Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elektro Convulsive Therapy (ECT) adalah satu jenis pengobatan somatic.

Terapi ini dilakukan dengan pemberian arus listrik yang berkekuatan cukup rendah yang diberikan secera singkat melalui elektroda yang di tempelkan pada temporal kepala (pelipis kiri & kanan). ECT digunakan untuk menghasilkan suatu kejang tonik klonik umum (berlangsung 25-150 detik) dengan efek teraupetik (Gail Wiscarz Sunden, 1998). ECT merupakan pengobatan kedua yang dianggap sebagai alternative pengobatan yang aman dan efektif untuk pasien dengan gangguan depresi berat, episode mania dan

gangguan skizofrenia (Martin Szuba & Alison Doupe, 1997). Sampai saat ini ECT masih banyak digunakan, di Amerika Serikat 70% pasien dengan gangguan bipolar dan 17% gangguan skizofrenia telah mendapatkan pengobatan dengan ECT. Sedangkan di Indonesia hampir seluruh rumah sakit jiwa melaksanakan ECT sebagai pengobatan yang dilakukan pada pasien gangguan jiwa selain dengan terapi obat-obatan psikofarmaka (Pridick,2005). Ada dua metode pelaksanaan ECT, yaitu metode konvensional dan metode premedikasi. Pada metode konvensional, ECT dilaksanakan oleh tim kesehatan yang terdiri dari psikiater, operator dan perawat pelaksanaan dengan perannya masing-masing.

Sedangkan pada ECT pre-medikasi tim pelaksananya ditambah dengan dokter anastesi. Adapun peran perawat dalam pelaksanaan ECT meliputi persiapan pasien sebelum pelaksanaan, yaitu dengan memberikan penjelasan tentang tindakan apa yang akan dilakukan pada pasien tersebut, kemudian pasien dipuasakan enam jam sebelum tindakan, dilakukan pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan & suhu badan serta pemeriksaan lainnya.Sedangkan untuk post tindakan ECT, pasien harus dilakukan observasi, posisi kepala harus dimiringkan untuk mewaspadai terjadinya postural hipotensi , pasien harus didampingi saat mulai sadar dan kondisi vitalnya harus dimonitor sampai pada tahap evaluasi (Isaacs Ann,2004). Standar Operasional Prosedur (SOP), adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan sebagai suatu petunjuk atau direktif. Hal ini mencakup hal-hal dari operasional yang memiliki suatu prosedur pasti atau terstandardisasi, tanpa kehilangan keefektifannya setiap system

manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh standar operasional prosedur. Kemudian standar operasional prosedur yang telah terbentuk disosialisasikan kepada seluruh pihak yang berkompeten umtuk melaksanakannya. Dalam menjalankan standar operasional prosedur , sebelumnya dilakukan pelatihan tentang bagaimana menjalankan standar operasional yang telah ditetapkan. Untuk melakukan tindakan pelaksanan standar operasional prosedur ECT yang dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan posttindakan, diperlukan tenaga perawat ruangan.Tentu saja perawat yang diharapkan mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup tentang bagaimana pelaksanaan ECT yang sesuai dengan SOP.

BAB II PEMBAHASAN KONSEP ELECTRO CONVULSIVE THERAPY (ECT)

A. PENGERTIAN Electro convulsive therapy adalah suatu pengobatan untuk penyakit psikiatrik berat dengan menggunakan arus listrik singkat pada kepala untuk menghasilkan suatu kejang tonik klonik umum dengan efek terapeutik (Martin Szuba & Alison Doupe, 2002 ).

B. MEKANISME KERJA ECT

Mekanisme kerja terapeutik ECT masih belum banyak diketahui.

Salah satu dengan hal

teori ini

yang brkaitan adalah teori

neurofisiologi.Teori ini mempelajari aliran darh serebral, suplai glukosa dan oksigen, serta permea bilitas sawar otak akan meningkat. Setelah kejang, aliran darah dan metabolisme glukosa menurun. Hal ini paling jelas dilihat pada lobus frontalis. Beberapa penelitian mengatakan bahwa derajat penurunan metabolisme serebral berhubungan dengan respon terapeutik. Teori lain adalah teori neurokimiawi yang memusatkan perhatian pad perubahan neurotrasmiter dan second messenger. Hampir semua pada sistem

neurotrasmiter dipengaruhi

oleh

ECT.

Akhir-akhir

ini

mulai

berkembang

neuroplastisitas yang berhubungan dengan stimulasi kejang listrik.Pada percobaan hewan,di jumpai plastisitas sinaps,dihipokampus,yakni pertumbuhan serabut

saraf,peningkatan konektifitas jaras saraf,dan terjadinya neuro genesis (Puidic,2005). C. JENIS ECT Jenis ECT ada dua macam: 1. ECT konvensional ECT konvensional ini menyebabkan timbulnya kejang pada pasien sehingga tampak tidak manusiawi.Terapi konvensional ini di lakukan tanpa menggunakan obat-obatan anastesi seperti pada ECT premedikasi. 2. ECT pre-medikasi Terapi ini lebih manusiawi dari pada ECT konvensional,karena pada terapi ini di berikan obat-obatan anastesi yang bisa menekan timbulnya kejang yang terjadi pada pasien (Kaplan dan sadock,1997). D. FREKUENSI TINDAKAN ECT Frekuensi pemberian ECT tergantung pada keadaan pemberita yang dapat di perlakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Pemberian ECT secara blok 2-4 hari berturut-turut 1-2 kali sehari.Dua sampai tiga kali seminggu. 2. 3. 4. ECT maintanance sekali tiap 2-4 minggu. Pasien dengan gangguan depresi berat di berikan antara 5-10 kali. Untuk pasien yang mengalami gangguan di polar,mania,dengan gangguan skizofrenia,pasien baru mendapat respon yang maksimum setelah 20-25 kali tindakan ECT.

E. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI ECT Menurut Martin Szuba & Alison Doupe,1997 dan Stuart & Sundeen,1998 indikasi dilakukannya ECT ini antara lain: 1. Depresi berat Pada pasien dengan gangguan depresi tepatnya mayor depression sagat tepat di lakukan tindakan ECT. 2. Mania ECT lebih epektip untuk mania yang akut karena terlihat epektipitasnya sama dengan pemberian lithium 3. Skizopfrenia ECT sagat tepat pada skizofrenia akut dan kata tonik 4. Gangguan Delirium,Gangguan Konversi Gangguan bipolar, yaitu pasien sudah lama tidak beresponlagi trhadap obat. Pasien yang pernah mencoba bunuh diri akut yang sudah lama tidak menerima pengobatan. Jika efek samping ECT yang direkomendasikan lebih rendah dari pada efek terapi pengobatan seperti lansia dengan blok jantung dan selama kehamilan.

F. KONTRA INDIKASI dari ECT Menurut Martin Szuba & Alison Doupe, 1997 adalah: Pasien dengan masalah pernafasan berat pada resiko terbesar karena pasien harus mampu mentolerir efek anastesi umum singkat. Pasien dengan ganguan system kardiovaskuler, seperti: infark mikard akut atau infark miokard berat. Pasien dengan peningkatan tekanan intra kranial.Karena dengan pemberian tindakan ECT dapat meningkatkan tekanan intra cranial. Pasien dengan hipertensi berat. Pasien dengan kehamilan dan pasien usia lanjut.

G. EFEK SAMPING DARI TINDAKAN ECT Adapun efek samping yang timbul dari tindakan ECT secara konvensional adalah dislokasi vertebra,takikardi, hipertensi,spasme laring paralise nervus peronosus, status epileptikus, dan kerusakan gigi. Sedangkan efek samping dari ECT pre-medikasi adalah aspirasi pneumonia, apnoe, alergi obat-obatan pre-medikasi, dan bradicardi paska kejang. Secara umum efek samping akibat kejang antara lain heamaptoe, fraktur dan panas (RSJ Pusat Semarang, 1995).

H. TENAGA KESEHATAN YANG TERLIBAT DALAM TINDAKAN ECT Tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan ECT yaitu : 1. 2. Psikiater Seorang dokter ahli jiwa yang berperan dalam menilai hasil yang diperoleh dari tindakan ECT yang diberikan pada pasien dan menentukan apa tindakan pengobatan selanjutnya. 3. 4. 5. 6. Operator Seorang perawat yang mendapatkan pelatihan tentang ECT. Perawat Pelaksana Seorang perawat yang bertugas diruang rawat inap yang berperan dalam hal memberikan asuhan keperawataan pada pasien mulai dari sebelum terapi dilakukan sampai pada tahap evaluasi. 7. Dokter Anastesi Dokter anastesi berperan dalam memberikan obat anastesi pada pasien yang akan dilakukan tindakan ECT pre-medikasi 8.

I. PERANGKAT YANG DIPERLUKAN

ECT termasuk pembedahan dalam sehingga kaidah umum yang berlaku juga dalam ECT. Adapun hal-hal yang harus dipersiapkan adalah :

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Electro convulsive Therapy Monitor (MECTA). Tabung oksigen Tensimeter Penyedot lender Respirator Spatel karet Oro faringeal air way (goedel) Endoteracheatube (ETT) Laringoscop Bengkok Gunting verban Plester Bantal pasir Stetoskop Standar infus Perlak

J. OBAT-OBATAN YANG HARUS DISEDIAKAN ADALAH Untuk pelaksanaan electro convulsive therpy : 1. 2. 3. 4. 5. Phentotal atau dormikum injeksi Succinylicholine injeksi Larutan NaCl Aquabides Kassa

6. 7.

Wing needle dispsible Sulfas atrofin injeksi

OBAT-OBATAN EMERGENCY : 1. Kalmethason injeksi 2. Bicarbonas natricus 3. Aminophylin injeksi 4. Epineprine injeksi 5. Dipenhydramin injeksi 6. Lidocaine injeksi 7. Catgut Disposible 8. Cairan infus ( dextrose 5% / 10%, Sulfas atropine, dll )

STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE (SOP) ELECTRO CONVULSIVE THERAPY

Standar Operational Procedure (SOP), adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan sebagai suatu petunjuk atau direktif. Hal ini mencakup hal-hal dari operasional yang memiliki suatu prosedur pasti atau terstandarisasi, tanpa kehilangan keefektifannya. Setiapsistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh standar operasional prosedur. Kemudian standar operasional prosedur yang telah terbentuk disosialisasikan kepada seluruh pihak yang berkompeten untuk melaksanakannya. Dalam menjalankan standar operasional prosedur , sebelumnya dilakukan pelatihan tentang bagaimana menjalankan standar operasi yang telah ditetapkan. Standar Oerasional Prosedur (SOP) pada pasien yang mendapatkan tindakan ECT tergambar dalam penatalaksanaan ECT terdiri dari 3 (tiga) tahap sebagai berikut : TAHAP PERIAPAN Persiapan pasien Sebelum melakukan tindakan ECT perawat harus melakukan pengkajian baik fisik maupun psikologis, serta pasien dipuasakan minimal 6 jam, dan perawat harus membuat surat persetujuan untuk dilakukan tindakan ECT pada pasien gangguan jiwa yang ditanda tangani oleh keluarga sebagai informed consent.

PEMERIKSAAN YANG DILAKUKAN MELIPUTI : 1. Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi TD, nadi, pernafasan. 2. Keadaan rambut dan kulit pasien 3. Pemeriksaan rambut, gigi geligi. 4. Pengosongan Vesica urinaria dan rectum. 5. Timbang berat badan. 6. Dukungan mental agar pasien tidak takut dengan tindakan yang akan dilakukan. 7. Menjelaskan hal-hal yang akan dilakukan pada pasien trauma yang pertama kali mendapatkan tindakan ECT. 8. Perhatikan obat-obatan yang sudah diberikan pada pasien yang kemungkinan dapat berinteraksi daengan otot-otot premedikasi. 9. Pemeriksaan penunjang diagnostik bila diperlukan seperti : EKG, EEG, dan pemeriksaan laboratorium. PERSIAPAN ALAT Persiapan alat alat yang dibutuhkan untuk tindakan ECT mulai dari monitor Electro convulsive Therapy Appartus (MECTA) sampai pada elektroda-elektrodanya dan peralatan-peralatan lain. TAHAP PELAKSANAAN Adapun peran perawat pelaksana dalam tahap pelaksanaan electro convulsive therapy secara konvensional meliputi : 1. Persiapan pasien Pasien diberi penjelasan dan dukungan mental untuk siap menghadapi tindakan yang akan dilakukan, perhiasan-perhiasan yang melekat ditubuh dilepaskan, pakaian dilonggarkan dan pasien disuruh berbaring ditempat tidur yang telah disediakan. 2. Melakukan fiksasi pada anggota gerak psien . 3. Bersihkan bagian kepala yang ditempelkan elektroda. 4. Diantara rahang atas dan rahang bawah ditempat gigi yang masih kuat diberi bahan lunak (sepotong kain yang dilipat-lipat) yang disuruh gigit oleh pasien. Perhatikan bahwa bibir atau pipi tidak terjepit.

5. Dagu pasien ditahan supaya mulut tidak terbuka besar pada waktu pase tonik dan klonik. 6. Ikuti semua gerakan-gerakan yang terjadi pada pasien pada saat kejang tonik klonik berlangsung. SEDANGKAN PELAKSANAAN ECT SECARA PRE-MEDIKASI ANTARA LAIN : 1. Pasien diberi pre-medikasi anastesi injeksi atrofin 1-2 cc kurang lebih sampai 1 jam Sebelum melakukan anastesi. 2. Pasang INT (semacam wing nedle) dan tensimeter/ 3. Pasang elektroda untuk EKG, EEG,ECT. 4. Monitor dicoba dulu (self test) bila elektroda pemasangannya sudah benar, akan terlihat dilayar monitor berhasil (self test passed) bila gagal (failed) letak elektroda harus diperbaiki sampai berhasil. 5. Masukkan obat anastesi 1-2 cc durmikum atau phentotal 4-6 cc (disesuaikan dengan berat badan) melalui INT, aspirasi dulu untuk mengetahui INT buntu atau tidak. 6. Apabila pakai phetanol, cara memasukkan harus pelan-pealn, setiap masuk 1cc aspirsi dulu betul masuk vena atau tidak kemudian baru diteruskan sampai selesai karena kalau tidak masuk ke vena akan menyababkan nekrose jaringan . 7. Naikkan tensimeter diantara 180-200 (paling sedikit 10-20 diatas sistole). Ini dimaksudkan agar obat pelemas otot succinyl choline tidak masuk kebagian distal lengan, sehingga lengan akan tetap kontraksi sebagai kontrol kejang. 8. Masukkan obat pelemas otot succinyl choline 3-4 cc (disesuaikan dengan berat badan) secara cepat. 9. Perhatikan fasikulasi yang terjadi, beri nafas buatan dengan respirator selama kurang lebih 1-2 fasikulasi hilang. 10. Pasang spatel agar lidah tidak tergigit. 11. Pasien dilepaskan, tidak dipegang sama sekali.\ 12. Lakuakan ECT dengan monitor, biarkan sampai kejang pada lengan berhenti setelah kejang berhenti tensimeter diturunkan lagi tapi tidak dilepaskan. 13. Beri nafas buatan kembali sampai pasien dapat bernafas sendiri secara adekuat. Ini dapat dilihat melalui gerakan otot perutnya selama kurang 4-5 menit. Tekanan pada pompa respirator tidak boleh terlalu cepat atau lambat, frekuensi antara 12-20 kali permenit. 14. Setelah pasien sadar, tensimeter,elektroda dan INT dapat dilepas.

TAHAP EVALUASI Tahapan evaluasi merupakan tahapan akhir dari penatalaksanaan tindakan ECT, disini perawat berperan dalam pemberian asuhan kepearwatan pasca ECT baik secara konvensional dan pre-medikasi. Adapun asuhan keperawatan yang diberikan antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. Mengkaji tingkat kesadaran & mengontrol tanda-tanda vital Miringkan kepala pasien Catat dan laporkan efeksamping yang timbul. Kolaborasi dengan dokter Lakukan tindakan sesuai dengan perintah dokter

TAHAP PRE ECT 1. 2. Ada bukti tertulis yang merupakan advis dokter ditulis dalam status pasien. Mengisi blanko permintaan ECT yang ditanda tangani oleh dokter yang meminta dan ditilis nama jelas dekter tersebut. 3. 4. Meminta izin dari keluarga pasien dan disimpan dalam status. Periksa tanda-tanda vital pasien yang mencakup takanan darah, nadi, suhu, pernafasan, yang ditulis dalam balanko permintaan ECT. 5. Serahkan blanko permintaan ECT yang diisi lengkap kebagian elektro medis paling lambat satu hari sebelum ECT. 6. Kaji tingkat pengetahuan pasien maupun keluarga,terhadap prosedur, kegunaan, maupun efek terapi dari ECT. 7. 8. 9. 10. Kaji mekanisme koping yang digunakan oleh pasien maupun keluarga. Memberiksn pendidikan tentang ECT termasuk tindakan dan prosedur. Menjelaskan efek yang diharpkan. Puasakan pasien 4-6 jam sebelum ECT dilaksanakan.

TAHAP PELAKSANAAN 1. 2. 3. Menganjurkan pasien untuk menggunakan baju yang bersih dan longgar . Sebelum ECT rambut dan kulit kepala dibersihkan. Sebelum dibawa keruang ECT diperiksa kembaki tanda-tanda vital pasien

(tensi, nadi, suhu, pernafasan). 4. 5. 6. 7. Pemeriksaan gigi pasien, terutama yang pakai gigi palsu. Pemeriksaan mata, bagi yang menggunakan kontak lens agar dilepas. Vesica urinaria dan rectum pasien dikosongkan. Perhatikan obat-obatan yang digunakan pasien, terutama obat yang dapat menghambat, memperlambat maupun memperrpanjang ambang kejang.

BAB III KESIMPULAN Sesuai dengan SOP, perawat dalam tindakan Ect berperan penatalaksanaan pasien sebelum, selama, dan sesudah dilakukannya terapi, mulai dari inform consent,pemeriksaan fisik, pelaksanaan tindakan, sampai observasi keadaan umum pasien setelah dilakukannya terapi. Diharapkan pengetahuan yang baik dan sikap yang positif dari perawat agar pelaksanaan ECT lebih efektif dan sesuai dengan standar operasional prosedur yang sudah ditetapkan. Sehingga menjadikan terapi ini bermanfaat untuk kemajuan kondisi kesehatan jiwa pasien.

Anda mungkin juga menyukai