Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN

ELEKTRO CONVULSIF THERAPIE (ECT)

RSJD Dr. AMINO GONDOUTOMO SEMARANG

DISUSUN OLEH :
ISTYANA CHRISDAYANTI

1303027

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEMARANG

2016/2017
IDENTITAS KLIEN

Nama Klien : Ny. S


Tanggal lahir : 30 Maret 1977
Alamat : Semarang
No RM : 00115995
ECT tanggal : 10 Januari 2017
Berat Badan : 59 Kg

1. Pengertian
Electro Convulsive Therapy/ ECT merupakan suatu pengobatan untuk penyakit
psikiatri berat dimana pemberian arus listrik singkat pada kepala digunakan untuk
kejang tonik klonik umum. (Szuba and Doupe, 1997).

2. Indikasi Pemberian ECT


ECT adalah suatu prosedur yang serius, gunakan hanya pada keadaan yang
direkomendasikan. Sangat tidak bijaksana jika kita melakukannya pada setiap pasien
yang tidak membaik.
Electroconvulsive terapi digunakan untuk mengobati :
a. Gangguan afek yang berat : pasien dengan penyakit depresi berat atau penyakit
mental lainnya dan gangguan bipolar (mania) yang tidak berespon terhadap obat
anti depresan atau pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat karena cukup
beresiko (terutama pada orang tua yang memiliki kondisi medis).
b. ECT adalah salah satu cara tercepat untuk mengurangi gejala pada orang yang
menderita mania atau depresi berat. ECT umumnya digunakan sebagai langkah
terakhir ketika penyakit tidak merespon obat atau psikoterapi. Pasien dengan
depresi menunjukkan respons yang baik dengan ECT 80-90% dibandingkan
dengan antidepresan 70% atau lebih). Terapi ECT biasanya tidak efektif untuk
mengobati depresi yang lebih ringan, yaitu gangguan disritmik atau gangguan
penyesuaian dengan perasaan alam depresi.
c. Gangguan skizofrenia (Katatonia, stupor, paranoid, kegaduhan akut) : skizofrenia
katatonik tipe stupor atau tipe excited memberika respon yang baik dengan ECT.
Cobalah anti psikotik terlebih dahulu, tetapi jika kondisinya mengancam
kehidupan (delirium hyperexcited), segera lakukan ECT. Pasien psikotik akut
(terutama tipe skizoafektif) yang tidak berespons pada medikasi saja mungkin
akan membaik jika ditambahkan ECT, tetapi pada sebagian besar skizofrenia
kronis, ECT tidak terlalu berguna/ tidak efektif.
d. Pasien dengan bunuh diri yang aktif dan tidak mungkin menunggu pengobatan
untuk dapat mencapai efek terapeutik.
e. ECT juga digunakan ketika pasien parah menimbulkan ancaman bagi diri mereka
sendiri atau orang lain dan itu berbahaya bila menunggu sampai obat-obatan
berpengaruh.
f. Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek terapi
pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok jantung/ gangguan hantaran
jantung yang sudah ada sebelumnya dan selama masa kehamilan khususnya
trimester pertama (ECT lebih aman untuk kehamilan). Namun diperlukan
pertimbangan khusus jika ingin melakukan ECT bagi ibu hamil, anak-anak dan
lansia karena terkait dengan efek samping yang mungkin ditimbulkannya.
g. Pada pasien hypoaktivitas dan hiperaktivitas, kurang tidur, gangguan
makan/minum dan perilaku bunuh diri dan lain-lain.

3. Kontraindikasi Pemberian ECT


Pasien dengan gangguan mental disertai adanya gangguan system kardiovaskuler dan
adanya tumor pada otak.
a. Resiko sangat tinggi
- Pasien dengan masalah pernapasan berat yang tidak mampu mentolerir efek
anestesi umum.
- Peningkatan tekanan intracranial (karena tumor otak, hematoma, stroke yang
berkembang, aneurisma yang besar, infeksi SSP), ECT dengan cepat
meningkatkan tekanan SSP dan resiko herniasi tentorium. Selalu periksa
adanya papiledema sebelum melakukan ECT.
- Infark Miokard baru atau penyakit miokard berat : ECT sering menyebabkan
aritmia (aritmia menimbulkan CVP pasca kejang atau kapan saja saat
melakukan prosedur ECT) berakibat fatal jika terdapat kerusakan otot jantung.
Tunggu hingga enzim dan EKG stabil.
b. Resiko sedang
- Osteoartritis berat, osteoporosis atau fraktur yang baru : siapkan selama terapi
(pelemas otot)
- Penyakit kardiovaskuler (misal hipertensi, angina aneurisma/ Angina tidak
terkontrol, aritmia, Gagal jantung kongestif), berikan premedikasi dengan hati-
hati, dokter spesialis jantung hendaknya berada di sana. ECT untuk sementara
meningkatkan tekanan darah, sehingga hipertensi primer berat harus terkontrol,
paling tidak sebelum setiap pengobatan.
- Infeksi berat, cedera serebrovaskular (Cerebrovascular accident/ CVA) baru,
kesulitan bernafas yang kronis, ulkus peptic yang akut,Osteoporosis berat,
fraktur tulang besar, glaukoma, retinal detachment.
4. Efek Samping Pemberian ECT

Efek samping ECT secara fisik hampir mirip dengan efek samping dari anesthesia
umum. Secara psikis efek samping yang paling sering muncul adalah kebingungan dan
memory loss (75% kasus) setelah beberapa jam kemudian (biasanya hilang satu minggu
sampai beberapa bulan setelah perawatan). Biasanya ECT akan menimbulkan amnesia
retrograde terhadap peristiwa tepat sebelum masing-masing pengobatan dan anterograde,
gangguan kemampuan untuk mempertahankan informasi baru. Beberapa ahli juga
menyebutkan bahwa ECT dapat merusak struktur otak. Namun hal ini masih
diperdebatkan karena masih belum terbukti secara pasti.

Efek samping khusus yang perlu diperhatikan :

 Efek Cardiovaskuler :
a) Segera : stimulasi parasimpatis (bradikardi, hipotensi)
b) Setelah 1 menit : Stimulasi simpatis (tachycardia, hipertensi, peningkatan
konsumsi oksigen otot jantung, dysrhythmia)
c) ECT dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, atau kematian (kasus yang
sangat jarang). Orang dengan masalah jantung tertentu biasanya tidak
diindikasikan untuk ECT.
 Efek Cerebral :
a) Peningkatan konsumsi oksigen.
b) Peningkatan cerebral blood flow
c) Peningkatan tekanan intra cranial
d) Amnesia (retrograde dan anterograde) – bervariasi, dimulai setelah 3-4 terapi,
berakhir 2-3 bulan atau lebih. Lebih berat pada terapi dengan metode bilateral,
jumlah terapi yang semakin banyak, kekuatan listrik yang meningkat dan adanya
organisitas sebelumnya.
 Efek lain :
a) Peningkatan tekanan intra okuler
b) Peningkatan tekanan intragastric
c) Kebingungan (biasanya hanya berlangsung selama jangka waktu yang singkat),
pusing.
d) Mual, Headache/ sakit kepala, nyeri otot.
e) Fraktur vertebral dan ekstremitas dan Rahang sakit. Efek ini dapat berlangsung
dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jarang terjadi bila relaksasi otot baik.
f) Resiko anestesi pada ECT
g) Kematian dengan angka mortalitas 0,002%
5. Peran Perawat
Perawat sebelum melakukan terapi ECT, harus mempersiapkan klien dan
mengantisipasi kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
6. Persiapan klien
a. Menganjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan
yang akan dilakukan.
b. Melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT
c. Menyiapkan surat persetujuan
d. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
e. Meminta klien untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi
7. Pelaksanaan.
a. Setelah alat sudah disiapkan, memindahkan klien ke bed yang sudah disiapkan.
Memposisikan klien hiperektensi punggung tanpa bantal. Seluruh badan di tutup
dengan selimut, kecuali bagian kepala.
b. Dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital klien sebelum dilakukan ECT
c. Menganastesi klien sebelun dilakukan ECT
d. Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan alkohol untuk tempat
elektrode menempel.
e. Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi gel.
f. Klien mulutnya dibuka dan memasang karet yang dimasukkan di mulut klien.
g. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang.
h. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutu) di tahan selama kejang dengan mengikuti
gerak kejang.
i. Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudia tekan tombol sampai timer
berhenti dan dilepas.
j. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan kejang
(menahan tidak boleh dengan kuat).
k. Saat berhenti nafas memberikan O2.
l. Mengecek tanda-tanda vital klien setelah dilakukan ECT
m. Membawa klien ke ruang pemulihan (recovery room)
n. Dokumentasikan hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan
8. Setelah ECT
a. Mengobservasi dan awasi tanda vital sampai kondisi klien stabil.
b. Menjaga kemamanan klien agar kondisi klien kembali stabil.
c. Saat klien sudah sadar bantu mengembalikan orientasi klien sesuai kebutuhan,
biasanya timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit.
REFERENSI

Donahue, Anne B. Electroconvulsive Therapy And Memory Loss, Vermont, USA. Diakses
melalui: retina.anatomy.upenn.edu/pdfiles/5524.pdf

Electroconvulsive Therapy (ECT), Pridmore S. Download of Psychiatry, Chapter 28. Last


modified: April, 2013. Diakses melalui: http://eprints.utas.edu.au/287/

Irving M. Reti, M.B.B.S. Electroconvulsive Therapy Today. In-Depth Report. Diakses


melalui: www.hopkinsmedicine.org/.../DepBulletin407

Kaplan dan Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku, Psikiatri Klinis.
Tangerang: Bina Rupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai