Dalam era globalisasi, imunisasi merupakan upaya pencegahan penyakit infeksi menuju
masa depan anak yang lebih sehat. Peningkatan pemberian imunisasi harus diikuti dengan
peningkatan efektifitas dan keamanan vaksin. Walaupun demikian, peningkatan
penggunaan vaksin akan meningkatkan pula kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
yang tidak diinginkan. Guna mengetahui apakah KIPI yang terjadi disebabkan oleh
imunisasi, maka diperlukan pelaporan pencatatan dari semua reaksi yang timbul setelah
pemberian imunisasi. Reaksi KIPI dapat dipantau melalui sistim surveilans yang baik
untuk mendapatkan profil keamanan penggunaan vaksin di lapangan. Untuk mengetahui
besaran masalah KIPI di Indonesia diperlukan pelaporan dan pencatatan KIPI dan
koordinasi antara pengambil keputusan dengan petugas pelaksana di lapangan, guna
menentukan sikap dalam mengatasi KIPI yang terjadi. Diharapkan surveilans KIPI dapat
membantu program imunisasi, khususnya untuk memperkuat keyakinan masyarakat
akan pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling efektif.
2 2
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima dosis besar. Namun, di dalam perjalanan pemberian
imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. 3 vaksin terdapat maturasi persepsi masyarakat
Untuk mengetahui hubungan antara pemberian sehubungan dengan reaksi yang tidak diinginkan
imunisasi dengan KIPI diperlukan pelaporan dan akibat vaksinasi sehingga menyebabkan munculnya
pencatatan semua reaksi yang tidak diinginkan yang kembali penyakit dalam bentuk kejadian luar biasa
timbul setelah pemberian imunisasi. Surveilans KIPI (KLB). Chen4 membuat perkiraan perjalanan program
sangat membantu program imunisasi, khususnya imunisasi dihubungkan dengan maturasi kepercayaan
untuk memperkuat keyakinan masyarakat akan masyarakat dan dampaknya pada insidens penyakit
pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan (Gambar 1).
penyakit yang paling efektif. Gejala dan tatalaksana
serta pelaporan KIPI akan dibahas dalam makalah 1. Prevaksinasi. Pada saat ini insidens penyakit masih
ini. tinggi, imunisasi belum dilakukan sehingga KIPI
belum menjadi masalah.
2. Cakupan meningkat. Pada fase ini, imunisasi telah
Maturasi Program Imunisasi menjadi program di suatu negara, maka makin lama
cakupan makin meningkat yang berakibat penurunan
Telah terbukti bahwa pemberian imunisasi akan insidens penyakit. Seiring dengan peningkatan
menurunkan insidens penyakit. Musnahnya penyakit cakupan imunisasi, terjadi peningkatan kasus KIPI di
cacar (variola) dari muka bumi sejak tahun 1980 masyarakat.
merupakan contoh keberhasilan imunisasi terhadap 3. Kepercayaan masyarakat (terhadap imunisasi)
kejadian penyakit cacar. Keberhasilan vaksinasi tersebut menurun. Peningkatan kasus KIPI mengancam
kemudian diikuti oleh pemakaian vaksin lain dalam kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi.
1 2 3 4 5
Prevaksinasi Cakupan Kepercayaan Kepercayaan Eradikasi
meningkat masyarakat menurun timbul kembali
Penyakit Imunisasi
berhenti
Cakupan
imunisasi
KLB
Eradikasi
KIPI
Gambar 1. Maturasi Program Imunisasi. Dikutip dari Chen RT.4, 1999 dengan modifikasi.
3 3
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
Fase ini sangat berbahaya oleh karena akan demam pasca imunisasi yang terjadi pada anak
menurunkan cakupan imunisasi. Walaupun yang mempunyai predisposisi kejang.
kejadian KIPI tampak menurun tetapi berakibat 3. Kesalahan (pelaksanaan) program (programmatic
meningkatnya kembali insidens penyakit sehingga errors). Gejala KIPI timbul sebagai akibat kesalahan
terjadi kejadian luar biasa (KLB). pada teknik pembuatan dan pengadaan vaksin atau
4. Kepercayaan masyarakat timbul kembali. Apabila teknik cara pemberian. Contoh: terjadi indurasi
kasus KIPI dapat diselesaikan dengan baik, yaitu pada bekas suntikan disebabkan vaksin yang
dengan pelaporan dan pencatatan yang baik, sehar usnya diberikan secara intramuskular
penanganan kasus KIPI segera, dan pemberian diberikan secara subkutan.
ganti rugi yang memadai, maka kepercayaan 4. Koinsidensi (coincidental). KIPI terjadi bersamaan
masyarakat akan program imunisasi timbul dengan gejala penyakit lain yang sedang diderita.
kembali. Pada saat ini akan dicapai kembali Contoh: Bayi yang menderita penyakit jantung
cakupan imunisasi yang tinggi dan penurunan bawaan mendadak sianosis setelah diimunisasi.
insidens penyakit; walaupun kasus KIPI tetap ada
bahkan akan meningkat lagi. WHO pada tahun 1991, melalui Expanded
5. Eradikasi. Hasil akhir program imunisasi adalah Programme of Immunisation (EPI) telah menganjurkan
eradikasi suatu penyakit. Pada fase ini telah terjadi pelaporan KIPI oleh tiap negara. Untuk negara
maturasi kepercayaan masyarakat terhadap berkembang yang paling penting adalah bagaimana
imunisasi, walaupun kasus KIPI tetap dapat mengkontrol vaksin dan mengurangi programmatic
dijumpai. errors, termasuk cara penggunaan alat suntik dengan
baik, alat sekali pakai atau alat suntik auto-distruct, dan
cara penyuntikan yang benar sehingga transmisi
Klasifikasi KIPI patogen melalui darah dapat dihindarkan. Ditekankan
pula bahwa untuk memperkecil terjadinya KIPI, harus
Tidak semua kejadian KIPI yang diduga itu benar. senantiasa diupayakan peningkatan ketelitian, pada
Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan pemberian imunisasi selama program imunisasi
imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI dilaksanakan.6
diperlukan keterangan mengenai berapa besar frekuensi
kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu;
bagaimana sifat kelainan tersebut, lokal atau sistemik; Epidemiologi KIPI
bagaimana derajat kesakitan resipien, apakah memer-
lukan perawatan, apakah menyebabkan cacat, atau Kejadian ikutan pasca imunisasi akan tampak setelah
menyebabkan kematian; apakah penyebab dapat pemberian vaksin dalam dosis besar. Penelitian efikasi
dipastikan, diduga, atau tidak terbukti; dan akhirnya dan keamanan vaksin dihasilkan melalui fase uji klinis
apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan yang lazim, yaitu fase 1, 2, 3, dan 4. Uji klinis fase 1
dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan dilakukan pada binatang percobaan, sedangkan fase
pemberian. selanjutnya dilakukan pada manusia. Fase 2 dan 3 untuk
mengetahui seberapa jauh imunogenisitas dan keamanan
Berdasarkan data yang diperoleh, maka KIPI dapat (reactogenicity and safety) vaksin yang dilakukan pada
diklasifikasikan dalam:5 jumlah yang terbatas. Pada jumlah dosis yang terbatas
mungkin KIPI belum tampak, maka untuk menilai
1. Induksi vaksin (vaccine induced). Terjadinya KIPI jumlah KIPI diperlukan penelitian uji klinis dalam
disebabkan oleh karena faktor intrinsik vaksin jumlah sampel (orang, dosis vaksin) yang besar yang
terhadap individual resipien. Misalnya, seorang dikenal sebagai post marketing surveilance (PMS). 4,6
anak menderita poliomielitis setelah mendapat Tujuan PMS ialah memonitor dan mengetahui
vaksin polio oral. keamanan vaksin setelah pemakaian yang cukup luas
2. Provokasi vaksin (vaccine potentiated). Gejala klinis di masyarakat. Data PMS dapat memberikan
yang timbul dapat terjadi kapan saja, saat ini terjadi keuntungan bagi program apabila semua KIPI
oleh karena provokasi vaksin. Contoh: Kejang (terutama KIPI berat) dilaporkan dan masalahnya
4 4
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
Tabel 1. Gejala KIPI4 KIPI terjadi makin berat gejalanya. Gejala klinis KIPI
tertera pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Standar keamanan suatu vaksin dituntut lebih
Reaksi lokal • Abses pada tempat suntikan tinggi daripada obat-obatan. Hal ini disebabkan oleh
• Limfadenitis karena pada umumnya produk farmasi diperuntukkan
• Reaksi lokal lain yang berat, orang sakit sedangkan vaksin untuk orang sehat
misalnya selulitis, BCG-itis
Reaksi SSP • Kelumpuhan akut terutama bayi. Akibatnya, toleransi terhadap efek
• Ensefalopati samping vaksin harus lebih kecil daripada obat-obatan
• Ensefalitis untuk orang sakit. Mengingat tidak ada satupun jenis
• Meningitis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila
• Kejang seorang anak telah mendapat imunisasi perlu
Reaksi lain • Reaksi alergi: urtikaria, diobservasi beberapa saat, sehingga dipastikan bahwa
dermatitis, edem
• Reaksi anafilaksis tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi
(hipersensitivitas) perlu dilakukan sebenarnya sulit ditentukan, tetapi
• Syok anafilaksis pada umumnya setelah pemberian setiap jenis
• Artralgia imunisasi harus dilakukan observasi paling sedikit
• Demam selama 15 menit. 6
• Episod hipotensif Pada anak, KIPI yang paling serius adalah reaksi
hiporesponsif anafilaksis. Angka kejadian reaksi anafilaktoid
• Osteomielitis
• Menangis menjerit yang terus diperkirakan 1 dalam 50.000 dosis DPT (whole cell
menerus pertussis), tetapi yang benar-benar anafilaksis hanya 1-3
• Sindrom syok toksik kasus di antara 1 juta dosis. Anak besar dan dewasa lebih
banyak mengalami sinkope, segera atau lambat. Episod
hipotonik hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara
umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.
segera diselesaikan. Sebaliknya, akan merugikan apabila
program tidak segera tanggap terhadap masalah KIPI
yang timbul sehingga terjadi rumor di masyarakat
mengenai efek samping vaksin dengan segala akibatnya. Tatalaksana KIPI
Menurut Committee of the Institute of Medicine
(IOM) dari National Childhood Vaccine Injury Amerika Tatalaksana KIPI pada dasarnya terdiri dari penemuan
Serikat, kesulitan mendapatkan data KIPI, terjadi karena kasus, pelacakan kasus lebih lanjut, analisis kejadian,
(1) kurang difahaminya mekanisme biologis gejala KIPI, tindak lanjut kasus, dan evaluasi, seperti tertera pada
(2) data kasus KIPI yang dilaporkan kurang rinci dan Gambar 2. Dalam waktu 24 jam setelah penemuan
akurat, (3) surveilans KIPI belum luas dan menyeluruh kasus KIP I yang dilaporkan oleh orang tua
(4) surveilans KIPI belum dilakukan untuk jangka (masyarakat) ataupun petugas kesehatan, maka
panjang, (5) kurang publikasi KIPI dalam jumlah kasus pelacakan kasus harus segera dikerjakan. Pelacakan
yang besar. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan untuk konfirmasi apakah informasi
sangat sulit menentukan jumlah kasus KIPI yang yang disampaikan tersebut benar. Apabila memang
sebenarnya. Kejadian ikutan pasca imunisasi dapat kasus yang dilaporkan diduga KIPI, maka dicatat
ringan sampai berat, terutama pada imunisasi massal identitas kasus, data vaksin (jenis, pabrik, nomor
atau setelah penggunaan lebih dari 10.000 dosis vaksin.8 batchlot), petugas yang melakukan, dan bagaimana
sikap masyarakat saat menghadapi masalah tersebut.
Selanjutnya perlu dilacak kemungkinan terdapat kasus
Gejala Klinis KIPI lain yang sama, terutama yang mendapat imunisasi dari
tempat yang sama dan jenis lot vaksin yang sama.
Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi gejala lokal Pelacakan dapat dilakukan oleh petugas Puskesmas atau
dan sistemik serta reaksi lainnya, dapat timbul secara petugas kesehatan lain yang bersangkutan. Sisa vaksin
cepat maupun lambat. Pada umumnya, makin cepat (apabila masih ada) yang diduga menyebabkan KIPI
harus disimpan sebagaimana kita memperlakukan
5 5
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
vaksin pada umumnya (perhatikan cold chain). tatalaksana dapat diselesaikan oleh Puskesmas dan Pokja
Kepala Puskesmas atau Pokja KIPI daerah dapat KIPI hanya perlu diberikan laporan. Untuk kasus berat
menganalisis data hasil pelacakan untuk menilai
klasifikasi KIPI dan dicoba untuk mencari penyebab
KIPI tersebut. Dengan adanya data kasus KIPI dokter
Puskesmas dapat memberikan pengobatan segera.
Apabila kasus tergolong berat, penderita harus segera
dirawat untuk pemeriksaan lebih lanjut dan diberikan
pengobatan segera. Evaluasi akan dilakukan oleh Pokja
KIPI setelah menerima laporan. Pada kasus ringan
6 6
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
7 7
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
Penemuan Kasus
Informasi dari
24 jam Masyarakat atau
Petugas kesehatan
Pelacakan
1 Konfirmasi : positif atau negatif
2 Identifikasi : Data kasus
Vaksin
Petugas Petugas
Tatalaksana
Sikap masyarakat Puskesmas
3 Tunggal/berkelompok
4 Apakah ada kasus lain
Analisis Kepala
1 Klasifikasi Puskesmas/
2 Penyebab Pokja KIPI
Tindak Lanjut
1 Pengobatan
2 Komunikasi Puskesmas
3 Perbaikan mutu pelayanan
Evaluasi
1 Tatalaksana kasus
Pokja KIPI
2 Pemantauan KIPI
9
Gambar 2. Alur tatalaksana KIPI
pemberian vaksin terdahulu, adakah ditemukan pemeriksaan laboratorium, serta pengobatan apa yang
alternatif penyebab, kerentanan individu terhadap telah diberikan. Dari data yang tersedia kemudian
vaksin, kapan KIPI terjadi (tanggal, hari, jam),
bagaimana gejala yang timbul, berapa lama interval
waktu sejak diberi vaksin sampai timbul gejala, apakah
dilakukan pemeriksaan fisis serta ditunjang dengan
8 8
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
9 9
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
Menteri Kesehatan
Memberikan laporan
Masyarakat
diperlakukan seperti vaksin yang masih utuh Tabel 3. KIPI yang harus dilaporkan. 1,5
(perhatikan cold chain).
3. Nama dokter yang bertanggung jawab
4. Apakah pernah menderita KIPI pada imunisasi KIPI terjadi dalam waktu 48 jam setelah
terdahulu? imunisasi (satu gejala atau lebih)
5. Gejala klinis yang timbul dan/atau diagnosis (bila • Anafilaksis
ada); tulis dalam kolom laporan yang tersedia. • Syok
Pengobatan yang diberikan dan perjalanan penyakit, • Episod hipotonik hiporesponsif
sembuh, dirawat atau meninggal. Sertakan hasil
laboratorium yang pernah dilakukan. Tulis juga KIPI terjadi dalam waktu 30 hari setelah
apabila terdapat penyakit lain yang menyertainya. imunisasi (satu gejala atau lebih)
6. Waktu pemberian imunisasi, tanggal, jam. • Ensefalopati
7. Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui • Kejang
berapa lama interval waktu antara pemberian • Meningitis aseptik
imunisasi dengan terjadinya KIPI. • Trombositopenia
8. Apabila dirawat dan sembuh, apakah terdapat • Lumpuh layu (acute flaccid paralysis)
gejala sisa? • Meninggal
9. Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI • Penyebab lain yang berat termasuk bila
(kronologis) anak perlu perawatan
10. Adakah tuntutan dari keluarga ?
10 1
0
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
Reaksi KIPI dapat dipantau melalui sistem umur 2 bulan atau lebih, kecuali apabila
surveilans yang baik untuk mendapatkan profil diketahui ibu mengandung HbsAg, dan (4)
keamanan penggunaan di lapangan. Untuk me-
ngetahui besarnya masalah KIPI di Indonesia
diperlukan pelaporan dan pencatatan kasus KIPI dan
koordinasi antara pengambil keputusan dengan
petugas pelaksana di lapangan, guna menentukan
sikap dalam mengatasi kasus KIPI yang terjadi.
Dalam rangka meningkatkan kegiatan diperlukan
pelaporan dan pencatatan kasus KIP I untuk
mengkoordinasikan hal tersebut, telah dibentuk
Pokja K I P I D epkes yang terdiri dari klinisi,
organisasi profesi (IDAI, POGI), pakar dalam
bidang mikrobiologi, virologi, vaksin, farmakologi,
epidemiologi, dan pakar hukum. Pokja KIPI dalam
kegiatannya bekerja sama dengan Subdit Imunisasi
Direktorat Jendral PPM&PLP Departemen Ke-
sehatan. Risiko KIPI selalu ada pada setiap tindakan
imunisasi, oleh karena itu profesi kesehatan yang
terkait perlu memahami KIPI ser ta penang-
gulangannya. Pokja KIPI diharapkan juga dapat
dibentuk di daerah Dati I guna menjalin kerjasama
antara para pakar terkait, instansi kesehatan, dan
pemerintah daerah setempat.
11 1
1
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
12 1
2
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000
13 1
3