Anda di halaman 1dari 10

1

LAPORAN PENDAHULUAN
ELEKTRO CONVULSIF THERAPIE (ECT)

1. Pengertian
Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah perawatan dengan cara mengalirkan
energy listrik bertegangan rendah kedalam dan melintasi otak seseorang (Majid,
2005). Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik
dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada
pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya
diharapkan efek yang terapeutik tercapai.Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak
diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan
biokimia didalam otak (Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin) mirip
dengan obat anti depresan (Manol, 2012)
ECT adalah pengobatan gangguan kejiwaan yang menggunakan arus
listrik singkat pada otak dengan menggunakan mesin khusus dimana pasien di
anastesi terlebih dahulu dan akan menimbulkan efek convulsi karena relaksasi
otot (Rantawan, 2012). Jadi Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah pengobatan
yang menggunakan arus listrik yang cukup menimbulkan kejang diharapkan efek
yang terapeutik tercapai.
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini
adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda
yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall.

2. Indikasi
1) Episode Depresi Mayor.
Depresi mayor merupakan kondisi yang paling sering diberlakukan ECT. Hal
ini terutama diindikasikan jika pengobatan secara medikamentosa telah gagal atau
terdapat resiko yang besar akan bunuh diri. ECT aktif telah dikatakan superior
daripada placebo pada banyak penelitian. ECT juga dikatakan superior daripada
obat antidepresan pada lusinan penelitian. Bentuk penelitian umumnya subyek
dibagi menjadi dua grup dimana satu grup menerima ECT dan obat placebo, grup
yang lain menerima ECT placebo dan obat.

STIKes Eka Harap Palangka Raya, Program Studi Profesi Ners 2018-2019
Ria
Nim: 2014.C.06a.0564
2

1. Mania Mania
Merupakan keadaan kenaikan mood atau iritabilitas dan aktivitas fisik berlebih.
Pengobatan diperlukan untuk memastikan asupan obat dan cairan dan
menghindari kelelahan dan cedera fisik. Populasi ini sulit diteliti karena beberapa
alasan. Pengalaman klinis secara luas menunjukkan bahwa ECT merupakan
pengobatan yang efektif dan dapat menjadi tindakan penyelamatan. ECT telah
ditunjukkan superior daripada litium karbonat pada mania akut.
2. Schizophrenia
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Medunna menggunakan kamper
untuk meninduksi kejang pada skizofrenia, dan orang pertama yang menerima
ECT merupakan penderita gangguan psikotik. ECT saat ini digunakan pada
skizofrenia ketika ditemukan gambaran katatonik dengan asupan makanan dan
cairan yang terbatas dan jika gejala psikotik tidak resonsif terhadap
medikamentosa.
3. Gangguan Postpartum
Beberapa gangguan psikiatrik dapat muncul mengikuti proses kelahiran.
Sebagian besar dapat ditangani dengan dukungan dan penggunaan medikasi.
Gangguan yang kuat, berat dapat berkembang, dan ibu dapat menghadirkan
bahaya kepada dirinya sendiri mauun bayinya. Sebagai generalisasi, mayoritas
kondisi postpartum berat menyerupai episode depresi mayor, dan lainnya adalah
episode psikotik, dengan delusi atau halusinasi. ECT sangat berguna pada kasus-
kasus berat tersebut. ECT menginduksi remisi secara cepat sehingga resiko pada
ibu maupun bayi menurun dengan cepat, sehingga kegiatan menyusui dan
pengikatan ibu-anak dapat dilakukan tanpa penundaan. Juga, ECT dapat
menghindari penggunaan obat dosis tinggi, sehingga meminimalisir pengobatan
yang mencapai bayi yang sdang menyusui.
4. ECT rumatan
Saat pengobatan telah gagal dan ECT dibutuhkan untuk mengiduksi remisi
pada depresi mayor dan pengobatan gagal mencegah relapse, ECT rumatan
dipertimbangkan. Hal ini dilakukan pada pasien rawat jalan. Frekuensi ECT
ditentukan menurut respon klinis. Seringkali, untuk melengkapi rangkaian ECT,
ketika remisi telah dicapai, ECT terus diberikan dengan interval seminggu.

STIKes Eka Harap Palangka Raya, Program Studi Profesi Ners 2018-2019
Ria
Nim: 2014.C.06a.0564
3

Kemudian jarak terapi ini diperpanjang hingga empat sampai enam minggu.
National Institute for Clinical Evidence (NICE) tidak merekomendasikan CT
rumatan, namun American Psychiatric Association (APA) merekomendasikan
metode ini (Pridmore, 2009)
3. Kontraindikasi
ECT merupakan prosedur yang hanya digunakan pada keadaan yang
direkomendasikan. Sedangkan kontraindikasi dan komplikasi dari tindakan ECT,
adalah sebagai berikut:

1) Kontraindikasi
(1) Peningkatan tekanan intra kranial (karena tumor otak, infeksi SSP).
(2) Keguguran pada kehamilan, gangguan sistem muskuloskeletal
(osteoartritis berat, osteoporosis, fraktur karena kejang grandmal).
(3) Gangguan kardiovaskuler: infark miokardium, angina, hipertensi, aritmia
dan aneurisma.
(4) Gangguan sistem pernafasan, asma bronkial.
(5) Keadaan lemah.
2) Komplikasi
(1) Luksasio dan dislokasi sendi
(2) Fraktur vetebra
(3) Robekan otot rahang
(4) Apnoe
(5) Sakit kepala, mual dan nyeri otot
(6) Amnesia
(7) Bingung, agresif, distruktif
(8) Demensia
4. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja terapeutik ECT masih belum banyak diketahui. Salah satu
teori yang brkaitan dengan hal ini adalah teori neurofisiologi.Teori ini
mempelajari aliran darh serebral, suplai glukosa dan oksigen, serta permea bilitas
sawar otak akan meningkat. Setelah kejang, aliran darah dan metabolisme glukosa
menurun. Hal ini paling jelas dilihat pada lobus frontalis. Beberapa penelitian

STIKes Eka Harap Palangka Raya, Program Studi Profesi Ners 2018-2019
Ria
Nim: 2014.C.06a.0564
4

mengatakan bahwa derajat penurunan metabolisme serebral berhubungan dengan


respon terapeutik. Teori lain adalah teori neurokimiawi yang memusatkan
perhatian pad perubahan neurotrasmiter dan second messenger .Hampir semua
pada sistem neurotrasmiter dipengaruhi oleh ECT.Ahir ahir ini mulai berkembang
neuroplastisitas yang berhubungan dengan stimulasi kejang listrik.Pada percobaan
hewan,di jumpai plastisitas sinaps, dihipotalamus,yakni pertumbuhan serabut
saraf, peningkatan konektifitas jaras saraf, dan terjadinya neurogenesis

5. Macam ECT
Jenis ECT ada 2 macam :
a. ECT konvensional
ECT konvensional ini menyebabkan timbulnya kejang pada pasien sehingga
tampak tidak manusiawi.Terapi konvensional ini di lakukan tanpa
menggunakan obat-obatan anastesi seperti pada ECT premedikasi.
b. ECT pre-medikasi
Terapi ini lebih manusiawi dari pada ECT konvensional,karena pada terapi ini
di berikan obat-obatan anastesi yang bisa menekan timbulnya kejang yang
terjadi pada pasien
6. Program Terapi
7. Peran Perawat
a. Peran perawat pre tindakan ECT
1) Anjurkan pasien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur
tindakan yang akan dilakukan.
2) Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk
mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi
ECT.
3) Siapkan surat persetujuan tindakan.
4) Klien dipuasakan 4-6 jam sebelum tindakan.
5) Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang
mungkin dipakai klien.
6) Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi.

STIKes Eka Harap Palangka Raya, Program Studi Profesi Ners 2018-2019
Ria
Nim: 2014.C.06a.0564
5

7) Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam


sebelum ECT.
8) Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif
hipnotik, dan antikonvulsan, harus dihentikan sehari sebelumnya.
Litium biasanya dihentikan beberapa hari sebelumnya karena
beresiko organik.
9) Premedikasi dengan injeksi SA (sulfatatropin) 0,6-1,2 mg setengah
jam sebelum ECT. Pemberian antikolinergik ini mengendalikan
aritmia vagal dan menurunkan sekresi gastrointestinal (Riyadi,
2009).
b. Persiapan alat
1) Perlengkapan dan peralatan terapi, termasuk pasta dan gel elektroda,
bantalan kasa, alkohol, saling,elektroda elektroensefalogram (EEG),
dan kertas grafik.
2) Peralatan untuk memantau, termasuk elektrokardiogram (EKG) dan
elektroda EKG.
3) Manset tekanan darah, stimulator saraf perifer, dan oksimeter denyut
nadi.
4) Stetoskop.
5) Palu reflex.
6) Peralatan intravena.
7) Penahan gigitan dengan wadah individu.
8) Pelbet dengan kasur yang keras dan bersisi pengaman serta dapat
meninggikan bagian kepala dan kaki.
9) Peralatan penghisap lender.
10) Peralatan ventilasi, termasuk slang, masker, ambu bag, peralatan
jalan nafas oral, dan peralatan intubasi dengan sistem pemberian
oksigen yang dapat memberikan tekanan oksigen positif. Obat untuk
keadaan darurat dan obat lain sesuai rekomendasi staf anastesi
(Stuart, 2007).
c. Prosedur pelaksanaan

STIKes Eka Harap Palangka Raya, Program Studi Profesi Ners 2018-2019
Ria
Nim: 2014.C.06a.0564
6

Menurut pendapat Stuart (2007) berikut prosedur pelaksanaan terapi


kejang listrik:
1) Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur.
2) Dapatkan persetujan tindakan.
3) Pastikan status puasa pasien setelah tengah malam.
4) Minta pasien melepaskan perhiasan, jepit rambut, kaca mata, dan
alat bantu pendengaran. Semua gigi palsu dilepaskan, tambahan gigi
parsial dipertahankan.
5) Pakaikan baju yang longgar dan nyaman.
6) Kosongkan kandung kemih pasien.
7) Lakukan TTV
8) Berikan obat praterapi.
9) Pastikan obat dan peralatan yang diperlakukan tersedia dan siap
pakai.
Peran Perawat intra tindakan ECT.
a) Tenangkan pasien.
b) Dokter atau ahli anastesi memberikan oksigen untuk menyiapkan
pasien bila terjadi apnea karena relaksan otot.
c) Berikan obat.
d) Pasang spatel lidah yang diberi bantalan untuk melindungi gigi
pasien.
e) Pasang elektroda. Kemudian berikan syok.
f) Pantau pasien selama masa pemulihan
g) Hitung fase laten
h) Hitung fase tonik
i) Hitung fase klonik
Peran perawat post tindakan ECT
Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan perawat untuk membantu
klien dalam masa pemulihan setelah tindakan ECT dilakukan yang telah
dimodifikasi dari pendapat Stuart (2007) dan Townsen (1998). Menurut
pendapat Stuart (2007) memantau klien dalam masa pemulihan yaitu
dengan cara sebagai berikut:

STIKes Eka Harap Palangka Raya, Program Studi Profesi Ners 2018-2019
Ria
Nim: 2014.C.06a.0564
7

1) Bantu pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan.


2) Pantau tanda-tanda vital.
3) Setelah pernapasan pulih kembali, atur posisi miring pada pasien
sampai sadar. Pertahankan jalan napas paten.
4) Lakukan fiksasi pasien
5) Jika pasien berespon, orientasikan pasien.
6) Ambulasikan pasien dengan bantuan, setelah memeriksa adanya
hipotensi postural.
7) Izinkan pasien tidur sebentar jika diinginkannya.
8) Berikan makanan ringan.
9) Libatkan dalam aktivitas sehari-hari seperti biasa, orientasikan
pasien sesuai kebutuhan.
10) Tawarkan analgesik untuk sakit kepala jika diperlukan.
Menurut Townsend (1998), jika terjadi kehilangan memori dan
kekacauan mental sementara yang merupakan efek samping ECT
yang paling umum hal ini penting untuk perawat hadir saat pasien
sadar supaya dapat mengurangi ketakutanketakutan yang disertai
dengan kehilangan memori. Implementasi keperawatan yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Berikan ketenangan dengan mengatakan bahwa kehilangan
memori tersebut hanya sementara.
b) Jelaskan kepada pasien apa yang telah terjadi.
c) Reorientasikan pasien terhadap waktu dan tempat.
d) Biarkan pasien mengatakan ketakutan dan kecemasannya yang
berhubungan dengan pelaksanaan ECT terhadap dirinya.
e) Berikan sesuatu struktur perjanjian yang lebih baik pada aktivitas-
aktivitas rutin pasien untuk meminimalkan kebingungan.

STIKes Eka Harap Palangka Raya, Program Studi Profesi Ners 2018-2019
Ria
Nim: 2014.C.06a.0564
8

8. Program Terapi
Frekuensi pemberian ECT tergantung pada keadaan penderita yang dapat di
perlakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Pemberian ECT secara blok 2-4 hari berturut-turut 1-2 kali sehari.
2. Dua sampai tiga kali seminggu.
3. Pasien dengan gangguan depresi berat di berikan antara 5-10 kali.
4. Untuk pasien yang mengalami gangguan dipolar,mania,dengan gangguan
skizofrenia ,pasien baru mendapat respon yang maksimum setelah 20-25 kali
tindakan ECT.
9. Diagnosa Keperawatan
- Pre tindakan ECT
- Kecemasan berhubungan dengan adannya prosedur tindakan ECT
- Intra tindakan ECT
- Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dnegan Peningkatan
tekanan intrakranial
- Post tindakan ECT
- Resiko jatuh berhubungan dengan post tindakan ECT
10. Intervensi Keperawatan
Perawat sebelum melakukan terapi ECT, harus mempersiapkan alat dan
mengantisipasi kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan. Prinsip Intervensi Keperawatan Rasional. Dapatkan persetujuan
berperan serta dalam prosedur Ajarkan tentang ECT, termasuk prosedur dan hasil
yang diharapkan. Ajarkan keluarga tentang pengobatan. Dukung ekspresi
persaan oleh pasien dan keluarga. Beri pendidikan setelah setiap tindakan.
Pasien yang mengerti rencana pengobatan yang akan dilakukan akan lebih
siap untuk bekerjasama dan kurang mengalami stress daripada pasien yang tidak
mengerti. Persetujuan keluarga dapat memberikan dukungan emosional bagi
pasien. Pertahankan integritas biologik Cek perlengkapan darurat sebelum
prosedur. Pasien puasa beberapa jam sebelum prosedur. Jauhkan benda-benda
yang berbahya, misal, perhiasan, gigi palsu. Cek tanda-tanda vital. Pertahankan
jalan napas. Atur pasien dengan posisi miring sampai bereaksi. Tawarkan obat
analgesik atau antiemetik sebagaimana diperlukan. Pertahankan martabat dan

STIKes Eka Harap Palangka Raya, Program Studi Profesi Ners 2018-2019
Ria
Nim: 2014.C.06a.0564
9

harga diri pasien. Pasien biasanya merasa takut sebelum dilakukan


tindakan.Amnesia dan kebingungan dapat menimbulkan perasaan takut
mengalami gangguan jiwa. Pasien akan memerlukan bantuan untuk berfungsi
sesuai dengan lingkungan. Tetaplah bersama pasien. Anestesi umum dan
pembangkitan kejang dengan listrik merupakan stresor fisiologik dan memerlukan
asuhan keperawatan yang penuh dukungan.
Pertahankan martabat dan harga diri pasien Tetaplah bersama pasien dan
tawarkan dukungan sebelum dan sesudah tindakan. Berikan keleluasaan pribadi
(privacy) pasien selama dan sesudah tindakan. Reorientasi pasien. Bantu Pasien
biasanya merasa takut sebelum dilakukan tindakan. Amnesia dan kebingungan
dapat menimbulkan perasaan takut mengalami gangguan jiwa. Pasien akan
memerlukan bantuan untuk berfungsi sesuai dengan lingkungan

STIKes Eka Harap Palangka Raya, Program Studi Profesi Ners 2018-2019
Ria
Nim: 2014.C.06a.0564
10

DAFTAR PUSTAKA

Majid, Abdul. 2005. Teratawa yang Disukai dan Tertawa yang Dibenci Allah.
Jakarta: Gema Insani Press.

Manol, Evart. 2012. Persiapan Pemeriksaan ETC. Manado

Pridmore. 2009. Download of Psychiatry Chapter 28: Electro Convulsive


Therapy.

STIKes Eka Harap Palangka Raya, Program Studi Profesi Ners 2018-2019
Ria
Nim: 2014.C.06a.0564

Anda mungkin juga menyukai