Anda di halaman 1dari 13

       Definisi

Diabetes  Melitus Tipe-1 merupakan kelainan sistematik akibat gangguan metabolisme


glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel-β
pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang atau
berhenti.

Diabetes mellitus tipe 1 (Diabetes Juvenile), dahulu disebut insulin-dependent


diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel-β penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe
ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Dalam kondisi normal, sistem kekebalan tubuh akan menyerang dan membentengi tubuh
dari bakteri dan substansi-substansi atau virus yang menyusup ke dalam tubuh. Namun pada
diabetes tipe 1, tanpa alasan yang pasti, sistem imun menyerang pankreas serta menghancurkan sel
beta dan menyebabkan terhambatnya produksi hormon insulin.

Penderita diabetes tipe-1 hanya memproduksi insulin dalam jumlah yang sangat sedikit atau
bahkan tidak sama sekali. Akibatnya glukosa dalam darah semakin meningkat (hiperglikemia) dan
sel-sel tubuh tidak mendapatkan asupan energi yang cukup. Kondisi tersebut dapat menyebabkan :

a.                Dehidrasi

Tingginya kadar gula dalam darah akan meningkatkan frekuensi urinasi (buang air kecil)
sebagai reaksi untuk mengurangi kadar gula. Saat gula darah keluar bersama urine, tubuh juga akan
kehilangan banyak air, sehingga mengakibatkan dehidrasi.

b.      Kehilangan berat badan

Gula dalam darah (glukosa) merupakan sumber energi bagi tubuh. Glukosa yang terbuang
bersama urin juga mengandung banyak nutrisi dan kalori yang diperlukan tubuh manusia. Oleh
karena itu penderita diabetes tipe 1 juga akan kehilangan berat badannya secara drastis.

c.                Kerusakan tubuh

Tingginya level gula dalam darah akan menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Kondisi
ini juga akan merusak pembuluh darah kecil pada mata, ginjal dan jantung. Penderita diabetes
beresiko tinggi mengalami serangan jantung dan stroke.

Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita


diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya.
Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita
diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu
oleh adanya infeksi pada tubuh.

2        Epidemiologi

Insidens DM tipe-1 sangat bervariasi baik antar negara maupun didalam suatu negara.
Insidens tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000 dan insidens yang rendah di Jepang yaitu
2,4/100.000 dan di Cina 0,1/100.000 untuk usia kurang 15 tahun. Insidens DM tipe-1 lebih tinggi
pada ras kaukasia dibandingkan ras-ras lainnya.

Berdasarkan data dari rumah sakit terdapat 2 puncak insidens DM tipe-1 pada anak yaitu
usia 5-6 tahun dan 11 tahun.

3        Etiologi

Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1. Namun yang
pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko perkembangan
diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.

a.                Faktor Genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).  HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

b.      Faktor-faktor Imunologi

Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.

c.   Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel
beta.

4        Klasifikasi

Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :


Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.

a.       Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya
kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan fenomena
ini.

b.      Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga sering
menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease, Graves disease, pernicious
anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul
pada usia sekitar 30 - 50 tahun.

5        Patofisiologi

Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang
dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon
autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga
mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit
gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang
mendasari yang berhubungan dengan  replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan
predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus
diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-
gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien
sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang
dikenal dengan istilah autoregresi.

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya
ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat
atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama
sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan
glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis
(pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan
proses pembuatan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan counterregulatory
hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan pengambilan protein,
trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Seharusnya terjadi lipogenesis
namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk
dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180
mg/dL  ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa
menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan
hilangnya elektrolit lewat urin, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus
dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien
merasa lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia).

Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi
pada orang dewasa, khususnya yang  non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika
hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang
disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan
sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan
pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Tandra,2007).

6       Manifestasi Klinis

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak
ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf.

Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang  sering
ditemukan :

a)            Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik
cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

b)            Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri,
sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

c)            Polifagia (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap
saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

d)            Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus
merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh
termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak
makan akan tetap kurus.

e)            Mata kabur


Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.

f)                Ketoasidosis.

Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai


atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik.

7        Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

1.      Pemeriksaan Fisik

a.       Inspeksi                          :           pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak banyak


makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat penutunan lapang pandang,
klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot.

b.      Palpasi               :           denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan terjadi


hipertensi.

c.       Auskultasi           :           adanya peningkatan tekanan darah

2.      Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda. 

a.       Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dL

b.      Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

c.       Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat

d.      Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

e.       Elektrolit :

                                    i.          Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun

                                  ii.          Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.

                                iii.          Fosfor : lebih sering menurun

f.       Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control
DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat
untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan
insiden ( mis, ISK baru)

g.      Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

h.      Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan


respon terhadap stress atau infeksi.

i.        Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)

j.        Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA.

k.      Insulin darah : mungkin menurun / atau bahkan sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai
tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya
(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody.
( autoantibody)

l.        Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah
dan kebutuhan akan insulin.

m.    Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.

n.      Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan
infeksi pada luka.

8        Penatalaksanaan

Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1   meliputi:

1.      Pemberian insulin

Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan
cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama
kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan
campuran.

Penatalaksanaan Terapi Insulin.

                            a.      pemberian /penyuntikan hormone insulin

                           b.      Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan  hormone Cara insulin.

                            c.      Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll


Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini
terutama untuk :

1)   Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.

2)   Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.

Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan
olahraga secara teratur.

Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :

a.       Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari

b.      Kadar glukosa darah sering tidak teratur

c.       Ingin mengurangi resiko hipoglikemi

d.      Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan

e.       Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :

1.      Insulin Kerja Cepat (Short-acting Insulin)

2.      Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)

3.      Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)

4.      Mixed Insulin

5.      Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)

6.      Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Cara Pemberian Insulin

Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa
diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa
suntikan di bawah kulit (subcutan/SC), suntikan ke dalam otot (intramuscular/IM), atau suntukan ke
dalam pembuluh vena (intravena/IV). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa
(insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).

Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit
pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada
saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh,
diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja
mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap
hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya
disimpan dalam lemari es pada suhu 4-8 0C.

2.      Pengaturan makan/diet

                        a.          Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari

                        b.          Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein
(semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.

                        c.          Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai
berikut :

a)         20% berupa makan pagi.

b)         10% berupa makanan kecil.

c)         25% berupa makan siang.

d)        10% berupa makanan kecil.

e)         25% berupa makan malam.

f)          10% berupa makanan kecil.

Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi
karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel,
tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas,
rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.

Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar
Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68%
karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan
diet A yang terdiri atas 40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein. Diet B selain
mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan
penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel
beta pankreas.

Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density
lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula
memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.

Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel dalam
traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan
yang melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan
tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat.

Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung
muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar,
seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan
kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah)
serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat
menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.

Alkohol

Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang memproduksi glukosa
(glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes minum minuman beralkohol pada saat
lambung kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan meningkat. Konsumsi alcohol
yang berlebihan  dapat menggganggu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi serta
mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana makan yang sudah diresepkan
untuk mencegah hipoglikemian.

3.      Olahraga

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang
sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang
dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.

4.      Obat hipoglikemik oral (OHO)

Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi
kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.

a.       Sulfoniurea

Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi
insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b.      Biguanid

Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien
gemuk.

c.       Inhibitor α glukosidase

Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga menurunkan penyerapan


glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.

d.      Insulin sentizing agent

Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.

5.      Edukasi

Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya,


memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.

6.      Pemantauan mandiri/home monitoring

Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan
penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian
normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung
(urin).

9   Komplikasi

Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu


komplikasi akut dan komplikasi menahun.

                   a.      Komplikasi Metabolik Akut

1)   Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)

Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat,
penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai
penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan
ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik
dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang
akhirnya klien dapat koma dan meninggal.

2)                          Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa
darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan
penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa
suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai
oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang,
tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan
glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang
tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.

    b.          Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5)

1)                          Mikroangiopaty

Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik),
glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf
perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma
(pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan
jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa
protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita
insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol
(glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa
mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa
dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang
syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.

2)                          Makroangiopaty

Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai
jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :

a.       Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.

b.      Hiperlipoproteinemia

c.       Kelainan pembekun darah

Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai
arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai
Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria,
dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.
            Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk
menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.

10    Prognosis

DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur hidup. DM tipe
1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin
dengan mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik
adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal,
tanpa menyebabkan hipoglikemia.

   Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal
lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh
karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.

Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik
akan memberikan prognosis baik.
DAFTAR PUSTAKA

Anik A, Catli G, Abaci A, et al, Maturity-onset diabetes of the young (MODY): an update, J.pediatr
Endocrinol Metab, 2015, 28 ; 34WHO, Diabtes mellitus, Media Centre, 2017,
http://www.who.int/mediacentre/

factsheets/fs312/en/

Chiang JL, Kirkman MS, Laffel LMB, et al, Type 1 Diabetes Through the Life Span: A Position

Statement of the American Diabetes Association, 2014, http://


care.diabetesjournals.org/content/37/7/2034

Davis AS, Dubose SN, Haller MJ, Prevalence of Detectable C-Peptide According to Age at Diagnosis
and Duration of Type 1 Diabetes, 2012; http://care.diabetesjournals.org/ content/38/3/476

Gardner DSL, Tai ES, Clinical features and treatment of maturity onset diabetes of the young
(MODY), Diabetes Metab Syndr Obes. 2012; 5: 101–108

Imagawa A, Hanafusa T, Miyagawa JI, Matsuzawa Y. A Novel subtype of type 1 diabetes mellitus
characterized by a rapid onset and an absence of diabetes-related antibodies. N Engl J Med,
2000;342(5):301-7

Khan SA. Guidelines-What’s New. Classiûcation and Diagnosis of Diabetes. ADA

2017;39(Suppl.1):S13–S22

Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba CB. The pathogenesis and pathophysiology of
type 1 and type 2 diabetes mellitus. Akademic Journal 2013; 4(4): 46-57

Powers CA. Diabetes Mellitus in Horrison’s Principles Of Internal Medicine. Chapter 344;1;18ed.
Available from http:// access med icine. mhmed ical .com / content.aspx?
bookid=331&sectionid=40727149 (Cited on Jan1st 2017)

Tengguna L. Diabetes MonogenikpadaAnak. CDK248/vol.44 no1, 2017

Anda mungkin juga menyukai