Disusun oleh :
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA ANAK DENGAN MYALGIC ENCEPHALOMYLITIS
A. Definisi
Sindrom kelelahan kronis disebut juga myalgic encephalomyelitis. Istilah ‘myalgic
encephalomyelitis’ berarti nyeri pada otot, peradangan di otak dan sumsum tulang
belakang. Sindrom kelelahan kronis merupakan penyakit kompleks yang belum diketahui
penyebabnya. Penyakit ini bisa berkembang selama bertahun-tahun.
Sindrom Kelelahan Kronis atau Chronic Fatique Syndrome (CFS) adalah suatu
keadaan atau kondisi yang ditandai dengan kelemahan, berupa kurang tenaga dan lesu
yang disertai dengan keluhan fisik, fungsional, sistem syaraf dan kejiwaan.
Belum diketahui penyebab pasti terjadinya sindrom kelelahan kronis. Tampaknya genetik
mempengaruhi pada banyak kasus sindrom kelelahan kronis. Wanita empat kali lebih
banyak mengalami sindrom kelelahan kronis dibandingkan pria.
5. Pencernaan
6. Abnormalitas biokimiawi
Keluhan tanda gejala utama dari sindrom kelelahan kronis yaitu mengalami kelelahan luar
biasa pasca beraktivitas, badan terasa seperti “remuk” atau harus istirahat lama untuk
“membalas dendam” setelah merasa sangat kecapekan.
3. nyeri persendian
4. sakit kepala
Mengalami gejala seperti flu setelah berolahraga dan tidak memiliki energi yang cukup
untuk melanjutkan aktivitas harian. Penelitian menunjukkan bahwa penderita sindrom
kelelahan kronis memiliki respons fisiologis berbeda terhadap aktivitas atau olahraga
dibandingkan orang lain. Kondisi tersebut termasuk kelelahan abnormal setelah
melakukan segala bentuk aktivitas yang berakibat memburuknya gejala lainnya.
Responsnya mungkin tertunda setelah 24 jam, bergantung pada jumlah dan jenis aktivitas.
Kondisi kelelahan abnormal ini dapat menyebabkan rasa tidak enak setelah beberapa hari
yang dirasakan selama beberapa hari.
Sindrom kelelahan kronis dapat menyebabkan berbagai tingkat disabilitas berbeda pada
masing-masing penyandang. Sindrom kelelahan kronis ringan menyebabkan aktivitas
berkurang setidaknya 50%. Sindrom kelelahan kronis sedang menyebabkan sebagian besar
penyandang menghabiskan waktu dengan tetap tinggal di rumah. Sindrom kelelahan
kronis sangat parah menyebabkan penyabdang terikat di tempat tidur dan tergantung pada
bantuan orang lain untuk semua perawatan sehari-hari.
Beberapa orang dengan sindrom kelelahan kronis merasa terlalu sakit untuk bekerja, pergi
ke sekolah, bersosialisasi, mengelola keluarga mereka atau menyelesaikan urusan mereka
sendiri. Kondisi ini mempengaruhi kehidupan, sosial, juga kondisi keuangan seseorang.
Beberapa orang di masyarakat berpikir salah bahwa seseorang dengan sindrom kelelahan
kronis ‘hanya lelah’, bahwa penyakitnya ‘hanya di kepala mereka’ atau bahwa mereka
harus ‘memaksakan diri’. Kesalahpahaman ini tidak membantu bahkan bisa berbahaya
karena sering menyebabkan penyandang sindrom kelelahan kronis terus mendorong
melampaui batas mereka sehingga akan menyebabkan kekambuhan dan makin
memperburuk kondisi mereka.
D. Patofisiologi
1. Neurologis
Bukti tentatif menunjukkan hubungan antara disfungsi sistem saraf otonom dan
penyakit seperti CFS, fibromyalgia, sindrom iritasi usus, dan sistitis interstitial.
Namun, tidak diketahui apakah hubungan ini bersifat kausatif. Ulasan literatur CFS
telah menemukan kelainan otonom seperti penurunan efisiensi tidur, peningkatan
latensi tidur, penurunan tidur gelombang lambat, dan respons detak jantung yang tidak
normal terhadap tes tilt table yang menunjukkan peran sistem saraf otonom pada CFS.
Namun, hasil ini dibatasi oleh ketidakkonsistenan. Beberapa studi neuroimaging telah
mengamati hipometabolisme prefrontal dan batang otak; namun, penelitian dibatasi
oleh ukuran sampel.Penurunan materi abu-abu frontal, dan penurunan materi putih di
batang otak telah diamati, serta penurunan metabolisme serebral global.
2. Imunologis
Kelainan imunologis sering diamati pada mereka dengan CFS. Aktivitas sel NK yang
menurun ditemukan pada pasien CFS dan berkorelasi dengan keparahan gejala. Pasien
CFS memiliki respons abnormal terhadap olahraga, termasuk peningkatan produksi
produk komplemen, peningkatan stres oksidatif yang dikombinasikan dengan
penurunan respons antioksidan, dan peningkatan Interleukin 10, dan TLR4, beberapa
di antaranya berkorelasi dengan keparahan gejala. Peningkatan kadar sitokin telah
diusulkan untuk menjelaskan penurunan produksi ATP dan peningkatan laktat selama
latihan; Namun, peningkatan kadar sitokin tidak konsisten dalam sitokin spesifik,
meskipun sering ditemukan. Kesamaan telah ditarik antara kanker dan CFS
sehubungan dengan pensinyalan imunologis intraseluler yang abnormal. Abnormalitas
yang diamati meliputi hiperaktivitas Ribonuclease L, protein yang diaktivasi oleh IFN,
dan hiperaktivitas
3. Kelenjar endokrin
Autoimunitas telah diusulkan sebagai faktor dalam CFS; Namun, satu-satunya temuan
yang relevan adalah subset pasien dengan peningkatan aktivitas Sel B dan
autoantibodi, mungkin sebagai akibat dari penurunan regulasi sel NK atau mimikri
virus.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
2. pemeriksaan urin
2. konseling psikoterapi
4. obat pereda gejala: obat pereda rasa sakit, antidepresan, obat tidur, dll sesuai keluhan
gejala
5. manajemen aktivitas
7. pola makan sehat bergizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan asupan nutrisi makro
maupun mikro sesuai kondisi tubuh
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologi :
1. CT Scan
3. EEG (Electroencephalography)
4. Biopsi Otak
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat Kesehatan
d. Pemeriksaan Penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
c. Hipertermi
d. Nyeri akut
e. Risiko Infeksi
3. intervensi
Intervensi :
c. Hipertermi
DAFTAR PUSTAKA
Moorhead, dkk Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. Amerika: Mosby