Anda di halaman 1dari 52

KASUS KELOLAAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN

MASALAH UTAMA NYERI AKUT

DI RS DHIA TANGERANG

SELATAN

Dosen : Ns. Milla Eveliati Saputri, S.Kep., M.KM


Ns.Tommy J.F Wowor, S.Kep., MM

DISUSUN OLEH :

AHMAD FAHRUROZI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA
LAPORAN PENDAHULUAN

MASALAH KEBUTUHAN DASAR MANUSIA: NYERI

1. Konsep Nyeri

a. Pengertian

Nyeri merupakan suatu hal yang bersifat subjektif dan tidak ada dua orang

yang mengalami kesamaan rasa nyeri dan tidak ada dua kejadian menyakitkan yang

mengakibatkan respons atau perasaan yang sama pada individu (Potter & Perry,

2014). Nyeri merupakan pengalaman personal secara subjektif dan tidak ada dua

individu merasakan nyeri dengan pola yang sama atau identik (Black & Hawks,

2014). Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan dan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau

berpotensi terjadi (Price & Wilson, 2016).

b. Pola Nyeri

Menurut Black & Hawks (2014) nyeri memiliki 2 pola dasar yang

membedakannya, yaitu:

1) Nyeri akut

Nyeri akut disebabkan oleh aktivasi nosiceptor. Nyeri akut berlangsung

dalam waktu yang singkat yaitu kurang dari 6 bulan dan memiliki onset yang

tiba-tiba. Nyeri ini memiliki durasi waktu yang terbatas dan dapat diperkirakan,

seperti nyeri pasca operasi yang biasanya menghilang ketika luka sembuh.
Individu yang merasakan nyeri akut menjelaskan rasa nyeri menggunakan kata-

kata seperti 1) Tajam, 2) Tertusuk, 3) Tertembak.

Menurut Black & Hawks (2014) nyeri akut dapat disertasi dengan

respon fisik yang dapat diobservasi yaitu :

a. Peningkatan atau penurunan tekanan darah

b. Takikardia

c. Diaphoresis

d. Takipnea

e. Melindungi bagian tubuh yang dirasakan nyeri

2) Nyeri kronis

Nyeri kronis berlangsung dalam waktu yang lama yaitu 6 bulan atau

lebih. Nyeri ini dapat dimulai dari nyeri akut maupun nyeri yang penyebabnya

tidak diketahui kapan nyeri tersebut pertama kali dirasakan. Individu dengan

nyeri kronis mungkin mengalami nyeri lokal atau menyebar serta terasa sakit

saat disentuh, beberapa terasa nyeri di titik yang dapat diprediksi, namun hanya

disertai sedikit temuan fisik.

Menurut Black & Hawks (2014) nyeri kronis dapat disertai dengan

respon tingkah laku yang dapat diobservasi yaitu:

a. Mengeluh perasaan kelemahan

b. Gangguan tidur

c. Keterbatasan fungsi

d. Menunjukan suasana hati yang depresif

e. Memperlihatkan perilaku individu dengan penyekit kronis


c. Sumber nyeri

Menurut Black & Hawks (2014) nyeri memiliki sumber atau awal nyeri.

Sumber-sumber nyeri dijelaskan sebagai berikut:

1) Nyeri kutaneus

Sumber nyeri sirkumsisi adalah nyeri kutaneus yaitu dikarakteristikan

sebagai nyeri yang tiba-tiba dengan kualitas yang tajam, menyengat atau nyeri

yang berlangsung perlahan dengan kualitas seperti sensasi terbakar. Reseptor

nyeri kutaneus berakhir dibawah kulit, karena tingginya konsentrasi ujung saraf

tersebut memudahkan dalam mendeskripsikan nyeri, lokal dan berlangsung

dalam waktu yang singkat (Black & Hawks, 2014).

2) Nyeri somatic

Nyeri somatic berasal dari ligament, tendon, tulang, pembuluh darah dan

saraf. Nyeri ini dideteksi oleh nosiseptor somatic. Nyeri ini terasa tumpul, sulit

di lokalisasi, dapat menyebabkan mual dan dihubungkan dengan produsi

keringat serta perubahan tekanan darah (Black & Hawks, 2014).

3) Nyeri visceral

Nyeri visceral berasal dari visera tubuh atau organ. Nosiseptor visera

terletak dibagian tubuh dan celah bagian dalam. Terbatasnya jumlah nosiseptor

di area ini menyebabkan nyeri yang dirasakan individu lebih menyakitkan dan

berlangsung lama dibandingkan nyeri somatic. Nyeri visceral sulit dilokalisasi

dan beberapa cedera pada jaringan visceral menyebabkan terjadinya nyeri

menjalar, meskipun sensasi nyeri bukan berada di lokasi cedera (Black &

Hawks, 2014).
4) Nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik disebabkan oleh kerusakan atau cedera pada serat saraf

di perifer atau kerusakan pada system saraf pusat (SSP). Hal tersebut tidak

menyebabkan aktivasi nosiseptor akibat cedera. Impuls kelistrikan mengenai

kondisi ini dihasilkan dilokasi cedera. Oleh kerana itu nyeri terasa kebas,

terbakar atau terasa tertusuk dan sengatan listrik (Black & Hawks, 2014).

d. Fisiologi Nyeri

Proses fisiologi nyeri menurut Price & Wilson (2016) meliputi beberapa

tahap, antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subyektif nyeri terdapat

empat proses yaitu:

1) Transduksi

Transduksi nyeri merupakan proses rangsangan yang mengganggu dan

menyebabkan depolarisasi nosiseptor kemudian memicu stimulus nyeri. Salah

satu kemungkinan mekanisme transduksi adalah pengaktifan nosiseptor oleh

zat-zat kimia penghasil nyeri yang dibebaskan di tempat cedera jaringan.

Berbagai zat kimia yang dibebaskan didaerah cedera meliputi ion kalium,

histamine, sel mast yang aktif (seperti stimulant nyeri yang kuat, bradikinin).

Atau oleh sel T yang telah tersensititasi dan makrofag aktif berbagai zat yang

disebut sitokin, termasuk toksin, faktor nekrosis tumor (TNF) (Price & Wilson,

2016).

Nosiseptor mengeluarkan zat-zat kimia yang meningkatkan kepekaan

terhadap nyeri, termasuk zat P. zat P merupakan suatu neuropeptide yang

menyebabkan vasodilatasi, peningkatan aliran darah, edema disertasi


pembebasan lebih lanjut bradikinin, pembebasan serotonin dari trombosit, dan

pengeluaran histamine dari sel mast. aktifitas nosiseptor menimbulkan efek

melalui serangkaian proses kompleks, termasuk pemajangan nyeri setelah

stimulus berhenti serta penyebaran bertahap hiperalgesia dan nyeri tekan (Price

& Wilson, 2016).

2) Transmisi

Transmisi nyeri merupakan proses penyaluran impuls dari tempat

transduksi ke terminal medulla spinalis melalui saraf perifer. Impuls nyeri di

transmisikan oleh saraf afferent (A-δ dan C). Kornu dorsalis medulla spinalis

merupakan daerah menerima, menyalurkan dan memproses impuls nyeri.

Impuls akan bersinaps di substansia gelatinosa (lamina II dan lamina III) yang

kemudian impuls tersebut dikirim ke neuron-neuron yang menyalurkan

informasi ke sisi berlawanan medulla spinalis di komisura anterior dan

kemudian menyatu di traktus spinotalamikus anterolateralis yang naik ke

thalamus dan struktur otak lainya (Price & Wilson, 2016).

Impuls yang naik melewati traktus neospinotalamikus (A-δ) diteruskan

langsung ke thalamus tanpa melewati formation retikularis membawa impuls

fast pain atau akut. Di bagian thalamus dan korteks serebri inilah individu

merasakan nyeri akut meliputi lokasi, sifat dan intensitas nyeri (Price & Wilson,

2016).

Impuls yang naik melewati traktus paleospinotalamikus (C) pada bagian

tengah medulla spinalis. Impuls ini memasuki formation retikularis membawa

impuls lambat-kronik. Karena impuls yang disalurkan lebih lambat daripada


trakus neospinotalamikus maka nyeri yang ditimbulkan berkaitan dengan rasa

panas, pegal dan sensasi yang lokalisasinya samar. System ini mempengaruhi

ekspresi nyeri dalam hal toleransi, perilaku dan respon otonom simpatis (Price

& Wilson, 2016).

3) Modulasi

Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur desenden

serat eferen yang berjalan dari korteks serebrum turun ke medua spinalis.

Modulasi dapat menghambat atau memodifikasi rangsangan nyeri di tingkat

spinal yang datang dari mekanisme umpan balik yang melibatkan substansia

gelatinosa dan lapisan lain kornu dirsalis.

Modulasi juga melibatkan faktor kimiawi yang menimbulkan atau

meningkatkan aktivitas reseptor nyeri aferen primer. Zat-zat kimia

(neuroregulator) mempengaruhi masukan sensorik ke medulla spinalis.

Neuroregulator ini dikenal dengan neurotransmitter yaitu neurokimia yang

menghambat atau merangsang aktifitas dimembran pascasinaps. Zat P, suatu

neuropeptida yang merupakan neurotransmitter spesifik nyeri terdapat diantara

kornu dorsalis medulla spinalis. Neurotransmitter yang lain terlibat dalam

transmisi nyeri adalah asetilkolin, norepinefrin, epinefrin, dopamine dan

serotonin (Price & Wilson, 2016).

4) Presepsi nyeri

Rangsangan nyeri yang terjadi di korteks serebral otak kemudian

mengitepretasikan isyarat, memproses informasi berdasarkan pengalaman,


pengetahuan dan budaya serta pemahaman tentang nyeri (Price & Wilson,

2016).

e. Teori Nyeri

1) Teori kontrol gerbang (Gate control theory)

Serat A-α dan A-β dengan sensorik bermielin besar (L) maupun serat A-δ

dan C dengan sensorik bermielin kecil (S) membawa informasi mengenai nyeri

dari nosiseptor yang kemudian menyatu di kornu dorsalis medulla spinalis.

Impuls dari serat-serat tersebut di modifikasi oleh suatu mekanisme gerbang di

sel-sel substansia gelatinosa.

Mekanisme gerbang dipengaruhi oleh aktifitas diameter serat aferen.

Aktifitas serat berdiameter besar (A-α dan A-β) cenderung menghambat

transmisi nyeri (menutup gerbang). Karena aktifitas ini merangsang neuron-

neuron substansia gelatinosa inhibitorik sehingga input ke sel T berkurang dan

menjadikan nyeri terhambat. Begitu juga sebaliknya, aktifitas serat berdiameter

kecil (A-δ dan C) cenderung mempermudah transmisi nyeri (membuka

gerbang). Karena aktifitas ini menghambat neuron-neuron substansia

gelatinosa inhibitorik sehingga terjadi peningkatan transmisi dari eferen primer

ke sel T yang berakibat meningkatnya intensitas nyeri (Price & Wilson, 2016).

2) Teori Endorfin-Enkefalin

Reseptor Opiat dan opoid banyak terdapat di daerah PAG (substansia

grisea periakuaduktus), nucleus rafe medial dan kornu dorsalis medulla

spinalis terbukti dapat menghambat nyeri. Reseptor ini dapat diikat oleh obat

narkotik eksogen (morfin) dan antagonis narkotik (nalokson).


Terdapat tiga golongan utama peptide opoid endogen yang masing-

masing berasal dari precursor yang berlainan dan memiliki penyebaran yang

berbeda yaitu: (1) Golongan enkefalin terjadi rangsang listrik pada bagian lain

otak yang dapat menyebabkan analgesia. Enkefalin memiliki efek analgesik

yang lebih lemah daripada endorphin lain tetapi lebih poten dan bekerja lebih

lama daripada morfin. (2) Beta endorfin merupakan analgesic yang jauh lebih

poten dibandingkan enkefalin dan banyak ditemukan di hypothalamus, PAG

dan sedikit di medulla spinalis. (3) Dinorfrin adalah endorfin yang memiliki

efek analgesik paling kuat sekitar 50 kali lebih kuat dibandingkan beta-

endorfin.

Opiate endogen ini bekerja dengan mengikat reseptor opiate dengan

efek analgesik serupa yang ditimbulkan oleh opiate eksogen (morfin). Reseptor

opiate membentuk “sistem penekanan nyeri”. Tindakan-tindakan yang

merangsang pelepasan opoid endogen yaitu placebo, akupuntur dan TENS

(Price & Wilson, 2016).

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Menurut Black & Hawks (2014) Pengalaman nyeri pada seseorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :

1) Persepsi nyeri

Presepsi individu terhadap nyeri tidak bisa dibandingan dengan individu

lain yang sama mempresepsikan nyeri. Nyeri dipengaruhi oleh toleransi

individu terhadap nyeri. Untuk memahami toleransi individu harus

membedakan antara batas nyeri dan toleransi nyeri. Batas nyeri merupakan titik
terendah dari stimulus yang menyakitkan seperti inflamasi atau cedera di dekat

reseptor nyeri. Sedangkan toleransi nyeri merupakan intensitas atau durasi nyeri

yang dapat ditahan oleh individu.

Pengalaman masa lalu terhadap nyeri dapat mempengaruhi presepsi

individu terhadap nyeri dikemudian hari. Individu dengan pengalaman nyeri

dapat mengantisipasi kemungkinan nyeri yang akan datang (Black & Hawks,

2014).

2) Faktor Sosiobudaya

Ras, budaya dan etnik dapat mempengaruhi seluruh respon sensori

termasuk respon nyeri. Individu belajar tentang respon nyeri dan pengalaman

dari keluarga kelompok. Respon nyeri menunjukan moral budaya individu

dalam menghadapi nyeri dengan cara masing-masing.

Kelompok budaya mungkin memiliki kesulitan dalam

mengkomunikasikan perasaan mereka terhadap dokter dan perawat yang

memiliki perbedaan latar belakang sosial, budaya. Petugas kesehatan mungkin

juga memiliki kesulitan menerima pengalaman nyeri dari dari kelompok sosial

budaya yang tidak dikenal (Black & Hawks, 2014).

3) Usia

Usia berpengaruh terhadap presepsi dan pengalaman nyeri individu.

Perbedaaan usia mengindikasikan adanya perbedaan dalam presepsi nyeri yaitu

semakin bertambah usia individu maka semakin mentoleransi rasa nyeri yang

timbul begitu juga sebaliknya semakin muda usia individu semakin kecil

toleransi terhadap nyeri yang dirasakan (Niven cit Solehati & Kosasih, 2015).
Individu dewasa mungkin tidak melaporkan rasa nyeri yang dirasakan

karena takut bahwa hal tersebut mengindikasikan diagnosis yang buruk. Beda

halnya dengan Individu lansia berfikir bahwa nyeri merupakan suatu hal yang

harus dilalui dan merupakan suatu hal yang alami dari proses penuaan (Black &

Hawks, 2014).

4) Jenis kelamin

Pria lebih jarang melaporkan nyeri dibandingkan wania. Hal tersebut

tidak berarti bahwa pria tidak merasakan nyeri namun pria lebih jarang

memperlihatkan rasa nyeri (Black & Hawks, 2014).

Jenis kelamin merupakan faktor penting dalam merespons adanya nyeri.

Hasil studi dilaporkan bahwa pria kurang merasakan nyeri dibandingkan wanita

(Solehati 2015).

5) Arti nyeri

Setiap individu memiliki arti yang berbeda terhadap nyeri. Pengalaman

nyeri memiliki fungsi peringatan bahwa terdapat kerusakan yang terjadi.

Menurut Solehati & Kosasih (2015) arti nyeri meliputi: kerusakan, komplikasi,

penyakit baru, berulangnya penyakit, penyakit fatal, meningkatnya

ketidakmampuan dan kehilangan mobilitas.

Arti nyeri dapat berpengaruh terhadap presepsi nyeri oleh individu.

Individu yang mengetahui penyebab nyeri akan mengintepretasikan arti nyeri

lebih positif dengan pengalaman tersebut. Sebaliknya individu yang tidak

mengetahui penyebab nyeri akan mengintepretasikan arti nyeri kea rah negative
yang berdampak pada psikologis seperti: rasa ketakutan dan cemas (Black &

Hawks, 2014).

6) Ansietas

Ansietas berdampak pada kualitas maupun intensitas pengalaman nyeri.

Individu yang gelisah lebih sensitif terhadap nyeri dan lebih sering mengeluh

(Solehati & Kosasih, 2015).

Ansietas meningkatkan presepsi nyeri. Hal ini dikaitkan dengan

pengertian atas nyeri. Jika penyebab nyeri tidak diketahui maka ansietas akan

cederung lebih tinggi dan nyeri semakin memburuk (Black & Hawks, 2014).

7) Pengalaman sebelumnya mengenai nyeri

Pengalaman nyeri sebelumnya akan mempengaruhi respon nyeri pada

individu saat ini dan waktu yang akan datang. Individu dengan pengalaman

negatif dapat memiliki kesulitan mengatasi nyeri diwaktu yang akan datang.

Sebaliknya individu yang memiliki pengalaman positif akan mampu

memprediksi nyeri tidak seburuk yang pernah dialaminya dimasa lalu.

Pengalaman nyeri dapat membuat individu memiliki mekanisme koping yang

bisa digunakan pada nyeri (Black & Hawks, 2014).

8) Lingkungan

Lingkungan di sekitar individu dapat mempengaruhi atau berdampak

terhadap presepsi nyeri. Lingkungan yang ribut atau tidak tenang dapat

meningkatkan intesitas nyeri yang dirasakan individu (Solehati & Kosasih,

2015).

9) Keadaan Umum
Kondisi fisik yang tidak stabil atau menurun misalnya kelelahan dan

kurang asupan nutrisi dapat meningkatkan intensitas nyeri yang di rasakan

individu (Solehati & Kosasih, 2015).

g. Reaksi terhadap nyeri

Nyeri pada tubuh akan menimbulkan pengaruh terhadap perubahan respons

fisik dan respon tingkah laku. Nyeri akan menstimulasi system saraf simpatis

sehingga menimbulkan peningkatan tekanan darah, denyut nadi, irama pernapasan,

wajah pucat, banyak berkeringat, dilatasi pupil serta kulit terasa dingin dan lembab.

Respon tingkah laku merupakan perubahan perilaku yang terlihat secara langsung

dari individu yang merasakan nyeri yaitu: menangis, merintih, gelisah, banyak

bergerak, tidak tenang, tidak konsentrasi, insomnia, mengusap bagian tubuh yang

mengalami nyeri (Solehati & Kosasih, 2015).

Nyeri akan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman. Bila tidak ditangani

secara adekuat, nyeri yang hebat akan memberikan efek yang membahayakan

seperti mempengaruhi suplai darah di perifer, ketegangan otot, penurunan denyut

jantung dan tekanan darah, pernapasan cepat dan tidak teratur (Potter & Perry,

2014).

h. Penatalaksanaan Nyeri

Penatalaksanaan nyeri bertujuan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri

yang dirasakan individu. Penatalaksanaan nyeri terbagi menjadi dua yaitu


pendekatan farmakologis dan non farmakologis. Kedua pendekatan ini disesuaikan

dengan kebutuhan individu atau juga dapat digunakan bersama-sama.

Menurut Price & Wilson (2016) dalam penatalaksanaan nyeri meliputi:

1) Farmakologi

Penatalaksanaan secara farmakologi terhadap nyeri, terdapat tiga

kelompok obat yaitu: (1) Analgesik nonopioid efektif untuk penatalaksanaan

nyeri ringan sampai sedang dengan menggunakan asetaminofren (tylenol)

dan OAINS (obat anti inflamasi nonsteroid) meliputi asam asetilsalisilat

(aspirin) dan ibuprofen (mortin, advil). (2) Analgesik opioid merupakan

analgesic yang memberikan efek paling kuat dan digunakan untuk nyeri

sedang dan berat. Obat ini digunakan untuk nyeri pacaoperasi dan nyeri

kanker. Jenis analgesic opioid yang digunakan adalah morfin. Morfin

memiliki efek samping seperti depresi pernapasan, mual, muntah, sedasi,

konstipasi dan ketergantungan/ketagihan (adiksi). (3) Antagonis dan agonis-

antagonis opioid merupakan obat yang melawan efek dari obat opioid

dengan mengikat reseptor opioid dan menghambat pengaktivanya. Obat

antagonis dan agonis-antagonis opioid yang digunakan adalah pentazosin

dan butorfanol.

2) Non farmakologi

Metode non farmakologi dalam mengatasi nyeri dibagi menjadi dua

kelompok yaitu: (1) Terapi dan modalitas fisik merupakan terapi cara

meredakan nyeri dengan berbagai bentuk stimulasi kulit seperti pijat,

stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupuntur, aplikasi panas atau


dingin, olahraga ROM. (2) Strategi kognitif-perilaku merupakan strategi

yang digunakan untuk merubah presepsi, merubah perilaku untuk

memampukan individu dalam mengendalikan nyeri. Strategi ini meliputi

relaksasi, imaginary, hypnosis dan biofeedback.

Pendekatan secara non farmakologi dalam mengatasi nyeri

berkembang sangat cepat dan merupakan terapi komplementer bagi perawat

untuk mengatasi nyeri pada individu. Menurut Solehati & Kosasih (2015)

jenis-jenis terapi non farmakologi melitputi:

1. Distraksi

2. TENS (Transcutaneus electrical nerve stimulation)

3. Hidro terapi zet

4. Akupuntur

5. Hipnotis

6. Position

7. Massage

8. Relaksasi Benson

9. Relaksasi genggam jari (finger hold)

10. Kompres hangat

i. Penilaian klinis nyeri

Penilaian klinis nyeri digunakan untuk mengetahui seberapa tingkatan atau

intensitas nyeri yang dirasakan individu. Alat-alat pengkajian nyeri dapat

digunakan untuk mengkaji, mendokumentasikan intervensi, mengevaluasi serta


mengidentifikasi kebutuhan untuk diberikanya tambahan intervensi jika intervensi

sebelumnya tidak efektif untuk mengatasi nyeri.

Nyeri dapat di ukur dengan menggunakan skala intensitas nyeri. Menurut

Potter & Perry (2014) nyeri dapat diukur menggunakan Faces pain rating scale

(FPRS) yaitu skala yang menggunakan model gambar animasi atau kartun dengan

enam tingkatan nyeri yang dilengkapi angka 0-5. Cara pengukuran skala ini yaitu

dengan meminta anak untuk memilih wajah yang sangat mencerminkan nyeri

mereka dan mencatat angka yang tepat. Skala ini efektif digunakan untuk mengukur

nyeri pada usia 4-16 tahun (IASP, 2014).

j. Diagnosa: Nyeri Akut (D.0077)

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016))

1) Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

2) Penyebab

a) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

b) Agen pencedra kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)

c) Agen pencidra fisik (mis. Abses, trauma, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat,prosedur operasi,trauma, latihan fisik berlebihan

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif (tidak tersedia)

b) Objektif
 Tampak meringis

 Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)

 Gelisah

 Frekuensi nadi meningkat

 Sulit tidur

4) gejala dan Minor

a) Subjektif (tidak tersedia)

b) Objektif

 Tekanan darah meningkat

 pola napas berubah

 nafsu makan berubah

 proses berpikir terganggu

 Menarik diri

 Berfokus pada diri sendiri

 Diaforesis

5) Kondi Klinis Terkait

a) Kondisi pembedahan

b) Cedera traumatis

c) Infeksi

d) Sindrom koroner akut

e) Glaukoma

f) Gastritis
k. Intervensi keperawatan

(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018) &Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018))

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan A. MANAJEMEN NYERI (I. 08238)

keperawatan selama 2 x 24 jam 1. Observasi

diharapkan pola tidur membaik, a) lokasi, karakteristik, durasi,

dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas

1. Tingkat Nyeri Menurun nyeri

(L.08066) b) Identifikasi skala nyeri

ditunjukkan dengan frekuensi c) Identifikasi respon nyeri non

nadi normal, pola nafas normal, verbal

keluhan nyeri berkurang, dan d) Identifikasi faktor yang

kesulitan tidur berkurang. memperberat dan

memperingan nyeri

e) Identifikasi pengetahuan dan

keyakinan tentang nyeri

f) Identifikasi pengaruh budaya

terhadap respon nyeri

g) Identifikasi pengaruh nyeri

pada kualitas hidup

h) Monitor keberhasilan terapi

komplementer yang sudah


diberikan

i) Monitor efek samping

penggunaan analgetik

2. Terapeutik

a) Berikan teknik

nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri (mis.

TENS, hypnosis, akupresur,

terapi musik, biofeedback,

terapi pijat, aroma terapi,

teknik imajinasi terbimbing,

kompres hangat/dingin, terapi

bermain)

b) Control lingkungan yang

memperberat rasa nyeri (mis.

Suhu ruangan, pencahayaan,

kebisingan)

c) Fasilitasi istirahat dan tidur

d) Pertimbangkan jenis dan

sumber nyeri dalam pemilihan

strategi meredakan nyeri

3. Edukasi

a. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri

b. Jelaskan strategi meredakan

nyeri

c. Anjurkan memonitor nyri

secara mandiri

d. Anjurkan menggunakan

analgetik secara tepat

e. Ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri

4. Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik,

jika perlu

B. PEMBERIAN ANALGETIK

(I.08243)

1. Observasi

a) Identifikasi karakteristik nyeri

(mis. Pencetus, pereda,

kualitas, lokasi, intensitas,

frekuensi, durasi)

b) Identifikasi riwayat alergi obat

c) Identifikasi kesesuaian jenis

analgesik (mis. Narkotika,


non-narkotika, atau NSAID)

dengan tingkat keparahan

nyeri

d) Monitor tanda-tanda vital

sebelum dan sesudah

pemberian analgesik

e) Monitor efektifitas analgesik

2. Terapeutik

a) Diskusikan jenis analgesik

yang disukai untuk mencapai

analgesia optimal, jika perlu

b) Pertimbangkan penggunaan

infus kontinu, atau bolus

opioid untuk mempertahankan

kadar dalam serum

c) Tetapkan target efektifitas

analgesic untuk

mengoptimalkan respon pasien

d) Dokumentasikan respon

terhadap efek analgesic dan

efek yang tidak diinginkan

3. Edukasi

a) Jelaskan efek terapi dan efek


samping obat

4. Kolaborasi

Kolaborasi pemberian dosis dan

jenis analgesik, sesuai indikasi

KASUS KELOLAAN INDIVIDU

I. PENGKAJIAN
A. Biodata

1. Nama : Tn. S
a. Umur : 24 tahun

b. Jenis kelamin : Laki-laki

c. Alamat : Jl. Cendrawasih no 74 TanggerangSelatan

d. Suku/Bangsa : Jawa/indonesia

e. Status : Belum Kawin

f. Agama : Islam

g. Pekerjaan : Pegawai Swasta

h. Diagnosa medis : Thyphoid Fever

i. Tanggal masuk : 11 Oktober 2021

j. Tanggal pengkajian : 11 Oktober 2021

k. Therapy medik : Antibiotik 2x1 gram Analgesik 1x1

Tablet

B. Penanggung jawab

a. Nama : Ny. R

b. Umur : 54 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

e. Hubungan dengan klien : Orang Tua

II. KELUHAN UTAMA


Panas 2 hari yang lalu, tidak nafsu makan, mual-muntah,sesudah makan nyeri
perut seperti di tekan dan sulit untuk tidur

III.RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang ke Ugd Rsia Dhia pada tanggal 11 Oktober 2021 dengan
keluhan demam 2 hari, sakit perut sebelah kiri seperti di tekan nyeri hilang
timbul dan pasien mengeluh sulit untuk tidur mual muntah setiap kali makan
dan minum lemas.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien tidak ada penyakit genetik dan tidak pernah dirawat di rs
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang mampuyai penyakit
yang sama

IV.RIWAYAT PSIKOSOSIAL
1) Data psikologi

Status emosi : klien tampak tenang

Konsep diri

a) Gambaran diri : klien sadar akan penyakit yang diderita klien

b) Identitas diri : klien seorang laki-laki

c) Ideal diri : klien mengatakan ingin cepat sembuh dari

penyakitnya dan ingin beraktivitas seperti biasa

d) Harga diri : klien tidak merasa malu dengan penyakitnya


e) Peran diri : klien seorang pekerja dan anak pertama menjadi

tulang punggung keluarga

2) Data sosial

a) Adakah orang yang terdekat dengan pasien

Ada,yaitu keluaga pasien

b) Interaksi dalam keluarga

Komunikasi dikeluarga baik, pembuatan keputusan dalam keluarga

diambil atas keputusan bersama, hubungan klien dengan tetangga dan

keluarga baik.

c) Dampak penyakit terhadap keluarga

Aktivitas keluarga tidak ada yang terganggu karena klien

V. RIWAYAT SPIRITUAL

Klien beragama islam dan klien selalu berdoa agar capat sembuh dari

penyakitnya

VI. PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 105x/menit
Suhu : 37,5ºC
Respirasi : 20x/menit

Pemeriksaan persistem
1) Sistem penglihatan

Posisi mata simetris, kelopak mata normal, gerakan normal, pergerakan bola

mata normal, konjungtiva anemis, sklera an ikterik, pupil isokor, kornea normal,

otot-otot mata normal, fungsi penglihatan baik, tidak tanda-tanda radang.

2) System pendengaran

Daun telinga normal, tidak ada nyeri, tidak ada cairan telinga yang keluar, fungsi

pendengaran normal, klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.

3) System wicara

Tidak ada gangguan saat berbicara, berbicara jelas menggunakan bahasa

indonesia.

4) System pernafasan

Bentuk simetris, tidak terdapat benjolan, klien tidak menggunakan alat bantu
pernafasan, frekuensi pernafasan 20 x / menit.
5) System cardiovaskuler

Conjungtiva anemis, bibir pucat, suara jantung lup dup, TD : 130/80 mmHg,

N:105x/menit, S: 37,5˚C, tidak terdapat oedema, irama jantung regular, tidak ada

sesak, CRT <3 detik.

6) System pencernaan

Bentuk simetris, tidak ada pembesaran hati dan limpa, terdapat nyeri tekan dengan
skala 5 (sedang), peristaltic usus 18 x / menit.
7) System urinaria

Tidak ada keluhan saat BAK, BAK 2-3 kali sehari.

8) System integument
Warna kulit sawo matang, turgor kulit normal

9) System musculoskeletal

Tonus otot baik, ekstremitas atas : tangan kanan dan kiri tidak ada keluhan,

pergerakan bebas, ekstremitas bawah : kaki kiri dan kanan tidak ada keluhan,

pergerakan bebas

10) System endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

11) System persyarafan

I. Nervus olfaktori

Penciuman baik, ditandai dengan klien dapat ,menebak bau minyak kayu putih

yang telah dituangkan ke kapas

II. Nervus optikus

Fungsi penglihatan baik ditandai dengan klien dapat membaca papan nama

perawat

III. Nervus okulomotorius

Pupil mengecil saat diberi cahaya langsung,pergerakan bola mata baik, bisa

digerakan ke kiri,kanan, atau dan bawah.

IV. Throcklearis

Bisa menggerakan mata keatas dan kebawah

V. Nervus trigeminus

Klien tidak ada kesulitan membuka rahang ditandai ketika klien diminta

perawat untuk menengok klien bisa

VI. Nervus Abdusen


Menggerakan mata kearah samping

VII. Nervus facialis

Klien dapat mengerutkan dahi, klien dapat tersenyum

VIII. Nervus auditorius

Klien bisa bisa mendengar suara perawat, dapat berkomunikasi dengan baik.

IX. Nervus glossopharingeus

Klien dapat membedakan rasa manis, asin.

X. Nervus Vagus

Ada reflex menelan

XI. Nervus accesorius

Klien tidak ada keluhan untuk menggerakan kepala dan leher tetapi jika

menggerakan secara cepat tidak bisa karna pusing dan sakit kepala

XII. Nervus hypoglosus

Mukosa bibir kering, tidak ada peradangan pada mulut, gigi klien masih

lengkap, lidah tampak kotor, dan terasa pahit.


VII. AKTIFITAS SEHARI-HARI

N AKTIVITAS SEHAT SAKIT


O
1.Makanan dan
Minuman/Nutrisi Makan

 Menu 1 porsi
 Porsi 1/2 porsi
Suka asam dan (lembut)
 Makanan Kesukaan
makanan pedas Tidak di
 Pantangan habiskan
 Cemilan
Tidak ada
Tidak ada.
 Jumlah Jangan
5 gelas makan
 Minuman Kesukaan
Minuman pedas-
bersoda, dan pedas,
manis dan
jangan
memakan
yang
terlalu
keras
3 gelas
2 Eliminasi BAB
 Frekuensi 1-3 x sehari 1x
 Warna Kuning sehari
 Bau Khas
 Konsistensi Lembek Kunin
 Kesulitan g
Khas
lembe
BAK
k
 Frekuensi 5 x sehari
 Warna Kuning jernih
 Bau
Khas
 Konsistensi
Cair
 Kesulitan 3x
sehari
Kuning
jernih
Khas
Cair

3 Istirahat dan Tidur


 Waktu Tidur 22.00 WIB 02.00
 Lama Tidur 8 Jam WIB
 Hal Yang capek bekerja 4 Jam
Mempermudah Tidur
 Kesulitan Tidur Tidak ada Meminum
obat tidur.
ada (nyeri
perut)
4 Personal Hygiene
 Mandi 2x sehari 2x
 cuci rambut 1x sehari
 Gosok gigi 2x sehari sehari
 Potong kuku 1x seminggu 1x
semingg
u
2x sehari
1x
seming
gu
5 Rekresi
 Hobby Olahraga Tidak ada
 Minat khusus
 Penggunaan Bermain Tidak ada
waktu senggang
futsal,

nonton tv
6 Ketergantungan
 Merokok tidak tidak
 Minuman merokok meroko
 Obat-obatan Tidak Ada k
Analgesik Tidak
1x1 tablet Ada
Analge
sik 1x1
tablet
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM.

Hasil Nilai Normal

Hemoglobin : 12,7 11,3 – 15,7 gr %

Leokosit : 11.400 2.600 – 8.000 / mm3

Trombosit : 140.000 134.0 – 377.000 / mm3

2. Hasil Pemeriksaan Kimia Darah


Hasil Nilai Normal

Glukosa Puasa : 85 76 – 110 mg / dl

Glukosa 2 JPP : - < 140 mg / dl

Glukosa Sewaktu : - < 200 mg / dl

Creatinin : 0,87 < 1,4 mg / dl

UREA : 21,8 10 – 50 mg / dl

BUN : - 4,7 – 23,4 mg / dl

SGOT : 20 Up to 25 U / L

SGPT : 13 Up to 29 U / L

3. Hasil Pemeriksaan Widal


1
/40 1
/80 1
/60 1
/320 1
/640
IX.THERAPY
Antibiotik 2x1 Gr
Antipiretik 3x1 Tablet
Analgesik 1x1 Mg

X. DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


 Klien mengeluh nyeri perut kiri  klien terlihat meringis
 klien mengatakan nyeri perut  klien tampak pucat, lemas
seperti di tekan  skala nyeri 5 (sedang)
 klien mengatakan nyeri hilang  Tekanan Darah 130/80 mmHg
timbul  Nadi 105x/menit
 klien mengatakan mual dan
muntah setiap kali makan
 klien mengatakan lemas
 klien mengeluh sulit tidur
 klien mengeluh istirahat kurang

XI.ANALISA DATA FOKUS

NO DATA ANALISA DATA MASALAH


KEPERAWATAN
1 DS : pasien Thyphoid Nyeri Akut
 Klien mengeluh mengalami fungsi
nyeri perut kiri agen pencedra
 klien mengatakan fisiologis
nyeri perut seperti di
tekan
 klien mengatakan
nyeri hilang timbul
DO :
 klien terlihat
meringis
 klien tampak pucat,
lemas
 skala nyeri 5
(sedang)
 tekanan darah
130/105mmHg
 nadi 105x/menit
2. DS: kurangnya asupan Status Nutrisi
 klien mengatakan makanan akibat klien
mual dan muntah mengalami mual dan
setiap kali makan muntah setiap kali
 klien mengatakan makan
lemas

DO :
 klien tampak lemas
 klien tampak mual
 klien tampak muntah

3. DS : kurangnya kontrol gangguan pola tidur


 pasien mengeluh tidur akibat menahan
sulit tidur nyeri perut
 pasien mengeluh
istirahat kurang
DO :
 klien tampak pucat
 klien tampak
mengantuk
XII. RENCANA KEPERAWATAN MELIPUTI DIAGNOSA, LUARAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn. S
Umur : 24 tahun

NO SDKI (KEPERAWATAN) SLKI (KEPERAWATAN) SIKI (KEPERAWATAN)


I Nyeri akut berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan manajemen nyeri
agen cedera fisiologis ditandai intervensi keperawatan selama 3 observasi
dengan jam, maka tingkat nyeri menurun - Identifikasi intensitas nyeri
DS : dengan kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri
 Klien mengeluh • Nyeri menurun(4) - Identifikasi pengaruh nyeri pada
nyeri perut kiri • Meringis menurun (4) kualitas hidup
 klien mengatakan nyeri - Monitor keberhasilan terapi
perut seperti di tekan komplementer yang sudah
 klien mengatakan nyeri diberikan
hilang timbul - Monitor efek samping
DO : penggunaan analgesik

 klien terlihat terapeutik

meringis - Berikan teknik nonfarmakologis

 klien tampak pucat, untuk mengurangi rasa nyeri

lemas (terapi relaksasi nafas dalam)


- Fasilitasi istirahat tidur
 skala nyeri 5 edukasi
(sedang) - Jelaskan penyebab, periode, dan
 tekanan darah pemicu nyeri
130/105mmHg - Jelaskan strategi meredakan
nadi 105x/menit n9yeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Anjurkan menggunakan
analgetik sacara tepat
kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
II Status nutrisi berhubungan setelah dilakukan manajemen nutrisi
dengan kurangnya asupan intervensi keperawatan selama observasi
maknan ditandai dengan 1x24 jam, maka status nutrisi - Identifikasi status nutrisi
DS: membaik dengan kriteria hasil : - Identifikasi alergi dan
 klien mengatakan mual - Nafsu makan membaik(4) intoleransi makanan
dan muntah setiap kali - Frekuensi makan membaik - Identifikasi makanan yang
makan (4) disukai
 klien mengatakan lemas - Indentifikasi kebutuhan kalori
DO : dan jenis nutrien
 klien tampak lemas - Monitor asupan makanan
 klien tampak mual terapeutik

 klien tampak muntah - Lakukan oral hygine sebelum


makan, jika perlu
• makan klien ¼ porsi tidak
- Fasilitasi menentukan pedoman
habis
diet (mis.piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika
perlu
edukasi
- Ajarkan diet yang di
programkan
kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, analgesik), jika perlu
III Gangguan pola tidur setelah dilakukan intervensi dukungan tidur
berhubungan dengan kurangnya keperawatan observasi
kontrol tidur ditandai dengan selama 1x24 jam, maka, pola tidur - Identifikasi pola aktivitas dan
DS : tidur
 pasien mengeluh sulit membaik dengan kriteria hasil: - Identifikasi faktor pengganggu
tidur tidur (fisik dan atau psikologis)
 pasien mengeluh istirahat - Keluhan pola tidur - Mendekati waktu tidur, minum
kurang meningkat (5) banyak air sebelum tidur
DO : - Keluhan sulit tidur terapeutik

• kantung mata klien tampak meningkat - Lakukan prosedur untuk

hitam meningkatkan kenyamanan


(mis. Pijat,pengaturan
 klien tampak pucat
posisi,terapi akupresure)
 klien tampak
- Sesuaikan jadwal pemberian
mengantuk
obat dan atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur terjaga
edukasi
- Ajarkan teknik relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
XIII. IMPLEMENTASI

Nama : Tn. S
Diagnosa: THYPHOID FEVER
NO HARI/ JAM DX IMPLEMENTASI PARAF DAN NAMA
TANGGAL
1. Jumat, 15 Oktober 17.00 I Observasi
2021 WIB - Mengidentifikasi intensitas
nyeri
Respon: klien mengeluh
nyeri perut
- Mengidentifikasi skala
nyeri
Respon: Ekspresi wajah
klien memperlihatkan
skala nyeri ada pada angka
5 yaitu sedang
- Memonitor efek samping
penggunaan analgesik AHMAD FAHRUROJI
Respon: Klien mengatakan
nyeri berkurang
terapeutik
- Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(terapi relaksasi nafas
dalam)
Respon: Klien mengatakan
perutnya terasa mulai
membaik
edukasi
- Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
Respon: klien tampak
mengerti dan
menganggukan kepalanya
Ketika di jelaskan strategi
nyeri
- Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(SSBM)
- Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara
Tepat
Respon: klien mengatakan
nyerinya menurun skla
nyeri (3)
2. Jumat, 15 Oktober 19.00 II Observasi
2021 WIB - Mengidentifikasi makanan

yang disukai
Respon : klien menyukai
semua makanan tetapi saat

sakit klien tidak nafsu


makan
- Memonitor asupan makan AHMAD FAHRUROJI
Respon : klien makan
hanya menghabiskan ¼
porsi saja
terapeutik
- Memfasilitasi menentukan
pedoman diet TKTP
Respon: klien mengatakan
belum terbiasa dengan diit
TKTP
- Menganjurkan keluarga
untuk
mensajikan makanan
secara
menarik dan suhu yang
sesuai
- Memberikan suplemen
makanan,jika perlu
edukasi
- Mengajarkan diet yang
Diprogramkan
Respon: klien mengerti
dan ingin mencobanya

3. Jumat, 15 Oktober 19.55 III Observasi


2021 WIB - Mengidentifikasi pola
aktivitas dan tidur
Respon: klien mengatakan
pola tidur berubah saat
sakit
terapeutik
- Melakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan (mis.pijat, AHMAD FAHRUROJI
pengataturan posisi
akupresur
Respon: klien merasa
nyaman setelah di pijat
perutnya
edukasi
- Menjelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
Respon : klien mengerti
dan mencoba untuk
istirahat tidur setelah
minum obat
XIV. EVALUASI

NO HARI/ JAM DX EVALUASI PARAF DAN NAMA


TANGGAL
1. Jumat, 15 Oktober 21.00 I S : klien mengatakan nyeri
2021 WIB berkurang (skala nyeri 2)
O : Tanda-tanda vital
- TD :
120/80mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Tingkat meringis
menurun
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
edukasi
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(Teknik relaksasi nafas
dalam)
- Anjurkan menggunakan
analgetik yang
Tepat
2. Jumat, 15 Oktober 21.00 II S : - Klien mengatakan masih
2021 WIB mual dan muntah
- Klien mengatakan masih
tidak nafsu makan
O:
- Klien hanya
menghabiskan ¼ porsi
makan
- Klien muntah 2 kali
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
terapeutik
- Menganjurkan keluarga
untuk mensajikan
makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
- - Fasilitasi menentukan
pedoman diit
(mis.piramida makanan)
kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antimetik), jika perlu
3. Jumat, 15 Oktober 21.00 III S : klien mengatakan tidak bisa
2021 WIB tidur karena nyeri perut
O:
- klien tampak berusaha
untuk tidur
- klien terlihat menahan
nyeri
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan

terapeutik
- lakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan (mis. Pijat ,
pengaturan posisi,
akupresure)
- sesuaikan jadwal
pemberian obat dan atau
tindakan untuk
menunjang siklus tidur
terjaga
CATATAN PERKEMBANGAN EVALUASI

NO HARI/TANGGAL JAM DX EVALUASI PARAF DAN NAMA


1. Selasa, 21 oktober 17:.00 I S : klien mengatakan nyeri
2021 WIB berkurang (skala nyeri 2)
O:
- klien tampak lebih
tenang
- Klien tampak lebih
nyaman
-
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi di hentikan

2. Selasa, 21 Oktober 19:00 II S : Klien mengatakan sudah


2021 WIB enak. Makan
O : 1 porsi makan klien habis
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi Pertahankan

3. Selasa 12 Oktober 19:55 III S : klien mengatakan semalam


2021 WIB tidurnya sudah enak walaupun
mulai tidur jam set 10 malam
anjuran dari perawat
klien merasa tidurnya
sudah lebih nyaman
O : klien terlihat lebih segar
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

LAPORAN RESUME

Nama Mahasiswa : AHMAD FAHRUROJI. Tanggal : 11 Oktober2021


Klinik Perusahaan : Rsia Dhia Tangsel. Ruang : UGD /
home care

RESUME KEPERAWATAN
Nama : Tn. S
Umur : 24 Tahun
Jenis Kelamin :L
Agama : Islam
Alamat :Jl. Cendrawasih no 74 Tanggerang Selatan
No. Rekam Medik : 202765
Ruang : UGD/home care
Tgl. Masuk RS : 11 Oktober 2021
Tgl. Keluar RS : 11 Oktober 2021

1. Masalah keperawatan pada saat pasien berobat :


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan

dengan klien mengeluh nyeri Perut seperti di tekan, ekspresi wajah

meringis skala nyeri 5, tekanan darah : 130/80mmHg, nadi 105x/menit

b. Status nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan dibuktikan

dengan klien mengeluh mual, muntah, klien mengatakan lemas, tidak nafsu

makan

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya kontrol tidur

dibuktikan dengan klien mengeluh sulit tidur, klien mengeluh istirahat tidak

cukup, klien tampak lemas

2. Tindakan keperawatan setelah berobat (home care) :

a. Pantau tekanan darah

b. Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam

c. Ajarkan keluarga untuk terapi nonfarmakologis (SSBM), atau dengan teknik


relaksasi nafas dalam

d. Anjurkan untuk makan makanan bervariasi

e. Anjurkan diit TKTP

f. Anjurkan pola hidup sehat


g. Anjurkan istirahat tidur

3. Evaluasi : setelah dilakukan beberapa intervensi pasien terlihat lebih segar

dan bersemangat untuk beraktivitas, tekanan darah menurun 120/80mmHg, nadi

: 80x/menit.

4. Nasihat untuk pasien : Buatlah pola hidup sehat, Berolahraga dan makanan

yang tinggi kalori dan protein

Nama Mahasiswa : Ahmad Fahruroji ( )


Nim : 214291517008

Anda mungkin juga menyukai