Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rokok
2.1.1 Definisi Rokok
Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari
tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau
sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahantambahan
(Heryani, 2014).
2.1.2 Bahan Baku Rokok
Bahan baku yang digunakan untuk membuat rokok adalah sebagai berikut:
1) Tembakau
Jenis tembakau yang dibudidayakan dan berkembang di Indonesia
termasuk dalam spesies Nicotiana tabacum (Santika, 2011).
2) Cengkeh
Bagian yang biasa digunakan adalah bunga yang belum mekar. Bunga
cengkeh dipetik dengan tangan oleh para pekerja, kemudian
dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian cengkeh ditimbang dan
dirajang dengan mesin sebelum ditambahkan ke dalam campuran
tembakau untuk membuat rokok kretek (Anonim, 2013).
3) Saus Rahasia
Saus ini terbuat dari beraneka rempah dan ekstrak buah-buahan untuk
menciptakan aroma serta cita rasa tertentu. Saus ini yang menjadi
pembeda antara setiap merek dan varian kretek (Anonim, 2013).
2.1.3 Kandungan Rokok
Menurut Muhibah (2011) racun rokok yang paling utama adalah sebagai
berikut:
1) Nikotin
Nikotin dapat meningkatkan adrenalin yang membuat jantung berdebar
lebih cepat dan bekerja lebih keras, frekuensi jantung meningkat dan
kontraksi jantung meningkat sehingga menimbulkan tekanan darah
meningkat (Tawbariah et al., 2014).

1
2) Tar
Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel
pada paru-paru, mengandung bahan-bahan karsinogen (Mardjun, 2012).
3) Karbon monoksida (CO)
Merupakan gas berbahaya yang terkandung dalam asap pembuangan
kendaraan. CO menggantikan 15% oksigen yang seharusnya dibawa oleh
sel-sel darah merah. CO juga dapat merusak lapisan dalam pembuluh
darah dan meninggikan endapan lemak pada dinding pembuluh darah,
menyebabkan pembuluh darah tersumbat.
2.1.4 Sejarah Rokok di Indonesia
Menurut Poetra (2012) kebiasaan merokok di Indonesia diperkirakan
dimulai pada awal abad ke-19, dimana warisan budaya luhur bangsa Indonesia
ialah rokok kretek. Rokok kretek adalah rokok yang menggunakan tembakau asli
yang dikeringkan, dipadukan dengan cengkeh dan saat dihisap terdengar bunyi
‘kretek’. Sejarah rokok kretek di Indonesia bermula dari kota Kudus, Jawa
Tengah.
2.1.5 Pembagian Rokok
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1) Rokok berdasarkan bahan baku atau isinya, dibedakan menjadi:
a. Rokok Putih
Rokok ini hanya daun tembakau yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu (Mardjun, 2012). Rokok
putih mengandung 14 - 15 mg tar dan 5 mg nikotin (Alamsyah,
2009).
b. Rokok Kretek
Bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu
(Mardjun, 2012). Rokok kretek mengandung sekitar 20 mg tar dan
44-45 mg nikotin (Alamsyah, 2009).

2
c. Rokok Klembak
Bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan
kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
2) Rokok berdasarkan penggunaan filter menurut Mardjun (2012) dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Rokok Filter: rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus
b. Rokok Non Filter: rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat
gabus.
2.1.6 Jenis Rokok
Menurut Mustikaningrum (2010) jenis rokok dibagi menjadi delapan, yaitu:
a. Rokok
Merupakan sediaan tembakau yang banyak digunakan.
b. Rokok Organik
Merupakan jenis rokok yang dianggap tidak mengandung bahan adiktif
sehingga dinilai lebih aman dibanding rokok modern.
c. Rokok Gulungan atau “Lintingan”
Peningkatan penggunaan rokok dengan cara melinting sendiri ini
sebagian besar disebabkan oleh budaya dan faktor finansial.
d. Bidis
Bidis berasal dari India dan beberapa negara Asia Tenggara. Bidis
dihisap lebih intensif dibandingkan rokok biasa, sehingga terjadi
peningkatan pemasukan nikotin yang dapat menyebabkan efek
kardiovaskuler.
e. Kretek
Mengandung 40% cengkeh dan 60% tembakau. Cengkeh menimbulkan
aroma yang enak, sehingga kretek dihisap lebih dalam daripada rokok
biasa.
f. Cerutu
Kandungan tembakaunya lebih banyak dibandingkan jenis lainnya,
seringkali cerutu hanya mengandung tembakau saja.

3
g. Pipa
Asap yang dihasilkan pipa lebih basa jika dibandingkan asap rokok
biasa, sehingga tidak perlu hisapan yang langsung untuk mendapatkan
kadar nikotin yang tinggi dalam tubuh.
h. Pipa Air
Sediaan ini telah digunakan berabad-abad dengan persepsi bahwa cara
ini
sangat aman. Beberapa nama lokal yang sering digunakan adalah
hookah, bhang, narghile, shisha.
2.1.7 Filter Rokok
Filter rokok yang terbuat dari asetat selulosa berfungsi untuk menahan tar
dan partikel rokok yang berasal dari rokok yang dihisap, namun dalam jumlah
sangat sedikit. Filter juga berfungsi untuk mendinginkan rokok sehingga menjadi
mudah dihisap (Mustikaningrum, 2010).
2.1.8 Dampak Rokok Bagi Kesehatan
Center of Desease Control (CDC) dalam Octafrida (2011) merokok
membahayakan setiap organ di dalam tubuh. Merokok menyebabkan penyakit dan
memperburuk kesehatan,seperti :
a. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK sudah terjadi pada 15% perokok. Individu yang merokok
mengalami penurunan pada Forced Expiratory Volume in second (FEV1),
dimana kira-kira hampir 90% perokok berisiko menderita PPOK (Saleh,
2011).
b. Pengaruh Rokok terhadap Gigi Hubungan antara merokok dengan
kejadian karies, berkaitan dengan penurunan fungsi saliva yang berperan
dalam proteksi gigi. Risiko terjadinya kehilangan gigi pada perokok, tiga
kali lebih tinggi disbanding pada bukan perokok (Andina, 2012).
c. Pegaruh Rokok Terhadap Mata Rokok merupakan penyebab penyakit
katarak nuklear, yang terjadi di bagian tengah lensa. Meskipun mekanisme
penyebab tidak diketahui, banyak logam dan bahan kimia lainnya yang
terdapat dalam asap rokok dapat merusak protein lensa (Muhibah, 2011).

4
d. Pengaruh Terhadap Sistem Reproduksi Merokok akan mengurangi
terjadinya konsepsi, fertilitas pria maupun wanita. Pada wanita hamil yang
merokok, anak yang dikandung akan mengalami penuruan berat badan,
lahir prematur, bahkan kematian janin (Anggraini, 2013).
2.1.9 Perokok
Perokok adalah seseorang yang suka merokok, disebut perokok aktif bila
orang tersebut yang merokok secara aktif, dan disebut perokok pasif bila orang
tersebut hanya menerima asap rokok saja, bukan melakukan aktivitas merokok
sendiri (KBBI, 2012).
Definisi lain dari perokok adalah mereka yang merokok setiap hari untuk
jangka waktu minimal enam bulan selama hidupnya masih merokok saat survei
dilakukan (Octafrida, 2011).
2.1.10 Klasifikasi Perokok
Bustan (2007), membagi perokok dibagi atas tiga kategori, yaitu ringan (1-
10 batang perhari), sedang (11-20 batang perhari) dan berat (lebih dari 20 batang
perhari). Klasifikasi perokok juga dapat ditentukan oleh Indeks Brinkman (IB)
dengan rumus: jumlah rata-rata konsumsi rokok perhari (batang) x lama merokok
(tahun), dengan hasil ringan (0-199), sedang (200-599) dan berat (>600).
2.1.11 Tipe Kondisi Perokok
Menurut Syafiie (2009) ada empat perilaku merokok, yaitu:
a. Kondisi perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif
Terdapat tiga sub tipe perokok yang menjadikan rokok sebagai
penambah kenikmatan yang sudah didapat, seperti merokok setelah
makan atau minum kopi, merokok untuk sekedar menyenangkan
perasaan, dan suatu kenikmatan seorang perokok saat memegang
rokoknya.
b. Kondisi merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negative Perokok
merokok saat marah, cemas dan gelisah. Rokok dianggap sebagai
penyelamat.

5
c. Kondisi merokok yang adiktif
Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang
digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya
berkurang.
d. Kondisi merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Mereka menggunakan rokok bukan karena untuk mengendalikan,
tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin. Ia
menghidupkan api rokoknya bila rokok yang sebelumnya telah benar-
benar habis.
2.1.12 Merokok
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap isinya, baik
menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Saleh, 2011).
2.1.13 Tahapan Perilaku Merokok
Menurut Leventhal & Clearly dalam Mustikaningrum (2010) terdapat
empat tahap seseorang menjadi perokok, yaitu:
a. Tahap Persiapan
Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai
merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal ini
bagi mereka menimbulkan minat untuk merokok.
b. Tahap Inisiasi
Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan
atau tidak terhadap perilaku merokok.
c. Tahap Menjadi Perokok
Seseorang telah mengonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka
mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
d. Tahap Pemeliharaan
Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara
pengaturan diri.

6
2.1.14 Faktor Penyebab Perilaku Merokok
Faktor yang menyebabkan seseorang merokok diantaranya sebagai
berikut:
a. Gemerlap mengenai perokok
Sebagai hasil dari kampanye besar-besaran dari rokok di media iklan dan
media cetak, maka semakin banyak pria, wanita, tua dan muda yang
menjadi perokok.
b. Kemudahan mendapatkan rokok, harganya yang relatif murah, dan
distribusinya yang merata.
c. Kurangnya pengetahuan tentang bahaya merokok bagi kesehatan.
d. Adanya anggapan bahwa merokok dapat mengatasi kesepian, kesedihan,
kemarahan dan frustasi.
e. Faktor sosio-kultural seperti pengaruh orang tua, teman dan kelompoknya.
2.1.15 Alasan Merokok
Menurut Sadikin et al,. (2008) alasan seseorang merokok ialah sebagai
berikut:
a. Khawatir tidak diterima di lingkungannya jika tidak merokok.
b. Ingin tahu, alasan ini banyak dikemukakan oleh kalangan muda, terutama
perokok wanita.
c. Untuk kesenangan, alasan ini lebih banyak diutarakan oleh perokok pria.
d. Mengatasi ketegangan, merupakan alasan yang paling sering
dikemukakan, baik pria maupun wanita.
e. Pergaulan, karena ingin menyenangkan teman atau membuat suasana
menyenangkan, misalnya dalam pertemuan bisnis.
f. Tradisi, alasan ini hanya berlaku untuk etnis tertentu.
2.1.16 Perubahan Perilaku Merokok
Perubahan perilaku merokok dapat didasarkan pada teori-teori berikut:
a. Teori Green
Menurut Lawrence Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Faktor Predisposisi
Terwujud dalam pengetahuan individu, sikap, kepercayaan,
keyakinan, tradisi, nilai, norma sosial, persepsi dan unsur-unsur lain

7
yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat yang kemudian
akan memotivasi individu atau kelompok untuk melakukan suatu
perilaku.
2. Faktor Pemungkin
Terwujud dalam lingkungan fisik yakni tersedianya fasilitas pelayanan
kesehatan, seperti Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat
pembuangan air dan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi,
uang, dan sebagainya, termasuk prioritas dan komitmen masyarakat
atau pemerintah terhadap kesehatan serta keterampilan yang berkaitan
dengan kesehatan.
3. Faktor Penguat
Mencakup sikap dan perilaku dari keluarga, tokoh masyarakat,
petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok
intervensi dari perilaku masyarakat.
b. Teori WHO
Seseorang berperilaku karena ada empat alasan pokok, yaitu:
1. Pemikiran dan perasaan
Hasil dari pemikiran dan pertimbangan pribadi terhadap stimulus atau
objek, yang merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.
2. Adanya acuan atau referensi seseorang yang dipercayai Dalam
masyarakat, dimana sistem paternalistik masih kuat, maka
perubahahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku tokoh
masyarakat setempat.
3. Sumber daya
Merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau
masyarakat. Sumber daya pada Teori WHO ini sama dengan faktor
pemungkin pada Teori Green.
4. Sosial budaya
Faktor ini sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku
seseorang.

8
c. Health Belief Model (HBM)
Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai
kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan,
dimulai dari pertimbangan orang mengenai kesehatan. Health Belief
Model ini digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan.
Health Belief Model merupakan model kognitif yang berarti bahwa
proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan.
Kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung
pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman
yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan
kerugian. Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap
resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang
berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi
dirinya. Asumsinya adalah bahwa, bila ada ancaman yang dirasakan,
maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang
ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada:
1. Kerentanan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang
merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan
masalah kesehatan menurut kondisi mereka.
2. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity) merupakan
orangorang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit
tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan atau
membiarkan penyakitnya tidak ditangani. Faktor yang
mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang
dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap
perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan
yang merekomendasikan perubahan perilaku dan pengalaman
mencoba merubah perilaku yang serupa (Fertman et al., 2010).
2.1.17 Bahaya Merokok
Bahaya merokok terhadap remaja terutama terhadap fisiknya seperti yang
dijelaskan oleh dalam Depkes RI (2010), yaitu rokok pada dasarnya merupakan
pabrik bahan kimia berbahaya dimana saat batang rokok terbakar, maka asapnya

9
menguraikan sekitar 4000 bahan kimia dengan tiga komponen utama, yaitu
nikotin yang menyebabkan ketergantungan/adiksi, tar yang bersifat karsinogenik
sedangkan karbon monoksida yang aktivitasnya sangat kuat terhadap hemoglobin
sehingga kadar oksigen dalam darah berkurang dan bahan-bahan kimia lain yang
beracun. Seseorang membakar kemudian mengisap rokok, maka ia akan sekaligus
mengisap bahan-bahan kimia yang disebutkan di atas, dimana rokok yang dibakar,
maka asapnya juga akan beterbangan disekitar si perokok. Asap yang beterbangan
itu juga mengandung bahan yang berbahaya baik bagi si perokok sendiri maupun
orang disekitarnya yang tidak merokok.
Adapun bahaya merokok adalah sebagai berikut :
a. Bagi perokok aktif
Dapat meningkatkan risiko dua kali lebih besar untuk mengalami
serangan jantung, stroke, tekanan darah tinggi atau kadar kolesterol
tinggi dan meningkatkan risiko 10 kali lebih besar untuk mengalami
serangan jantung bagi wanita pengguna pil KB serta meningkatkan
risiko lima kali lebih besar untuk menderita kerusakan jaringan anggota
tubuh yang rentan.
b. Bagi perokok pasif
Dapat terjadi kerusakan paru-paru dimana kandungan rokok tersebut
akan memperparah penyakit yang sedang diderita dan kemungkinan
mendapat serangan janntung yang lebih tinggi dari mereka yang
berpenyakit jantung serta anak-anak yang orang tuanya merokok akan
mengalami batuk pilek, radang tenggorokan serta penyakit paru lebih
tinggi. Selain itu, jika suami perokok, maka asap rokok yang dihirup
oleh istrinya akan memengaruhi bayi dalam kandungan (Depkes RI
(2010).

2.2 ASI Eksklusif


2.2.1 Pengertian ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa
dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara
ibu, dan berguna sebagai makanan bayi (Kristiyansari, 2009). ASI Eksklusif
adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman pendamping (termasuk air

10
jeruk, madu, air gula), yang dimulai sejak bayi baru lahir sampai dengan usia
enam bulan (Sulistyawati, 2009).
2.2.2 Manfaat ASI eksklusif
Manfaat Pemberian ASI Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi baru lahir
segera sampai berumur sedikitnya dua tahun akan memberikan banyak manfaat,
baik untuk bayi, ibu, maupun masyarakat pada umumnya.
1. Bagi Bayi
Bayi mendapatkan kolostrum yang mengandung zat kekebalan terutama
Immunoglobullin A (IgA) yang melindungi bayi dari berbagai infeksi
terutama diare, membantu pengeluaran meconium (Hegar, Suradi,
Hendarto, & Partiwi, 2008); kandungan gizi paling sempurna untuk
pertumbuhan bayi dan perkembangan kecerdasannya; pertumbuhan sel
otak secara optimal terutama kandungan protein khusus, yaitu taurin,
selain mengandung laktosa dan asam lemak ikatan panjang lebih banyak
susu sapi/kaleng; mudah dicerna, penyerapan lebih sempurna, terdapat
kandungan berbagai enzim untuk penyerapan makanan, komposisi selalu
menyesuaikan diri dengan kebutuhan bayi; protein ASI adalah spesifik
species sehingga jarang menyebabkan alergi untuk manusia; membantu
pertumbuhan gigi; mengandung zat antibodi mencegah infeksi,
merangsang pertumbuhan sistem kekebalan tubuh; mempererat ikatan
batin antara ibu dan bayi. Ini akan menjadi dasar si kecil percaya pada
orang lain, lalu diri sendiri, dan akhirnya berpotensi untuk mengasihi
orang lain; bayi tumbuh optimal dan sehat tidak kegemukan atau terlalu
kurus (Rukiyah, Yulianti, Liana, 2011); mengurangi resiko terkena
penyakit kencing manis, kanker pada anak dan mengurangi kemungkinan
menderita penyakit jantung; menunjang perkembangan motorik (Haniarti,
2011).
2. Bagi Ibu
Manfaat bagi ibu yakni: mudah, murah, praktis tidak merepotkan dan
selalu tersedia kapan saja; mempercepat involusi/memulihkan dari proses
persalinan dan dapat mengurangi perdarahan karena otot-otot di rahim
mengerut, otomatis pembuluh darah yang terbuka itu akan terjepit

11
sehingga perdarahan akan segera berhenti; mencegah kehamilan karena
kadar prolaktin yang tinggi menekan hormon FSH dan ovulasi, bisa
mencapai 99%, apabila ASI diberikan secara terus-menerus tanpa
tambahan selain ASI; meningkatkan rasa kasih sayang dan membuat rasa
lebih nyaman; mengurangi penyakit kanker, mekanisme belum diketahui
secara pasti ibu yang memberikan ASI Eksklusif memiliki resiko kanker
ovarium lebih kecil dibanding yang tidak menyusui secara Eksklusif
(Rukiyah, Yulianti, Liana, 2011); membantu ibu menurunkan berat badan
setelah melahirkan, menurunkan risiko DM Tipe 2 (Aprilia, 2009 dalam
Jafar, 2011).
3. Bagi Keluarga
Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu formula,
botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk merebus air, susu,
dan peralatannya; jika bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan lebih
sedikit biaya guna perawatan kesehatan; penjarangan kelahiran lantaran
efek kontrasepsi LAM (The Lactation Amenorrhea Methods) dari ASI;
jika bayi sehat berarti menghemat waktu keluarga; menghemat tenaga
keluarga karena ASI selalu siap tersedia dan keluarga tidak perlu repot
membawa botol susu, air panas dan lain sebagainya ketika berpergian
(Prasetyono, 2012).
4. Bagi Masyarakat
Menghemat devisa Negara lantaran tidak perlu mengimpor susu formula
dan peralatan lainnya; bayi sehat membuat negara lebih sehat;
penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi yang sakit hanya
sedikit; memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan angka
kematian; melindungi lingkungan lantaran tidak ada pohon yang
digunakan sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu dan peralatannya
dan ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus diproduksi
(Prasetyono, 2012).
2.2.3 Fisiologi Pengeluaran ASI
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara
rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Kemampuan ibu

12
dalam menyusui/laktasipun berbeda-beda. Sebagian mempunyai kemampuan yang
lebih besar dibandingkan yang lain. Laktasi mempunyai dua pengertian yaitu
pembentukan ASI (Refleks Prolaktin) dan pengeluaran ASI (Refleks Let
Down/Pelepasan ASI) (Maryunani, 2009).
Pembentukan ASI (Refleks Prolaktin) dimulai sejak kehamilan. Selama
kehamilan terjadi perubahan-perubahan payudara terutama besarnya payudara,
yang disebabkan oleh adanya proliferasi sel-sel duktus laktiferus dan sel-sel
kelenjar pembentukan ASI serta lancarnya peredaran darah pada payudara. Proses
proliferasi ini dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan plasenta, yaitu
laktogen, prolaktin, kariogona dotropin, estrogen, dan progesteron. Pada akhir
kehamilan, sekitar kehamilan 5 bulan atau lebih, kadang dari ujung puting susu
keluar cairan kolostrum. Cairan kolostrum tersebut keluar karena pengaruh
hormon laktogen dari plasenta dan hormon prolaktin dari hipofise. Namun, jumlah
kolostrum tersebut terbatas dan normal, dimana cairan yang dihasilkan tidak
berlebihan karena kadar prolaktin cukup tinggi, pengeluaran air susu dihambat
oleh hormon estrogen (Maryunani, 2009).
Setelah persalinan, kadar estrogen dan progesteron menurun dengan
lepasnya plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi
hambatan terhadap prolaktin oleh estrogen. Hormon prolaktin ini merangsang sel-
sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu ibu (Maryunani, 2009).
Penurunan kadar estrogen memungkinan naiknya kadar prolaktin dan
produksi ASI pun mulai. Produksi prolaktin yang berkesinambungan disebabkan
oleh bayi menyusui pada payudara ibu. Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan
meningkat pada keadaan: stress atau pengaruh psikis,anestesi, operasi, rangsangan
puting susu, hubungan kelamin, pengaruh obat-obatan. Sedangkan yang
menyebabkan prolaktin terhambat pengeluarannya pada keadaan: ibu gizi buruk,
dan pengaruh obat-obatan (Badriul, 2008).
Pengeluaran ASI (Refleks Letdown/pelepasan ASI) merupakan proses
pelepasan ASI yang berada dibawah kendali neuroendokrin, dimana bayi yang
menghisap payudara ibu akan merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan
kontraksi sel-sel mioepitel. Kontraksi dari sel-sel ini akan memeras air susu yang
telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus untuk selanjutnya

13
mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi sehingga ASI tersedia
bagi bayi (Maryunani, 2009).
Faktor-faktor yang memicu peningkatan reflex”letdown/pelepasan ASI”
ini yaitu pada saat ibu : melihat bayinya, mendengarkan suara bayi, mencium
bayi, dan memikirkan untuk meyusui bayi. Sementara itu, faktor-faktor yang
menghambat reflex”letdown/pelepasan ASI yaitu stress seperti : keadaan
bingung/psikis kacau, takut, cemas, lelah, malu, merasa tidak pasti/merasakan
nyeri.
Oksitosin juga mempengaruhi jaringan otot polos uterus berkontraksi
sehingga mempercepat lepasnya plasenta dari dinding uterus dan membantu
mengurangi terjadinya perdarahan. Oleh karena itu, setelah bayi lahir maka bayi
harus segera disusukan pada ibunya (Inisiasi Menyusui Dini ). Dengan seringnya
menyusui, penciutan uterus akan terjadi makin cepat dan makin baik. Tidak jarang
perut ibu akan terus terasa mulas yang sangat pada hari-hari pertama menyusui,
hal ini merupakan mekanisme alamiah yang baik untuk kembalinya uterus ke
bentuk semula (Maryunani, 2009). reflex”letdown/pelepasan ASI yaitu stress
seperti : keadaan bingung/psikis kacau, takut, cemas, lelah, malu, merasa tidak
pasti/merasakan nyeri.
Oksitosin juga mempengaruhi jaringan otot polos uterus berkontraksi
sehingga mempercepat lepasnya plasenta dari dinding uterus dan membantu
mengurangi terjadinya perdarahan. Oleh karena itu, setelah bayi lahir maka bayi
harus segera disusukan pada ibunya (Inisiasi Menyusui Dini ). Dengan seringnya
menyusui, penciutan uterus akan terjadi makin cepat dan makin baik. Tidak jarang
perut ibu akan terus terasa mulas yang sangat pada hari-hari pertama menyusui,
hal ini merupakan mekanisme alamiah yang baik untuk kembalinya uterus ke
bentuk semula (Maryunani, 2009).
2.2.4 Komposisi ASI
Komposisi ASI dibedakan menjadi tiga macam yang masingmasing
memiliki kandungan dan manfaat berbeda terhadap tubuh si kecil. Sebagai
informasi juga, komposisi ASI yang diproduksi oleh ibu yang melahirkan bayi
kurang bulan (prematur) berbeda dengan ASI yang diproduksi oleh ibu yang
melahirkan bayi cukup bulan (matur). Komposisi tersebut sesuai dengan

14
kebutuhan masing-masing bayi. (Widiyani,2013) Adapun ketiga komposisi ASI
tersebut adalah:
1. Kolostrum
Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar. Inilah ASI yang
diproduksi atau disekresi oleh kelenjar payudara ibu sejak hari pertama hingga
ketiga atau keempat usai melahirkan. Adapun jumlahnya mencapai 1-10 mililiter
setiap kali dikeluarkan, produksinya bahkan bisa mencapai 50-100 mililiter per
hari.
Kolostrum berupa cairan kental berwarna kekuningan serta konsentrasinya
agak kasar sebab mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel. Kolostrum
merupakan zat penting yang tak bisa tergantikan, meskipun komposisi dari
kolostrum ini selalu berubah dari hari ke hari. Di masa ini, tubuh bayi memang
belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Kolostrum
mengandung kadar protein yang tinggi.
Pada kolostrum protein yang utama adalah globulin (gamma Globulin),
imunoglobulin (IgG, IgA, dan IgM), sekretorik (IgAs), laktoferin, lizosin,
makrofag, neutrofil dan limfosit. Protein tersebut berguna sebagai zat antibodi
atau kekebalan untuk pertahanan tubuh bayi mencegah, menetralisir atau melawan
berbagai jenis penyakit yang disebabkan bakteri, virus, jamur dan
parasit.Kolostrum sebanyak 0,2 mililiter ternyata kaya dengan antibodi untuk
kekebalan. Misal, antibodi IgAs berfungsi melapisi mukosa saluran cerna,
mencegah menempelnya bakteri pada permukaan epitel dan mencegah kolonisasi
bakteri. Singkat kata, kolostrum merupakan cairan pelindung yang kaya zat anti
infeksi (Widiyani, 2013). Selain itu, kolostrum juga mengandung rendah lemak
dan laktosa mineral, garam, vitamin A, nitrogen, dan sel darah putih. Selain
sebagai sumber protein dengan beragam faedahnya serta sebagai asupan gizi bayi
yang terbaik, kolostrum juga berfungsi sebagai pencahar ideal untuk
membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi atau mekonium sekaligus
memersiapkan saluran pencernaan makanan bagi bayi pada tahapan usia
selanjutnya.
2. ASI Transisi/Peralihan

15
ASI transisi atau peralihan merupakan air susu yang keluar atau diproduksi
sejak hari keempat hingga hari kesepuluh atau keempat belas usai melahirkan. Ini
merupakan masa peralihan dari kolostrum hingga menjadi ASI yang matur atau
matang. Pada masa ini, volume ASI makin melimpah, berubah warna serta
komposisinya. Akan tetapi kadarimunoglobulin dan protein relatif menurun atau
berkurang, sedangkan kadar karbohidrat, lemak dan laktosa meningkat.
3. ASI Matang/Matur
ASI matang umumnya terjadi pada minggu ketiga hingga minggu kelima. Di
masa ini, komposisi ASI relatif konstan. Cairan ASI berwarna putih
kekuningkuningan karena warna garam Ca-caseinat, riboflavin, dan kariten yang
terdapat di dalamnya. ASI matur juga tidak menggumpal jika dipanaskan. Kadar
karbohidrat dan lemak lebih tinggi dan kadar protein lebih rendah dibandingkan
kolostrum dan ASI transisi.
2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakberhasilan ASI Eksklusif
Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif sangat
bervariasi. Namun yang sering diungkapkan sebagai berikut (Danuatmaja, 2003).
2.2.5.1 Faktor Internal
a. Ketersediaan ASI
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah 1) tidak
melakukan inisiasi menyusui dini 2) menjadwal pemberian ASI 3)
memberikan minuman prelaktal (bayi diberi minum sebelum ASI keluar ),
apalagi memberikannya dengan botol/dot 4) kesalahan pada posisi dan
perlekatan bayi pada saat menyusui (Badriul, 2008 ).
Inisiasi menyusui dini adalah meletakkan bayi diatas dada atau perut
ibu segera setelah dilahirkan dan membiarkan bayi mencari puting ibu
kemudian menghisapnya setidaknya satu jam setelah melahirkan. Cara
bayi melakukan inisiasi menyusui dini disebut baby crawl. Karena
sentuhan atau emutan dan jilatan pada puting ibu akan merangsang
pengeluaran ASI dari payudara. Dan apabila tidak melakukan inisiasi
menyusui dini akan dapat mempengaruhi produksi ASI (Maryunani,
2009).

16
Ibu sebaiknya tidak menjadwalkan pemberian ASI. Menyusui paling
baik dilakukan sesuai permintaan bayi (on demand ) termasuk pada malam
hari, minimal 8 kali sehari. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh
seringnya bayi menyusui. Makin jarang bayi disusui biasanya produksi
ASI akan berkurang. Produksi ASI juga dapat berkurang bila menyusui
terlalu sebentar. Pada minggu pertama kelahiran sering kali bayi mudah
tertidur saat menyusui. Ibu sebaiknya merangsang bayi supaya tetap
menyusui dengan cara menyentuh telinga/telapak kaki bayi agar bayi tetap
menghisap (Badriul, 2008).
b. Usia
Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal karena berkaitan
dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan nifas, serta cara mengasuh juga
menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum
matang dan belum siap secara jasmani dan sosial dalam menghadapi
kehamilan, persalinan, serta dalam membina bayi dalam dilahirkan
Sedangkan ibu yang berumur 20-35 tahun, menurut (Arini H, 2012)
disebut sebagai “masa dewasa” dan disebut juga masa reproduksi, di mana
pada masa ini diharapkan orang telah mampu untuk memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama dalam
menghadapi kehamilan, persalinan, nifas, dan merawat bayinya nanti
(Yanti, 2012).
c. Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan akan memberikan
pengalaman kepada ibu tentang cara pemberian ASI eksklusif yang baik
dan benar yang juga terkait dengan masa lalunya. Dalam hal ini perlu
ditumbuhkan motivasi dalam dirinya secara sukarela ddan penuh rasa
percaya diri untuk mampu menyusui bayinya. Pengalaman ini akan
memberikan pengetahuan, pandangan dan nilai yang akan menberi sikap
positif terhadap masalah menyusui (Erlina, 2008).

17
Informasi maupun pengalaman yang didapat seseorang terkait
pemberian ASI Eksklusif dapat mempengaruhi perilaku orang tersebut
dalam memberikan ASI Eksklusif. Hal ini telah dibuktikan oleh Asmijati
(2001) dalam penelitiannya, yaitu ibu yang memiliki pengetahuan yang
baik berpeluang 6,7941 kali lebih besar untuk menyusui secara Eksklusif.
Yuliandrin (2009) juga mendapatkan hasil serupa pada penelitiannya. Ibu
yang memiliki pengetahuan yang baik memiliki kemungkinan 5,47 kali
lebih besar untuk menyusui secara Eksklusif dari ibu yang memiliki
pengetahuan rendah (Pertiwi, 2012).
Untuk dapat melaksanakan program ASI eksklusif , ibu dan
keluarganya perlu menguasai informasi tentang fisiologis laktasi,
keuntungan pemberian ASI, kerugian pemberian susu formula, pentingnya
rawat gabung,cara menyusui yang baik dan benar, dan siapa harus
dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar menyusui.
d. Kelainan pada payudara
Tiga hari pasca persalinan payudara sering terasa penuh, tegang, dan
nyeri. Kondisi ini terjadi akibat adanya bendungan pada pembuluh darah
di payudara sebagai tanda ASI mulai banyak diproduksi. Tetapi, apabila
payudara merasa sakit pada saat menyusui ibu pasti akan berhenti
memberikan ASI padahal itu menyebabkan payudara mengkilat dan
bertambah parah bahkan ibu bisa menjadi demam. Jika terdapat lecet pada
puting itu terjadi karena beberapa faktor yang dominan adalah kesalahan
posisi menyusui saat bayi hanya menghisap pada putting. Padahal
seharusnya sebagian besar areola masuk kedalam mulut bayi. Puting lecet
juga dapat terjadi pada akhir menyusui, karena bayi tidak pernah
melepaskan isapan. Disamping itu, pada saat ibu membersihkan puting
menggunakan alkohol dan sabun dapat menyebabkan puting lecet
sehingga ibu merasa tersiksa saat menyusui karena sakit (Maulana, 2007).
e. Kondisi kesehatan ibu
Faktor kesehatan ibu yang menyebabkan ibu memberikan makanan
tambahan pada bayi 0-6 bulan adalah kegagalan menyusui dan penyakit
pada ibu. Kegagalan ibu menyusui dapat disebakan karena produksi ASI

18
berkurang dan juga dapat disebabkan oleh ketidakpuasan menyusui setelah
lahir karena bayi langsung diberi makanan tambahan. Ibu yang menderita
penyakit jantung sebaiknya tidak menyusui bayinya yang apabila
menyusui dapat terjadi gagal jantung. Selain itu, pemberian ASI juga
menjadi kontraindikasi bagi bayi yang menderita galaktosemia yaitu
keadaan kongenital dimana dalam hal ini bayi tidak mempunyai enzim
galaktase sehingga galaktosa tidak dapat dipecah menjadi glukosa dan
akan berpengaruh pada perkembangan bayi (Kosim, Yunanto, Dewi,
Sarosa, Usman, 2010).
2.2.5.2 Faktor Eksternal
a. Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Novita (2008) menyebutkan semakin
tinggi tingkat pendidikan ibu semakin tinggi jumlah ibu yang tidak
memberikan ASI pada bayinya. Hal ini dikarenakan ibu yang
berpendidikan tinggi biasanya memiliki kesibukan di luar rumah sehingga
cenderung meninggalkan bayinya sedangkan ibu yang berpendidikan
rendah lebih banyak tinggal di rumah sehingga memiliki lebih banyak
kesempatan untuk menyusui bayinya (Pertiwi, 2012). Pernyataan ini
didukung juga dengan hasil penelitian Saleh (2011) yang mengatakan
bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemberian ASI Eksklusif.
Dimana ibu-ibu dengan pendidikan tinggi cenderung lebih cepat
memberikan prelaktal dan MP-ASI dini kepada bayinya daripada ibu
dengan pendidikan rendah. Dia mengatakan bahwa tingkat pendidikan
yang tinggi tanpa disertai pengetahuan ASI Eksklusif dapat mempengaruhi
pemberian ASI Eksklusif.

b. Faktor petugas kesehatan


Perilaku tenaga kesehatan biasanya ditiru oleh masyarakat dalam hal
perilaku sehat. Promosi ASI eksklusif yang optimal dalam setiap tumbuh
kembangnya sangatlah penting untuk mendukung keberhasilan ibu dalam
menyusui bayinya (Elza, 2008). Selain itu adanya sikap ibu dari petugas
kesehatan baik yang berada di klinis maupun di masyarakat dalam hal

19
menganjurkan masyarakat agar menyusui bayi secara eksklusif pada usia
0-6 bulan dan dilanjutkan sampai 2 tahun dan juga meningkatkan
kemampuan petugas kesehatan dalam hal memberikan penyuluhan kepada
masyarakat yang luas (Erlina, 2008).
c. Kondisi kesehatan bayi
Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi pemberian ASI
Eksklusif. Ada berbagai kondisi bayi yang membuatnya sulit menyusu
kepada ibunya antara lain bayi yang lahir prematur, kelainan pada bibir
bayi dan penyakit kuning pada bayi yang baru lahir (Prasetyono, 2012).
Faktor psikologis dimana bayi menjadi rewel atau sering menangis
baik sebelum maupun sesudah menyusui juga mempengaruhi pemberian
ASI Eksklusif (Harahap, 2010).
d. Dukungan Orang Terdekat
Dukungan orang terdekat khusunya suami sangat dibutuhkan dalam
mendukung ibu selama memberikan ASI-nya sehingga memunculkan
istilah breastfeeding father atau ayah menyusui. Jika ibu merasa didukung,
dicintai, dan diperhatikan maka akan muncul emosi positif yang akan
meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga produksi ASI pun
lancar (Prasetyono, 2012).
e. Status Pekerjaan
Menurut Prasetyono (2012) faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
Eksklusif adalah karena ibu bekerja di luar rumah sehingga tidak dapat
memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada bayinya.

2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan

20
tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
kerusakan pada ginja, jantung, dan otak bila tidak di deteksi secara dini dan
mendapat pengobatan yang memadai. (Kemenkes RI, 2013).
2.3.2 Faktor Penyebab
Faktor resiko hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,
genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah atau dikontrol), kebiasaan
merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah,
kebiasaan minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres,
penggunaan estrogen (Kemenkes RI, 2013).
Faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi biasanya tidak
berdiri sendiri, tetapi secara bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada
hipertensi esensial. Teori esensial menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi
disebabkan oleh faktor yang saling mempengaruhi, dimana faktor yang berperan
utama dalam patofisiologi adalah faktor genetik dan paling sedikit tiga faktor
lingkungan yaitu asupan garam, stres, dan obesitas (Dwi & Prayitno 2013).
2.3.3 Klasifikasi Hipertensi
Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi (Kemenkes RI, 2013) :
1. Berdasarkan Penyebab
a. Hipertensi Primer atau Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivas) dan pola makan. Hipertensi jenis ini terjadi pada sekitar 90%
pada semua kasus hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekiar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal, sekitar 1-2%
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu,
misalnya pil KB.
2. Berdasarkan bentuk hipertensi
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension, hipertensi campuran (sistol
dan diastol yang meninggi). Hipertensi sistolik (isolated systolic

21
hypertension). Jenis hipertensi yang lain, adalah sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2013) :
a. Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah
pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas,
pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar
penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang
ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan
gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan
pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan pada
perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar
2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival/sampai timbulnya
gejala penyakit sekitar 2-3 tahun.
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada
National Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih
dari 35 mmHg atau "mean"tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25
mmHg pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak
didapatkan adanya kelainan katup pada jantung kiri, penyakit
myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan
paru.
b. Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat
pada saat kehamilan, yaitu:
1) Preeklampsia - eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang
diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan (selain tekanan darah
yang meninggi, juga didapatkan kelainan pada air kencingnya).
Preeklamsi adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda
hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.
2) Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu
mengandung janin.
3) Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan
preeklampsia dengan hipertensi kronik.

22
4) Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat.
c. Penyebab hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada
yang mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan
pembuluh darah, ada yang mengatakan karena faktor diet, tetapi ada
juga yang mengatakan disebabkan faktor keturunan, dan lain
sebagainya.
f. Hipertensi Pada Lansia
Dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia, dapat
diperkirakan insidensi penyakit degeneratif akan semakin meningkat.
Salah satu penyakit degeneratif yang memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut berbeda
dengan hipertensi yang dialami oleh dewasa muda.
Patogenesis hipertensi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan hipertensi
yang terjadi pada usia dewasa muda. Faktor-faktor yang berperan dalam
hipertensi pada lanjut usia adalah (Hadi & Martono, 2010) :
1) Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Semakin usia
bertambah makin sensitif terhadap peningkatan dan penurunan kadar
natrium.
2) Penurunan elasitisitas pembuluh darah perifer akibat proses penuaan
yang akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang
pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.
3) Perubahan ateromatous akibat proses penuaan yang menyebabkan
disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin-
sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan
resorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis
pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada
kenaikan tekanan darah.
4) Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat
proses penuaan. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus:
hipertensi-glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus
menerus.

23
Berdasarkan klasifikasi dari JNC VI hipertensi pada usia lanjut
diklasifikasikan (Hadi & Martono, 2010) :
1. Hipertensi sistolik saja (isolated sydtolic hypertension), terdapat pada 6-
12% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensi
meningkat dengan bertambahnya umur.
2. Hipertensi diastolik (Diatolic Hypertension), terdapat antara 12-14%
penderita diatas 60 tahun, terutama pada pria. Insidensi menurun
dengan bertambahnya umur.
3. Hipertensi sistolik-diastolik, terdapat pada 6-8% penderita usia >60
tahun, lebih banyak pada wanita. Meningkat dengan bertambahnya
umur.
Selain hipertensi diatas, terdapat pula hipertensi sekunder yang diakibatkan
poleh obat-obatan, gangguan ginjal, endokrin, berbagai penyakit
neurologik dan sebagainya.
2.2.4 Penatalaksanaan Hipertensi
Hipertensi dapat ditatalaksana dengan menggunakan perubahan gaya hidup
atau dengan obat-obatan. Perubahan gaya hidup dapat dilakukan dengan
membatasi asupan garam tidak melebihi seperempat sampai setengah sendok teh
atau enam gram perhari, menrunkan berat badan yang berlebih, menghindari
minuman yang mengandung kafein, berhenti merokok, dan meminum minuman
beralkohol. Penderita hipertensi dianjurkan berolahraga, dapat berupa jalan, lari,
jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 kali per minggu.
Cukup istirahat (6-8 jam) dan megendalikan istirahat penting untuk penderita
hipertensi. Makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi
adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2013).
1. Makanan yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi, seperti otak,
ginjal, paru, minyak kelapa, gajih.
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium, seperti
biskuit, kreker, keripik, dan makanan kering yang asin.
3. Makanan yang diawetkan, seperti dendeng, asinan sayur atau buah, abon,
ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang.

24
4. Susu full cream, margarine, mentega, keju mayonnaise, serta sumber
protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah sapi atau
kambing, kuning telur, dan kulit ayam.
5) Makanan dan minuman dalam kaleng, seperti sarden, sosis, kornet,
sayuran serta buah-buahan kaleng, dan soft drink.
6) Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal,
tauco, serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung
garam natrium.
7) Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan tape.
Jenis-jenis obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 untuk
terapi farmakologis hipertensi (Yogiantoro, 2009) :
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist
(Aldo Ant).
b. Beta Blocker (BB).
c. Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB).
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI).
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT, receptor antagonist or
blocker (ARB).

25

Anda mungkin juga menyukai