Anda di halaman 1dari 6

A.

PENDAHULUAN
Kebiasaan merokok merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang masih sulit dihentikan. Sampai saat ini merokok masih merupakan salah
satu kebiasaan yang lazim dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Bahkan bagi sebagian besar suku-suku di Indonesia,
merokok merupakan salah satu tuntutan budaya, sehingga kebiasaan tersebut sangat sulit
dihentikan. Padahal hampir sebagian besar perokok tersebut sudah tahu bahkan meyakini
adanya dampak dan bahaya merokok bagi kesehatan mereka. Namun kebiasaan untuk
merokok tersebut masih saja dilakukan, bahkan dengan intensitas yang semakin
meningkat.
Penggunaan tembakau selama ini telah membunuh lebih dari 5 juta orang per
tahun, dan diproyeksikan akan membunuh 10 juta jiwa per tahun sampai dengan tahun
2020. Dari jumlah itu, hampir 70% berasal dari negara sedang berkembang terutama di
Asia, dan didominasi oleh kaum laki-laki yaitu sebesar 7 juta. Pada tahun 2014 Indonesia
menjadi negara konsumen rokok ketiga terbesar di Dunia setelah China dan Amerika
Serikat.
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Eabacum yang mengandung Nikotin.
Kandungan didalam tembakau zat adiktif yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Dinkes
Bogor, 2011 ). Merokok merupakan suatu kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan
bagi si perokok, tetapi bagi orang lain dapat menimbulkan dampak buruk. Menurut
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan PP Nomor 19 tahun 2003 tentang bahaya
asap rokok, menyatakan bahwa di lingkungan seperti tempat umum, sarana kesehatan,
tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan
angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok.
Menurut WHO (2012), Indonesia menempati urutan ke-5 dalam konsumsi
rokok di dunia. Indonesia merupakan salah satu di antara angka perokok tertinggi di
dunia. Prevalensi perokok pada Laki-laki 46,8 % dan Perempuan 3,1% dengan usia 10
tahun ke atas yang diklasifikasikan sebagai perokok. Jumlah perokok di Indonesia telah
mencapai 62,8 juta, dan 40 % berasal dari kalangan ekonomi bawah (WHO, 2011).
Di Indonesia jumlah konsumsi rokok pada usia ≥ 10 tahun rata-ratanya adalah 12,3
batang rokok atau 1 bungkus rokok. Di Indonesia prevalensi perokok yang paling banyak
berada di Bangka Belitung dengan jumlah konsumsi rokok 18 batang perhari. Jumlah
perokok aktif laki-laki pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4% (Riskesdas, 2013).

B. LATAR BELAKANG
Hidup sehat sebagai hak yang paling mendasar dimiliki oleh setiap manusia,
termasuk wanita, anak-anak bahkan janin dalam kandungan. Merokok, baik perokok aktif
maupun pasif bisa menghilangkan hak seseorang untuk hidup sehat. Rokok merupakan
salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Angka prevalensi kematian yang
disebabkan dari rokok di Indonesia mencapai 9,8% disebabkan karena penyakit paru-
paru kronik (PPOK) dan emfisema. Dari jumlah kasus penyakit stroke perilaku merokok
merupakan penyebab stroke sebesar 5%. Di Indonesia Sebanyak 40,3 juta anak-anak
pada usia 0-14 tahun terpapar asap rokok dan menjadi perokok pasif.
Tingginya prevalensi merokok negara berkembang termasuk Indonesia
menyebabkan masalah merokok menjadi semakin serius. Data statistik dari World Health
Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan prevalensi jumlah perokok (berusia lebih
dari 15 tahun) di seluruh dunia sebanyak 36% pada laki-laki dan 8% perempuan,
dimana terdapat 32% laki-laki dan 19 % wanita perokok di negara maju, 37% laki-
laki serta 15% wanita perokok di negara berpenghasilan menengah keatas, 39% laki-laki
dan 4% perempuan perokok di negara berpenghasilan menengah kebawah, dan di negara
berpenghasilan rendah terdapat 30% laki-laki perokok serta 4% perempuan yang
merokok. Sedangkan di Indonesia, prevalensi jumlah perokok yang berusia lebih dari 15
tahun hampir mencapai 2x lipat rata-rata perokok usia dewasa di dunia, yaitu 61% laki-
laki serta 5% perempuan. Hal ini menempatkan Indonesia menjadi negara ke-3 tertinggi
dalam jumlah perokok usia dewasa (WHO dalam Syahputra, 2012)
Perilaku merokok di Provinsi Nusa Tenggara Timur berada pada taraf
mengkhawatirkan. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan tingkat
konsumsi rokok paling tinggi, yakni 55,7% jauh diatas konsumsi nasional, yakni
sebanyak 29,3% (Kemenkes RI, 2013). Dibandingkan seluruh provinsi di Indonesia, NTT
menempati urutan ketiga jumlah perokok terbanyak. Perokok di NTT tidak hanya
ditemukan di kalangan orang dewasa, tetapi juga pada kelompok usia remaja. Data
Kemenkes RI (2013) menunjukan bahwa prevalensi remaja usia 15-19 tahun yang
merokok di Provinsi NTT semakin meningkat. Perokok pemula usia 10-14 tahun pada
tahun 2013 sebanyak 18% dan pada tahun 2014 jumlah ini meningkat menjadi 20,5%
(Kemenkes RI, 2013).
Data Riskesdas 2013 menunjukkan proporsi penduduk usia di atas 10 tahun yang
merokok di Indonesia masih cukup tinggi, yakni 29,3%, sedangkan di daerah Nusa
tenggara Timur sebanyak 55,7%. Rokok bukan hanya merupakan masalah bagi
perokok itu sendiri, namun bisa juga memberikan dampak bagi orang di sekitarnya
yang menghirup asap rokok tersebut (perokok pasif). Berbagai penelitian membuktikan,
perokok pasif mempunyai resiko yang sama besar dengan perokok aktif untuk terkena
penyakit jantung koroner, stroke, emphysema, kanker paru, penyakit paru kronis yang
semuanya itu merupakan sebab utama kematian. Sebagaimana penelitian yang dilakukan
oleh Zisovska dari Macedonia pada tahun 2010 mendapatkan data bahwa wanita hamil
baik perokok aktif maupun perokok pasif mempunyai resiko lebih tinggi untuk
mengalami gangguan selama periode perinatal. Meskipun angka perokok pada
perempuan masih cukup rendah dibanding pada laki-laki, namun perempuan bisa
menjadi perokok pasif yang bisa turut merasakan dampak dari asap rokok tersebut
(Zisovska dalam Muntoha, 2013).
Pada wanita hamil yang merokok maupun hanya terpapar asap rokok dapat
memberikan dampak bagi diri dan janin seperti BBLR, kecacatan, keguguran dan bahkan
meninggal saat melahirkan. Tinjauan bukti yang dilakukan di Amerika Serikat oleh
kantor Surgeon General menyimpulkan bahwa rata-rata berat lahir bayi yang dilahirkan
oleh wanita yang menjadi perokok pasif saat hamil 40-50 gram lebih ringan dari bayi
yang dilahirkan wanita yang tidak terpajan asap rokok saat hamil. (Mahdalena, 2014)
Asap rokok mengandung nikotin, karbonmonoksida, radikal bebas dan tar.
Kandungan nikotin dan karbondioksida yang menimbulkan kontraksi pada pembuluh
darah, akibatnya aliran darah dari janin melalui tali pusar akan berkurang. Hal ini
mengurangi distribusi zat makanan yang dibutuhkan oleh janin dan kemampuan
mengikat hemoglobin dalam darah menjadi berkurang sehingga suplai oksigen ke
seluruh tubuh dan nutrisi yang diperlukan janin pun akan berkurang, menyebabkan resiko
melahirkan bayi dengan BBLR. Pengaruh asap rokok terhadap kehamilan juga sangat
berbahaya. Asap rokok dapat mengurangi aliran darah ke ari-ari (plasenta) sehingga
berisiko menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan gangguan saluran nafas pada
bayi (Ahsan, 2006).
Studi yang dilakukan oleh Mostafa (2011), tentang polusi yang disebabkan karena
asap rokok, dikatakan bahwa asap rokok yang berada di dalam ruangan dapat bertahan
lama hingga berminggu-minggu bahkan beberapa bulan. Toksin dari asap rokok dapat
melekat pada pakaian, dan peralatan yang ada di dalam ruangan. Pada saat ruangan
terbuka dan mendapat hembusan udara maka toksin akan kembali ke udara sekitarnya.
Hal ini menyebabkan wanita yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang
merokok, akan terpapar oleh asap rokok dan secara tidak langsung akan menjadi perokok
pasif. Asap rokok sangat berbahaya bagi perokok pasif dimana asap rokok dari perokok
aktif yang terhirup 5 kali lebih banyak mengandung gas karbon monoksida dan 4 kali
lebih banyak mengandung tar serta nikotin.
Penelitian diberbagai tempat membuktikan tingginya keterpaparan ibu dengan asap
rokok selama kehamilan dan berlanjut pada segala efek samping yang disebabkan
oleh asap rokok tersebut. Penelitian oleh Moh. Azab et.al terhadap 500 ibu hamil di
Jordan memperoleh hasil 82.4% ibu hamil tersebut terpapar dengan asap rokok. Noriani
melakukan penelitian hubungan paparan asap rokok dalam rumah dengan kelahiran
premature pada bayi di Denpasar menemukan sebanyak 71,1% responden adalah
perokok, dan sekitar 36,07% merokok di dalam rumah. Agnes Narita yang meneliti
faktor resiko usia, pekerjaan, paparan asap rokok pada ibu dengan kejadian BBLR di
Kabupaten Boyolali menemukan 52,2% ibu yang melahirkan bayi BBLR terpapar
dengan asap rokok.
Saat ini permasalahan kesehatan tentang bahaya rokok terus meningkat dan
semakin banyak korban yang berjatuhan. Dengan adanya permasalahan tentang bahaya
rokok terhadap ibu hamil, anak-anak dan balita, pemerintah telah memberikan
sosialisasi baik dirumah sakit, puskesmas maupun posyandu. Bentuk sosialisasi tersebut
dengan menggunakan media sosialisasi seperti buku, gambar, ataupun pamflet.
Berdasarkan data laporan di UPTD Puskesmas Loce per desember tahun 2020
diketahui jumlah ibu hamil perfasyankes, yaitu faskes Loce sebanyak 27 orang, Pustu
Torong koe sebanyak 12 orang, Pustu To’e sebanyak 14 orang, Pustu Rura sebanyak 10
orang, Poskesdes Lada sebanyak 3 orang, Polindes Sambi sebanyak 13 orang, dan
Poskesdes Pasat sebanyak 10 orang. Sedangkan untuk jumlah bayi baru lahir
perfasyankes, yaitu faskes Loce sebanyak 49 bayi, Pustu Torong koe sebanyak 27 bayi,
Pustu To’e sebanyak 27 bayi, Pustu Rura sebanyak 30 bayi, Poskesdes Lada sebanyak 10
bayi, Polindes Sambi sebanyak 21 bayi, dan Poskesdes Pasat sebanyak 22 bayi. Dan data
per desember PISPK tahun 2019, diketahui bahwa 70% masyarakat di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Loce merupakan perokok aktif. Maka Tim NS dan Puskesmas
mengusulkan Program Kawasan bambu Rokok dengan tujuan agar perokok aktif tidak
merokok dalam ruangan/rumah sehingga dengan adanya kegiatan ini, masyarakat
terutama ibu-ibu semakin mengetahui dan paham akan bahaya asap rokok bagi
kehamilan, anak-anak dan balita.

C. TUJUAN
1. UMUM
Sebagai upaya mewujudkan kawasan bebas asap rokok di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Loce.
2. KHUSUS
a. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya pajanan asap rokok terhadap ibu
hamil, balita dan anak-anak.
b. Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang bahaya rokok.
c. Menciptakan generasi muda bebas asap rokok.
d. Mengurangi polusi asap rokok dalam rumah.

D. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


1. Kegiatan Pokok
Kegiatan dilakukan dengan metode kunjungan rumah (door to door) dengan
menerapkan protokol kesehatan.
2. Rincian Kegiatan
a. Penentuan waktu/jadwal kegiatan
b. Penentuan sasaran/lokasi
c. Pelaksanaan kegiatan
d. Sosialisasi/penyuluhan
e. Pencatatan dan pelaporan, termasuk memberikan umpan balik hasil kegiatan.

E. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


1. Menyusun kerangka acuan kegiatan.
2. Melakukan koordinasi dengan pihak desa.
3. Menentukan waktu dan lokasi kegiatan.
4. Menyebarkan pemberitahuan dan jadwal pelaksanaan kegiatan.
5. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode kunjungan rumah, yang meliputi :
a. Menyiapkan instrument yang akan digunakan.
b. Menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan ke perangkat desa dan sasaran.
c. Melakukan kegiatan melalui wawancara langsung terhadap sasaran dan keluarga
sasaran.
d. Melakukan sosialisasi bahaya pajanan asap rokok terhadap ibu hamil, balita dan
anak-anak, manfaat berhenti merokok, dan cara mewujudkan rumah tanpa asap
rokok.
e. Melakukan pemasangan bambu rokok di depan rumah sasaran.
6. Membuat laporan hasil kegiatan.

F. SASARAN
Semua ibu hamil dan ibu balita usia 0-12 bln di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Loce.

G. ANGGARAN
Kegiatan ini didanai dari anggaran BOK atau Bantuan Operasional Kegiatan
UPTD Puskesmas tahun 2021.

H. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN


Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan pada bulan Maret 2021.

I. MONITORING, EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


1. Monitoring atau pemantauan dilaksanakan secara terus–menerus dan
berkesinambungan untuk dapat segera mendeteksi jika terdapat masalah dalam
pelaksanaan kegiatan.
2. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan
kegiatan program, dengan melakukan rencana tindak lanjut setelah dilakukan evaluasi
dan disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi selama kegiatan.
3. Pelaporan kegiatan dilakukan dengan membuat laporan pelaksanaan kegiatan.
J. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Data disajikan dalam bentuk laporan pelaksanaan tugas dan di laporkan ke kepala
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai.

Anda mungkin juga menyukai