Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DM JUVENILE

Tugas Kelompok Mata Kuliah: Keperawatan Anak


Dosen Pengampu: Ns. Ari Setyowati, S.Kep

Disusun Oleh kelompok 9:


1. Khuswatun Chasanah (2018200007)
2. Wanti (2018200010)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNSIQ
JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang kita kenal sebagai penyakit kencing manis
adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun
relative. DM merupakan salah satu penyakit degenerative dengan sifat kronis yang
jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, prevalensi DM di
Jakarta baru sebesar ,7%; pada tahun 1993 prevalensinya meningkat menjadi 5,7% dan
pada tahun 2001 melonjak menjadi 12,8%.
Penyakit kencing manis telah dikenal ribuan tahun sebelum masehi. Dalam manuskrip
yang ditulis George Ebers di Mesir sekitar tahun 1550 sM- kemudian dikenal sebagai
Papirus Ebers, mengungkapkan beberapa pengobatan terhadap suatu penyakit dengan
gejala sering kencing yang memberi kesan diabetes. Demikian pula dalam buku India
Aryuveda 600 sM penyakit ini telah dikenal. Dikatakan bahwa penyakit ini dapat bersifat
ganas dan berakhir dengan kematian penderita dalam waktu singkat. Dua ribu tahun yang
lalu Aretaeus sudah memberikan adanya suatu penyakit yang ditandai dengan  kencing
yang banyak dan dianggapnya sebagai penyakit yang penuh rahasia dan menamai
penyakit itu diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan
cairan dari satu tempat ke tempat lain. Ia berpendapat bahwa penyakit itu demikian
ganas, sehingga penderita seolah-olah dihancurkan dan dibuang melalui air seni.
Cendekiawan Cina dan India pada abad 3 s/d 6 juga menemukan penyakit ini, dan
mengatakan bahwa urin pasien-pasien itu rasanya manis. Willis pada tahun 1674
melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Sejak itu penyakit itu ditambah
dengan kata mellitus yang artinya madu. Ibnu Sina pertama kali melukiskan gangrene
diabetic pada tahun 1000. Pada tahun Von Mehring dan Minkowski mendapatkan gejala
diabetes pada anjing yang diambil pancreasnya. Akhirnya pada tahun 1921 dunia
dikejutkan dengan penemuan insulin oleh seorang ahli bedah muda Frederick Grant
Banting dan asistennya yang masih mahasiswa Charles Herbert Best di Toronto. Tahun
1954-1956 ditemukan tablet jenis sulfonylurea generasi pertama yang dapat
meningkatkan produksi insulin. Sejak itu banyak ditemukan obat seperti sulfonylurea
generasi kedua dan ketiga serta golongan lain seperti biguanid dan penghambat
glukosidase alfa.
DM Dikategorikan kedalam beberapa tipe. Salah satunya yang kita bahas yaitu tipe 1 atau
dm juvenile. Penyebab terjadinya DM tipe 1 ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
faktor genetik, faktor imunologi, dan faktor lingkungan. Menurut penyebabnya DM tipe
satu ini diklasifikasikan kedalam dua golongan lagi, yaitu tipe 1A, dan tipe 1B. Pada
golongan tipe 1A kerusakan pankreas sebagian besar dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan, HLA-DR4 diketahui mempunyai hubungan erat dengan hal tersebut.
Sedangkan pada tipe 1B sangat berhubungan dengan keadaan autoimun primer yang juga
ditunjukan oleh sekelompok penderita dengan manifestasi autoimun lainnya, seperti
hashimoto disease, graves disease, myasthenia gravis, dan pernicious anemia. Hal
tersebut berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia 30 – 50 tahun.
Diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi terkadang juga terjadi pada
orang dewasa, khususnya orang yang non obesitas, dan mereka yang berusia lanjut ketika
hiperglikemia tampak untuk pertama kali. Keadaan tersebut merupakan gangguan
katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi,
glukagon plasma meningkatn sehingga mengakibatkan sel-sel B pankreas gagal
merespon semua stimulus insulinogenik. Karena hal itulah diperlukannya pemberian
insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, menurunkan hiperglukagonemia,
mencegah ketosis dan peningkatan kadar glukosa darah.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak. Diharapkan setelah membaca
makalah ini mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam mengenai asuhan keperawatan
pada klien anak dengan penyakit DM Juvenile.
2. Tujuan khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat:
a. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari penyakit DM Juvenile.
b. Mengetahui definisi dari penyakit DM Juvenile.
c. Mengetahui penyebab serta tanda dan gejala dari penyakit DM Juvenile.
d. Mengetahui penatalaksanaan dari penyakit DM Juvenile.
e. Mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit DM Juvenile.
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Anatomi Fisiologi
Pancreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terletak kurang lebih 200.000-1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau Langerhans
jumlah sel beta normal pada manusia antara 60%-80% dari populasi sel pulau
Langerhans. Pancreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini merupakan
kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan
eksokrin menghasilkan enzim-enzim pancreas seperti amylase, peptidase dan lipase.
Sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormone-hormon seperti insulin, glucagon
dan somatostatin. (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015)
Pulau Langerhans mempunyai empat macam sel yaitu:
1. Sel alfa: sekresi glucagon
2. Sel beta: sekresi insulin
3. Sel delta: sekresi somatostatin
4. Sel pankreatik.
Hubungan yang erat antara sel-sel yang ada pada pulau Langerhans
menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon yang lain.
Terdapat hubungan umpan balik negative langsung antara konsentrasi gula darah dan
kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek gula
darah pada sel beta. Kadar gula darah akan dipertahankan pada nilai normal oleh
peran antagonis hormon insulin dan glucagon, akan tetapi hormon somatostatin
mengahambat sekresi keduanya.
1. Insulin
Insulin (bahasa latin insula “pulau”, karena diproduksi di pulau-pulau Langerhans
pada pancreas) adalah hormon yang terdiri dari dua rantai polipeptida yang
mengatur metabolisme karbohidrat. Dua rantai dihubungkan oleh ikatan disulfide
pada posisi 7 dan 20 di rantai A dan posisi 7 dan 19 di posisi B.
2. Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin
Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan respon tubuh
berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar insulin disekresi oleh
pancreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke sebagian besar sel akan meningkat
sampai 10 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya
sekresi insulin. Sebaliknya jumlah glukosa yang dapat terdifusi ke sebagian besar
sel tubuh tanpa adanya insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah
glukosa yang dibutuhkan untuk metabolisme energy pada keadaan normal, dengan
pengecualian di sel hati dan sel otak. (Guyton & Hall, 2012)
Pada kadar normal glukosa darah puasa sebesar 80-90 mg/100ml, kecepatan
sekresi insulin akan sangat minimum yakni 25mg/menit/kgBB. Namun ketika
glukosa darah tiba-tiba meningkat 2-3 kali dari kadar normal maka sekresi insulin
akan meningkat yang berlangsung melalui 2 tahap:
a. Ketika kadar glukosa darah meningkat maka dalam waktu 3-5 menit kadar
insulin plasma akan meningkat 10 kali lipat karena sekresi insulin yang sudah
terbentuk lebih dulu oleh sel-sel beta pulau Langerhans. Namun, pada menit
ke 5-10 kecepatan sekresi insulin mulai menurun sampai kira-kira setengan
dari nilai normalnya.
b. Kira-kira 15 menit kemudian sekresi insulin mulai meningkat kembali untuk
kedua kalinya yang disebabkan adanya tambahan pelepasan insulin yang
sudah lebih dulu terbentuk oleh adanya aktivasi beberapa system enzim yang
mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel beta.

B. Definisi
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan
sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-
duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2010).
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan” atau
“mengalihkan”. Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu.
Penyakit Diabetes Mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urin yang
banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes Mellitus adalah penyakit hiperglikemia
yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas
sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup
pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan
perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku,
dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah
satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia
antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian Diabetes Mellitus(DM) yang
lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing manis.
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.Oleh karena itu,
onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam
kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2
tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di Indonesia. Data ini
diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter
anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus,
data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus Anak dan Remaja (IKADAR),
penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga kerjasama dengan perawat edukator
National University Hospital Singapura untuk memperoleh data penyandang Diabetes
Mellitus anak Indonesia yang menjalani pengobatannya di Singapura.
Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di
seluruhwilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita
Diabetes Mellitus usia anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak
731 anak. Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)
melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes Mellitus cenderung naik dalam beberapa
tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40%
dibandingkan tahun 2009. 32 anak diantaranya terkena Diabetes Mellitus tipe 2.
(Pulungan, 2010) Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan
di Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak
terkena Diabetes Mellitus.
Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal penting yang harus dilakukan
untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat mengakibatkan
kematian.Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis
oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada
gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma.
Dengan deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang
Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian.
DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas. Kerusakan
yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik. Pada DM tipe 1
sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat resistensi
insulin. Pada DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan meningkat.
DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas,
hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme.

C. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe1. Namun
yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko
perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.

1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor Lingkungan
Factor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang dapat menimbulkan destruksi sel beta pancreas.

D. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu: Periode pra-diabetes, Periode manifestasi klinis
diabetes, Periode honey-moon, Periode ketergantungan insulin yang menetap.

1. Periode pra-diabetes

Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses
destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-
pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun. Pada periode ini autoantibodi
mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.

2. Periode manifestasi klinis

Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah terjadi sekitar
90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula
darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan
menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan
dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat
di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan
semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah
di-uptake kedalam sel.

3. Periode honey-moon

Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisasisa sel β-
pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri.
Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5
U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam
hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode
ini bukanlah fase remisi yang menetap.

4. Periode ketergantungan insulin yang menetap

Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita
akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
E. Pathway

Gambar Pathway Diabetes Mellitus


Sumber: https://images.app.goo.gl/ujiFwHFBytmt1Tx86
F. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala yang sering menjadi pitfall dalam diagnosis DM tipe 1 pada anak di
antaranya adalah:
1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih atau terlalu
banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah adanya enuresis
(mengompol) setelah sebelumnya anak tidak pernah enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik: kemungkinan diagnosis adalah asupan nutrisi yang
kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini disebabkan karena masih tingginya
kejadian malnutrisi di negara kita. Sering pula dianggap sebagai salah satu gejala
tuberkulosis pada anak.
3. Sesak nafas: kemungkinan diagnosisya adalah bronkopnemonia. Apabila disertai gejala
lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria. Padahal gejala sesak nafasnya apabila
diamati pola nafasnya adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda
dengan tipe nafas pada bronkopnemonia. Nafas Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis.
4. Nyeri perut: seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada penderita DM tipe
1, nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.
5. Tidak sadar: keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan diagnosis seperti
malaria serebral, meningitis, ensefalitis, ataupun cedera kepala (Brink SJ, dkk. 2010).

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda.

1. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL


2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.
5. Elektrolit : Natrium mungkin normal, meningkat, atau menurun. Kalium normal atau
peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. Fosfor lebih sering
menurun.
6. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan
karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru).
7. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi
;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
9. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
10. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
11. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal
sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody.
12. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
14. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka. Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya
gejala. Bila dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah
abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala,
maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang
berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
a. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl.
b. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl
c. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.

H. Penatalaksanaan
Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi:
1. Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian,
dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan
asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek
(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran. Dosis anak bervariasi berkisar
antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi
yang dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
2. Pengaturan makan/diet
Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat
juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
(usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari. Komposisi sumber kalori per hari
sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan
bertambahnya umur), dan 30-35% lemak. Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali
makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai berikut :
20% berupa makan pagi, 10% berupa makanan kecil, 25% berupa makan siang, 10%
berupa makanan kecil, 25% berupa makan malam, 10% berupa makanan kecil. Dari sisi
makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi
karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya,
kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu
manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
3. Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density
lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula
memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.
4. Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang memproduksi
glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes minum minuman
beralkohol pada saat lambung kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan
meningkat. Konsumsi alcohol yang berlebihan dapat menggganggu kemampuan
seseorang untuk mengidentifikasi serta mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat
dan mengikuti rencana makan yang sudah diresepkan untuk mencegah hipoglikemia.
5. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit
yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance
Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang,
dan bersepeda.
6. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi
kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat
hipoglikemik. Sulfoniurea (berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa). Biguanid (menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak
sampai di bawah normal). Dianjurkan untuk pasien gemuk. Inhibitor α glukosidase
(bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial). Insulin sentizing
agent (berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia).
Edukasi (kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan
komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat). Pemantauan
mandiri/home monitoring (pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan
kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah). Hal ini sangat diperlukan karena sangat
menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara
langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).

I. Komplikasi
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
komplikasi akut dan komplikasi menahun.
1. Komplikasi Metabolik Akut Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan
oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton
dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis
metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan
hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok
yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal.
2. Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia
jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa
atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan terapi insulin, akibat latihan
fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat
penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi,
gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor,
pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan
glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh,
sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
3. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki
tahun ke 5)
Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai
pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik),
otot-otot dan kulit.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian biodata pasien dan penanggungjawab.
2. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistematik, antara lain:
a. Airway : lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), benda asing/darah pada
rongga mulut.
b. Breathing : ekspos dada, evaluasi pernafasan.
c. Oxygenation : kanula, tube, mask.
d. Circulation : tanda dan gejala shock dan resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
e. Disability : pemeriksaan neurologis dan GCS.
3. Pemeriksaan Sekunder
a. Pemeriksaan seluruh tubuh : head to toe.
b. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Toleransi Glukosa (TTG). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa, normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya
aterosklerosis.
5. Anamnesa
a. Keluhan utama : cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas
pasien mungkin berbau aseton, pernafasan kussmaul, poliuri, polidipsi, kelemahan.
b. Riwayat kesehatan sekarang : berisi tentang kapan terjadinya penyakit, penyebab
terjadinya penyakit, serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita atau keluarga
untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu : adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit
lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga : riwayat atau adanya factor risiko, riwayat keluarga
tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak
lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretic tiasid, kontrasepsi
oral).
e. Riwayat Imunisasi : imunisasi apa saja yang sudah didapat.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus : polyuria, polydipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, dan
kram otot.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan DM tipe 1 antara lain:
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. asupan diet kurang d.d.
penurunan berat badan.
2. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik d.d ekspresi nyeri wajah.
3. Intoleran aktivitas b.d. fisik tidak bugar d.d. keletihan.
4. Kerusakan integritas kulit b.d. nutrisi tidak adekuat d.d. kemerahan.

C. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi (1100)


nutrisi: kurang dari keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor kalori dan asupan
kebutuhan tubuh diharapkan status nutrisi bayi makanan.
b.d. asupan diet (1020) meningkat dari 2 (sedikit 2. Tentukan status gizi pasien.
kurang adekuat) menjadi 4 (sebagian 3. Tentukan jumlah kalori dan
besar adekuat) dengan kriteria jenis nutrisi yang dibutuhkan.
hasil: 4. Pastikan makanan disajikan
1. Intake nutrisi dengan cara yang menarik.
2. Pertumbuhan 5. Anjurkan keluarga untuk
3. Glukosa darah membawakan makanan favorit
pasien sementara.
Ket:
6. Kolaborasi pemberian obat.
1= tidak adekuat

2= sedikit adekuat

3= cukup adekuat

4= sebagian besar adekuat

5= sepenuhnya adekuat.

2. Nyeri akut b.d. agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (1400)
cedera fisik keperawatan selama 3x24 jam 1. Observasi adanya petunjuk
diharapkan tingkat nyeri nonverbal mengenai
(2102) pasien menurun dari 2 ketidaknyamanan.
(cukup berat) menjadi 4 2. Gunakan komunikasi
(ringan), dengan kriteria hasil: terapeutik.
1. Mengerang dan menangis 3. Gunakan metode penilaian yang
2. Ekspresi nyeri wajah sesuai dengan tahapan
3. Tidak bisa beristirahat. perkembangan.
4. Ajarkan teknik distraksi.
Ket:
5. Bantu keluarga menyediakan
1= berat dukungan.
6. Kolaborasi pemberian
2= cukup berat
analgesic.
3= sedang

4= ringan

5= tidak ada.

3. Intoleran aktivitas Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi (0180):


b.d. fisik tidak bugar keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji status fisiologis pasien.
diharapkan toleransi terhadap 2. Monitor respon oksigen pasien.
aktifitas (0005) pasien 3. Kurangi ketidaknyamanan fisik
meningkat dari 2 (banyak yang dialami pasien.
terganggu) menjadi 4 (sedikit 4. Lakukan ROM aktif dan ROM
terganggu), dengan kriteria pasif.
hasil: 5. Anjurkan tidur siang bila
1. Temuan/hasil EKG diperlukan.
2. Warna kulit 6. Ajarkan keluarga pasien untuk
3. Kekuatan tubuh bagian atas mengelola kegiatan pasien
4. Kekuatan tubuh bagian supaya tidak menimbulkan
bawah. kelelahan.
7. Konsulkan dengan ahli gizi
Ket:
mengenai cara meningkatkan
1= sangat terganggu asupan energy dari makanan.

2= banyak terganggu

3= cukup terganggu

4= sedikit terganggu

5= tidak terganggu.

4. Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka (3660):


kulit b.d. nutrisi keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor karakteristik luka.
tidak adekuat diharapkan integritas jaringan: 2. Ukur luas luka.
kulit dan membrane mukosa 3. Periksa karakteristik luka.
(1101) pasien membaik dari 2 4. Lakukan perawatan dengan
(banyak terganggu) menjadi 4 tepat.
(sedikit terganggu), dengan 5. Rujuk pada ahli diet dengan
kriteria hasil: tepat.
1. Suhu kulit
2. Elastisitas
3. Ketebalan
4. Perfusi jaringan.

Ket:

1= sangat terganggu

2= banyak terganggu

3= cukup terganggu

4= sedikit terganggu

5= tidak terganggu.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Diabetes mellitus tipe 1 (Juvenile) dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM,

diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin

pada pulau-pulau langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini

dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi

autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat

dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami
pengertian dan asuhan keperawatan Diabetes mellitus tipe 1 (Juvenile) dan dapat mencegah
terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai perawat
mampu bertindak sesuai dengan asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
https://images.app.goo.gl/ujiFwHFBytmt1Tx86

Kamitsuru, S dan T.H. Herdman. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan 2018-2020.


Jakarta: EGC

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurafif. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1.
Jogjakarta: Mediaction

Nurjannah, Intansari dan Roxsana Devi Tumanggor. 2013. Nursing Intervention


Classification (NIC). Indonesia: Elsevier

Nurjannah, Intansari dan Roxsana Devi Tumanggor. 2013. Nursing Outcomes


Classification (NOC). Indonesia: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai