilaku merokok (Wulan, 2012).
c. Faktor biologis
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar nikotin dalam
darah semakin besar pula ketergantungan terhadap rokok (Xue et al, 2010).
d. Faktor sosio kultural
Kebiasaan masyarakat, tingkat ekonomi, pendidikan, pekerjaan juga berpengaruh
terhadap perilaku merokok (Chotidjah, 2012).

2.5 Kapasitas Aerobik

2.5.1 Definisi

Kapasitas aerobik maksimal sangat erat hubungannya dengan sistem paru.


Konsumsi oksigen maksimal disingkat VO2maks artinya menunjukkan volume
oksigen yang dikonsumsi, biasanya dinyatakan dalam mililiter/kgBB/menit.
Seseorang yang kebugarannya baik mempunyai nilai VO2maks yang lebih tinggi dan
dapat melakukan aktivitas lebih kuat daripada mereka yang tidak dalam kondisi baik
(Warni et al, 2017). Kapasitas aerobik maksimal (VO2maks) merupakan jumlah
penggunaan oksigen maksimal pada sistem metabolik otot. Nilai absolut VO2maks
yang dinyatakan dalam satuan liter per menit menggambarkan kebugaran
kardiovaskular (kapasitas fungsional dan rantai transpor oksigen) serta faktor-faktor
anatomis dan fisiologis yang memengaruhi sejak udara masuk ke dalam paru-paru
sampai proses fosforilasi oksidatif sel.

Kapasitas aerobik maksimal (VO2maks) dapat dijadikan sebagai indikator dari


basarnya kapasitas sintesis cadangan energi aerobik seseorang. Apabila seseorang
memiliki kapasitas sintesis cadangan energi aerobik yang besar maka orang tersebut
akan lebih banyak menggunakan sistem energi aerobik daripada sistem energi
anaerobik dalam setiap aktivitasnya (Ilmiyanto et al, 2017).
2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi

Menurut (Pate et al,1993), Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai VO2maks
dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Fungsi paru
Pada saat melakukan aktivitas fisik yang intens terjadi peningkatan kebutuhan
oksigen oleh otot yang sedang bekerja. Kebutuhan oksigen ini didapat dari
ventilasi dan pertukaran oksigen dalam paru-paru. Konsumsi oksigen dan
ventilasi paru total meningkat sekitar 20 kali pada saat melakukan latihan
olahraga dengan intensitas maksimal. Hal ini menyebabkan pengiriman oksigen
ke jaringan naik hingga tiga kali lipat daripada kondisi biasa. Peningkatan
VO2maks terjadi dengan peningkatan cardiac output dan pertukaran udara
sebagai respon terhadap olahraga.
b. Fungsi kardiovaskular
Respon kardiovaskular yang paling utama terhadap aktivitas fisik adalah
peningkatan cardiac output. Peningkatan disebabkan oleh peningkatan isi
sekuncup jantung maupun heart rate yang dapat mencapai sekitar 95% dari
tingkat maksimalnya. Karena pemakaian oksigen oleh tubuh tidak dapat lebih
dari kecepatan sistem kardiovaskular menghantarkan oksigen ke jaringan, maka
dapat dikatakan bahwa sistem kardiovaskular dapat membatasi nilai VO2maks.
c. Hemoglobin
Dalam darah oksigen berikatan dengan hemoglobin, maka kadar oksigen
dalam darah juga ditentukan oleh kadar hemoglobin yang tersedia. Jika kadar
hemoglobin berada di bawah normal, misalnya pada anemia, maka jumlah
oksigen dalam darah juga lebih rendah. Sebaliknya, bila kadar hemoglobin lebih
tinggi dari normal, seperti pada keadaan polisitemia, maka kadar oksigen dalam
darah akan meningkat.
d. Umur
Kapasitas aerobik maksimal (VO2maks) anak laki-laki menjadi lebih tinggi
mulai umur 10 tahun, walau ada yang berpendapat latihan olahraga ketahanan
tidak terpengaruh pada kemampuan aerobik sebelum usia 11 tahun. Puncak nilai
VO2maks dicapai kurang lebih pada usia 18-20 tahun pada kedua jenis kelamin.
Secara umum, kemampuan aerobik turun perlahan setelah usia 25 tahun.
penurunan rata-rata VO2maks per tahun adalah 0,46 ml/kg/menit untuk laki-laki
(1,2%) dan 0,54 ml/kg/menit untuk wanita (1,7%).
e. Jenis kelamin
Kemampuan aerobik perempuan sekitar 20% lebih rendah dari laki-laki pada
usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang menyebabkan
perempuan memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih
besar. Perempuan juga memiliki massa otot lebih kecil daripada laki-laki. Mulai
umur 10 tahun, VO2maks anak laki-laki menjadi lebih tinggi 12% dari anak
perempuan. Pada umur 12 tahun, perbedaannya menjadi 20%, dan pada umur 16
tahun VO2maks anak laki-laki 37% lebih tinggi dibanding anak perempuan.

2.6 Kebugaran Jasmani

Kebugaran jasmani merupakan salah satu bagian terpenting dalam


mempertahankan kualitas hidup seseorang, tetapi nilai kebugaran jasmani setiap
orang berbeda-beda sesuai dengan aktifitas yang dilakukan. Kebugaran jasmani ialah
kemampuan fisik seseorang untuk dapat beraktivitas sehari-hari secara efisien dan
efektif dalam waktu yang lama secara terus menerus tanpa mengalami kelelahan yang
berarti. Seseorang dapat mencapai tingkat kebugaran jasmani yang optimal, salah satu
caranya dengan melakukan aktifitas fisik secara teratur (Wijayanti, 2014)

Beberapa manfaat dari tingkat kebugaran jasmani yaitu meningkatkan


kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik, mengurangi risiko kelelahan fisik,
psikologi yang baik, mengurangi stress dan terhindar dari penyakit degeneratif
(Shomoro et al, 2014). Apabila seseorang tidak menjaga tingkat kebugaran jasmani
maka akan memiliki tingkat kebugaran jasmani yang lebih rendah. Dampak dari
rendahnya tingkat kebugaran jasmani secara langsung akan berpengaruh terhadap
penurunan kinerja dan produktifitas, sehingga dalam waktu yang cukup lama akan
menimbulkan penyakit degeneratif dan penyakit kardiovaskular (Prabowo, 2013).

Seseorang yang memiliki tingkat kebugaran yang baik dalam waktu 6 menit,
mereka mampu berjalan sejauh 500 meter dan tidak tampak kelelahan. Berjalan 500
meter selama 6 menit sama halnya dengan melangkah sebanyak 1000 langkah.
Tingkat kebugaran memiliki beberapa kategori, hal itu tergantung dengan durasi dan
intensitas saat melakukan aktifitas fisik, yaitu sebagai berikut: (Luthfie, 2011)

Tabel 2.6 Kategori Kebugaran Jasmani Berdasarkan 6MWT (Luthfie,


2011)
No Kategori Jarak Tempuh

1 Sangat buruk <300 meter

2 Sedang 300-400 meter

3 Baik 400-500 meter

4 Sangat baik >500 meter

2.7 Uji Jalan 6 Menit (Six Minute Walking Test)


2.7.1 Definisi
Uji jalan 6 menit atau 6MWT adalah suatu pengukuran jarak yang mampu
ditempuh oleh seseorang dengan waktu 6 menit diatas permukaan yang datar dan
keras, dimana individu dapat mengatur kecepatan sesuai dengan kemampuannya
(SobKey, 2013). Menurut penelitian Dedekan yang berjudul “Reduction of the six-
minute walk distance in children With sickle cell disease is correlated with silent
infarct: Results from a cross-sectional evaluation in a single Center in Belgium”
menjelaskan bahwa 6MWT adalah suatu tes yang dilakukan pada orang dewasa
maupun pada anak-anak untuk mengetahui berapa besar pengaruh penyakit kronik
dan mengevaluasi kapasitas/kemampuan aktivitas harian mereka (Dedeken et al,
2014). Suatu alat/cara yang efektif untuk menilai kapasitas fungsional pada klien
dengan penyakit kardiovaskular dan penyakit paru (Papathanasiou et al, 2013).
Uji jalan 6 menit dilakukan dengan cara berjalan kaki selama 6 menit.
Kemudian diukur seberapa jauh jarak yang ditempuh selama 6 menit. Rata- rata
langkah orang Indonesia adalah 0,5 meter. Jadi, tes ini bisa dilakukan dengan terus
berjalan selama 6 menit, sambil terus menghitung berapa banyak langkah selama 6
menit, untuk mempermudah berapa langkah yang telah dilakukan dengan
menggunakan tally-counter atau tasbih ceklok mekanik, selanjutnya tinggal dikalikan
jumlah langkah yang telah kita lakukan dengan 0,5 meter dari jarak yang berhasil
ditempuh barulah bisa mengetahui prediksi nilai VO2maks, untuk mengetahui
prediksinya menggunakan persamaan rumus sebagai berikut: 0,03 x jarak (m) + 3,98
(Zou et al, 2017).
Tabel 2.7 Kategori Kebugaran Jasmani Berdasarkan Konsumsi
Oksigen (VO2maks) (Zou et al, 2017)
No Kategori Tingkatan Konsumsi
1. Kategori II Sangat kurang VO2maks <28
(SK) ml/kgBB/menit
2. Kategori II Kurang (K) VO2maks antara 28,1 s/d
34 ml/kgBB/menit
3. Kategori III Sedang (S) VO2maks antara 34,1 s/d
42 ml/kgBB/menit
4. Kategori IV Baik (B) VO2maks antara 42,1 s/d
52 ml/kgBB/menit
5. Kategori V Baik sekali (BS) VO2maks > 52,1
ml/kgBB/menit
2.7.2 Teori terkait prosedur
a. Pengukuran Tingkat Kelelahan
Pengukuran tingkat kelelahan diukur dengan menanyakan kepada klien
bolehkah menyebutkan tingkat kelelahan anda sekarang, Sambil
menunjukkan Borg Scale sebagai berikut:
1. Skala 0: Tidak kelelahan sama sekali.
2. Skala 0,5: Kelelahan sangat ringan sekali.
3. Skala 1: Kelelahan sangat ringan.
4. Skala 2: Kelelahan ringan.
5. Skala 3: Kelelahan sedang.
6. Skala 4: Kelelahan kadang berat.
7. Skala 5-6: Kelelahan berat.
8. Skala 7-8: Kelelahan sangat berat.
9. Skala 9: Kelelahan sangat berat sekali (Hampir maksimal)
10. Skala 10: Kelelahan sangat, sangat berat sekali (Maksimal)
Hasil pengukuran skala Borg disesuaikan juga dengan pernapasan
klien untuk mendapatkan hasil yang maksimal (Lee, 2009; ATS,
2002; Bitter, 2007)
b. Masalah keamanan dalam melakukan 6MWT
1. Pelaksanaan harus dilakukan ditempat yang mudah dijangkau untuk
keadaan darurat oleh tim medis.
2. Perlengkapan yang harus tersedia termasuk oksigen, nitrogliserin
sublingual, aspirin, albuterol (inhaler atau nebulizer), telepon atau
alat lain yang dapat digunakan untuk melakukan panggilan bantuan.
3. Petugas pengawas harus memiliki sertivikasi resusitasi
cardiopulmonal, minimal Basic life Support atau Advanced Cardiac
Life Support (ACLS).
4. Pengawasan dari dokter umumnya tidak diperlukan, namun dalam
kasus tertentu perlu didampingi oleh dokter sampai test selesai.
5. Jika seorang klien sedang mendapat terapi oksigen maka harus
diberikan sesuai standar atau keadaan penyakitnya.
6. Uji jalan 6 menit segera dihentikan bila nyeri dada, sesak yang tidak
dapat ditoleransi, kram kaki tungkai, sempoyongan, diaphoresis,
pucat. Bila terdapat tanda-tanda tersebut maka harus duduk atau
berbaring, kemudian diikuti pengukuran tekanan darah, frekuensi
nadi, saturasi oksigen dan pemeriksaan fisik (Wanger, 2011; ATS,
2002)

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil 6MWT


1. Faktor yang menurunkan hasil jarak 6MWT adalah orang yang lebih
tua, berat badan yang berlebihan, jenis kelamin, badan yang pendek,
kelemahan, penyakit paru-paru, Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD), Asma, Fibrosis, Penyakit Jantung, Angina,
Myocardial Infraction (MI), Congestive Heart Failure (CHF),
Stroke, Transient Ischemic Attack (TIA), Peripheral Arterial Disease
(PVD), penyakit Muskuloskeletal, Arthritis, Ankle, Knee, Hip
injuries).
2. Faktor yang menaikkan hasil jarak 6MWT adalah orang yang lebih
tinggi, jenis kelamin laki-laki, obat yang diberikan sebelum
dilakukan tes, suplemen oksigen (Wanger, 2011; AACPR, 2010;
ATS, 2002)
2.7.3 Indikasi dan kontraindikasi
a. Indikasi dari 6MWT
1. Perbandingan sebelum dan sesudah pengobatan:
- Transplantasi paru-paru
- Gagal jantung
- Hipertensi pulmonal
- Rehabilitasi paru-paru
- Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
- Lung Volume Reduction Surgery
2. Menentukan status fungsional:
- Penyakit arteri perifer
- Fibromyalgia
- Cystic Fibrosis (Papathanasiou et al, 2103)
- Pada klien yang tua (Lee, 2009)
- Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) (Wanger, 2011)
- Gagal jantung (Rostagno et al, 2007)
- Penyakit Neuromuskular (Limb Girdle Muscular Dystrophy,
Myotonic dystrophy, Charcot marie tooth disease, Congenital
Myopathy, Facio scapula humeral) (Prahm et al, 2014).
3. Memprediksi morbiditas dan mortalitas dari penyakit
- Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) (Lee, 2009)
- Gagal Jantung (Vieira et al, 2012)
- Hipertensi pulmonal (Mainguy et al, 2014).
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi dari 6MWT terbagi dua bagian yaitu absolut dan relatif:
1. Absolut
- Miokardiak infark kurang lebih sebulan yang lalu
- Penyakit angina kurang lebih sebulan yang lalu
2. Relatif
- Denyut nadi >120 kali/menit pada saat istirahat
- Tekanan darah sistolik >180 mmHg dan tekanan darah diastolik
>100mmHg (Lee, 2009)
- Bila b ergerak terjadi syncope
- Arthritis atau penyakit neuromuscular yang menyebabkan
ketidakmampuan berjalan (ATS 2002 di dalam Wanger, 2011).
3. Angina pektoris stabil bukan merupakan kontraindikasi absolut, tetapi
dilakukan uji jalan 6 menit setelah meminum obat anti angina dan
selalu tersedia nitrat.
2.7.4 Langkah / Prosedur pemeriksaan
a. Lokasi tes hendaknya dilakukan dalam ruangan tertutup (indoor),
dilakukan pada koridor yang panjang, datar dan lurus dengan permukaan
yang keras dan jarang dilalui orang. Menurut beberapa pusat rehabilitasi
jantung, tes dapat dilakukan di ruang terbuka jika cuaca dalam keadaan
baik. Panjang rute jalan setidaknya 30 meter (100 kaki). Tiap 5 meter dari
koridor hendaknya diberi tanda.
b. Persiapan peralatan yang digunakan
1. Mechanical lap counter
2. Sphygmomanometer dan Stethoscope untuk mengukur tekanan darah
3. Stopwatch / jam untuk mengukur waktu 6 menit
4. Dua kerucut kecil untuk titik berputar
5. Lintasan, panjang lintasan 30 meter dan ditandai setiap 5 meter
6. A source of Oxygen, untuk mempersipkan bantuan oksigen bila
diperlukan
7. Sebuah kursi yang mudah dipindahkan
8. Borg Scale Chart dan catatan untuk hasil pengukuran (AACVPR,
2010; ATS, 2002)
c. Persiapan Klien
Berdasarkan American Thoracic Society, (2002) klien yang akan
menjalani 6MWT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memakai pakaian yang nyaman.
2. Memakai sepatu yang cocok/nyaman untuk berjalan.
3. Diperbolehkan menggunakan alat bantuan yang biasa dipakai sehari-
hari seperti tongkat atau walker.
4. Tetap melanjutkan pengobatan yang biasanya.
5. Boleh makan makanan ringan 1 jam sebelum memulai latihan atau
sesudah latihan 6MWT.
6. Tidak boleh melakukan aktivitas latihan (olahraga) yang berlebihan
minimal 2 jam sebelum 6MWT
d. Pelaksanaan atau pengukuran 6MWT
1. Jika diperlukan pengulangan 6MWT maka uji ulang harus dilakukan
pada hari yang sama, hal ini berguna untuk mengurangi perbedaan
atau bias pada hasil karena kemungkinan timbul perubahan seperti
kondisi fisik dan waktu latihan.
2. Tidak melakukan pemanasan sebelum dilakukan 6MWT.
3. Beristirahat dengan duduk di kursi, dekat dengan garis start kurang
lebih 5-10 menit sebelum uji jalan dimulai, selama diperiksa
kontraindikasi, diukur nadi, tekanan darah, pernafasan, pastikan baju
dan sepatu yang digunakan nyaman. Selesai dilakukan dicatat dikertas
yang telah disediakan.
4. Klien diminta untuk berdiri dan cek apakah ada tanda-tanda dyspnea,
kemudian diukur derajat kelelahan menggunakan skala Borg.
5. Mengatur mechanical lap counter dan mengatur waktu untuk enam
menit dan bergerak ke posisi start.
6. Berikan instruksi bahwa uji ini menilai seberapa jauh pasien dapat
berjalan selama 6 menit dan tidak boleh berlari namun, dapat
memperlambat jalannya, berhenti atau istirahat jika perlu. Contohkan
pada pasien satu putaran.
7. Posisikan pada garis start, pengawas harus berdiri dekat garis strat
selama latihan, jangan berjalan bersama klien, segera setelah klien
mulai berjalan hidupkan timer.
8. Jangan berbicara kepada siapapun selama tes, perhatikan klien dan
jangan lupa untuk menghitung putaran yang telah dilalui. Pengawas
dapat memberikan dorongan semangat pada klien tetapi bukan
dorongan untuk mempercepat langkahnya. Memberikan semangat
sangat dianjurkan dalam 6MWT. Menurut American Thoracic Society,
waktu yang paling baik untuk memberikan semangat adalah setiap 1
menit dan sesuai dengan ketentuan kalimat yang telah disediakan
dibawah ini :
- Menit 1 selesai: “Anda sudah benar melakukannya, teruskan, ada
5 menit lagi.”
- Menit 2 selesai: “Bagus, pertahankan seperti ini, anda masih
punya 4 menit lagi.”
- Menit 3 selesai: “Anda melakukannya dengan baik, sudah
setengah jalan.”
- Menit 4 selesai: “Anda sudah baik melakukannya, tinggal 2 menit
lagi.”
- Menit 5 selesai: “Anda sudah baik melakukannya, tinggal 1 menit
lagi.”
- 15 Detik selesai: Waktu tinggal 15 detik, ketika saya katakan stop,
maka anda harus berhenti dan berdiri dengan benar nanti saya
yang akan menuju ke tempat anda.
- Bila waktu selesai berjalanlah ke tempat klien dan berikan kursi
untuk duduk.
9. Catat hasil pengukuran tingkat kelelahan dengan Borg scale
10. Setelah uji jalan selesai, diperiksa kembali yaitu diukur nadi, tekanan
darah dan pernafasan.
11. Catat jumlah putaran.
12. Jumlahkan berapa jarak tempuh yang telah dicapai selama 6 menit dan
catat dikertas.
13. Berikan ucapan selamat atas usahanya dan tawarkan untuk minum
segelas air putih (ATS, 2002; AACPR, 2010).

2.8 Hubungan kapasitas aerobik dengan merokok


Tinggi rendahnya daya tahan fisik seseorang dipengaruhi oleh kemampuan
mengambil oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Diantaranya adalah paru dan
jantung yang berfungsi untuk pengiriman oksigen yang dibawa oleh hemoglobin
(Chotimah, 2015). Seorang perokok saluran pernafasan dan paru-paru banyak
tertutup nikotin, akibatnya pertukaran gas menjadi sangat sulit. Sebagai adaptasi dari
keadaan tersebut paru-paru berusaha memperluas permukaan atau memperbesar
volume. Oleh karena itu, perokok mempunyai kapasitas vital yang besar, tetapi
kemampuann pertukaran gas tetap kecil.

Merokok dapat menyebabkan rusaknya lapisan dalam pembuluh darah


sehingga mudah mengumpal dan mengganggu irama jantung. Kandungan nikotin,
gas CO, radikal bebas, dan zat-zat tersebut dapat merusak lapisan endotel dalam
pembuluh darah. Apabila terbentuk suatu plak dalam pembuluh darah dapat menjadi
suatu proses awal terjadinya arteroklerosis yang dapat menyebabkan berbagai
penyakit kardiovaskular. Sehingga para perokok tidak hanya berisiko terjadi
gangguan paru-paru tetapi juga berisiko terjadi gangguan jantung dan pembuluh
darah, hal ini akan berakibat pada penurunan kinerja jantung dan paru yang akan
berakibat pada penurunan kebugaran jasmani (Harahap, 2015).

Kebiasaan merokok berpengaruh terhadap daya tahan kardiovaskular, karena


pada asap rokok mengandung 4% karbon monoksida (CO). Daya ikat atau afinitas
CO terhadap hemoglobin lebih besar 245 kali dibanding dengan oksigen, yang
berarti CO lebih cepat berikatan dengan hemoglobin dibandingkan daripada
oksigen. Hemoglobin berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, dengan
adanya CO pada hemoglobin maka akan menghambat proses pengangkutan dan
penyebaran oksigen ke seluruh jaringan dan sel tubuh (Linda et al, 2011). Seseorang
yang merokok 10-12 batang sehari, didalam hemoglobinnya akan mengandung CO
4,9% sehingga, kadar oksigen yang diedarkan akan berkurang sebesar 5%. Selain
mengandung CO, rokok juga mengandung zat aditif seperti nikotin dan hidrokarbon.

Nikotin dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik,


peningkatan denyut jantung sehingga kebutuhan miokard akan oksigen meningkat.
Keadaan ini disebabkan karena nikotin menyebabkan pelepasan katekolamin medula
adrenal dan jaringan kromafin jantung. Selain itu, nikotin bekerja pada
kemoreseptor badan karotis sehingga meningkatkan kadar karboksihemoglobin yang
mengurangi jumlah oksigen untuk miokard. Nikotin pada sistem vaskular dapat
menyebabkan peningkatan resistensi vaskular karena menyebabkan penyempitan
pembuluh darah dan memperlambat laju peredaran darah. Hal tersebut dapat
mengganggu bahkan menurunkan tingkat kebugaran seseorang akibat rusaknya
metabolisme oksigen di dalam darah.

Kandungan hidrokarbon pada rokok dapat menyebabkan metaplasia


skuamosa,. Aurbach (1994) menemukan setelah terpajan oleh asap rokok, sel-sel
bronkus menjadi abnormal, terjadi perubahan sel goblet dan mikrovili. Pembuluh
darah pada perokok cenderung dalam kondisi kontriksi daripada dilatasi, sehingga
hal ini akan meningkatkan tekanan dinding arteri dan tekanan darah, pencapaian
kapasitas pacu jantung maksimum lebih cepat dibanding bukan perokok. Kandungan
nikotin selain sebagai stimulan untuk meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi
juga akan menyebabkan defek pada permukaan pembuluh darah, hal ini akan
menyebabkan Low Density Lipoprotein (LDL) menempel pada dinding pembuluh
darah dan membuat plak, sehingga dinding arteri kurang fleksibel dan menyempit.
Hal ini dapat memicu serangan jantung dan stroke. Daya tahan jantung perokok
7,2% lebih kecil dibandingkan bukan perokok. Semakin tinggi denyut nadi istirahat
berarti jantung akan bekerja lebih keras untuk memompa darah dan menyalurkan
oksigen ke seluruh tubuh sehingga perokok akan lebih cepat mengalami kelelahan
(Aula, 2010).
2.9 Tabel Orisinalitas
Tabel di bawah ini menjelaskan tentang penelitian-penelitian terdahulu yang terkait
dengan penelitian yang dilakukan saat ini.

No Penelitian Metode

1. Dana Sumanti, dkk. Dampak Sebanyak 34 pasien anak


Penambahan Digoksin terhadap Kapasitas berusia 4-14 tahun menderita
Fungsional Penyakit Jantung Bawaan PJB pirau kiri ke kanan yang
Pirau Kiri ke Kanan yang Mengalami mengalami gagal jantung Ross
Gagal Jantung yang dinilai dengan II-III. Penelitian dilakukan dari
menggunakan 6MWT. 2015;16(6): 385- Mei 2011 sampai dengan
90. September 2013. Subjek dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok digoksin
mendapatkan terapi
digoksin+penghambat
ACE+furosemid selama 1
bulan. Sementara itu, kelompok
kontrol hanya mendapatkan
penghambat ACE+furosemid.
Penelitian ini mendapatkan
peningkatan jarak tempuh pada
uji jalan 6 menit sebelum dan
sesudah penambahan pemberian
digoksin selama 1 bulan. Jarak
tempuh sebelum penambahan
pemberian digoksin adalah
278,88±44,95 meter, sedangkan
sesudah penambahan pemberian
digoksin adalah 285,56±44,31
meter. Pada kelompok kontrol
tidak didapatkan perbedaan
jarak tempuh uji jalan 6 menit.
Sementara itu, jarak tempuh
sebelum perlakuan
299,17±44,15 meter dan
sesudah perlakuan
299,71±43,43 meter. Dengan
demikian, dapat disimpulkan
bahwa penambahan pemberian
digoksin selama 1 bulan
meningkatkan jarak tempuh uji
jalan 6 menit pada pasien
penyakit jantung bawaan pirau
kiri ke kanan yang mengalami
gagal jantung Ross II-III.
Sebaliknya, kelompok kontrol
tidak didapatkan perbedaan
jarak tempuh.

2. Peeters P, Mert T, The 6 minute walk as 38 lansia dengan gagal jantung


an appropriate exercise test in eldelry kronik terbagi menjadi 2
patients with chronic heart failure, J kelompok: uji 6MWT dan
Gerontol A Biol Sci Med Sci, treadmill. Dilakukan
1996;51:147-51. pengukuran jarak tempuh dan
VO2maks di akhir uji. Terdapat
perbedaan bermakna jarak
tempuh dan VO2maks antara
kedua kelompok lansia dengan
gagal jantung.
3. Nury Nusdwinuringtyas dkk. Kesahihan usia 18 tahun hingga 50 tahun,
dan Keandalan Uji Jalan 6 Menit pada tanpa gangguan neuromuskular,
Lintasan 15 Meter. 05-09-2018 DOI: muskuloskeletal,
http://dx.doi.org/10.22435/mpk.v28i2.178 kardiorespirasi, sirkulasi,
maupun keseimbangan, dengan
IMT 18,5 – 24,9. Uji jalan 6-
menit merupakan salah satu uji
untuk mengukur kapasitas
fungsional paru menurut
rekomendasi American
Thoracic Society. Jarak tempuh
lintasan didapat dari hasil uji
jalan 6-menit dengan rata-rata
581,89 meter pada laki-laki dan
516,72 meter pada perempuan.
Kecepatan berjalan diperoleh
dengan mengkonversikan jarak
tempuh yang didapat dari uji
jalan 6-menit. Hasil kecepatan
berjalan pada laki-laki berkisar
5,81 km/jam dan 5,16 km/jam
pada perempuan. Rerata jarak
tempuh yang didapatkan pada
lintasan 15-meter sebesar
547,45 meter dan pada
Biodex® gait trainer sebesar
544,72 meter. Hasil uji statistik
menunjukkan tidak ada
perbedaan jarak tempuh yang
bermakna (p = 0,693) antara
penggunaan lintasan 15-meter
terhadap acuan baku emas yaitu
Biodex gait trainer. Uji validitas
dan kesahihan pada penelitian
ini juga menunjukkan hasil
yang baik dengan koefisien
korelasi dan nilai alpha yang
mendekati 1 (r = 0,998 dan nilai
alpha = 0,999). Hal ini
menunjukkan bahwa uji jalan 6-
menit dengan lintasan 15-meter
dapat diaplikasikan sesuai
protokol.

Anda mungkin juga menyukai