Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA DENGAN KASUS ECT


Dosen Pengampu :

BAGHIZA KHAUTAL TAJJUDIN


P21017
P21A

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
TAHUN AJARAN 2023/2024
A. DEFINISI ECT
Electroconvulsive therapy (ECT) adalah suatu tindakan terapi dengan
menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik
maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien
untuk membangkitkan kejang grandmall. Electroconvulsive therapy (ECT),
adalah suatu teknik terapi dengan menggunakan gelombang listrik yang dapat
membantu kesem-buhan klien dengan depresi (Anonim. 2010).
B. JENIS JENIS ECT
1. ECT konvensiona
ECT konvensional ini menyebabkan timbulnya kejang pada pasien
sehingga tampak tidak manusiawi.Terapi konvensional ini di lakukan tanpa
menggunakan obat-obatan anastesi seperti pada ECT
premedikasi.
2. ECT pre-medikasi
Terapi ini lebih manusiawi dari pada ECT konvensional,karena pada terapi
ini di berikan obat-obatan anastesi yang bisa menekan timbulnya kejang
yang terjadi pada pasien.
C. TUJUAN TERAPI ECT
1. Untuk mengembalikkan fungsi mental klien.
2. Meningkatkan ADL klien secara periodik.
D. INDIKASI PENGGUNAAN ECT
1. Gangguan afek yang berat: pasien dengan depresi berat atau gangguan
bipolar, atau depresi menunjukkan respons yang baik pada pemberia ECT
(80-90% membaik versus 70% atau lebih dengan antidepresan). Pasien dengan
gejala vegetatif yang jelas (seperti insomnia, konstipasi; riwayat bunuh diri,
obsesi rasa bersalah, anoreksia, penurunan berat badan, dan retardasi psikomotor)
cukup bersespon.
2. Skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited memberikan
respons yang baik dengan ECT. Tetapi pada keadaan Schizofrenia kronik hal ini
tidak terlalu berguna.
E. KONTRA INDIKASI PENGGUNAAN ECT
a) Tumor intrakranial karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
b) Kehamilan karena dapat mengakibatkan keguguran.
c) Osteoporosis karena dapat berakibat terjadinya fraktur tulang.
d) Infark miokardium karena dapat terjadi henti jantung.
e) Asma karena dapat memperberat keadaan penyakit.
f) Diatesa hemoragic karena adanya kelainan pendarahan shg menyebabkan
pendarahan hebat.
g) Hipertensi berat
h) Hiperpireksia
i) Epilepsi
j) Ansietas berat
F. KOMPLIKASI PENGGUNAAN ECT
- Amnesia (retrograd dan anterograd) bervariasi dimulai setelah 3-4 terapi
berakhir 2-3 bulan (tetapi kadang-.kadang lebih lama dan lebih berat dengan
metode bilateral, jumlah terapi yang semakin banyak, kekuatan listrik yang
meningkat dan adanya organik sebelumnya.
- Sakit kepala, mual, nyeri otot.
- Kebingungan.
- Reserpin dan ECT diberikan secara bersamaan akan berakibat fatal
- Fraktur jarang terjadi dengan relaksasi otot yang baik.
G. KEUNTUNGAN MENGGUNAKAN ECT
Efektifitas ECT dalam mengobati pasien dengan gangguan jiwa karena
adanya peningkatan sensitivitas reseptor terhadap neurotransmitter. ECT
meningkatkan pergantian dopamin, serotonin dan meningkatkan pelepasan
norepineprin dari neuron-neuron ke reseptor. ECT juga akan menstimulasi
pelepasan serotonin. Pada depresi terjadi gangguan neurotrasmitter otak yaitu
penurunan dopamin, serotonin dan norepineprin. Dengan ECT penurunan
tersebut dapat ditingkatkan, sehingga pasien depresi dapat disembuhkan dengan
pemberian ECT. ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak.
Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau
mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat
antidepresan kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT
menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan
dengan ECT lama rawat rumah sakit menjadi lebih pendek.
H. KERUGIAN MENGGUNAKAN ECT
Tidak ada kejelasan mengapa ECT bisa menghasilkan sikap yang negatif.
Salah satu faktor mungkin karena sikap fanatik kita, yaitu sikap jijik untuk
melakukan tindakan biologis tertentu. Kejang kejang, seperti muntah adalah
bukan sesuatu suka kita tonton. Mungkin ada faktor evaluasi. Kejang-kejang dan
muntah, dapat mengindikasikan sebagai penyakit yang mungkin dapat menular.
Masyarakat secara genetis diprogramkan untuk takut dan menghindari situasi
seperti itu. Kita menghindari berdiskusi topik kejang- kejang karena beberapa
orang yang menderita epilepsy kurang setuju dengan terapi ECT. ECT sebagai
alat terapi orang yang mengalami gangguan jiwa karena banyak efek samping
yang ditimbulkan seperti yang Patah tulang vertebra, Kehilangan memori dan
kekacaun mental sememtara, Dislokalisasi sendi rahang, Amnesia, Nyeri kepala,
bahkan samapi kematian. Risiko yang ditimbulkan juga cukup berbahaya seperti
kerusakan otak, kematian dan kehilangan memori permanen. Dari segi etik juga
tidak etis memperlakukan manusia seperti hewan percobaan walaupun dibilang
cukup efektif untuk terapi gangguan kejiwaan tapi sangat kurang etis, apalagi
untuk budaya kita.
I. PEMASANGAN UNILATERAL DAN BELATERAL ECT
Ada dua jenis penempatan elektroda yang digunakan untuk pengiriman ECT.
Perbedaan antara kedua teknik ini meliputi area otak dirangsang, waktu
respon dan potensi efek samping.
 Unilateral kanan: satu elektroda ditempatkan pada mahkota kepala dan
yang lainnya di pelipis kanan. Mereka yang menerima perawatan unilateral yang
tepat dapat merespon agak lebih lambat daripada mereka yang menerima
perawatan bilateral. Perbedaan ini biasanya tidak lebih dari sampai perawatan.
Pengobatan unilateral kanan biasanya terkait dengan efek samping yang lebih
sedikit memori. Pasien yang tidak merespon pengobatan unilateral kanan
mungkin memerlukan beralih ke penempatan bilateral.
Bilateral: Pengobatan ECT bilateral melibatkan menempatkan elektroda
pada kedua candi. Perawatan ini mungkin berhubungan dengan lebih banyak efek
samping memori akut daripada pengobatan unilateral kanan. Bilateral ECT
diindikasikan untuk penyakit mental yang berat termasuk depresi dengan
psikosis, episode manik dari gangguan bipolar, psikosis yang berhubungan dengan
skizofrenia dan katatonia.
J. PROSEDUR TINDAKAN ECT
Persiapan perawat:
Perawat sebelum melakukan tindakan ECT, harus mempersiapkan alat dan
mengantisipasi kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan.
Persiapan alat:
1. Konvulsator set (diatur inensitas dan timer).
2. Tounge spatel atau karet mentah di bungkus kain.
3. Kain kasa
4. Cairan NaCL secukupnya
5. Spuit disposibel
6. Obat S A injeksi 1 ampul
7. Tensimeter
8. Stetoskop
9. Slim suiger
10. Set konvulsator
Persiapa klien:
1. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
2. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT.
3. Siapkan surat persetujuan.
4. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT.
5. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin
di pakai klien.
6. Klien diminta untuk menggosongkan kandung kemih dan defekasi.
7. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum
ECT.
8. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatifhipnotik, dan
antikonvulsan harus di hentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya di hentikan
beberapa hari sebelumnya karena berisiko organik.
9. Premidikasi dengan injeksi SA (sulfa atropin) 0,6-1,2 mg setengah jam
sebelum ECT. Pemberian antikolinergik ini mengembalikan aritmia vagal dan
menurunkan sekresi Gastrointestinal.
Pelaksanaan:
1. Setelah alat sudah di siapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan
rata dan cukup keras.posisi hiperektensi punggung tanpa batal. Pakaian
kendorkan, seluruh badan tutup dengan selimut, kecuali bagian kepala.
2. Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik barbiturat ini di pakai
untuk menghasilkan koma ringan. Berikanpelemas otot suksinikolin atau anictine
(30-80 mg IV ) untuk menghindari kemungkinan kejang umum.
3. Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan alkohol untuk tempat
elektrode menempel.
4. Kedua pelipis tempat elektrode menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi
cairan NaCL.
5. Klien diminta untuk membuka mulut dan memasang spatel/kara yang
dibungkus kain dimasukkan dan klien diminta untuk menggigit.
6. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang dengan
dilapisi kain.
7. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutut) di tahan selama kejang dengan
mengikuti gerak kejang.
8. Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudian tekan tombol sampai
timer berhenti dan di lepas.
9. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh dengan kuat).
10. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan
diafragma.
11. Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim siger.
12. Kepala di miringkan.
13. Observasi sampai klien sadar.
14. Dokumentasikan hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan.
 Setelah ECT :
1. Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi klien stabil
2. Jaga keamanan
3. Bila klien sudah sadar bantu mengembalikan orientasi klien sesuai
kebutuhan, biasanya timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Electro Convulsif Therapy (ECT).


Baihaqi, MIF. 2007. Psikiatri. Bandung: PT Refika Aditama.
Dalami, Ermawati dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta:Trans Info Media.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-muhammadiyah-ponorogo/
keperawatan/lp-ect-lp-ect-stase-keperawatan-jiwa/45427019
Maramis, W.F. 2007. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Online www.drvegan.wordpress.com (akses 30 September 2017)..

Anda mungkin juga menyukai