Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TB PARU + HEMOPTOE DI RUANG PAVILIUN IV PARU RUMKITAL Dr.

RAMELAN SURABAYA

I.

Pengertian Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobakterium Tuberculosis. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah (Alsagaff & Mukty, 2008).

II.

Anatomi dan Fisiologi Sistem pernapasan mempunyai fungsi menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan gas karbon dioksida (CO2) dari tubuh. O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus di pasok terus menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksik yang harus segera dikeluarkan dari tubuh. Bila tertumpuk di dalam darah akan menurunkan PH sehingga menimbulkan asidosis yang dapat mengganggu faal badan bahkan dapat menyebabkan kematian. Jalan nafas yang dapat menghantarkan udara ke paru-paru adalah 1. Hidung

Saluran pernapasan dari hidung sampai ke bronchiolus di lapisi oleh membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung maka dari itu: di saring, di hangatkan, dan di lembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Terdapat empat buah sinus paranasalis. Sinus paranasalis adalah rongga di dalam empat buah pasang tulang frontalis, etmoidalis, sfenoidalis dan maksilaris. Rongga sinus berhubungan dengan rongga hidung serta di lapisi mukosa yang merupakan kelanjutan mukosa rongga hidung. Sinus paranasalis juga mempunyai peran ikut membantu proses pelembapan serta menghangatkan udara pernapasan, ruang untuk resonansi udara, memperingan berat, serta menghemat massa tulang tengkorak 2. Faring

Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian atas. Faring terbagi menjadi 3 bagian, yaitu : nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring merupakan bagian pertama dari faring. Nasofaring mempunyai peran sebagai penangkal infeksi dan menunjang fungsi telinga. Untuk penangkal infeksi dilakukan oleh jaringan limfoid. Pada infeksi kronis kelenjar ini dapat membesar sehingga dapat mempengaruhi aliran udara nafas disamping itu juga sebagai mempertahankan keseimbangan tekanan udara telinga. Orofaring terletak dibelakang rongga mulut dan berperan sebagai saluran udara pernapasan serta saluran makanan. Dua kelenjar limfoid yang terdapat pada daerah ini yaitu tonsil palatinum dan tonsil linguinalismembuat orofaring berperan sebagai penangkal infeksi. Laringofaring merupakan bagian terakhir dari faring. Seperti orofaring bagian ini berperan sebagai saluran udara dan saluran makanan. 3. Laring

Laring merupakan bagian pertama dari saluran pernapasan bagian bawah. Laring mempunyai tiga peran utama yaitu sebagai saluran udara, sebagai pintu pengatur perjalanan udara pernapasan dan makanan, serta sebagai organ penimbul suara, peran sebagai pengatur perjalanan udara

pernapasan dan makanan dilakukan oleh epiglotis, sedangkan organ sebagai penimbul sura dilakukan oleh pita suara (korda vokalis). Disamping ditentukan oleh fungsi laring, kualitas suara di pengaruhi pula oleh fungsi resonansi dari hidung, rongga mulut, sinus paranasalis, faring serta otot-otot penggerak lidah, bibir dan pipi. 4. Trakea

Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator muko-siliaris, karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mukus ke arah faring yang kemudian dapat di telan / di keluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok. Bila berkontraksi, otot polos yang terdapat pada bagian belakang cincin tulang rawan yang terputus akan mempercepat arus keluar udara pernapasan. Aksi ini akan membantu mendorong zat mukus ke arah luar waktu terjadi batuk.

5. Bronchus dan bronchiolus

Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek dan besar, merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut lebih paten. Yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan apabila tidak tertahan pada mulut atau hidung. Apabila udara salah jalan, maka tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps. Bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segumen bronchus percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang dinamakan bronchiolus terminalis di sebut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchus terminalis. Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronchiolus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong udara kecil (alveoli) yang berhasil dari dinding mereka dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan tenis. Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, berfungsi mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan inspirasi. Mencegah kolaps pada alveolus saat ekspirasi.

III.

Patofisiologi Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung mycobakterium tuberculosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1 2 jam. Seseorang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut terhirup dalam saluran pernapasan.

Mycobakterium masuk ke dalam saluran pernapasan dan dapat masuk ke alveoli tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area paru-paru lainnya. Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit menghancurkan basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan. Gambaran bronkopneumonia yang dikelilingi oleh selsel radang lokal, tahap permulaan memberikan keluhan seperti suhu tubuh meningkat.

IV.

Etiologi Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi. Melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100) dan droplet kecil (1 sampai 5). Droplet yang berukuran besar menetap, sementara droplet yang berukuran kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Individu yang beresiko tinggi untuk tertular tuberkulosis adalah : 1. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif

2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, pasien yang terinfeksi HIV, pasien yang dalam terapi kortikosteroid) 3. Penggunaan obat-obat IV dan alkoholik 4. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, gastrektomi / yeyunoileal) 5. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, ras, anak-anak dibawah usia 15 tahun, dan dewasa muda antara 15 tahun sampai 44 tahun) 6. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia tenggara, Afrika, Amerika, Karibia) 7. Setiap individu yang tinggal di institusi (fasilitas perawatan jangka panjang, psikiatrik, penjara) 8. Individu yang tinggal didaerah perumahan substandar kumuh 9. Petugas kesehatan

V.

Tanda dan Gejala 1. Panas badan Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi apabila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas 2. Menggigil Dapat terjadi apabila panas badan naik dengan cepat, dapat terjadi suatu reaksi umum yang lebih hebat

3. Keringat malam Keringat malam umumnya baru timbul apabila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini, nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas. 4. Gangguan menstruasi Sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah menjadi lanjut 5. Anoreksia Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif 6. Lemah badan Gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Karena itu harus dianalisa dengan baik dan harus lebih berhati-hati apabila dijumpai perubahan sikap dan temperamen (mudah tersinggung)

VI.

Manifestasi Klinis Menurut Alsagaff dan Mukty (2008) gejala klinis yang timbul pada pasien tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah 1. Batuk Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi paru mengingat tuberculosis paru adalah penyakit menahun. Keluhan ini dirasakan dengan berlanjut walau agak lambat. Batuk pada tuberculosis paru dapat kering pada permulaan penyakit karena sekret masih sedikit, kemudian menjadi produktif.

2. Dahak (sputum) Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning atau kuning hijau sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan perlunakan. Jarang berbau busuk kecuali bila ada infeksi anaerob. 3. Batuk darah Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk.penyebabnya adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga menimbulkan pecahnya pembuluh darah. 4. Sesak napas Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas didalam paru. Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan. 5. Nyeri dada Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada dinding pleura dan paru dan rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada batuk 6. Wheezing Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.

VII.

Penatalaksanaan Prinsip pengobatan TB adalah harus kombinasi, tidak boleh terputus-putus dalam jangka waktu yang lama diantaranya 1. Panduan obat jangka panjang dengan lama pengobatan 18 24 bulan

Pengobatan intensif : setiap hari 1- 3 bulan, isoniazid (INH) + rifampizin (RMP) + streptomicin (SM) dan diteruskan dengan

Pengobatan intermitten dua kali seminggu sampai satu tahun : INH + RMP atau etambutol (EMB)

2. Panduan obat jangka pendek dengan lama pengobatan 6 9 bulan Pengobatan intensif : tiap hari selama 1 2 bulan, INH + RMP + SM atau pirazinamid (PZA) dan diteruskan dengan Pengobatan intermitten : 2 3 kali seminggu selama 4 7 bulan, INH + RMP atau EMB / SM Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6), enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), kreatinin di pantau setiap bulan. Hasil pemeriksaan kultur sputum di pantau terhadap basil tahan asam (BTA) untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan dan kepatuhan pasien terhadap terapi.

XI. Asuhan keperawatan A. Pengkajian Anamnesa 1. Identitas pasien 2. Keluhan utama : batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise 3. Riwayat penyakit saat ini Hal yang perlu dikaji berhubungan dengan keluhan utama. Apabila klien batuk maka perawat menanyakan sudah berapa lama klien batuk dan apakah ada keluhan lain yang menyertai. Tanyakan pula apakah batuk disertai sputum yang kental atau tidak. Tanyakan pula apakah klien mengalami batuk berdarah. Dan tanyakan mengenai keluhan sesak meliputi apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya sesak, bagaimana rasa sesak yang digambarkan klien, dimana rasa berat melakukan pernapasan, seberapa jaug sesak yang dirasakan klien dan berapa lama berlangsung, apakah bertambah buruk di siang dan malam hari. 4. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit dahulu dilakukan dengan mengkaji apakah sebelumnya klien menderita TB paru, keluhan batuk lama, tuberkulosis dari organ lain dan penyakit yang memperberat TB seperti diabetes mellitus. 5. Riwayat penyakit keluarga Secara patologi penyakit TB tidak diturunkan maka tanyakan pada klien apakah penyakit ini pernah diderita keluarga lainnya. 6. Pengkajian Psiko-Sosial-Spiritual Pengkajian psikologis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan

perilaku klien. Kaji pula kondisi pemukiman tempat tinggal klien. Penyakit TB paru sangat rentan diderita oleh mereka yang berada di tempat kumuh dengan ventilasi dan sinar matahari kurang. 7. Pola Fungsi Kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Meliputi : kebiasaan merokok, banyaknya rokok yang dihabiskan, penggunaan alkohol, tembakau dan kebiasaan olah raga. b. Pola nutri dan metabolisme Meliputi : nafsu makan menurun, diit khusus / suplemen, fluktuasi berat badan 6 bulan terakhir, kesukaran menelan. c. Pola eliminasi Meliputi : kebiasaan eliminasi urine / defekasi, konsistensi sebelum MRS atau saat MRS. d. Pola istirahat dan tidur Meliputi : lama tidur pasien sebelum MRS dan MRS, gangguan waktu tidur. e. Pola aktifitas dan latihan Meliputi : kegiatan pasien dirumah dan di RS, serta lamanya aktivitas. f. Pola persepsi dan konsep diri Meliputi : body image, self sistem, kekacauan identitas, depersonalisasi. g. Pola reproduksi seksual Meliputi : penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi pola seksual px, pemeriksaan payudara setiap bulan sekali / 2 bulan, masalah sexsual yang berhubungan dengan penyakit.

h. Pola sensori dan kognitif Meliputi : Daya pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan kognitif pasien baik atau buruk. i. Pola hubungan peran Meliputi : hubungan dengan keluarga, rekan kerja dan masyarakat. j. Pola penanggulangan stres Meliputi : penyebab stres, koping terhadap stres, adaptasi terhadap stres, pertahanan diri terhadap pemecahan masalah. 8. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Keadaan umum yang perlu di nilai adalah tingkat kesadaran. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh, frekuensi napas meningkat disertai sesak napas dan denyut nadi seirama dengan peningkatan suhu dan pernapasan. Tekanan darah tergantung pada penyakit penyulit yang menyertai. b. B1 (Breathing) 1. Inspeksi : inspeksi bentuk dada dan gerakan pernapasan 2. Palpasi : palpasi trakhea dan getaran suara (Fremitus vokal) 3. Perkusi : TB paru tanpa komplikasi didapatkan bunyi resonansi dan sohor sedangkan jika terjadi komplikasi didapatkan bunyi hiperresonansi 4. Auskultasi : didapatkan bunyi napas tambahan (Ronchi) pada sisi yang sakit c. B2 (Blood) Pada klien dengan TB pengkajian dapat meliputi : 1. Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik 2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah

3. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB Paru dengan efusi pleura masih mendorong ke sisi yang sehat 4. Auskultasi : tekanan darah biasanya normal d. B3 (Brain) Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat e. B4 (Bladder) Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien di informasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena OAT terutama rifampisin. f. B5 (Bowel) Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. g. B6 (Bone) Aktifitas berkurang pada klien TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d sekresi mukus yang kental, haemoptoe. 2. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektaksis, kerusakan membran alveolar dan edema bronchial

3. Ketidakefektifan pola nafas b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. 4. Resiko hipertermi b/d perubahan termostat di hipotalamus 5. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d respon inflamasi pada paru dan peningkatan reseptor nyeri 6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia atau dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh.

C. Intervensi keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d sekresi mukus yang kental, haemoptoe, kelemahan. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas kembali efektif Kriteria evaluasi : 1. Klien mampu melakukan batuk efektif 2. Mengeluarkan sekresi secara efektif 3. Pernapasan klien normal (16-20 x/mnt) tanpa adanya penggunaan otot bantu nafas. Intervensi : 1. Kaji fungsi pernapasan (bunyi nafas, kecepatan irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu nafas) Rasional : penurunan bunyi nafas menunjukkan atelektaksis, ronci menunjukkan akumulasi sekret dan ketidak efektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan peningkatan otot bantu nafas dan kerja pernapasan.

2. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, sangat kental, sputum dan adanya hemoptosis Rasional : pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental. Sputum berdarah bila ada kerusakan (kavitas) paru atau bronkial dan memerlukan intervensi lebih lanjut. 3. Berikan posisi fowler / semifowler tinggi pada pasien Rasional : posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru menurunkan upaya nafas ventilasi maksimal membuka area atelektaksis. 4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu dilakukan pengisapan (suction) Rasional : mencegah obstruksi dan aspirasi 5. Instruksikan pada pasien untuk berlatih nafas dalam dan latihan batuk efektif Rasional : meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk mudah dikeluarkan. 6. Kolaborasi pemberian obat sesuai tindakan: OAT Rasional : pengobatan TB anti infeksi yang menurunkan keaktifan organisme Agen mukolitik Rasional : menurunkan kekentalan dan perlengkapan sekret paru untuk mempermudahkan pembersihan Bronkodilator Rasional : meningkatkan diameter lumen percabangan trakeo bronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran darah Kortikosteroid

Rasional : berguna pada adanya keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan

2. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektaksis, kerusakan membran alveolar dan edema bronchial Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan pertukaran gas tidak terjadi Kriteria evaluasi : 1. Melaporkan penurunan dispnea 2. Tidak ada gejala distres pernapasan 3. Menunjukkan gas darah arteri dalam rentang normal Intervensi : 1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernapasan,

ekspansi toraks dan kelemahan Rasional : TB Paru mengeluarkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura dan fibrosis yang sangat luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dan gejala ringan dispnea berar sampai distress pernapasan. 2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku Rasional : akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh 3. Tingkatkan tirah baring batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari sesuai keadaan klien

Rasional : menurunkan konsumsi

oksigen selama periode penurunan

pernapasan dan menurunkan beratnya gejala 4. Kolaborasi: Pemeriksaan BGA Rasional : penurunan kadar oksigen (PO2) dan peningkatan PCO2 menunjukkan kebutuhan program terapi Kortikosteroid Rasional : kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada hiposekmia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan

3. Ketidakefektifan pola nafas b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas

kembali efektif Kriteria evaluasi : 1. Klien mampu melakukan batuk efektif 2. Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal. 3. Rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan dan bunyi terdengar jelas. Intervensi : 1. Identifikasi faktor penyebab Rasional : dengan mengidentifikasi penyebab, kita dapat menentuka jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. 2. Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital.

Rasional : distress pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri dapat menyebabkan terjadinya syok akibat hipoksia. 3. Berikan posisi fowler / semifowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit. Bantu klien latihan napas dalam dan batuk efektif Rasional : posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas 4. Auskultasi bunyi napas Rasional : bunyi napas dapat menurunkan pada area kolaps 5. Kaji pengembangan dada dan posisi trakea Rasional : ekspansi paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakea ke arah sisi yang sehat pada tension pneumothoraks 6. Kolaborasi untuk indikasi WSD Rasional : bertujuan sebagai evaluasi cairan / udara dan mempermudah ekspansi paru secara maksimal 7. Periksa batas cairan pada botol penghisap dan pertahankan pada batas yang ditentukan Rasional : air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara atmosfer masuk ke dalam pleura 8. Observasi gelembung udara pada botol penampung Rasional : gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan dari pleura sesuai yang diharapkan

4. Resiko hipertermi b/d perubahan termostat di hipotalamus Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal Kriteria hasil : 1. pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal Intervensi : 1. kaji tanda dan gejala awal hipertermi Rasional : menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat 2. pantau suhu tubuh minimal setiap dua jam sesuai dengan kebutuhan Rasional : memantau perkembangan suhu tubuh di saat waktu yang ditentukan 3. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan Rasional : hidrasi yang adekuat membantu mengatasi suhu tubuh yang meningkat dan dapat mengencerkan sekret juga mengefektifkan

pembersihan jalan napas. 4. instruksikan pada keluarga untuk mengenali dan melaporkan tanda gejala hipertermi yaitu kulit kering, sakit kepala, kelemahan, dan suhu di atas 37,8C 5. kolaborasi untuk pemberian antipiretik sesuai dengan kebutuhan pasien rasional : antipiretik bertujuan untuk menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi)

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan keletihan, anoreksia atau dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan intake nutrisi klien terpenuhi Kriteria evaluasi : 1. Klien dapat mempertahankan status gizinya dan yang semula kurang menjadi adekuat 2. Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya Intervensi : 1. Kaji status nutrisi klien Rasional : menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat 2. Fasilitas klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien Rasional : memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake gizi dan dukungan cairan 3. Fasilitas pemberian diet, berikan dalam porsi kecil tapi sering Rasional : memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan energy besar serta menurunkan iritasi saluran cerna 4. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein serum dan albumin Rasional : menilai kemajuan terapi diet dan membantu perencanaan intervensi selanjutnya 5. Kolaborasi untuk pemberian multivitamin Rasional : multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi akibat peningkatan laju metabolisme umum

D. Implementasi keperawatan Implementasi adalah tindakan yang dilakukan secara sesuai dengan yang direncanakan. Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu : 1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi 2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat 3. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi 4. Dokumentasi intervensi dan respon klien E. Evaluasi keperawatan Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap

proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil. Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah : 1. Tujuan tercapai 2. Tujuan tercapai sebagian 3. Tujuan tidak tercapai

LAPORAN KASUS

Ruangan

: Paviliun IV

No. Reg. Pengkajian

: 0000442568 : 28 september 2013

Waktu MRS : 24 sept 2013

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------I. IDENTITAS Nama Umur Jenis kelamin Suku/bangsa Agama Status Pekerjaan Pendidikan Alamat : Tn. G : 29 tahun : Laki-Laki : Jawa/Indonesia : Islam : Menikah : TNI : SMA : Surabaya

II.

RIWAYAT KESEHATAN 1. Keluhan utama : Klien mengeluh batuk darah, disertai demam. 2. Riwayat penyakit sekarang Pasien mengungkapkan bahwa dirinya merasa tenggorokan sangat gatal, batuk sering kambuh, dahak berwarna merah darah 80 cc/ sekali batuk, kadang dahaknya susah keluar, nafsu makan menurun sejak 2 bulan terakhir, BB turun dari 85 kg menjadi 65 kg. Pasien juga sering diare sejak akhir tahun 2012, sariawan sering kambuh dan sembuh tanpa pengobatan sejak akhir tahun 2012, sering keringat pada malam hari. Pada tanggal 22 september 2013 pasien MRS, karena tidak ada perubahan pada tanggal 27 september 2013 pasien minta KRS.

Kemudian pada tanggal 28 september 2013 pasien MRS lagi dengan keluhan yang sama. Keadaan pasien saat masuk di Paviliun IV dengan terpasang infus Nacl 350cc. 3. Riwayat penyakit dahulu Pasien mengungkapkan bahwa sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini. Pasien tidak punya penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan jantung. Sesak 2 minggu terakhir pasien sudah mengkonsumsi OAT. 4. Riwayat penyakit keluarga Di dalam keluarga klien, tidak ada yang menderita diabetes mellitus, hipertensi, jantung dan penyakit paru. 5. Genogram keluarga

6. Riwayat alergi Pasien tidak memiliki riwayat alergi, baik terhadap obat-obatan, udara maupun makanan. III. PENGKAJIAN FISIK 1. Keadaan umum Pasien tampak lemah, batuk dengan mengeluarkan darah berwarna merah darah, pasien juga terpasang infus Nacl di tangan sebelah kiri.

2. Status mental Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekspresi wajah pasien cemas, cara berbaring/bergerak klien terlentang dan melakukan kegiatan secara mandiri, komunikasi jelas dan dapat dimengerti, dari pemeriksaan tanda-tanda vital pasien ditemui data : pemeriksaan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100/menit, suhu 38C, RR 30/menit, dengan tinggi badan 172 cm, berat badan sebelum sakit 85 kg dan berat badan saat sakit 65 kg. 3. Sistem pernapasan (B1) Pasien mempunyai kebiasaan merokok dan minum alkohol, bentuk dada simetris, irama nafas reguler, suara nafas bronkovesikuler, suara nafas tambahan ronchi, terdapat sesak napas, fremitus normal, batuk sejak bulan juli 2013 dan dsertai darah berwarna merah segar, tidak terdapat otot bantu nafas tambahan. Masalah keperawatan : Ketidak efektifan bersihan jalan nafas 4. Sistem kardiovaskuler (B2) Pasien tampak pucat, pusing, tidak ada odema ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah, tidak ada nyeri dada, tidak ada tanda-tanda sianosis, CRT lebih dari 2 detik, irama jantung : S1 S2 tunggal dan akral panas. Masalah keperawatan : Hipertermi 5. Sistem persyarafan (B3) Kesadaran compos mentis ditandai dengan nilai GCS membuka mata secara spontan dengan nilai 4, berbicara lancar dengan nilai 5, respon terhadap perintah baik dengan nilai 6. Tidak ada nyeri kepala, tidak ada paralisis. Dalam indra penciuman bentuk hidung simetris, tidak ada polip, dan tidak ada septum. Dalam indra penglihatan mata simetris, pupil isokor, refleks klien terhadap cahaya kanan dan kiri positif, konjungtiva anemis, dan sklera putih. Dalam indera pendengaran

telinga simetris, tidak ada kelainan, tidak ada gangguan, dan tidak menggunakan alat bantu. Dalam indera pengecapan lidah terlihat kotor dan terdapat candida albicans, tidak ada pembesaran pada uvula, tidak merasa kesulitan menelan Hasil pemeriksaan reflek fisiologis : 1. Reflek bisep (BPR) : 4-4 2. Reflek Trisep (TPR) : 3-3 3. Reflak Patela (KPR) : 3-3 4. Reflek Achiles (APR) : 3-3 Hasil pemeriksaan reflek patologis : 1. Babinski : normal 2. Caddock : normal 3. Hoffman : normal Hasil pemeriksaan syaraf kranial : 1. Syaraf kranial I / olfaktorius : penciuman normal 2. Syaraf kranial II / optikus : klien dapat melihat

3. Syaraf kranial III / okulomotorius : klien dapat membuka kelopak mata 4. Syaraf kranial IV / troklearis : klien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah 5. Syaraf kranial V / trigeminus : klien dapat mengunyah 6. Syaraf kranial VI / abdusen perawat 7. Syaraf kranial VII / fasialis : klien dapat membedakan rasa : klien dapat menggerakkan bola mata ke arah

8. Syaraf kranial VIII / vestibulokoklearis : klien dapat mendengarkan suara 9. Syaraf kranial IX / glasofaringeus : klien dapat membuka mulut 10. Syaraf kranial X / vagus : klien mampu menelan

11. Syaraf kranial XI / asesorius : klien dapat menggerakkan leher 12. Syaraf kranial XII / hipoglosus : klien dapat menggerakkan lidah Masalah keperawatan tidak ada 6. Eliminasi urine (B4) Kandung kemih teraba kosong, tidak teraba nyeri tekan, produksi urine sebelum masuk rumah sakit 7x/hari, warna kekuningan, frekuensi normal, jumlah urine 1300 cc. Produksi urine saat masuk rumah sakit 4x/hari, warna kuning pekat, jumlah urine 1000 cc dan tidak menggunakan alat bantu kateter. Masalah keperawatan tidak ada 7. Eliminasi alvi (B5) Membran mukosa kering, mulut terlihat kotor, tidak memakai gigi palsu, klien dapat mengunyah dengan baik, tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada benjolan pada abdomen, tidak ada pembesaran hepar, gerakan peristaltik 20x/menit, sebelum MRS pasien sering diare, saat pasien dirawat di rumah sakit frekuensi BAB 2x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi lembek dan terkadang diare. Diit saat di rumah sakit, frekuensi 3x/hari, jenis makanan nasi, lauk pauk, sayur, buah, porsi 15 sendok, nafsu makan menurun, sering merasa mual dan muntah, tidak terpasang NGT, frekuensi minum jumlah 1500 cc/hari, jenis air putih. Masalah keperawatan : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 8. Sistem muskuloskletal / integumen (B6) Rambut bersih dan berwarna hitam, kulit kepala bersih, turgor kulit elastis, tidak ada kelemahan otot, tidak ada kelumpuhan otot, tidak ada kekakuan otot pada separuh tubuh, tidak ada nyeri, tidak ada pembengkakan, tidak ada

peradangan, tidak ada luka, tidak ada patah tulang, tulang belakang normal, kekuatan otot 5-5-5-5, kebutuhan pasien masih perlu dibantu oleh keluarga. Masalah keperawatan : intoleransi aktivitas 9. Sistem penginderaan Penglihatan klien baik, pergerakan bola mata normal, sklera sebelah kiri normal berwarna putih, fungsi pendengaran baik, bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan pada sinus, tidak ada polip dan keluhan lainnya. Masalah keperawatan tidak ada 10. Sistem endokrin Tidak ada masa pada kelenjar limfe, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak teraba, mobilitas leher bebas Masalah keperawatn : tidak ada 11. Sistem reproduksi Tidak dilakukan inspeksi pada area genitalia pasien, tapi pasien

mengungkapkan bahwa ia tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan sistem reproduksi. Masalah keperawatan : tidak ada POLA FUNGSI KESEHATAN 1. Kemampuan perawatan diri a. Sebelum masuk rumah sakit Pasien mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri seperti mandi, berpakaian, toileting/eliminasi, berpindah, berjalan, naik tangga, pemeliharaan rumah. b. Masuk rumah sakit

Pasien mampu melakukan kegiatan secara mandiri seperti mobilitas di tempat tidur, berpindah, dan berjalan. Namun ada beberapa kegiatan yang perlu bantuan orang lain atau alat seperti mandi, berpakaian, toileting, dan mobilitas di tempat tidur. Masalah keperawatan : defisit perawatan diri 2. Personal hygiene a. Sebelum masuk rumah sakit Pasien mampu melakukan kegiatan kebersihan diri seperti mandi, keramas, ganti pakaian, menyikat gigi, memotong kuku b. Masuk rumah sakit. Pasien tidak sempat melakukan kebersihan diri karena kelemahan yang disebabkan rasa sakitnya. Masalah keperawatan : defisit perawatan tubuh 3. Pola istirahat dan tidur Pasien mengatakan tidak mengalami masalah dengan pola istirahat dan tidur. Sebelum sakit klien dapat tidur kurang lebih 8 jam/hari dan setelah sakit kurang lebih 6-8 jam/hari, jam tidur malam saat di rumah sakit 21.00 04.00 dan jam tidur siang 12.00 17.00. Masalah keperawatan : tidak ada 4. Kognitif Keluarga mengetahui tentang penyakit yang diderita Tn.G dan saat ini berusaha merawat Tn.G yang sedang sakit. Masalah keperawatan : tidak ada 5. Konsep diri Gambaran diri : pasien tidak merasa menyukai apa yang ada pada dirinya

Ideal diri : pasien dan keluarga berharap agar pasien cepat sembuh Identitas diri : pasien mengungkapkan bahwa dirinya adalah laki-laki Harga diri : klien merasa dihargai oleh keluarga Peran diri : klien adalah tulang punggung keluarga dan juga suami dari satu orang anak Masalah keperawatan : tidak ada 6. Aktivitas sehari-hari Klien mengatakan selama sakit saya bosan sehari-hari berbaring di tempat tidur dan sebelum sakit klien sibuk dengan pekerjaan dan kegiatannya. 7. Koping toleransi terhadap stres Klien mengatakan agak cemas dengan penyakitnya walaupun bisa menerima bahwa dirinya menderita HIV Aids dan TB Paru Masalah keperawatan : cemas (anxietas) 8. Sosial spiritual a. Kemampuan berkomunikasi Klien mampu mengkomunikasikan masalahnya dengan keluarga maupun perawat. Klien mampu mengerti apa yang dijelaskan oleh petugas kesehatan. b. Bahasa sehari-hari Bahasa indonesia dan bahasa jawa c. Hubungan dengan keluarga Klien selalu ditemani keluarga selama dirawat d. Hubungan dengan orang lain Klien bersikap acuh terhadap petugas kesehatan / orang lain e. Kegiatan beribadah Selama sakit kegiatan ibadah klien terganggu. Klien tidak pernah sholat saat sakit.

9. Data penunjang 1. Laboratorium (30 september 2013) sputum BTA III = 1 + (pus) Glucose 56 mg/dL (normal 76-110 g/dL) BUN = 11,4 mg/dL (8,0-23,0 mg/dL) Kreatinin = 0,7 mg/dL (0,9-1,5 mg/dL) Albumin = 2,8 g/dL (3,8 5,1) 2 jam pp = 100 ug% 2. Tes alergi antibiotik (24 september 2013) Amoxil = resistant Penicilin G = resistant Cloxacilin = sensitive 20 mm Erytromycin = sensitive 30 mm Meropenem = sensitive 26 mm 3. CT Scan thorax (1 oktober 2013) 10. Penatalaksanaan Tranfusi darah Injeksi ranitidin 2x1 Injeksi sohobion 1x1 Antasida 3x1 Infus levo 1x750 Cotrim forte 1x1 Infus RL 21 tetes Infus Nacl 2 : 2 OAT 1x4 tablet

Anda mungkin juga menyukai