Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL

MATA KULIAH ILMU KEDOKTERAN FISIK & REHAB


“SKENARIO 2”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

Pembimbing :
Reza Hery Mahendra Putra, dr., Sp.An

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan tutorial Skenario 2 telah melalui konsultasi dan disetujui oleh Tutor
Pembimbing

Surabaya, 12 Desember 2018


Pembimbing

Reza Hery Mahendra Putra, dr., Sp.An

2
Ketua BAGAS SETIAWAN 6130015022

Sekertaris 1 FERREN OKTAVENA 6130015018

Sekertaris II ACHMAD HILMAN FAHMY 6130015021

RATIH AYU PUSPITA 6130015012

MOCHAMMAD SULUNG 6130015013

HAFIZH AULIYAN SODALI 6130015015

MUTIARA ASWAR EKA PUTRI 6130015016

AINUN NUFUS 6130015017

AUZAN FERDIANSYAH 6130015014

SA’ADAH FIDDAARAINI 6130015020

M SIGIT NUGROHO 6130015019

3
Skenario
Seorang pasien laki-laki berusia 54 tahun dating ke klinik pratama dengan
keluhan nyeri punggung.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Anamnesis didapatkan pasien menderita nyeri punggung bawah selama 2 pekan
setelah jatuh terpeleset, terasa kemang, makin kemeng bila membungkuk,
berkurang bila tiduran. Tidak terasa kesemutan, tidak didapatkan penjalaran nyeri
ke kaki. Pasien sudah mencoba meredakan sendiri rasa nyeri tersebut dengan
meminum obat yang dibeli bebas ditoko obat.setelah minum obat rasa kemang
berkurang sedikit namun beberapa saat kemudian muncul lagi. Tidak ada keluhan
panas badan. Sehari hari pasien bekerja sebagai pedagang sayur dipasar dan sejak
sakit pasien terpaska tidak bekerja. Tidak ada gangguan BAK dan BAB.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Jatuh terpeleset dua pekan yang lalu. Tidak didapatkan riwayat diabetes atau
hipertensi.
Pemeriksaan Fisik:
KU: kompos mentis, GCS: 456, TD: 130/80, nadi: 84x/m, temperature: 36,3 C,
frekuensi napas 18x/menit.
Kepala leher: dbn
Thoraks: jantun/ paru dbn
Abdomen: dbn
Extremitas: edema(-), inflamasi(-), DTR: BPR/TPR ++/++, KPR/APR ++/++
MMT AGA & AGB 5/5, sensibilitas dbn
Status lokalis punggung bawah: inflamasi(-), palpasi: spasme paralumbal, luas
gerak sendi punggung terbatas saat fleksi punggung bawah nyeri.
Pemeriksaan khusus: SLR-/-, hamstring tightnes +/+
Pemeriksaan Penunjang:
- Osteophyte pada L1, L2
- Tidak tampak paravertebran soft tissue mass
- Tidak tampak fraktur
- Diskus intervetrebralis, pedikel baik
- Alignment kurva melurus

4
- Tampak listhesis pada VL4 terhadap VL5 ke anterior sebesar 25% (grade1)
STEP 1
Kata Sulit
Kata Kunci
1. Nyeri Punggung
2. Jatuh kepleset
3. Laki-laki 54 tahun
STEP 2
Rumusan masalah
1. Mengapa pasien bertambah nyeri ketika membungkuk dan berkurang ketika
tiduran?
2. Apa penyebab nyeri punggung dengan usia pasien?
3. Hubungan keluhan dengan pekerjaan ?
4. Mengapa kemang timbul lagi setelah sudah minum obat toko ?
Jawaban :
1. Saat membungkuk otot lebih tertarik, tetapi ketika tidur otot bisa lebih reflek
2. Usia 54 tahun, kadar jumlah kalsium pada tulang terbilang berkurang ,
terlebih lagi pasien pasca kecelakaan dan usia diskus veterbrae semakin
berkurang.
3. Pekerjaan sebagai tukang sayur dan mengangkat beban berat secara terus
terusan sehingga menyebabkan nyeri punggung dan fungi tulang semakin
menurun
4. Mekanisme nyeri tidak ditangani dengan baik, obat took hanya sebagai
analgesic perifer dan pusat nyeri belum terobati dan memicu nyeri kembali
terjadi.
STEP 3
Hipotesis
Pasien mengalami low back pain (LBP) post traumatic/ kepleset 2 minggu yang
lalu.

5
STEP 4
Mind Mapping

STEP 5
Learning Objective
1. Mampu memahami dan menjelaskan anatomi verterbrae lumbar
2. Mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding
3. Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang
4. Mampu memahami dan menjelaskan diagnosis pasti
5. Mampu memahami dan menjelaskan etiologi
6. Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi (mekanisme nyeri)
7. Mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana
8. Mampu memahami dan menjelaskan prognosis dan komplikasi

6
9. Mampu memahami dan menjelaskan pandangan islam
STEP 6
Belajar Mandiri

7
STEP 7
LO 1 : Mampu memahami dan menjelaskan anatomi
1. Anatomi Punggung Bawah
Vertebrae Lumbal
Ukuran tulang vertebrae lumbal semakin bertambah dari L1 hingga L5
seiring dengan adanya peningkatan beban yang harus disokong. Pada
bagian depan dan sampingnya, terdapat sejumlah foramina kecil untuk
suplai arteri dan drainase vena.
Pada bagian dorsal tampak sejumlah foramina yang lebih besar dan
satu atau lebih orificium yang besar untuk vena basivertebral. Corpus
vertebrae berbentuk seperti ginjal dan berukuran besar, terdiri dari tulang
korteks yang padat mengelilingi tulang medular yang berlubang-lubang
(honeycomb-like). Permukaan bagian atas dan bawahnya disebut dengan
endplate.
End plates menebal di bagian tengah dan dilapisi oleh lempeng tulang
kartilago. Bagian tepi end plate juga menebal untuk membentuk batas tegas,
berasal dari epiphyseal plate yang berfusi dengan corpus vertebrae pada
usia 15 tahun. Lengkung vertebrae merupakan struktur yang berbentuk
menyerupai tapal kuda, terdiri dari lamina dan pedikel. Dari lengkung ini
tampak tujuh tonjolan processus, sepasang prosesus superior dan inferior,
prosesus spinosus dan sepasang prosesus tranversus. Pedikel berukuran
pendek dan melekat pada setengah bagian atas tulang vertebrae lumbal.
Lamina adalah struktur datar yang lebar, terletak di bagian medial
processus spinosus. Processus spinosus sendiri merupakan suatu struktur datar,
lebar, dan menonjol ke arah belakang lamina. Processus transversus menonjol
ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel
dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-
otot dan ligamen-ligamen yang menempel kepadanya. Processus articular
tampak menonjol dari lamina. Permukaan processus articular superior
berbentuk konkaf dan menghadap kearah medial dan sedikit posterior.
Processus articular inferior menonjol kearah lateral dan sedikit anterior dan
permukaannya berbentuk konveks. Sendi facet disebut juga sendi

8
zygapophyseal. merupakan sendi yang khas. Terbentuk dari processus
articular dari vertebrae yang berdekatan untuk memberikan sifat mobilitas
dan fleksibilitas. Sendi ini merupakan true synovial joints dengan cairan
sinovial (satu processus superior dari bawah dengan satu processus inferior
dari atas). Manfaat sendi ini adalah untuk memberikan stabilisasi pergerakan
antara dua vertebrae dengan adanya translasi dan torsi saat melakukan
fleksi dan ekstensi karena bidang geraknya yang sagital . Sendi ini
membatasi pergerakan fleksi lateral dan rotasi. Permukaan sendi facet terdiri
dari kartilago hialin. Pada tulang belakang lumbal, kapsul sendinya tebal
dan fibrosa, meliputi bagian dorsal sendi. Kapsul sendi bagian ventral
terdiri dari lanjutan ligamentum flavum. Ruang deltoid pada sendi facet
adalah ruang yang dibatasi oleh kapsul sendi atau ligamentum flavum pada
satu sisi dan pertemuan dari tepi bulat permukaan kartilago sendi artikuler
superior dan inferior pada sisi lainnya, ruang ini diisi oleh meniscus atau
jaringan fibro adipose yang berupa invaginasi rudimenter kapsul sendi
yang menonjol ke dalam ruang sendi. Fungsi meniskus ini adalah
untuk mengisi kekosongan sehingga dapat terjadi stabilitas dan distribusi
beban yang merata (Vitiana, 2001).
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar
terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamnetum
longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas
pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus
yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale.
Bagian posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi
apofisial (Haldeman et al, 2002). Menurut Haldeman et al (2002), Diskus
intervertebralis baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah
bangunan yang tidak peka nyeri,dan yang merupakan bagian peka nyeri adalah:
a. Lig. Longitudinale anterior
b. Lig. Longitudinale posterior
c. Corpus vertebra dan periosteumnya
d. Articulatio zygoapophyseal

9
e. Lig. Supraspinosum.
Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus
intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif)
dan otot (aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna
vertebrale ini stabilitas daerah pinggang sangat bergantung pada gerak
kontraksi volunter dan reflek otot-otot sakrospinalis, abdominal, gluteus
maksimus, dan hamstring

LO 2 : Mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding pada scenario


1. Low back pain et causa hernia nucleus pulposus
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus
fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture
annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan
kompresi pada element saraf. Pada umumnya HNP pada lumbal sering terjadi
pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini melibatkan root nerve
L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar
ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering
dirasakan penderita HNP. Weakness pada grup otot tertentu namun jarang
terjadi pada banyak grup otot (Lotke, 2008).

Gambar 1. Hernia Nucleus Pulposus

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan


meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang
lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan

10
karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di
daerah lumbal dapat menyembul atau pecah (Moore dan Agur, 2013).
Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena
adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus
intervertebralis sehingga menimbulkan robeknya annulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan
oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan
dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong
ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus
pulposus terdorong terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul
dari kolumna spinal (Moore dan Agur, 2013).
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah
disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan
lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan
retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri
tekan yang terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan
betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki
berkurang dan reflex achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan
nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai
bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius
(plantar fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari
kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik pada malleolus lateralis dan
bagian lateral pedis (Setyanegara, 2014).
2. Low back pain et causa Spondylolisthesis
Spondylolistesis adalah suatu kondisi dimana terjadi pergeseran korpus
vertebra terhadap vertebrae yang disebelah atas atau disebelah bawahnya.
Spondylolistesis sering terjadi antara Vertebrae L4 dan L5 atau antara L5 dan
S1. Faktor-faktor resiko terjadinya spondylolistesis adalah trauma yang
berulang atau hiperektensi pada lumbal atau merupakan kelainan kongenital.
Olahragawan seperti gymnastic, angkat besi, dan pesepak bola, mempunyai
resiko yang lebih besar mengalami spondylolistesis (Devlin, 2012).

11
Gejala yang paling umum dari spondylolistesis adalah nyeri punggung
bawah hingga kedua belah paha belakang. Apabila dilihat dari struktur
anatomi, dapat dijumpai patologi segmental berupa kerusakan prosesus
artikularis, yang akan menyebabkan terjadinya lisis sehingga tidak mampu
menahan beban geser ke anterior dan akan menyebabkan nyeri. Ligamen laxity
yang menyebabkan instabil pada facet, terjadi peregangan kapsul yang
menyebabkan cedera kapsul dan akan menyebabkan nyeri. Pada otot akan
terjadi reaksi protektif berupa guarding spasme yang akan menimbulkan nyeri.
Dari uraian tersebut, spondilolistesis lumbalis yang diakibatkan karena
pergeseran korpus vertebralis, menyebabkan struktur lumbalis akan berubah
sehingga akan menimbulkan nyeri. Dimana fungsi otot sebagai stabilisator
aktif sendi terganggu, dan otot akan menjadi lemah. Keluhan pada pasien
spondilolistesis akan bertambah pada posisi duduk yang lama atau berjalan
dengan jarak yang jauh, serta jika melakukan gerakan ekstensi pada pinggang
(Devlin, 2012).
Lokasi Kualitas Faktor pemberat
Usia Nyeri Nyeri dan meringankan Tanda
nyeri
HNP 30-50 Punggung Tajam, Berkurang saat Laseque sign
sampai rasa berdiri, memberat (+),
tungkai terbakar, saat kelemahan
bawah paraestesi membungkuk/ dan reflex
tungkai duduk asimetris
Spondylolisthesis Semua Punggung, Sangat Memberat saat Eksagregasi
usia paha atas nyeri aktivitas/ tulang
membungkuk belakang

12
mengalami
defek pada
prosesus
spinosus, otot
hamstring
tertarik

LO 3 : Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang


1) Anamnesis (Huldani D. 2012)
a. Letak atau lokasi nyeri, penderita diminta menunjukkan nyeri dengan
setepat – tepatnya, atau keterangan yang rinci sehingga letaknya dapat
diketahui dengan tepat.
b. Penyebaran nyeri, untuk dibedakan apakah nyeri bersifat radikular atau
nyeri acuan.
c. Sifat nyeri, misalnya seperti ditusuk – tusuk, disayat, mendeyut, terbakar,
kemeng yang terus – menerus, dan sebagainya.
d. Pengaruh aktivitas terhadap nyeri, apa saja kegiatan oleh penderita yang
dapat menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa sehingga penderita
mempunyai sikap tertentu untuk meredakan rasa nyeri tersebut.
e. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh, erat kaitannya dengan aktivitas
tubuh, perlu ditanyakan posisi yang bagaimana dapat memperberat dan
meredakan rasa nyeri.
f. Riwayat Trauma, perlu dijelaskan trauma yang tak langsung kepada
penderita misalnya mendorong mobil mogok, memindahkan almari yang
cukup berat, mencabut singkong, dan sebagainya.
g. Proses terjadinya nyeri dan perkembangannya, bersifat akut, perlahan,
menyelinap sehingga penderita tidak tahu pasti kapan rasa sakit mulai
timbul, hilang timbul, makin lama makin nyeri, dan sebagainya.
h. Obat – obat analgetik yang diminum, menelusuri jenis analgetik apa saja
yang pernah diminum.
i. Kemungkinan adanya proses keganasan.

13
j. Riwayat menstruasi, beberapa wanita saat menstruasi akan mengalami LBP
yang cukup mengganggu pekerjaan sehari – hari. Hamil muda, dalam
trimester pertama, khususnya bagi wanita yang dapat mengalami LBP berat.
k. Kondisi mental/emosional, meskipun pada umumnya penderita akan
menolak bila kita langsung menanyakan tentang “banyak pikiran” atau
“pikiran sedang ruwet” dan sebagainya. Lebih bijaksana apabila kita
menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental tadi secara
tidak langsung, dengancara penderita secara tidak sadar mau berbicara
mengenai faktor stress yang menimpanya.
2) Pemeriksaan umum
a. Pemeriksaan fisik umum
1. GCS
2. Vital sign meliputi (nadi, RR, tensi dan suhu)
3. Pemeriksaan fisik (Head to toe) inspeks, palpasi, perkusi, dan auskultasi

b. Pemeriksan khusus
1. Inspeksi
Inspeksi pertama kali dilakukan dengan posisi pasien berdiri dan
diamati dari tiga posisi yaitu depan, samping dan belakang. Pada posisi ini
diamati apakah tulang belakang simetris atau terjadi skoliosis, lordosis atau

14
kifosis. Selain itu perlu diperhatikan juga adanya deformitas atau lekukan
kulit yang abnormal, atrofi otot, atau pola rambut tubuh yang tidak normal.
Selanjutnya dilakukan dengan posisi pasien duduk untuk mengamati
simetrisitas panggul. Selanjutnya posisikan pasien untuk berbaring dengan
kaki lurus untuk menilai simetrisitas panjang kaki kanan dan kiri (Sandella,
2012)
2. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan, massa,
deformitas, kelainan struktur tulang dan kekakuan otot. Palpasi dilakukan
dengan cara meletakkan kedua permukaan tangan dari bagian processus
spinosus dan meraba sambil menekan perlahan ke arah tubuh bagian bawah
atau lumbar vertebrae (Sandella, 2012).

c. Pemeriksaan neurologik (Lumbantobing, SM, 2008)


1. Motorik:
Perlu di perhatikan bentuk otot, tonus otot, dan kekuatan ototnya,
bentuk otot dapat dilihat mengalami hipertrofi atau hipotrofi. Melihat tonus
otot yaitu dengan flexi dan
ekstensikan sendi siku dan lutut
dilihat hipertonus atau hypotonus.
Kekuatan otot dilakukan satu arah
gerakan saja dan dinilai dalam
bentuk angka:
5 = normal
4 = mampu lawan gravitasi dan
tahanan ringan
3 = mampu lawan gravitasi dan
tidak tahanan ringan
2 = gerakan di sendi, tak mampu
melawan gravitasi

15
1 = gerakan (-), kontraksi otot terasa atau teraba
0 = tidak ada kontraksi sama sekali
2. Sensorik
Pemeriksaan sensorik ini meliputi pemeriksaan raba rabaan, rasa sakit,
rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar. Bila ada kelainan maka tentukanlah
batasnya sehingga segmen yang terganggu dapat diketahui dan dermatome
mana yang mengalami gangguan
3. Refleks fisiologis;
Diperiksa refleks patella (L3-L4) dan Achilles (L5-S1). Nilai reflek
= 0, +1, +2. Reflex tendon akan menurun pada lesi LMN (Lower Motor
Neuron) dan meningkat pada lesi UMN (Upper Motor Neuron)

Gambar: Refleks patella dan Achilles


4. Refleks patologis (Lumbantobing, SM, 2008)
1. Babinski sign
Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu
refleks. Reaksi : Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan
gerakan melebar jari-jari lainnya
2. Chaddock’s sign
Cara : Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus eksterna
ke arah lateral dengan palu refleks ujung tumpul. Reaksi : sama dengan
babinski sign

16
3. Gordon’s sign
Cara : Pemeriksa menekan oto-otot betis dengan kuat Reaksi : sama
dengan babinski sign
4. Oppenheim’s sign
Cara : Pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan
telunjuk pada permukaan anterior tibia kemudian digeser ke arah distal
Reaksi : sama dengan babinski’s sign

Gambar: refleks Babinski (1 & 2), reflek chaddock (5), reflek oppenheim (3),
reflek gordon (4)
5. Tes Lasegue
Cara: Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila
pasien tidak dapat mengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri
sepanjang nervus ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering
menyertai radikulopati, terutama pada herniasi discus lumbalis / lumbo-
sacralis.

Gambar: Lasegue Test

17
6. Tes Bragard
Modifikasi lebih sensitive dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque tetapi dengan ditambahkan dorsofleksi kaki. Bila nyeri punggung
itu dikarenakan ada iritasi pada saraf ini maka nyerinya akan menjalar
sepanjang saraf ini, mulai dari pantat sampai ujung kaki

Gambar: Tes Bragard


7. Tes Patrick dan anti-patrick
Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif
jika gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri.
Positif pada penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.

Gambar: Patrick & contra Patrick test


8. Tes Valsava Penderita disuruh
mengejan kuat maka tekanan LCS
akan meningkat, hasilnya akan
positif timbul nyeri radikuler pada
hernia nucleus pulposus.

d. Pengukuran nyeri
Pengukuran pada LBP diukur menggunakan VAS (Visual Analogue Scale).
Pengukuran nyeri dilakukan dengan cara pasien diminta untuk menandai
sepanjang garis tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Nilai

18
VAS antara 0-4 dianggap sebagai nyeri rendag, VAS >4 dianggap nyeri
sedang menuju berat. Kemudian dievaluasi kemajuan dari interven
rehabilitasi yang sudah dilakukan (Lumbantobing, SM, 2008).

Gambar: VAS (Visual Analogue Scale).


e. Pemeriksaan range of movement:
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat pergerakkan pada tulang
belakang dari bagian leher hingga punggung bawah. Pasien diarahkan untuk
menekuk, memutar atau memiringkan badan mulai dari bagian leher hingga
punggung bawah lalu pemeriksa amati apakah ada tahanan atau rasa nyeri
yang dirasakan oleh pasien. Untuk memastikan letak nyeri pemeriksa harus
melakukan rangsangan atau tekanan perlahan pada daerah yang mengalami
keluhan
Range of Motion for Adult (American Academy of Orthopaedic Surgeon)
Joint/Motion Range (in degrees)
flexion 0-45
extension 0-45
Cervical spine
lateral flexion 0-45
rotation 0-60
flexion 0-180
extension 0-60
abduction 0-180
shoulder
internal rotation 0-70
external rotation 0-90
horizontal adduction 0-135

19
Elbow flexion 0-150
pronation 0-80
radioulnar
supination 0-80
flexion 0-80
extension 0-70
Wrist
radial deviation 0-20
ulnar deviation 0-30
flexion 0-80 (or 4 inches)
extension 0-(20-30)
Thoracolumbar/lumbosacral
lateral flex 0-35
rotation 0-45
flexion 0-120
extension 0-30
abduction 0-45
Hip
adduction 0-30
internal rotation 0-45
external rotation 0-45
Knee flexion 0-135
plantarflexion 0-50
Ankle
dorsiflexion 0-20
Inversion 0-35
Subtalar
eversion 0-15
Sumber: American Academy of Orthopedic Surgeon
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos Lumbosacral
Pemeriksaan foto polos lumbosacral adalah tes pencitraan untuk
membantu dokter melihat penyebab penyakit punggung seperti adanya
patah tulang, degenerasi, dan penyempitan DIV. Pada foto lumbosacral
akan terlihat susunan tulang belakang yang terdiri dari lima ruas tulang
belakang, sacrum dan tulang ekor (Lateef & Patel, 2009).

20
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
sering dilakukan pada pasien LBP karena mudah dilakukan dan relatif
murah. Pemeriksaan foto polos ada tiga posisi, yaitu anterior-posterior
(AP), lateral dan oblique (Lateef & Patel, 2009). Pada foto polos
lumbosacral AP/lateral gambaran kelainan yang mungkin terlihat pada
pasien LBP ringan antara lain spondylolisthesis < 3 mm, osteophyte < 2
mm, subcondral sclerosis ringan dan penyempitan DIV 25-50%. Pada
kasus LBP sedang gambaran yang mungkin terlihat antara lain
spondylolisthesis 3-5 mm, osteophyte 2-4 mm, subcondral sclerosis
sedang, fraktur pada satu tulang dan penyempitan DIV 50-75%.
Sedangkan gambaran foto polos lumbosacral AP/lateral pada pasien LBP
berat akan terlihat spondylolisthesis > 5 mm, osteophyte > 4 mm, adanya
kompresi tulang vertebra, subcondral sclerosis berat, multiple fraktur dan
penyempitan DIV 75-100% (Ofiram, Garvey&Wroblewski, 2009).
Kelemahan pada pemeriksaan radiologi foto polos adalah pada
paparan radiasi yang ditimbulkan, terutama pada foto oblique. Kelemahan
lain adalah pada identifikasi gambaran abnormalitas sendi, skoliosis ringan
dan penonjolan dari DIV (herniated disc). Untuk mengamati lebih jelas
pada kelainan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI
(Lateef & Patel, 2009).
2. MRI & CT-SCAN
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computed Tornografi
Scan (CT scan) direkomendasikan pada pasien dengan kondisi yang serius
atau defisit neurologis yang progresif, seperti infeksi tulang, cauda equina

21
syndrome atau kanker dengan penyempitan vertebra. Pada kondisi tersebut
keterlambatan dalam diagnosis dapat mengakibatkan dampak yang buruk
(Lateef & Patel, 2009).

Magnetic Resonance Imaging tidak menimbulkan radiasi dan


memiliki hasil gambaran yang lebih akurat pada jaringan lunak, kanal
tulang belakang dan pada keluhan neurologi, oleh karena itu MRI lebih
disukai daripada CT scan. Namun pada CT scan memiliki gambaran tulang
kortikal yang lebih baik dibandingkan MRI. Jadi ketika pemeriksaan pada
struktur tulang menjadi fokus utama, pemeriksaan yang dipilih adalah CT
scan (Lateef & Patel, 2009).
Pada pasien dengan nyeri punggung akut dengan tandatanda atau
gejala herniated disc atau penyakit sistemik lain, CT scan dan MRI jarang
dilakukan kecuali pada pasien dengan kecurigaan kanker, infeksi atau
cauda aquina syndrome dalam pemeriksaan awalnya (Lateef & Patel,
2009).
3. Electromyography (EMG) dan Nerve Conduction Studies (NCS)
Pemeriksaan EMG dan NCS sangat membantu dalam mengevaluasi
gejala neurologis dan/atau defisit neurologis yang 29 terlihat selama
pemeriksaan fisik. Pada pasien LBP dengan gejala atau tanda neurologis,
pemeriksaan EMG dan NCS dapat membantu untuk melihat adanya
lumbosacral radiculopathy, peripheral polyneuropathy, myopathyatau
peripheral nerve entrapment (Lateef & Patel, 2009).

22
LO 4 : Mampu memahami dan menjelaskan diagnosis pasti pada scenario
Spondilolistesis adalah suatu pergeseran korpus vertebrae (biasanya
kedepan) terhadap korpus vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi
pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas
S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pula pada tingkat vertebra yang lebih
tinggi. Etiologi spondilolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital
tampak pada spondilolistesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting
dalam terjadinya pergeseran tersebut. Terdapat lima tipe utama spondilolistesis:
(Apsari,2013).
1. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik dan terjadi sekunder akibat
kelainankongenital pada permukaan sacral superior dan permukaan L5
inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.
2. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus
atau parsinterartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang
bermakna pada individu dibawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars
interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan
spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan dari
vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondilolistesis.Tipe II dapat
dibagi kedalam tiga subkategori:
1. Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress
spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur
rekuren yang disebabkan oleh hiperketensi. Juga disebut dengan stress
fracture pars interarticularis dan paling sering terjadi pada pria.
2. Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars
interartikularis.Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars
interartikularis masih tetapintak akan tetapi meregang dimana fraktur
mengisinya dengan tulang baru.
3. Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian parsinterartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan dalam
menegakkan diagnosis kelainan ini.

23
4. Tipe III, merupakan spondilolistesis degeneratif, dan terjadi sebagai
akibat degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan
sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau
ke belakang. Tipe spondilolistesis ini sering dijumpai pada orang tua.
Pada tipe III, spondilolistesis degeneratif tidak terdapatnya defek dan
pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.
5. Tipe IV, spondilolistesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut
pada elemenposterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet)
dibandingkan dengan fraktur padabagian pars interartikularis.
6. Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur
tulang sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit
tulang lainnya.
Grading
Sistem pembagian/grading untuk spondilolistesis yang umum dipakai
adalah sistem grading Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori
tersebut didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra
superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan
dengannya pada foto x ray lateral. Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai
panjang korpus vertebra superior total: (Apsari,2013).
1. Grade 1 adalah 0-25%
2. Grade 2 adalah 25-50%
3. Grade 3 adalah 50-75%
4. Grade 4 adalah 75-100%
5. Spondiloptosis- lebih dari 100%

24
Manifestasi kilinis
Gambaran klinis spondilolistesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe
pergeseran dan usiapasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya
berupa back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong,
terutama selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan derajat
pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental
yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan derajat pergeseran dan
mengenai sistem sensoris, motorik dan perubahan refleks akibat dari pergeseran
serabut saraf (biasanya S1). Progresifitas listesis pada individu dewasa muda
biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa:
(Helmi,2012).
1. Terbatasnya pergerakan tulang belakang.
2. Kekakuan otot hamstring
3. Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
4. Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.
5. Hiperkifosis lumbosacral junction.
6. Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
7. Kesulitan berjalan

LO 5 : Mampu memahami dan menjelaskan etiologic


Etiologi nyeri punggung bermacam – macam, yang paling banyak adalah
penyebab sistem neuromuskuloskeletal. Disamping itu LBP dapat merupakan nyeri
rujukan dari gangguan sistem gastrointestinal, sistem genitorinaria atau sistem
kardiovaskuler. Proses infeksi, neoplasma dan inflasi daerah panggul dapat juga
menimbulkan LBP. Penyebab sistem neuromuskuloskeletal dapat diakibatkan
beberapa faktor, ialah (a) otot, (b) discus intervertebralis, (c) sendi apofiseal,
anterior, sakroiliaka, (d) kompresi saraf / radiks, (e) metabolik, (f) psikogenik, (g)
umur (Dachlan, 2009).
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelaianan yang terjadi pada tulang
belakang, otot, discus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong
tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain: (1) kelainan kongenital / kelainan
perkembangan, seperti spondylosis dan spondilolistesis, kiposcoliosis, spina bifida,

25
ganggguan korda spinalis, (2) trauma minor, seperti regangan, cedera whiplash, (3)
fraktur, seperti traumatik misalnya jatuh, atraumatik misalnya osteoporosis,
infiltrasi neoplastik, steroid eksogen, (4) hernia discus intervertebralis, (5)
degeneratif kompleks diskus misalnya osteofit, gangguan discus internal, stenosis
spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebra, gangguan sendi
atlantoaksial misalnya arthritis reumatoid, (6) arthritis spondylosis, seperti artropati
facet atau sacroiliaka, autoimun misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter, (7)
neoplasma, seperti metastasisi, hematologic, tumor tulang primer, (8) infeksi /
inflamasi, seperti osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis discus, meningitis,
arachnoiditis lumbal. (9) metabolik osteoporosis – hiperparatiroid, (10) vaskuler
aneurisma aorta abdominalis, diseksi arteri vertebral, (11) lainnya, seperti nyeri alih
dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, sindrom nyeri kronik (Dachlan,
2009).

LO 6 : Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi


Fisiologi nyeri
1. Transduksi: suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan
stimulus (misalnya tusukan jarum) kedalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe
serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delt dan
C. Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut saraf penghantar nyeri, atau nosiseptor.
Serabut ini adalah A-delta dan C.
2. Transmisi: suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis
medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron
aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik
dan kimiawi. Aksonnya berakhir di koernu dorsalis medula spinalis dan
selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.
3. Modulasi: proses amplifikasi siyal neural terkait nyeri. Proses ini terutama
terjadi di kornu dorsalis medula spinali, dan mugkin juga terjadi dilevel
lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat
ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif uga mempunyai jalur
descending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus dan area otak lainnya

26
ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju
medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi descenden ini adalah penguatan
atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis
4. Persepsi: kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil dari
interaksi proses transduksi, transmisi dan modulasi, aspek psikolohis dan
karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang
berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan
sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon
hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri
disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri ada yang
bermyelin dan ada uga ang tidak dari saraf aferen ( Tamsuri, 2006).
Keluhan nyeri dapat beragam dan diklasifikasikan sebagai nyeri yang bersifat
lokal, radikular, menjalar (reffered pain) atau spasmodik. Nyeri lokal berasa dari
proses patologik yang merangsang ujung saraf sensorik, umumnya menetap.
Namun dapat pula intermitten, nyeri dapat dipengaruhi perubahan posisi, bersifat
nyeri tajam atau tumpul. Biasanya dapat dijumpai spasme paravertebral (setiati,
2014).
Nyeri alih atau menjalar dari pelvis atau visera, umumnya mengenai dermatom
tertentu, bersifat ympul dan terasa lebih dalam. Nyeri alih yang berasal dari spinal
lebih dirasakan didaerah sakroiliak, gluteus atau tungkai atas sebelah belakang dan
daerah nyeri alih tersebut berasal dari jaringan mesodermal yangsalam dalam
perkembangan embrioniknya (setiati, 2014).
Nyeri radikular berkaitan dengan erat dengan distribusi radiks saraf spinal
(spinal nerve root) dan keluhan ini lebih berat dirasakan pada posisi yang
mengakibatkan tarikan seperti membungkuk; serta berkurang dengan istirahat.
Salah satu penyebab yang perlu diperhatika adalah tumor pada korda spinalis yang
ditandai oleh tidak berkurangnya nyeri dengan istirahat atau lebihmemburuk
terutama pada malam hari. Karakteristik lainnya yang dapat ditemukan adalah
perubahan neurologis seperti paraestesia dan baal yang dapat diserai oleh
kelemahan motorik (setiati, 2014).
Diperlukan suatu analis hubungan antara faktor mekanik dengan nyeri pinggang
bawah. Faktor mekanis ini mencerminkan patofisiologi sumber nyeri. Nyeri

27
pinggang bawah akibat herniasi diskus cenderung memburuk pada posisi postural
yang sama. Pola nyeri lain yang diakibatkan oleh stenosis spinal degeneratif adalah
nyeri yang bersifatklaudikasio neurogenik yang dirasakanpada pinggang atau
tungkai saat berjalan atau posisi tegak (setiati, 2014).
Pemahanman terhadap ragam jaringan yang dapat merupakan sumber nyeri
pinggang bawah akan mempermudah pendekatan penanggulangan nyeri. Antara
lain perlu diketahui bahwa ligamen longitudinal posterior atau anterior, anulus
fibrosus, ligamen interpinosum, ligamen flavum, foramen intervertebral dalam
dimana berjalan radiks saraf, dapat menjadi sumber nyeri yang memerlukan
pendekatan diagnosis maupun penanganan dengn seksama (setiati, 2014)

LO 7 : Mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana


1. Farmakologis
1. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs
Seperti aspirin, naproxen (aleve, Naprosyn), dan ibuprofen (motrin,
nuprin, advil) digunakan untuk mengurangi peradangan dan mengurangi
rasa sakit (JW Lee et al, 2010).
2. Analgesik
Seperti acetaminophen (Tylenol), dapat mengurangi rasa sakit tetapi
tidak memiliki efek anti-inflamasi NSAID. Penggunaan analgesik jangka
panjang dan NSAID dapat menyebabkan sakit maag serta masalah ginjal
dan hati (JW Lee et al, 2010).
3. Steroid
Dapat digunakan untuk mengurangi pembengkakan dan peradangan
pada saraf. Mereka diambil secara lisan (sebagai paket dosis Medrol) dalam
dosis tapering selama periode 5 hari. Mereka memiliki keuntungan dalam
memberikan penghilang rasa sakit dalam jangka waktu 24 jam (JW Lee et
al, 2010).
4. Epidural steroid injections
Prosedur minimal invasif ini melibatkan suntikan kortikosteroid dan
agen analgesik-mati rasa ke ruang epidural tulang belakang untuk
mengurangi pembengkakan dan peradangan saraf. Sekitar 50% pasien akan

28
merasakan kelegaan setelah injeksi epidural, meskipun hasilnya cenderung
sementara. Jika suntikan membantu, mereka dapat dilakukan hingga 3 kali
setahun (JW Lee et al, 2010).
5. Facet Injections
Prosedur minimal invasif ini melibatkan injeksi kortikosteroid dan
agen analgesik-mati rasa pada sendi facet yang menyakitkan, baik di dalam
kapsul sendi atau di jaringan di sekitar kapsul sendi (JW Lee et al, 2010).
2. Non farmakologis
Ultrasound (US) adalah suatu terapi dengan efek panas (thermal)
menggunakan gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20000 Hz.
Menurut penelitian, efek panas (thermal) yang dihasilkan Ultrasound (US)
tergantung dari nilai frekuensi gelombang yang dipakai, intensitas dan waktu
pengobatan akan memberikan pengaruh yaitu memperlancar proses
metabolisme, mengurangi nyeri dan spasme otot, meningkatkan sirkulasi, dan
meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas otot (Fibriani, 2018).
Transcutaneus Electrical nerve stimulation (TENS) merupakan Arus listrik
frekuensi rendah cenderung bersifat iritatif terhadap jaringan kulit sehingga
dirasakan nyeri apabila intensitas tinggi. Modalitas TENS digunakan karena
dapat menstimulasi sel saraf lokal dan dapat memblokir nyeri.TENS pernah
dilakukan pada pasien low back pain dengan gejala nyeri punggung bawah
dikombinasikan dengan terapi latihan berupa peregangan lebih efektif
menurunkan frekuensi nyeri yang dirasakan sebanyak 52% dan 37% tanpa
melakukan terapi latihan (Fibriani, 2018).
William flexion exercise merupakan terapi latihan yang digunakan bertujuan
untuk otot punggung bawah, penguatan otot perut, otot gluteus, penguluran otot
fleksor hip dan serta fiksasi mobilisasi dari lumbosakral. Tujuan dari latihan
ini adalah untuk menambah elastisitas dan memperkuat otot fleksor dan
ekstensor pada sendi lumbosakral. Latihan ini untuk mengurangi nyeri
punggung dengan memperkuat fleksor lumbosakral terutama otot abdominal
dan otot gluteus maksimus dan meregangkan kelompok otot ekstensor. Dari
penggabungan latihan tersebut pada penderita Low Back Pain et causa
Spondylosis Lumbal dapat mengurangi nyeri pada punggung bawah,

29
menurunkan spasmeotot, peningkatan kekuatan otot – otot lumbal, peningkatan
lingkup gerak sendi pada lumbal, dan peningkatan kemampuan aktivitas
fungsional (Fibriani, 2018).

LO 8 : Mampu memahami dan menjelaskan prognosis dan komplikasi


Komplikasi
- Spinal Stenosis (penyempitan tulang belakang)
- Osteoporosis
- Depresi
- Stress
Prognosis
- Prognosis LBP yang akut cukup baik yaitu 60% penderita LBP akut
biasanya kembali ke fungsinya semula dalam 1 bulan
- Pada LBP subakut sekitar 90% penderita kembali ke fungsinya dalam 3
bulan
- LBP kronik sedikit kemungkinan untuk membaik.

LO 9 : mampu memahami dan menjelaskan pandangan islam pada skenario


‫ عنه هللا رضي ه َُري َرةَ أَ ِبي عَن‬، ‫ قَا َل‬: ‫ص َّلى النَّ ِبي َهج ََّر‬
َ ُ‫علَي ِه هللا‬ َ ‫صلَّيتُ فَ َهجَّرتُ َو‬
َ ‫سلَّ َم‬ َ ‫َجلَستُ ث ُ َّم َف‬
َ‫ص َّلى النَّ ِبي ِإلَ َّي فَالتَفَت‬
َ ُ‫ع َلي ِه هللا‬
َ ‫سلَّ َم‬ َ ‫ َف َقا َل‬: ‫ قُلتُ ؟ د َِر َد اِش َك َمت‬: ‫ نَعَم‬، ‫سو َل‬
َ ‫و‬، ُ ‫ار‬
َ َ‫هللا صلى هللاِ ي‬
‫ وسلم عليه‬، ‫ َقا َل‬: ‫ص ِل قُم‬ َ َ‫صالَ ِة ِفي فَ ِإنَّ ف‬َّ ‫ش َفاء ال‬
ِ (‫)ماجه إبن رواه‬
Artinya :
“Dari Abu Hurairah ra., dia berkata: ‘Nabi saw. berjalan-jalan, lalu saya
menemani (beliau). Kemudian saya shalat. Lalu saya duduk. Kemudian
Nabi saw. menoleh kepadaku. Nabi saw. bertanya: ‘Apakah kamu sakit
perut?’. Saya menjawab: ‘Ya wahai Rasulullah’. Nabi saw. bersabda:
‘Bangun dan shalatlah, karena sesungguhya di dalam shalat itu terdapat
obat’.” (H.R. Ibnu Majah).
Sebagai Umat Islam kita harus berbangga karena, Allah SWT
melalui Rasulnya begitu banyak memberikan kita pelajaran yang amat
berguna dalam menjalani kehidupan didunia ini. Rasulullah SAW
memberikan kita tuntunan dalam mengasah diri secara holistik, walaupun

30
Rasullullah SAW bukan seorang dokter, tapi tuntunannya sejak 1400 tahun
yang lalu sampai sekarang menjadi panutan bagi kita semua (Taufiq,2010).
Beberapa pembelajaran shalat yang dikaitkan dengan medis, dapat dirilist
sebagai berikut:

1. Ruku’ dengan posisi yang benar akan memberikan manfaat antara lain;
a. Menjaga melekatnya tulang tungging dengan tulang belakang sehingga
persendian menjadi licin. Bagi wanita, jika tulang tungging melekat
dengan tulang belakang, maka mengakibatkan persendian kaku dan
tulang pinggul menyempit sehingga sulit melahirkan.
b. Dapat memperbaiki letak bayi yang kurang baik bagi ibu yang sedang
hamil, sehingga pada saat melahirkan tidak mengalami patah tulang
tunggingnya.
c. Memperlancar sirkulasi darah dari jantung ke seluruh tubuh, terutama
ke otak/kepala sebagai pusat susunan syaraf.
d. Menghindarkan diri dari berbagai penyakit tulang belakang, seperti :
Acute Lumbargo ; sengal (rasa sakit) pinggang mendadak.
Cronic Recurant ; sengal (rasa sakit) pinggang menahun.
Spondilosis; tergelincirnya ruas tulang belakang.
e. Menyembuhkan kelainan-kelainan tulang belakang bagi anak-anak
akibat posisi duduk yang kurang baik pada saat belajar misalnya
penyakit kiposis (bungkuk), lordosis (menjorok ke depan) dan skoliosis
(bengkok ke kanan atau ke kiri).
2. Sujud dengan posisi yang benar akan berpengaruh positif pada
tubuh,yaitu:

a. Otot menjadi kuat, limpa terpijit sehingga aliran darah menjadi lancar
karenanya.
b. Berkembangnya otot dada bagi wanita, sehingga menghasilkan buah
dada yang montok dan bagus bentuknya.

c. Sirkulasi darah dari jantung ke seluruh tubuh akan lancar, keperluan
darah di otak pun akan terpenuhi. Karena otak adalah pusat susunan
syaraf, maka terpenuhi atau tidaknya kebutuhan darah di otak akan
banyak berpengaruh terhadap seluruh tubuh.

31
3. Duduk tahiyat dengan posisi yang benar mengandung banyak manfaat,
yaitu :

a. Bagi Wanita. Duduk tahiyat yang benar akan memperkuat bagian-
bagian kemaluan, sehingga di saat melahirkan tidak mudah terjadi
kerobekan. Dengan demikian juga terjaganya tiga lubang yang sangat
berdekatan. Tiga lubang tersebut adalah saluran kencing, lubang
senggama, lubang dubur atau poros.
b. Bagi Laki-laki. Dengan posisi duduk tahiyat yang benar kaki memijit
kemaluan, sehingga akan mengakibatkan lancarnya air seni, zakar
(penis) dapat ereksi dengan baik dan testis akan dapat memproduksi
sperma lebih banyak dan sehat serta hidup.
c. Telapak kaki kanan yang dapat menanggulangi penyakit kaki leter
yangbiasanya menyebabkan tidak tahan berdiri atau berjalan.
4. Cara turun untuk sujud dan bangkit dari sujud yang baik dan benar akan
dapat memperkuat otot kaki , baik untuk laki-laki maupun untuk
perempuan. Ketika hendak sujud, bagian tubuh yang pertama kali menyetuh
tempat sujud adalah kedua lutut, kemudian kedua telapak tangan dan
akhinya barulah muka. Selanjutnya jika bangun dari sujud bagian yang
pertama kali diangkat adalah muka, kemudian kedua telapak tangan dan
akhirnya barulah kedua lutut.

32
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2008. Average Ranges of Motion for
Adult.
Apsari, PIB., Suyasa, IK., Maliawan, S., dan Kawiyana, S. 2013. Lumbar Spinal
Canal Stenosis: Diagnosis dan Tatalaksana. E-Jurnal Medika Udayana.
Volume 2. Nomor 9.
Dachlan, L. M. 2009. Pengaruh Back Exercise pada Nyeri Punggung Bawah.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Devlin, V.J. 2012. Spine Secret Plus. 2 nd ed. United States : Elsevier Mosby
Dokter, taufiq. 2010. Shalat dalam prespektif kesehatan. Dikutip pada laman:
https://taufiqdokter.wordpress.com/2010/02/09/shalat-dalam-perspektif-
kesehatan/Hr. ibnu majah
Fibriani, Indah Ayu, et al. 2018. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2,
No. 2.
Haldeman, S.D. et al, 2002. An Atlas of BACK PAIN. USA: The Parthenon
Publishing Group.
Helmi, ZN. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Huldani D. 2012. Nyeri Punggung. J Kedokt Univ Lambung Mangkurat.
Lateef, H., & Patel, D. 2009. What is the role of imaging in acute low back pain?
Pubmed Medical Journal. Diakses 16 April 2014, dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2697333/#!po=27.7778
Lee JW, Myung JS, Park KW, et al. 2010. Fluoroscopically guided caudal epidural
steroid injection for management of degenera- tive lumbar spinal stenosis:
short-term and long-term results. Skeletal Radiol 39(7):691-9.
Lotke, Paul A dkk. 2008. Lippincott’s Primary Care Orthopaedics. China:
Philadelphia.
Lumbantobing, SM. 2008. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. FK UI
Moore, Keith L dan A. M. R. Agur. 2013. Clinically Oriented Anatomy.
Philladhelpia: Lippincott Williams & Wilkins.
Ofiram, E., Garvey, Timothy A., & Wroblewski, Jill M. 2009. Cervical
degenerative index: a new quantitative radiographic scoring system for
cervical spondylosis with interobserver and intraobserver reliability testing.

33
Pubmed Medical Journal. Diakses 19 April 2014, dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2657349/#!po=35.0000
Sandella, Bradley J. 2012. Examination of Low Back Pain Technique. Medscape.
Diakses 16 April 2014, dari http://emedicine.medscape.com/article/2092651-
technique#aw2aab6b4b7
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II. Ed. VI. Jakarta: InternaPublishing
Setyanegara dkk. 2014. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tansumri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC
Vitriana. 2001. Aspek Anatomi Dan Biomekanik Tulang Lumbosakral Dalam
Hubungannya Dengan Nyeri Pinggang. Jakarta : FK UI/FK UNPAD

34

Anda mungkin juga menyukai