Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS SINTESIS TINDAKAN ECT PASIEN JIWA WAHAM

Dosen Pengampu : Ns. Febriana Sartika Sari, S.Kep., M.Kep

DISUSUN OLEH :

NILAM WULANDARI
S17194/S17D

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FALKUTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2020
LAPORAN ANALISIS SINTESIS ECT
EFEK ELECTRO CONVULSIVE
THERAPY (ECT) TERHADAP DAYA
INGAT PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJ
PROF. HB. SA’ANIN PADANG

A. Keluhan Utama
Klien merasa keturunan Albert Einstein, mempunyai puluhan perusahaan, harta berlimpah dan
rumah yang besar. Klien merasa senang dan nyaman dengan keyakinannya, dan menganggap
semua orang mendukungnya.
B. Diagnosis keperawatan
Waham (D.0105)
C. Data yang mendukung diagnosis keperawatan
DS : pasien mengatakan bahwa ia keturunan Albert Einstein, mempunyai puluhan perusahaan,
harta berlimpah dan rumah yang besar. Klien merasa senang dan nyaman dengan
keyakinannya, dan menganggap semua orang mendukungnya.
DO : pasien nampak bahagia berlebihan dan suka berceloteh tentang keyakinannya.
TTV :
TD : 130/90 mmHG
RR : 18x/m
N : 80x/m
S : 36,0
D. Dasar pemikiran (teori dan jurnal)
Waham merupakan suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapatdiubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari
pemikiran klien yang sudah kehilangan control (Direja, 2011). Gangguan isi pikiran adalah
ketidakmampuan individu memproses stimulus internal dan eksternal secara akurat.
Gangguannya adalah berupa waham yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau
dibuktikan dengan realitas.
ECT adalah suatu bentuk terapi fisik yang masih sering digunakan oleh psikiater dengan
menggunakan suatu alat yang menghantarkan arus listrik pada elektroda dan dipasang pada
kepala sehingga menyebabkan konvulsi.8 Semakin banyak ditemukan bukti tentang efektivitas
ECT dalam membantu mengatasi gejala skizofrenia yang tidak respon terhadap psikoterapi
atau antidepresan, namunECT juga mengundang banyak kontroversi karena efek samping yang
ditimbulkannya.4 Efek samping yang sering berhubungan dengan ECT adalah konvusi,
delirium, gangguan daya ingat, dan aritmia jantung ringan. Kehilangan daya ingat adalah
masalahan utama yang berhubungan dengan ECT. Gangguan daya ingat akibat efek samping
ECT pada pasien skizofrenia ditemukan sebanyak 75%.7 Jumlah pasien skizofrenia yang
mendapat ECT di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang pada tahun 2010 adalah 256 orang dan pada
tahun 2011 adalah 321 orang. (Maslim R. 2011)
E. Prinsip tindakan keperawatan
Persiapkan klien :
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan yang
merupakan kontraindikasi ECT
c. Siapkan surat persetujuan
d. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin dipakai klien
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi
g. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT
h. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif-hipnotik, dan
antikonvulsan harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan beberapa
hari sebelumnya karena berisiko organik.
i. Premedikasi dengan injeksi SA (sulfa atropin) 0,6-1,2 mg setengah jam sebelum ECT.
Pemberian antikolinergik ini mengembalikan aritmia vagal dan menurunkan sekresi
gastrointestinal.
Pelaksanaan :
a. Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan rata dan cukup
keras. Posisikan hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian dikendorkan, seluruh badan
di tutup dengan selimut, kecuali bagian kepala.
b. Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik barbiturat ini dipakai untuk
menghasilkan koma ringan.
c. Berikan pelemas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk menghindari
kemungkinan kejang umum.
d. Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan alkohol untuk tempat elektrode
menempel.
e. Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi caira Nacl.
f. Penderita diminta untuk membuka mulut dan masang spatel/karet yang dibungkus kain
dimasukkan dan klien diminta menggigit
g. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang dengan dilapisi
kain
h. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutu) di tahan selama kejang dengan mengikuti gerak
kejang
i. Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudia tekan tombol sampai timer berhenti
dan dilepas
j. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan kejang
(menahan tidak boleh dengan kuat).
k. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan diafragma
l. Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim siger
m. Kepala dimiringkan
n. Observasi sampai klien sadar
o. Dokumentasikan hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan
Setelah ECT :
a. Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi klien stabil
b. Jaga keamanan
c. Bila klien sudah sadar bantu mengembalikan orientasi klien sesuai kebutuhan, biasanya
timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit.
Alat :
Adapun alat-alat yang perlu disiapkan sebelum tindakan ECT, adalah sebagai berikut:
a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
b. Tounge spatel atau karet mentah dibungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan Nacl secukupnya
e. Spuit disposibel
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator
F. Analisis tindakan (dari jurnal)
Menurut (Kasanah, 2015) Tindakan keperawatan ini dilakukan oleh perawat sebagai terapi
kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik depresi, klien schizofrenia stupor
katatonik dan gaduh gelisah katatonik. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi
dengan gejala psikotik (waham, paranoid, dan gejala vegetatif), berikan antidepresan saja
(imipramin 200-300 mg/hari selama 4 minggu) namun jika tidak ada perbaikan perlu
dipertimbangkan tindakan ECT. Mania (gangguan bipolar manik) juga dapat dilakukan ECT,
terutama jika litium karbonat tidak berhasil. Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12x terapi
untuk mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan katatonik membutuhkan waktu lebih
lama yaitu 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 hari sekali.
Jika efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6 terapi. (Kasanah, 2015)
Indikasi ECT :
a. Depresi Berat, khususnya dengan gejala psikotik.
b. Gangguan Afektif Bipolar (depresi, manik dan campuran)
c. Skizophrenia (eksaserbasi akut)
d. Katatonia
e. Parkinsonisme
f. Status epilepticus
g. Neuroleptic Malignant syndrome
Tindakan Electro Convulsif Therapy (ECT) termasuk tindakan medis yang berefeksamping
yaitu sakit kepala dan nyeri otot. Sedangkankomplikasi bisa terjadi dislokasi atau patah tulang
jika tidak dipegang padasaat terjadi kejang, gigi patah jika tidak dipasang bite block
(pengamangigi), gusi berdarah, kelumpuhan otot jika dosis anestesi tidak sesuai,gangguan
memori sementara, henti nafas, detak jantung/irama jantungtidak teratur, kematian otot
jantung karena suplai oksigen tidak adekuat.(Laukhil, M, 2016)
G. Critical point tindakan yang dilakukan
ECT merupakan terapi yang beresiko dan memiliki efek samping baik ringan hingga serius.
Efek samping dapat disebabkan prosedur anastesi atau akibat kejang yang distimulus. Beberapa
efek samping antara lain: (Maslim R. 2011)
 Kebingungan setelah terapi, dapat berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam.
 Hilangnya ingatan, sebagian besar pasien yang menjalani ECT akan mengalami
amnesia retrograde atau kesulitan mengingat kejadian sebelum pemberian terapi
dimulai.
 Efek samping fisik seperti mual, muntah, nyeri rahang, nyeri otot, atau sakit kepala.
 Efek samping medis. Dapat menyebabkan timbulnya gangguan jantung yang serius.
Karena selama terapi stimulus jantung meningkat ditandai dengan denyut jantung dan
tekanan darah yang meningkat.
H. Tindakan keperawatan pendukung yang dapat dilakukan
 Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto, 2019).
 Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus (Riyadi dan
Purwanto, 2019).
 Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan
Purwanto, 2019).

I. Daftar pustaka/ referensi


Kasanah. (2015) . Efektifitas batuk efektif dan fisioterapi dada terhadap pengeluaran
sputum. Diakses tanggal 10 Mei 2019http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/inde
x.php/ilmukeperawatan/article/viewFile/447/447
Laukhil, M. (2016). Penerapan Batuk Efektif Pada Pasien Bronkopneumonia Dengan
Masalah Keperawatan KetidakefektifanBersihan Jalan Nafasa Di Ruang MelatihRumah
Sakit Islam Jemursari Surabaya.Surabaya : University Of NahdlatulUlama Surabaya
repository
Flannick JT. Referensi manual kedokteran keluarga. Jakarta: Hipokrates; 2011. .
Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya;
2011. hlm. 44-51.
World Health Organization. Schizophrenia. 2012 (diunduh 18 Januari 2013). Tersedia dari:
URL: HYPERLINK http://www.who.int/mentalhealth/ management/schizophrenia/en/
Nevid JS, Rathus SA, Greene B. Psikologi abnormal. Edisi ke-5 Jilid II. Jakarta: Erlangga;
2015.
Marta NS. Peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita
skizofrenia di rumah sakit jiwa daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 (skripsi).
Medan: Universitas Sumatera Utara; 2012.

J. Jurnal

Artikel Penelitian

Efek Electro Convulsive Therapy (ECT) terhadap Daya Ingat


Pasien Skizofrenia di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang

Ikky Nabila Nandinanti,1 Yaslinda Yaunin S,2 Siti Nurhajjah3

Abstrak
ECT merupakan terapi kejang listrik dengan menghantarkan arus listrik pada elektroda dan
dipasang pada kepala sehingga menyebabkan konvulsi. ECT terbukti dapat memperbaiki gejala
skizofrenia, namun ECT juga memiliki efek samping terutama pada daya ingat. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui efek ECT terhadap daya ingat pasien skizofrenia. Metode: Penelitian ini
menggunakan desain analitik dengan jumlah sampel 15 orang penderita skizofrenia di Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) Prof. HB. Sa’anin Padang dengan teknik pengambilan consecutive sampling.
Pemeriksaan daya ingat menggunakan Tes Memori Indonesia, dilakukan sehari sebelum ECT dan
2 jam sesudah ECT. Analisis data dengan uji T berpasangan. Gangguan daya ingat sebelum ECT
terjadi pada 90% sampel dengan terganggu sedang pada kemampuan immediate memory,
terganggu ringan pada kemampuan recent memory, dan terganggu berat pada remote memory.
Gangguan daya ingat sesudah ECT terjadi pada seluruh sampel (100%) dengan terganggu sedang
pada immediate memory, terganggu berat pada recent memory, dan terganggu berat pada
remote memory. Uji hipotesis pada nilai kemampuan immediate dan recent memory
menghasilkan nilai p 0,018 dan 0,031 (p < 0,05), berarti Ho ditolak, sedangkan nilai p remote
memory 0,678 (p > 0,05), berarti Ho diterima. Kesimpulan adalah perbedaan daya ingat
immediate dan recent memory pada pasien skizofrenia sebelum dan sesudah ECT, sedangkan
kemampuan remote memory tidak mengalami perubahan. Kata kunci: skizofrenia, ECT, daya
ingat
Abstract
ECT is an electric convulsive therapy by delivering electrical current to electrodes
and mounted on the head causing convulsions. ECT shown to improve schizophrenia
symptoms, but ECT also has side effects especially on memory. The objective of this
study was to determine the effects of ECT on memory schizophrenic patients. Current
study was conducted with analytic design with sample size was 15 schizophrenia people
at RSJ Prof. HB. Sa'anin Padang using consecutive sampling technique. Examination of
memory using Memory Tests Indonesia is made the day before and 2 hours after ECT
then the results are presented descriptively and analyzed by paired T test. Our results
showed an impaired memory before ECT occurs in 90% samples with moderate impaired
in the ability of immediate memory, mild impaired in the ability of recent memory, and
severe impaired in the ability of remote memory. Impaired memory after ECT occurs in all
samples (100%) with moderate impaired in the ability of immediate memory, severe
impaired in the ability of recent memory, and severe impaired in the ability of remote
memory. We concluded, there are differences in immediate and recent memory in
schizophrenic patients before and after ECT, while the ability
of remote memory has not changed. Keywords: schizophrenia, ECT, memory

Affiliasi penulis: 1. Pendidikan Dokter FK UNAND (Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang), 2. Bagian Ilmu Psikiatri FK
UNAND/RSUP Dr. M. Djamil Padang, 3. Bagian Anatomi FK UNAND Korespondensi: Ikky Nabila Nandinanti, E-mail: nabila.nandinanti@yahoo.com, Telp :
081290516279

PENDAHULUAN
Skizofrenia adalah gangguan mental berulang yang ditandai dengan kemunduran fungsi
sosial, fungsi kerja serta perawatan diri. 1 Skizofrenia merupakan sindrom dengan penyebab yang
bervariasi dan pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dari pikiran dan
persepsi serta afek yang tidak wajar atau tumpul.2
World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 24 juta orang di seluruh
dunia mengidap skizofrenia.3 Data American Psychiatric Association (APA) pada tahun 2000,
insiden skizofrenia di Amerika Serikat sekitar 1% dari populasi orang dewasa dengan jumlah
keseluruhan lebih dari 2 juta orang.4 Data nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007 menyebutkan prevalensi skizofrenia tertinggi terdapat di DKI Jakarta (2,03%),
Aceh (1,9%), dan Sumatera Barat (1,6%). Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2009, sekitar 2 juta orang Indonesia menderita skizofrenia dengan prevalensi
0,3-1% dan umur penderita antara 15-45 tahun.5 Survei awal dari data rekam medik RSJ Prof.
HB. Sa’anin Padang menyatakan jumlah pasien yang berobat pada tahun 2011 adalah 23.870
orang rawat jalan, 9.483 (39,73%) diantaranya adalah pasien skizofrenia dan dari 1.573 pasien
rawat inap, 812 (51,62%) diantaranya adalah pasien skizofrenia.
Kesembuhan pasien skizofrenia masih diragukan, namun kini anggapan tersebut berangsur
hilang.6 Terapi untuk pasien skizofrenia terdiri atas terapi somatik dan psikososial. Terapi
somatik dapat berupa obat antipsikotik, litium, antikonvulsan, benzodiazepin, ECT, dan lain-
lain. Medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, namun terapi ECT dapat
diindikasikan terutama pada pasien katatonik dan pasien yang tidak dapat menggunakan
antipsikotik.7
ECT adalah suatu bentuk terapi fisik yang masih sering digunakan oleh psikiater dengan
menggunakan suatu alat yang menghantarkan arus listrik pada elektroda dan dipasang pada
kepala sehingga menyebabkan konvulsi.8 Semakin banyak ditemukan bukti tentang efektivitas
ECT dalam membantu mengatasi gejala skizofrenia yang tidak respon terhadap psikoterapi atau
antidepresan, namun ECT juga mengundang banyak kontroversi karena efek samping yang
ditimbulkannya.4 Efek samping yang sering berhubungan dengan ECT adalah konvusi, delirium,
gangguan daya ingat, dan aritmia jantung ringan. Kehilangan daya ingat adalah masalahan utama
yang berhubungan dengan ECT. Gangguan daya ingat akibat efek samping ECT pada pasien
skizofrenia ditemukan sebanyak 75%.7 Jumlah pasien skizofrenia yang mendapat ECT di RSJ
Prof. HB. Sa’anin Padang pada tahun 2010 adalah 256 orang dan pada tahun 2011 adalah 321
orang.
Daya ingat (memori) adalah proses penyimpanan semua jenis material selama berbagai
periode waktu dan melibatkan bentuk respon yang berlainan. Daya ingat dibagi atas beberapa
jenis antara lain daya ingat segera (immediate memory), daya ingat baru saja (recent
memory), dan daya ingat jauh (remote memory).7 Pasca terapi ECT dapat terjadi gangguan
daya ingat pada kejadian yang baru terjadi, sedangkan ingatan jangka panjang tetap utuh. 9
Berdasarkan hasil penelitian, ECT dapat menurunkan kemampuan immediate dan recent
memory, dan tidak berpengaruh terhadap remote memory. Kemampuan immediate memory
dapat pulih sebelum 48 jam dan kemampuan recent memory belum dapat pulih setelah 48
jam.10
Daya ingat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan kecerdasan umum.11 Ingatan paling tajam terjadi pada masa kanak-kanak dan
menurun seiring bertambahnya usia.12 Gangguan daya ingat lebih sering terjadi pada pasien pria
dibandingkan wanita, terutama pada keadaan kronik.13 Tingkat pendidikan terbukti berpengaruh
terhadap kemampuan seseorang dalam berespon dan bereaksi, termasuk kemampuan daya
ingat.11 Faktor emosi dan kejiwaan juga mempengaruhi proses penyimpanan memori.
Berdasarkan penelitian pasien skizofrenia menunjukkan penurunan yang signifikan dalam fungsi
kognitif dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
sehat.12,14
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas dan belum ada penelitian mengenai
hal tersebut di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang, peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang
“Efek Electro Convulsive Therapy (ECT) terhadap daya Ingat Pasien Skizofrenia di RSJ Prof.
HB.
Sa’anin Padang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ECT terhadap daya ingat
pasien skizofrenia di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang.

METODE

Penelitian dilakukan dengan desain penelitian analitik. Sampel penelitian ini adalah
penderita skizofrenia di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang dari bulan Juni 2012 sampai bulan Maret
2013. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah berdasarkan metode Consecutive
Sampling dengan jumlah sampel 15 orang. Pemeriksaan daya ingat menggunakan Tes Memori
Indonesia, dilakukan sehari sebelum ECT dan 2 jam sesudah ECT. Analisis data dengan uji T
berpasangan.15

HASIL
Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang terhadap 15 subjek penelitian
selama bulan Februari 2013. Dari 15 subjek, 2 orang sakit dan 3 orang menolak untuk
melanjutkan pemeriksaan sehingga akhirnya didapatkan 10 subjek yang dapat berpartisipasi dan
memenuhi kriteria penelitian. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, umur,
dan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, umur, dan pendidikan
terakhir

Karakteristik n %

Jenis Kelamin

Laki-laki
6 60.0
Perempuan 4 40.0

Umur

18-25 1 10.0
26-35 5 50.0

36-45 4 40.0

Pendidikan Terakhir

SD 3 30.0
SMP 1 10.0

SMA 6 60.0
Pada Tabel 1 didapatkan subjek penelitian dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang
(60%) dan perempuan 4 orang (40%). Umur subjek penelitian terbanyak antara 26-35 tahun
(50%) dengan umur rata-rata 34 tahun. Pendidikan terakhir subjek penelitian terbanyak pada
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan tidak ada lulusan Perguruan Tinggi.

Distribusi Frekuensi Daya Ingat Subjek Penelitian Sebelum ECT

Daya ingat penderita skizofrenia dinilai sehari sebelum ECT dan hasilnya dikelompokkan
berdasarkan jenis daya ingat yang diperiksa. Nilai kemampuan daya ingat penderita skizofrenia
sebelum ECT dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi frekuensi daya ingat subjek penelitian sebelum ECT
Jenis Memori Rerata±SD Min Max

Immediate Memory 7,6±3,2 4 12

Recent Memory 9,9±5,3 0 18

Remote Memory 2,2±1,4 0 4

Tabel 2 memperlihatkan bahwa nilai kemamampuan immediate memory terendah adalah


4 dan tertinggi 12 dengan nilai rata-rata 7,6, diinterpretasikan sebagai daya ingat terganggu
sedang. Nilai kemampuan recent memory terendah 0 dan tertinggi 18,5 dengan rata-rata 9,9,
diinterpretasikan sebagai daya ingat terganggu ringan, dan nilai kemampuan remote memory
terendah 0 dan tertinggi 4 dengan rata-rata 2,2, diinterpretasikan sebagai daya ingat terganggu
berat.
Distribusi Frekuensi Daya Ingat Subjek Penelitian Sesudah ECT

Daya ingat sampel dinilai kembali 2 jam sesudah ECT kemudian hasilnya dikelompokkan
dan diinterpretasikan. Nilai kemampuan daya ingat penderita skizofrenia sebelum ECT dapat
dilihat pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai kemamampuan immediate memory
terendah adalah 0 dan tertinggi 10 dengan nilai rata-rata 6,3,
diinterpretasikan sebagai daya ingat terganggu sedang. Nilai kemampuan recent
memory terendah 0 dan tertinggi 17 dengan rata-rata 6,9, diinterpretasikan sebagai daya ingat
terganggu berat, dan nilai kemampuan remote memory terendah 0 dan tertinggi 4 denga rata-
rata 2,2, diinterpretasikan sebagai daya ingat terganggu berat.
Tabel 3. Distribusi frekuensi daya ingat subjek penelitian sesudah ECT
Jenis Memori Rerata±SD Min Max
Immediate 6,3±3,5 0 10
Memory
Recent Memory 6,9±6,4 0 17
Remote Memory 2,3±1,9 0 5

Perbedaan Daya Ingat Sebelum dan Sesudah ECT

Uji normalitas dilakukan sebelum pengolahan data yang bertujuan untuk mengetahui
distribusi data yang akan digunakan dalam penelitian. Uji normalitas digunakan untuk mengukur
apakah data terdistribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik, sedangkan
data yang tidak terdistribusi normal menggunakan statistik non parametrik. 15 Selanjutnya
dilakukan analisis untuk melihat adanya perbedaan daya ingat sampel sebelum dan sesudah ECT
dengan hasil sebagai berikut.
1. Memory Quotient sebelum dan sesudah ECT Memory Quotient (MQ) merupakan indeks
fungsi memori secara keseluruhan yang berasal dari gabungan hasil beberapa tes dalam
format Tes Memori Indonesia. Uji normalitas terhadap nilai MQ sebelum dan sesudah ECT
menghasilkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,056 dan 0,521, dimana nilai p > 0,05, dapat
disimpulkan bahwa data terdistribusi normal sehingga analisis dilakukan dengan
menggunakan uji T berpasangan dan hasilnya dapat dilihat dalam
Tabel 4 yang memperlihatkan bahwa berdasarkan uji T berpasangan diperoleh p 0,010 (p <
0,05), artinya Ho ditolak. Dari hasil uji hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaanMQ sebelum dan sesudah ECT, yaitu kemampuan MQ menurun sesudah ECT.
Tabel 4. Uji t berpasangan memory quotient
Jenis Perbedaan IK95
n Rerata±SD Rerata±SD P
Memori %
MQ 2,12-
sebelum 10 63,90±11,22 7,00±6,81 11,87 0,01
MQ
sesudah 10 56,90±7,16

2. Immediate memory sebelum dan sesudah ECT Uji normalitas terhadap nilai immediate
memory sebelum dan sesudah ECT menghasilkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,109 dan
0,061, dimana nilai p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal
sehingga analisis dilakukan dengan menggunakan uji T berpasangan dan hasilnya dapat
dilihat dalam tabel 5.
Tabel 5. Uji t berpasangan immediate memory
Jenis Perbedaan IK95
n Rerata±SD P
Memori Rerata±SD %
0,29
10 7,60±3,24 1,30±1,41 - 0,018
IM sebelum 2,31
IM sesudah
10 6,30±3,52

Pada Tabel 5 terlihat bahwa berdasarkan uji T berpasangan diperoleh p 0.018 (p < 0,05),
berarti Ho ditolak. Dari hasil uji hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
immediate memory sebelum dan sesudah ECT, yaitu kemampuan immediate memory
menurun setelah ECT.
3. Recent memory sebelum dan sesudah ECT Uji normalitas terhadap nilai recent memory
sebelum dan sesudah ECT menghasilkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,296 dan 0,124,
dimana nilai p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal sehingga
analisis dilakukan dengan menggunakan uji T berpasangan. Ada tidaknya perbedaan
kemampuan recent memory subjek penelitian sebelum dan sesudah ECT dapat dilihat
dalam Tabel 6.
Tabel 6. Uji t berpasangan recent memory
Jenis n Rerata±SD Perbedaan IK95 p
Memori Rerata±SD %
RC sebelum 0,35-
0,031
10 9,90±5,32 3,00±1,17 5,65
RC sesudah

10 6,90±6,36

Tabel 6 menunjukkan bahwa berdasarkan uji t berpasangan diperoleh p 0.031 (p < 0.05),
berarti Ho ditolak. Dari hasil uji hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
recent memory sebelum dan sesudah ECT, yaitu kemampuan recent memory menurun
sesudah ECT.
4. Remote memory sebelum dan sesudah ECT Uji normalitas terhadap nilai remote
memory sebelum dan sesudah ECT menghasilkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,115 dan
0,275, dimana nilai p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal
sehingga analisis dilakukan dengan menggunakan uji t berpasangan. Ada tidaknya
perbedaan kemampuan recent memory sampel sebelum dan sesudah ECT dapat dilihat
dalam Tabel 7.
Tabel 7. Uji t berpasangan remote memory
Jenis Perbedaan
Memori n Rerata±SD IK95% p
Rerata±SD
RM 0,628-
sebelum 10 2,20±1,40 0,10±0,23 0,428 0,678
RM
sesudah 10 2,30±1,89

Pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa berdasarkan uji t berpasangan diperoleh p 0,678 (p >
0,05), berarti Ho diterima. Dari hasil uji hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak
ada perbedaan recent memory sebelum dan sesudah ECT.

PEMBAHASAN
Pada penelitian ini didapatkan bahwa daya ingat pasien skizofrenia sebelum ECT
terganggu pada 90% sampel dan normal pada 10% sampel. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Morice pada tahun 1996 yang menunjukkan 65% pasien skizofrenia
memiliki kemampuan working memory terganggu.16 Penelitian lain oleh Marete pada 2010
menunjukkan 51,9% pasien skizofrenia mengalami penurunan yang signifikan pada fungsi
neurokognitif yaitu kemampuan daya ingat, atensi, dan kecepatan dalam memproses suatu
informasi.17
Kemampuan daya ingat dipengaruhi oleh faktor emosi dan kejiwaan. Pengendalian emosi
diatur oleh sistem limbik yang berperan dalam patofisiologis skizofrenia. Pada sampel otak
skizofrenik postmortem ditemukan penurunan ukuran sistem limbik termasuk amigdala, hipo-
kampus dan girus parahipokampus. Gang-guan pada daerah tersebut maka akan mempengaruhi
proses penyimpanan memori sehingga menyebabkan gangguan daya ingat pada pasien
skizofrenia.7,12
Berdasarkan hasil penelitian dapat terlihat bahwa terjadi penurunan daya ingat sesudah
ECT sebanyak 60% yaitu pada jenis immediate dan recent memory. Sesudah ECT dapat
terjadi penurunan daya ingat sebanyak 75% terutama pada kejadian yang baru terjadi, sedangkan
ingatan jangka panjang tetap utuh.7,9 Penelitian oleh Squire pada tahun 1975 menyatakan bahwa
63% pasien skizofrenia yang mendapat ECT bilateral mengalami gangguan memori. 18 Penelitian
lain menemukan bahwa gangguan memori lebih berat terjadi pada pasien dengan kombinasi
ECT dan antipsikotik daripada pasien yang hanya menerima antipsikotik saja.19
Pada penelitian ini didapatkan perbedaan kemampuan daya ingat sebelum dan sesudah
ECT. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safarina pada tahun 2009 di RSJ
Pusat Bandung yang menemukan bahwa ECT mempengaruhi kemampuan daya ingat pasien
skizofrenia pada jenis immediate (64%) dan recent memory (40%), dan tidak berpengaruh
pada remote memory.10
Penyebab terjadinya perubahan tersebut tidak diketahui secara pasti karena mekanisme
pasti dari ECT sampai saat ini belum diketahui. Pada tahun 2012, Stryjer menemukan gangguan
daya ingat sesudah ECT berkaitan dengan sistem asetilkolinergik.20 Teori lain menyebutkan
bahwa terjadi penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa setelah ECT terutama pada lobus
frontalis.
Gangguan pada lobus frontalis dapat menyebabkan gangguan emosi dan intelektual yang
berhubungan dengan proses penyimpanan memori.7

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan
daya ingat immediate dan recent memory pada pasien skizofrenia sebelum dan sesudah ECT,
sedangkan kemampuan remote memory tidak mengalami perubahan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang sebagai tempat penelitian atas fasilitas
yang telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Flannick JT. Referensi manual kedokteran keluarga. Jakarta: Hipokrates;
2011. .
2. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya;
2011. hlm. 44-51.
3. World Health Organization. Schizophrenia. 2012 (diunduh 18 Januari 2013). Tersedia dari:
URL: HYPERLINK http://www.who.int/mentalhealth/management/schizophrenia/en/
4. Nevid JS, Rathus SA, Greene B. Psikologi abnormal. Edisi ke-5 Jilid II. Jakarta: Erlangga;
2015.
5. Marta NS. Peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita
skizofrenia di rumah sakit jiwa daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 (skripsi). Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2012.
6. Hawari D. Pendekatan holistik pada gangguan jiwa: skizofrenia. Edisi ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2011
7. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri Jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.
8. Hinchliff S. Kamus keperawatan. Edisi ke-17.
Jakarta: ECG; 2014.
9. Japardi I. Learning and Memory (Lecture Papers). Universitas Sumatera Utara; 2012.
10. Safarina L. Dampak electro-convulsive therapy terhadap kemampuan memory klien Di RSJP
Bandung (skripsi). STIKES Jenderal Ahmad Yani Cimahi; 2009.
11. Shikhman M. Age, gender, general intelligence and educational level influences on working
memory (disertasi). City University of New York, United States; 2017.
12. Elita RFM. Memahami memori. Jurnal Pustaka Universitas Padjajaran Bandung. 2010; 12-3.
13. Han M, Huang XF, Chen DC, Xiu MH, Hui L, Liu H, et al. Gender differences in cognitive
function of patients with chronic schizophrenia. Progress in Neuropsychopharmacology and
Biological Psychiatry. 2012; 39: 358-63.
14. Gigaux J, Le GD, Jollant F, Lhuillier JP, Richard DS. Cognitive inhibition and quality of life
in schizophrenia : a pilot study. Schizophrenia Research. 2013; 143: 297-300.
15. Sujarweni VW. SPSS untuk paramedis.
Yogyakarta: Gava Media. 2012; 31-8.
16. Morice R, Delahunty A. Frontal/executive impairments in schizophrenia. Schizophrenia
Bulletin. 2016; 22: 125-37.
17. Marete, Sundet K, Rund BR. Neurocognitive decline in early-onset schizophrenia compared
with ADHD and normal controls. Schizophrenia Bulletin. 2010; 36: 557–65.
18. Squire, Chace. Memory function six to nine months after ECT. Archive of general
Psychiatry.1975; 32: 1557-64.
19. Tharyan P, Adams CE. Electro-convulsive therapy for schizo-phrenia. Cochrane Database of
Systematic Reviews. 2005; 18: 2-3.
20. Stryjer R, Ophir D, Bar F, Spivak B, Weizman A, Strous RD. Riva-stigmine treatment for the
prevention of electroconvulsive therapy-induced memory deficits in patients with
schizophrenia. Clinical Neuro-pharmacology. 2012; 35: 161-4.

Anda mungkin juga menyukai