Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULAN SISTEM NEOROLOGI : MYALGIC

ENCEPHALOMYELITIS PADA An.N DI RUANG DAHLIA


RSUD DR. H. SOEWONDO KENDAL
Dosen Pembimbing : Susri Utami, MSN

Disusun oleh :

LAILI MUKAROMAH (18.0563.N)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PEKAJANGAN PEKALONGAN

2019
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA ANAK DENGAN MYALGIC ENCEPHALOMYLITIS

A. Definisi
Sindrom kelelahan kronis disebut juga myalgic encephalomyelitis. Istilah ‘myalgic
encephalomyelitis’ berarti nyeri pada otot, peradangan di otak dan sumsum tulang
belakang. Sindrom kelelahan kronis merupakan penyakit kompleks yang belum diketahui
penyebabnya. Penyakit ini bisa berkembang selama bertahun-tahun.
Sindrom Kelelahan Kronis atau Chronic Fatique Syndrome (CFS) adalah suatu
keadaan atau kondisi yang ditandai dengan kelemahan, berupa kurang tenaga dan lesu
yang disertai dengan keluhan fisik, fungsional, sistem syaraf dan kejiwaan.

B. Etiologi Sindrom Kelelahan Kronis

Belum diketahui penyebab pasti terjadinya sindrom kelelahan kronis. Tampaknya genetik
mempengaruhi pada banyak kasus sindrom kelelahan kronis. Wanita empat kali lebih
banyak mengalami sindrom kelelahan kronis dibandingkan pria.

Sindrom kelelahan kronis bisa terkait dengan permasalahan pada:

1. Kemampuan tubuh memproduksi dan mentransport energi

2. Sistem imunitas kekebalan tubuh, persarafan dan hormonal

3. Infeksi virus atau infeksi lainnya

4. Sistem sirkulasi darah, jantung dan tekanan darah

5. Pencernaan

6. Abnormalitas biokimiawi

C. Tanda dan Gejala Risiko Sindrom Kelelahan Kronis

Keluhan tanda gejala utama dari sindrom kelelahan kronis yaitu mengalami kelelahan luar
biasa pasca beraktivitas, badan terasa seperti “remuk” atau harus istirahat lama untuk
“membalas dendam” setelah merasa sangat kecapekan.

Keluhan tanda-gejala sindrom kelelahan kronis lainnya:

1. Gangguan tidur seperti insomnia


2. nyeri otot

3. nyeri persendian

4. sakit kepala

5. sakit tenggorokan atau faringitis namun tanpa pembengkakan kelenjar

6. sulit berpikir, susah konsentrasi, gangguan mengingat

7. gejala menyerupai sakit flu

8. merasa pusing atau mual

9. detak jantung cepat atau tidak teratur

Mengalami gejala seperti flu setelah berolahraga dan tidak memiliki energi yang cukup
untuk melanjutkan aktivitas harian. Penelitian menunjukkan bahwa penderita sindrom
kelelahan kronis memiliki respons fisiologis berbeda terhadap aktivitas atau olahraga
dibandingkan orang lain. Kondisi tersebut termasuk kelelahan abnormal setelah
melakukan segala bentuk aktivitas yang berakibat memburuknya gejala lainnya.
Responsnya mungkin tertunda setelah 24 jam, bergantung pada jumlah dan jenis aktivitas.
Kondisi kelelahan abnormal ini dapat menyebabkan rasa tidak enak setelah beberapa hari
yang dirasakan selama beberapa hari.

Keluhan bisa mengalami kekambuhan serius yang berlangsung selama berminggu-


minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Penyandang menemukan bahwa
kegiatan biasa bisa membuat tubuh sangat kecapekan. Misalnya sekedar berjalan-jalan,
makan dengan teman, menyiapkan anak untuk sekolah atau naik kereta ke tempat kerja
yang sebelumnya tidak menyebabkan kelelahan bisa kemudian diikuti oleh kelelahan luar
biasa yang membutuhkan waktu lebih lama daripada biasanya untuk membaik kembali.

Sindrom kelelahan kronis dapat menyebabkan berbagai tingkat disabilitas berbeda pada
masing-masing penyandang. Sindrom kelelahan kronis ringan menyebabkan aktivitas
berkurang setidaknya 50%. Sindrom kelelahan kronis sedang menyebabkan sebagian besar
penyandang menghabiskan waktu dengan tetap tinggal di rumah. Sindrom kelelahan
kronis sangat parah menyebabkan penyabdang terikat di tempat tidur dan tergantung pada
bantuan orang lain untuk semua perawatan sehari-hari.
Beberapa orang dengan sindrom kelelahan kronis merasa terlalu sakit untuk bekerja, pergi
ke sekolah, bersosialisasi, mengelola keluarga mereka atau menyelesaikan urusan mereka
sendiri. Kondisi ini mempengaruhi kehidupan, sosial, juga kondisi keuangan seseorang.
Beberapa orang di masyarakat berpikir salah bahwa seseorang dengan sindrom kelelahan
kronis ‘hanya lelah’, bahwa penyakitnya ‘hanya di kepala mereka’ atau bahwa mereka
harus ‘memaksakan diri’. Kesalahpahaman ini tidak membantu bahkan bisa berbahaya
karena sering menyebabkan penyandang sindrom kelelahan kronis terus mendorong
melampaui batas mereka sehingga akan menyebabkan kekambuhan dan makin
memperburuk kondisi mereka.

D. Patofisiologi

1. Neurologis

Bukti tentatif menunjukkan hubungan antara disfungsi sistem saraf otonom dan
penyakit seperti CFS, fibromyalgia, sindrom iritasi usus, dan sistitis interstitial.
Namun, tidak diketahui apakah hubungan ini bersifat kausatif. Ulasan literatur CFS
telah menemukan kelainan otonom seperti penurunan efisiensi tidur, peningkatan
latensi tidur, penurunan tidur gelombang lambat, dan respons detak jantung yang tidak
normal terhadap tes tilt table yang menunjukkan peran sistem saraf otonom pada CFS.
Namun, hasil ini dibatasi oleh ketidakkonsistenan. Beberapa studi neuroimaging telah
mengamati hipometabolisme prefrontal dan batang otak; namun, penelitian dibatasi
oleh ukuran sampel.Penurunan materi abu-abu frontal, dan penurunan materi putih di
batang otak telah diamati, serta penurunan metabolisme serebral global.

2. Imunologis

Kelainan imunologis sering diamati pada mereka dengan CFS. Aktivitas sel NK yang
menurun ditemukan pada pasien CFS dan berkorelasi dengan keparahan gejala. Pasien
CFS memiliki respons abnormal terhadap olahraga, termasuk peningkatan produksi
produk komplemen, peningkatan stres oksidatif yang dikombinasikan dengan
penurunan respons antioksidan, dan peningkatan Interleukin 10, dan TLR4, beberapa
di antaranya berkorelasi dengan keparahan gejala. Peningkatan kadar sitokin telah
diusulkan untuk menjelaskan penurunan produksi ATP dan peningkatan laktat selama
latihan; Namun, peningkatan kadar sitokin tidak konsisten dalam sitokin spesifik,
meskipun sering ditemukan. Kesamaan telah ditarik antara kanker dan CFS
sehubungan dengan pensinyalan imunologis intraseluler yang abnormal. Abnormalitas
yang diamati meliputi hiperaktivitas Ribonuclease L, protein yang diaktivasi oleh IFN,
dan hiperaktivitas

3. Kelenjar endokrin

Bukti menunjukkan kelainan pada aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (aksis HPA)


pada beberapa orang, tetapi tidak semua, orang dengan CFS, yang mungkin termasuk
kadar kortisol yang sedikit rendah, penurunan variasi kadar kortisol sepanjang hari,
berkurangnya responssi aksis HPA, dan keadaan serotonergik yang tinggi, yang dapat
dianggap sebagai "fenotipe aksis HPA" yang juga terdapat pada beberapa kondisi lain,
termasuk gangguan stres pascatrauma (PTSD) dan beberapa kondisi autoimun. Tidak
jelas apakah aksis HPA memainkan peran utama sebagai penyebab CFS, atau memiliki
peran sekunder dalam memperburuk atau mengabadikan gejala di kemudian hari
dalam perjalanan penyakit. Pada kebanyakan orang dewasa yang sehat, respon
kebangkitan kortisol menunjukkan peningkatan kadar kortisol rata-rata 50% dalam
setengah jam pertama setelah bangun tidur. Pada orang dengan CFS, tampaknya
peningkatan ini jauh lebih sedikit, tetapi metode pengukuran kadar kortisol bervariasi,
jadi ini tidak pasti. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kadar kortisol
termasuk tingkat aktivitas yang rendah, depresi dan stres pada usia dini.

Autoimunitas telah diusulkan sebagai faktor dalam CFS; Namun, satu-satunya temuan
yang relevan adalah subset pasien dengan peningkatan aktivitas Sel B dan
autoantibodi, mungkin sebagai akibat dari penurunan regulasi sel NK atau mimikri
virus.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah

2. pemeriksaan urin

3. tes fungsi tiroid

4. tes fungsi hati


5. tes fungsi ginjal atau pemeriksaan lainnya akan dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain dengan gejala serupa.

F. Terapi dan Tata Laksana Perawatan Risiko Sindrom Kelelahan Kronis

Terapi sindrom kelelahan kronis meliputi:

1. cognitive behavioural therapy

2. konseling psikoterapi

3. program latihan rehabilitasi fisik terstruktur sesuai kemampuan fisik tubuh

4. obat pereda gejala: obat pereda rasa sakit, antidepresan, obat tidur, dll sesuai keluhan
gejala

5. manajemen aktivitas

6. perubahan gaya hidup sehat berkelanjutan

7. pola makan sehat bergizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan asupan nutrisi makro
maupun mikro sesuai kondisi tubuh

8. istirahat, relaksasi dan mengatur waktu tidur

9. pemakaian alat bantu untuk menunjang aktivitas harian

G. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan radiologi :

1. CT Scan

2. MRI (magnetic resonance imaging)

3. EEG (Electroencephalography)
4. Biopsi Otak

H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas

b. Riwayat Kesehatan

c. Pola Kesehatan Fungsional Pola

d. Pemeriksaan Penunjang

2. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

c. Hipertermi

d. Nyeri akut

e. Risiko Infeksi

f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

3. intervensi

a. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak

Tujuan dan kriteria :

klien tidak mengalami sakit kepala,terbebas dari aktifitas kejang

Intervensi :

1) Pantau tanda-tanda vital

Rasional: agar tahu keadaan pasien secara umum.


2) Kaji adanya tekanan intrakranial.

Rasional: Untuk mengetahui adanya tekanan intrakranial

3) Atur posisi pasien (semi fowler 450)

Rasional: Menjaga kenyamanan pasien.

4) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat saraf

Rasional : Untuk menjaga kenormalan saraf pasien

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

1) monitori respirasi dan status O2

2) auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

3) lakukan fisioterapi dada bila perlu

4) posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi

c. Hipertermi

1) monitori suhu sesering mungkin

2) selimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh

3) ajarkan keluarga tentang kompres hangat

4) kolaborasi dalam pemberian obat

DAFTAR PUSTAKA

Brunner / Suddarth Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company : Philadelphia.

Doenges, Marilyn E Nursing Care Plans, F.A.Davis Company :Philadelphia.


Herdman, T. Heather Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi Jakarta: EGC Joanne,

Mansjoer,et al Kapita Selekta Kedokteran volume 1 edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius

Moorhead, dkk Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. Amerika: Mosby

Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta: Salemba Medika Ngastiyah Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta

Rahman M.1986.Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium,


Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba : Jakarta. Sacharian, Rosa M Prinsip
Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. EGC : Jakarta. Sutjinigsih Tumbuh kembang Anak.EGC :
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai