Anda di halaman 1dari 11

ELEKTRO CONVULSIVE THERAPY

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6
Amnes Gentes Dachi
Efrina Elisabeth
Febriyani Vera
Hotmian Purba
Inten Suryani
Josua Davin Hutagalung
Mawarta Br Tarigan
Nia Nova Ika Sitanggang
Prinaldi Sihombing
Santa Santi Rosmalina Sagala
Stefani Priscilla Sipayung
Wiweka Inkar Nefrit Zega

Dosen Pembimbing : Imelda Derang, S.Kep,Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penatalaksanaan klien dengan gangguan jiwa tidak terlepas dari empat peran
perawat dalam merawat klien yaitu peran sebagai pelaksana, pendidik, pengelola dan
peneliti. Selain keempat peran perawat tersebut juga harus didukung dengan kemampuan
komunikasi terapeutik dari seorang perawat, sehingga dapat mendasari terjadinya
perubahan perilaku klien dan keterlibatan emosional klien dalam menjalani terapi yang
dilakukannya (Dalami, 2009)
Sampai saat ini ECT masih banyak digunakan, di Amerika Serikat 70% pasien
dengan gangguan bipolar dan 17% gangguan skizofrenia telah mendapatkan pengobatan
dengan ECT. Sedangkan di Indonesia hampir seluruh rumah sakit jiwa melaksanakan ECT
sebagai pengobatan yang dilakukan pada pasien gangguan jiwa selain dengan terapi
obatobatan psikofarmaka (Pridick, 2005).
Terapi elektrokonvulsif adalah terapi fisik dimana dilakukan pengaliran listrik
kearea temporal otak untuk menghasilkan kejang tipe grand mal untuk memberikan efek
teraupetik (Jacob, 2014)
Electro Convulsive Therapy/ ECT, dikembangkan pada tahun 1938 oleh ahli fisika
kebangsaan Italia, Ugo Cerletti dan Lucio Biniy yang meyakini asumsi yang cacat bahwa
skizofrenia dan epilepsi tidak dapat terjadi secara bersamaan.ECT menyebabkan susatu
periode ketidaksadaran singkat, kejang umum dan kehilangan memori jangka panjang dan
permanen. Efek samping ECT yang lain ialah fraktur tulang, cidera jaringan lunak, dan
kematian pada 2/10.000 klien (Videbeck, 2008)
Berdasarkan hal tersebut diatas maka diperlukan pengetahuan dan kemampuan
perawata dalam melakukan asuhan keperawatan secara holistik, khususnya peran perawat
dalam terapi somatik dan terapi psikofarmaka yang diberikan pada klien (Dalami, 2009)

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i mampu menyiapkan pasien dan membantu dalam terapi Elektro
Convulsive Therapy
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mengetahui defenisi Elektro Convulsive Therapy
2) Mahasiswa mengetahui indikasi Elektro Convulsive Therapy
3) Mahasiswa mengetahui kontraindikasi Elektro Convulsive Therapy
4) Mahasiswa mengetahui persiapan alat Elektro Convulsive Therapy
5) Mahasiswa mengetahui dan memahami prosedur pelaksanaan Elektro Convulsive
Therapy
6) Mahasiswa mengetahui perawatan pasien pasca Elektro Convulsive Therapy
BAB 2
TINJAUAN TEORI

1) Defenisi
Elektro convulsif terapi adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan
pada otak dengan menggunakan 2 elektroda yang ditempatkan dibagian temporal kepala
(pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand nal yang berlangsung
25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan
terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak (Dalami, 2009)
Terapi elektrokonvulsif adalah terapi fisik dimana dilakukan pengaliran listrik kearea
temporal otak untuk menghasilkan kejang tipe grand mal untuk memberikan efek
teraupetik (Jacob, 2014)

2) Indikasi
1. Depresi mayor
2. Melankolik involusi
3. Skizofrenia
4. Manik
5. Depresi postpartum

3) Kontra IndIkasi
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Infark miokard yang baru terjadi
3. Perdarahan otak
4. Glaukoma
5. Riwayat penyakit kardiovaskular
6. Kehamilan

4) Perangkat Alat
1. Mesin, elektroda ECT
2. Monitor EKG
3. Oksimetri nadi
4. Defibrilator
5. Peralatan pengisap
6. Silinder osigen dan kantong AMBU
7. Penahan mulut dan spatula lidah (biasanya yang berbahan karet)
8. Spuit dan jarum steril
9. Tiang infus
10. Obat obat darurat
11. Piala ginjal
12. Gel elektrokonduktif

5) Prosedur
Tindakan keperawatan Rasionalisasi

1. Identifikasi pasien dan jelaskan Mendapatkan kerjasama pasien


mengenai prosedurnya kepada
keluarga dan pasien
2. Periksa apakah pemeriksaan lengkap Hasil hasil laboratorium ini membantu
sudah dilakukan atau belum yang menyingkirkan kontraindikasi atau risiko
meliputi pemeriksan jantung, sistem pasien untuk ECT.
pernapasan, skeletal, dll serta
pemeriksaan laboratorium seperti
darah rutin dan tes urine seperti Hb%,
jumlah leukosit, hitung jenis, glukosa
urine, albumin, dan rongen.
3. Minta izin tertulis dari kerabat Mencegah tuntutan. Penjelasan kepada
terdekat setelah menjelaskan tujuan, kelurga akan membantu mereka mengatasi
metode terapi dan resiko tindakan. rasa takut terhadap terapi.

4. Pasien harus puasa dari tengah malam Mencegah resiko muntah dan aspirasi
sebelumnya selama dan setelah pelaksanaan prosedur.

5. Instruksikan pasien untuk tidak Minyak adalah konduktor listrik yang buruk
mengoles kepala dan minyak pada
hari pelaksanaan ECT dan untuk
mencuci rambutnya dengan shampo.
6. Lepas semua peralatan logam dari Mencegah aliran listrik kearea yang tidak
tubuh pasien, mis :jam tangan, gelang, diinginkan, dan menyebabkan luka bakar
cincin, peniti, dll karena logam adalah konduktor listrik yang
baik

7. Lepas gigi palsu Mencegah tersumbatnya jalan napas

8. Hapus lipstik, kuteks, atau perias Warna warna perias ini dapat menutupi area
lainnya bila ada perubahan yang terjadi, mis :
sianosis

9. Pakaikan pasien dengan gaun yang


longgar
10. Berikan obat sesuai instruksi dokter Meningkatkan efektivitas ECT

11. Anjurkan pasien untuk buang air kecil Mencegah kotornya ranjang akibat efek
sebelum memasuki ruang terapi relaksan dari obat yang diberikan.

12. Berikan suntikan atropin 0,6 mg IM Memblokade saraf vagus sehingga


atau SC setelah sampai satu jam mengurangi sekret orofaring.
sebelum ECT sesuai instruksi dokter
13. Periksa tanda vital Mengevaluasi kondisi pasien

14. Berikan tablet lorazepam atau Meredakan kegelisahan pasien


calmpose bila diinstruksikan
15. Pindahkan pasien keruang tunggu

Membantu pelaksanaan ECT

16. Pindahkan pasien keruang ECT

17. Ranjang yang sudah diberi alas bantal Ranjang yang sudah diberi alas akan
dibawah lengkungan tulang belakang mencengah terjadinya cedera
lumbal. Pasien dapat diposisisikan
telentang.
18. Berikan obat anestesi kerja singkat Obat pelemas otot dan anestesi digunakan
seperti tiopental sesuai intruksi dokter untuk mengurangi serangan konvulsif keras.
19. Tempatkan penahan mulut atau Mencegah tergigitnya lidah, cedera bibir,
spatula lidah yang sudah diberi alas di dan obstruksi jalan napas akibat lidah yang
antara gigi atas dan bawah jatuh kebelakang.

20. Topang sedikit bahu dan lengan dan Menegah fraktur. Penekanan yang terlalu
tahn sendi sendi lutut dengan mantap kuat dapat menyebabkan fraktur femur atau
tetapi lembut. humerus.

21. Hiperekstensikan kepala dengan Mencegah dislokasi atau fraktur rahang dan
menopang dagu. menjaga patenitas jalan napas.

22. Berikan oksigen 100% dengan Membantu pasien mengatasi fase apnue
menggunakan sungkup wajah pasca kejang.

23. Pasang elektroda yang diberi gel. Gel merupakan konduktor listrik yang baik
(elektroda dapat dipasang bilateral, segingga memudahkan aliran listrik untuk
unilateral, atau bifrontal) menghasilkan kejang.

24. Pantau terjadinya kejang grand mal. Memastikan kesuksesan terapi tanpa adanya
Tahap tonik awal berlangsung 10-15 kejut listrik yang tidak adekuat.
detik. Kemudian terjadi fase relaksasi
otot.
25. Lakukan pengisapan mulut segera Menjaga patenitas jalan napas dan
mencegah terjadinya pneumonia aspirasi.

26. Pulihkan pernapasan dengan Mencegah pasien mengalami komplikasi


memberikan oksigen lewat sungkup pernapsan dan jantung.
bila perlu
27. Periksa dan catat tanda vital Mengevaluasi komplikasi pernapasan atau
jantung apapun.

28. Naikkan jeruji samping ranjang dan Mencegah pasien terjatuh karena gelisah.
posisikan pesien berbaring miring. Berbaring miring menghindari terjadinya
Lap sekret yang keluar dari mulut aspirasi.
29. Pindahkan pasien keruang pemulihan Memastikan pasien sudah sadar
bila ia sudah menjawab pertanyaan
sederhana
30. Periksa tanda vital setiap 15 menit Mengevalusi tanda dan gejala komplikasi,
sampai pasien stabil dan catat bila ada.
hasilnya
31. Anjurkan pasien untuk tidur sejenak Membantu pasien beristirahat setelah
mengalami kelelahan.

32. Pindahkan pasien ke bangsal

33. Orientasikkan pasien kembali Orientasi ulang membantu mengatasi tahap


terhadap bangsal, toilet, pos perawat, disorientasi.
dll.
34. Peiksa ada tidaknya nyeri cedera, Mendeteksi ada tidaknya komplikasi,
sakit kepala, dll. khususnya fraktur.

35. Anjurkan pasien untuk minum teh Memenuhi kebutuhan nutrisi pasca puasa
bening yang kemudian diikuti oleh sejak tengah malam sebelumnya.
diet lunak.
36. Catat perrubahan papun yang terjadi Mengevaluasi pola perilaku pasca ECT.
pasca ECT.

6) Komplikasi
1. Gangguan memori
2. Fraktur dan diklokasi
3. Pneumonia aspirasi
4. Sakit kepala, nyeri punggung
5. Nyeri mengunyah
6. Cedera pada mulut dan lidah
7. Kejut listrik yang tidak adekuat
8. Disorientasi
7) Dokumentasi
Dokumentasi penting dalam perawatan kesehatan sekarang ini. Dokumentasi
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan
sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Catatan medis harus
mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan
yang diberikan untuk perawatan klien. Dokumentasi yang baik mencerminkan tidak
hanya kualitas perawatan tetapi juga membuktikan pertanggunggugatan setiap anggota
tim perawatan dalam memberikan perawatan.
Hal-hal yang perlu didokumentasikan pada tahap implementasi:
a. Mencatat waktu dan tanggal pelaksanaan.
b. Mencatat tindakan apa yang dilakukan, serta respon klien
c. Mencatat semua jenis intervensi keperawatan termasuk: Contoh : melakukan
therapy ECT
d. Berikan tanda tangan dan nama jelas perawat satu tim kesehatan yang telah
melakukan intervensi.

8) Perawatan pasien pascaterapi ECT


a) Intervensi keperawatan sebelum pelaksanaan tindakan
Pastikan bahwa dokter telah mendapatkan persetujuan dan format
persetujuan ada di status klien
Pastikan bahwa ada hasil laboratorium terabaru ( darah lengkap, hasil EKG
dan pemeriksaan Rontgen)
Ukur TTV, lepaskan gigi palsu bila klien memakainya, lepaskan kacamata
atau kontak lensa, kenakan pakaian yang longgar
Berikan agen penyekat kolinergik ( atropine sulfat, gliokopirolat), kira-kira
30 menit sebelum tindakan, sesuai anjuran dokter. Adapun fungsinya adalah
untuk menurunkan sekresi dan meningkatkan denyut jantung
Tetap berada di dekat klien untuk membantu menghilangkan kecemasan dan
ketakutannya. Mempertahankan pengetahuan positif terhadap prosedur dan
berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
b) Intervensi keperawatan saat tindakan
Pertahankan jalan nafas agar lancar, siapkan suction jika diperlukan
Kaji anestesi sehubungan dengan oksigen agar tetap baik
Observasi TTv dan denyut jantung
Observasi dan catat tipe dan jumlah pergerakan selama kejang
Pertahankan posisi lengan dan kaki selama kejang
c) Intervensi kepewatan setelah tindakan
Monitor nadi, pernapasan dan tekanan darah setiap 15 menit untuk satu jam
pertama, temani klien sampai benar-benar sadar
Atur posisi klien untuk miring ke salah satu sisi untuk mencegah aspirasi
Orientasikan klien pada waktu dan tempat
Jelaskan tentang apa yang telah terjadi pada klien
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan dan
kecemasannya sehubungan dengan tindakan ECT
Berikan klien jadwal aktifitas rutin setelah kesadarannya pulih.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
TIM
Jacob, Annamma, dkk. 2014. Buku Ajar Clinical Nursing Procedures, ed.2. Tangerang:
Binarupa Aksara Publishing
Videbeck, Sheila L. 2001. Buka ajar keperawatan jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai