Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 5

Disusun Oleh: KELOMPOK B 2


04121401018 Dico Fatejarum (Moderator)

04121401021 Evita Yolanda (Sekretaris Meja)

04121401079 Nia Fitriyanti (Sekretaris Papan)

Asyriva Yossadania 04121901001

Avyandara Janurizka 04121401013

Dwi Andari Maharani 04121401014

Kms. M. Temidtya 04121401017

Elzan Zulqad M. 04121401029

Ayu Aprilisa D. P. 04121401062

Owen Hu 04121401066

Ayu Novalia 04121401072

Moh. Wafa Adillah P. 04121401093

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
3

KEGIATAN TUTORIAL
4

SKENARIO ...
5

KLARIFIKASI ISTILAH .
5

IDENTIFIKASI MASALAH ..
5

PRIORITAS MASALAH .
6

HIPOTESIS ..
6

ANALISIS MASALAH .
7

RESTRUKTURISASI / KERANGKA KONSEP 26

2
TOPIK PEMBELAJARAN .
27

SINTESIS ..
28

KESIMPULAN
78

DAFTAR PUSTAKA
79

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Laporan Tutorial
Skenario A Blok 5 sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :

1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Yan Effendi Hasyim, DAHK selaku tutor kelompok B2 ,
3. teman-teman sejawat FK Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, 10 Januari 2013

Kelompok B2

4
KEGIATAN TUTORIAL

Tutor : dr. Yan Effendi Hasyim, DAHK

Moderator : Dico Fatejarum

Sekretaris Meja : Evita Yolanda

Sekretaris Papan : Nia Fitriyanti

Pelaksanaan : 7 Januari 2013 dan 9 Januari 2013

07.30-10.00 WIB

Peraturan selama tutorial :

1. Semua harus mendapat giliran untuk menyatakan pendapat


2. Mengacungkan tangan sebelum berbicara
3. Tidak perlu izin untuk pergi ke WC karena akan mengganggu berlangsungnya
diskusi
4. Diperbolehkan untuk minum, namun dilarang untuk makan

5
1. SKENARIO
Aston, pemuda 25 tahun, mengalami cedera saat bermain sepak bola. Ia terdorong dan
terpukul pada daerah bahu kanan dengan kuat. Ia mengeluhkan nyeri pada bahu yang
hebat dan lengan atas kanan menggantung ke bawah tubuhnya dengan posisi
eksorotasi. Tidak nampak adanya fraktur, dan caput humerus tampak tumpang tindih
dengan collum scapula. Dokter menyatakan bahwa Aston mengalami dislokasi pada sendi
bahu.

2. KLARIFIKASI ISTILAH
2.1Cedera : Gangguan fungsi atau struktur tubuh akibat faktor dari luar
2.2Daerah bahu : Bahu terdiri dari komponen-komponen tulang yaitu, humerus
bagian proksimal, skapula dan klavikula, membentuk glenohumeral dan
acromioclavicular dan beberapa otot, ligamentum, dan tendon yang
memperkuat kapsul sendi. Kapsul sendi mulai dari columna humerus dan
columna glenoid.
2.3Nyeri : Perasaan sakit atau seperti ditusuk-tusuk jarum atau seperti
dijepit pada bagian tubuh
2.4Menggantung : Benda yang tidak bertumpu pada benda di bawahnya, namun
terkait pada suatu benda di atasnya
2.5Posisi eksorotasi : Gerakan rotasi keluar pada sekeliling sumbu panjang
tulang yang bersendi
2.6Fraktur : Diskontinuitas (terpisahnya) tulang secara komplit atau parsial
2.7Caput humerus : Kepala dari os humerus
2.8Tumpang tindih : Posisi os humerus bergeser dari tempatnya dan bertimpa
dengan os scapula
2.9Collum scapula : Leher dari os scapula
2.10 Dislokasi : Perpindahan atau pergeseran suatu bagian tulang dari
lokasi seharusnya
2.11 Sendi bahu : Sendi humeroglenoidalis yang terdiri atas tulang humerus
yang bersendi di cavitas glenoidalis

3. IDENTIFIKASI MASALAH

6
MASALAH KONSEN
Aston mengalami cedera saat
bermain sepak bola karena
V
terdorong dan terpukul pada
daerah bahu.
Aston mengeluhkan nyeri bahu
dan lengan atas kanan
menggantung ke bawah VV
tubuhnya dengan posisi
eksorotasi.
Dokter menyatakan bahwa Aston
mengalami dislokasi pada sendi
bahu dan tidak adanya fraktur, VVV
caput humerus tampak tumpang
tindih dengan collum scapula.

4. PRIORITAS MASALAH
4.1Dokter menyatakan bahwa Aston mengalami dislokasi pada sendi bahu dan
tidak adanya fraktur, caput humerus tampak tumpang tindih dengan collum
scapula.
4.2Aston mengeluhkan nyeri bahu dan lengan atas kanan menggantung ke bawah
tubuhnya dengan posisi eksorotasi.
4.3Aston mengalami cedera saat bermain sepak bola karena terdorong dan
terpukul pada daerah bahu.

5. HIPOTESIS
5.1Aston mengalami dislokasi sendi bahu akibat tekanan kuat pada sendi bahu
saat kecelakaan bermain sepak bola, dan menyebabkan terganggunya struktur
yang terdapat pada regio bahu.

7
8
6. ANALISIS MASALAH
6.1 Aston mengalami cedera saat bermain sepak bola karena terdorong
dan terpukul pada daerah bahu kanan dengan kuat.
6.1.1 Dimana letak regio bahu kanan?
Bahu kanan terletak pada anggota gerak ekstremitas atas, yaitu termasuk
dalam bagian apendikular tubuh, bagian proximal atau pangkal atas.

Anatomi manusia terdiri atas regio-regio yang terdapat dalam ekstremitas


superior dan inferior. Pada ekstremitas superior, terdapat regio pectoralis,
skapularis, dan axillaris. Ketiga regio tersebut sangat berhubungan dan
memiliki tulang, otot, dan pembuluh darah yang berkaitan satu sama lain.

Regio berasal dari kata regio yang berarti sebuah ruang yang dibatasi oleh
garis atau suatu daerah yang merupakan tata nama anatomis umum untuk
daerah tertentu pada permukaan tubuh di dalam batas-batas tertentu yang
ditetapkan, dan pectoral yang artinya thoracis atau dada.

Regio pektoralis meliputi aspek thorax atau dada yang dibentuk oleh otot
pectoralis major, pektoralis minor, dan otot subclavius.Selain itu pectoralis juga
meliputi daerah mammaria, yaitu bagian payudara atau kelenjar mammae
yang dimiliki setiap pria dan wanita.
Anatomi permukaan pada regio pectoralis meliputi (1) clavicula, (2) insicura
jugularis, (3) manubrium sterni, (4) angulus sterni, (5) corpus sterni, (6)
processus xiphoideus, (7) nipple/papilla mamma, dan (8) tulang rusuk iga atau
costae

6.1.2 Bagaimana struktur anatomi bahu kanan?


OSTEON
Os Scapula
Scapula adalah tulang datar yang berada pada bagian anterior pada bidang
lateral thorax. Poros panjang dari tulang ini membentang secara tidak langsung
dari spina thorax keempat sampai sternum pada akhir rusuk pertama. Scapula
berbentuk agak melengkung dan miring untuk menyesuaikan dengan bentuk
dinding thorax. Pinggirannya membentuk segitiga, menpunyai dua permukaan,
dan tiga sudut (S.Sisson, 1956).

9
Permukaan lateral (Facies lateralis) terbagi atas dua fossa oleh spina
scapulae, yang terbentang antara tepi ventral sampai leher dari tulang
tersebut, dimana ia mengecil. Tepi atas dari spina berbentuk tebal dan kasar.
Pada bagian tengah spina terdapat tuber spina, tempat melekatnya M.
trapezius. Fossa supraspinata terletak di depan dari spina, berukuran lebih
kecil, halus bagian permukaannya, dan merupakan tempat berjalannya M.
supraspinatus. Fossa infraspinata berada di belakang spina, berbentuk lebar
dan halus pada bagian permukaannya, mengecil pada bagian bawah, yang
ditandai dengan beberapa garis lunak sebagai pelengkap perlekatan M.
infraspinatus. Di dekat bagian leher terdapat foramen nutricia (nutrient
foramen), dan di bawahnya terdapat alur vascular (vascular groove) (S.Sisson,
1956).
Facies costalis merupakan permukaan hampa dengan fossa
subscapularis yang memanjang di atasnya. Fossa ini memanjang hingga ke
sepanjang bagian bawah dari permukan ini, meruncing di bagian atas dan
memisahkan dua permukaan kasar berbentuk segitiga yang disebut facies
serrata, tempat melekatnya M. serratus ventralis. Pada bagian bawak facies
costalis terdapat alur vascular (S.Sisson, 1956).
Margo cranialis (anterior border) berbentuk cembung dan kasar pada
bagian atasnya, lalu menjadi cekung dan halus di bagian bawah. Margo

10
caudalis (posterior border) agak cekung, tebal, dan kasar pada sepertiga
bagian atasnya, menjadi tipis di bagian tengah, dan lebih tipis lagi di bagian
bawah. Margo vertebralis (ventral border) melekat dengan cartilage scapulae
(S.Sisson, 1956).
Angulus cranialis (anterior angle) adalah persimpangan antara margo
cranialis dan margo caudalis dan relatif tipis. Angulus caudalis (posterior angle)
berbentuk tipis dan kasar. Angulus glenoidalis (glenoid angle) terhubung
dengan tubuh tulang oleh collom scapulae (leher scapula/ neck of the scapula).
Angulus glenoidalis membentuk cavitas glenoidalis (glenoid cavity) untuk
membentuk artikulasi dengan caput humerus. Cavitas glenoidalis mempunyai
garis luar yang oval dan batas depannya dipotong oleh incissura glenoidalis
(glenoid notch), dan membulat pada bagian lateral. Tuber scapulae berupa
penonjolan yang besar dan kasar di bagian depan, tempat bertautnya tendon
dari M. biceps brachii. Terdapat processus coracoideus pada bagian medialnya,
yang merupakan tempat timbulnya M. coraco-brachialis (S.Sisson, 1956).
Scapula sapi lebih berbentuk segitiga dibandingkan dengan scapula sapi,
relative lebih lebar pada bagian proximal dan lebih mengecil di bagian distal.
Spina scapula lebih menonjol dan terletak lebih kedepan, fossa supraspinata
menjadi sempit dan tidak mencapai bagian bawah tulang. Spina scapula
bersifat sinuous, menekuk ke belakang pada bagian tengah, tapi tidak
menimbulkan perbedaan yang menyolok. Seperti pada kuda, pada bagian
bawah spina terdapat acromion, tempat pertautan M. deltoideus. Fossa
subscapularisnya dangkal. Area tempat berjalannya M. serratus ventralis tidak
begitu menyolok. Foramen nutrisia berada di sepertiga margo caudalis. Cavitas
glenoidalis berbentuk hamper bundar dan tanpa incissura yang menyolok.
Tuberositas kecil dan dekat dengan cavitas glenoidalis. Processus coracoideus
pendek dan melengkung. Kartilago mirip dengan kartilago pada kuda (S.Sisson,
1956).

Os Clavicula
Dalam anatomi manusia, tulang selangka atau clavicula adalah tulang yang
membentuk bahu dan menghubungkan lengan atas pada batang tubuh.
Clavicula berbentuk kurva-ganda dan memanjang. Ini adalah satu-satunya
tulang yang memanjang horizontal dalam tubuh. Terletak di atas tulang rusuk
pertama. Pada ujung medial, clavicula bersendi pada manubrium dari sternum

11
(tulang dada) pada sendi sternoclavicularis. Pada bagian ujung lateral bersendi
dengan acromion dari scapula (tulang belikat) dengan sendi
acromioclavicularis.
Pada wanita, clavicula lebih pendek, tipis, kurang melengkung, dan
permukaannya lebih halus.

Clavicula berguna untuk:


1. Sebagai pengganjal untuk menjauhkan anggota gerak atas dari bagian dada
supaya lengan dapat bergerak leluasa.
2. Meneruskan goncangan dari anggota gerak atas ke kerangka tubuh (aksial).
3. Walaupun dikelompokkan dalam tulang panjang, clavicula adalah tulang
satu-satunya yang tidak memiliki rongga sumsum tulang seperti pada tulang
panjang lainnya.

Perlekatan
Otot-otot dan ligamentum yang berlekatan pada clavicula:
Permukaan superior:
- Otot deltoideus pada bagian tuberculum deltoideus
- Otot trapezius
Permukaan inferior:
- Otot subclavius pada sulcus musculi subclavii
- Ligamentum conoideum (bagian medial dari ligamentum coracoclaviculare)
pada tuberculum conoideum
- Ligamentum trapzoideum (bagian lateral dari ligamentum coracoclaviculare
pada linea trapezoidea
Batas anterior:
- Otot pectoralis mayor
- Otot deltoideus
- Otot sternocleidomastoid
- Otot sternohyoideus
- Otot trapezius

Perkembangan
Clavicula adalah tulang pertama yang mengalami proses pengerasan osifikasi
selama perkembangan embrio minggu ke-5 dan 6. Clavicula juga yang
merupakan tulang terakhir yang menyelesaikan proses pengerasan yakni pada
usia 21 tahun.

Os Humerus
Humerus tulang panjang yang terbentang mulai dari bawah bahu,
dimana tulang ini berartikulasi dengan scapula, dan berartikulasi dengan os

12
radius ulna pada bagian distalnya. Humerus terdiri dari satu bidang panjang
dan dua extremitas (S.Sisson, 1956).
Corpus humeri (shaft) berbentuk silindris tidak beraturan dan
penampilan yang berpilin. Corpus humeri memiliki empat permukaan, yaitu:
Facies lateralis (lateral surface) : halus dan melengkung spiral
Sulcus musculo-spiralis (musculo-spiral groove) : tempat M. brachialis
Facies medialis (medial surface) : panjang dan lurus, melengkung di kedua
sisinya dan bergabung dengan permukaan anterior dan posterior.
Tuberositas teres ( teres tuberosity) : tempat bertautnya tendo M. latissimus
dorsi dan M. teres major. Foramen nutrisia terletak sepertiga dari permukaan
ini.
Facies cranialis (anterior surface) berbentuk segitiga, lebar, dan halus
pada bagian atas, menyempit dan melengkung pada bagian bawah. Facies
cranialis ini dipisahkan dengan facies lateralis oleh crista humeri, yang
memunculkan tuberositas deltoideus (deltoid tuberosity). Facies caudalis
(posterior surface) halus, dan melengkung pada setiap sisi (S.Sisson, 1956).
Ekstremitas proximal terdiri dari kepala, leher, dua tuberositas, dan alur
intertuleral. Tuberositas medialis terdiri dari bagian anterior dan posterior.
Sulcus intertubercularis berada di depan, dipisahkan oleh bagian anterior
tuberositas.
Ekstremitas distalmemiliki permukaan miring untuk artikulasi dengan
os radius ulna, yang terdiri dari dua condylus dengan ukuran yang tidak sama
dan dipisahkan oleh suatu peninggian. Condylus medialis berukuran jauh lebih
besar dan dilintasi oleh alur saggital, pada bagian anterior tempat kelopak
synovial berada. Condylus lateralis berukuran lebih kecil dan terletak agak
rendah dan lebih ke belakang (S.Sisson, 1956).

Fossa coronoidea terletak di depan, di bawah alur pada condylus medialis.


Epicondylus medialis lebih mudah dibedakan. Pada bagian lateral dari
epicondylus lateralis terdapat crista condyloidea. Diantara epicondylus
terdapat fossa olecranon, yang memproyeksikan processus anconeus (S.Sisson,
1956).

13
Tuberositas deltoideus pada os humerus sapi tidak lebih menonjol dari pada
yang terdapat pada os humerus kuda. Foramen nutrisia berada di sepertiga
permukaan posterior. Tuberositas lateral sangat besar. Bagian anterior
tuberositas medialis memiliki proyeksi kecil yang melengkung. Fossa olecranon
dan fossa coronoidea dalam dan lebar (S.Sisson, 1956).

MUSCULUS
Musculus pada daerah ini (Mm. Omi) dimulai dari scapula hingga
berakhir di siku (S.Sisson, 1956).

Otot-otot Gelang Bahu (Musculi extremitates thoracicae)


Otot kulit:
1. M. cutaneus omobrachialis
Fungsi; menggerakkan kulit daerah bahu dan lengan atas (Anonymous, 1956).

Otot-otot lapis superficial :


2. M. trapezius (pars cervicalis dan pars thoracalis )
Musculus ini datar dan berbentuk segitiga (S.Sisson, 1956). Fungsi: pars
cervicis menarik scapula ke cranio-dorsal, pars thoracis : menarik scapula ke
caudo-dorsal (Anonymous, 2009).

3. M. brachiocephalicus (cleidooccipitalis, cleidomastoideus dan


cleidobrachialis). Musculus ini melintang sepanjang sisi dari collum sampai
cranial dari lengan (S.Sisson, 1956). Fungsi: flexor kepala dan leher serta
extensor bahu (Anonymous, 2009).

4. M. omotransversarius
Fungsi: mengangkat kaki muka ke depan (protractor) (Anonymous, 2009).

5. M. latissimus dorsi
Musculus ini lebar dan berbentuk segitiga pada sisi kanan. Musculus ini berada
di bawah kulit dan M. cutaneus, pada dinding lateral thorax, dari spina sampai
ke lengan (S. Sisson, 1956). Fungsi: menarik kaki depan ke belakang
(retractor), protractor tubuh (Anonymous, 2009).

6. M. pectoralis superficialis (pars anterior et posterior)


Musculus pectoralis superficialis pars anterior adalah musculus yangf pendek,
agak bulat, yang terbentang dari manubrium sterni hingga bagian depan
lengan. M. pectoralis superficialis pars posterior adalah muskulus lebar yang

14
terbentang dari tepi ventral sternum hingga ke permukaan medial siku (S.
Sisson, 1956). Fungsi: adductor kaki muka dan alat penggantung tubuh
(Anonymous, 2009).

Otot-otot lapis profundal :


7. M. pectoralis profundus : pars praescapularis (anterior) et humeralis
(posterior)
M. pectoralis profundus pars anterior berbentuk prisma dan terbentang antara
bagian anterior dari permukaan lateral sternum hingga sisi cervix scapula. M.
pectoralis profundus pars posterior berukuran lebih besar pada kuda,
berbentuk segitiga atau seperti kipas. Muskulus ini berfungsi sebagai adductor
dan retractor anggota gerak. (S.Sisson, 1956)

8. M. rhomboideus (pars cervicis et thoracis)


Fungsi: extensor leher (Anonymous, 1956).

9. M. serratus ventralis (pars cervicis et thoracis)


Fungsi: pars cervicis : menarik scapula ke leher, mengangkat/membengkok
leher ke lateral; pars thoracis: menarik scapula ke caudal, bisa sebagai otot
inspirasi (Anonymous, 1956).

Otot-otot bahu (musculi omi)


Bidang lateral
1. M. supraspinatus
Merupakan muskulus yang ada pada fossa suprascapularis (S.Sisson, 1956).
Fungsi : extensor dan fixator persendian bahu (Anonymous, 2009)

2. M. infraspinatus
Muskulus ini berada pada fossa infraspinata dan menyebar kearah posterior
(S.Sisson, 1956). Fungsi: extensor dan fixator persendian bahu (Anonymous,
2009).

3. M. deltoideus
Musculus ini sebagian menyebar di atas M. triceps pada sisi antara scapula
dengan humerus, sebagian di atas M. infraspinatus dan M. teres minor
(S.Sisson, 1956). Pada hewan-hewan yang mempunyai acromion pada scapula
(ruminansia dan carnivora) terdiri dari 2 : pars scapularis dan pars acromialis.
Fungsi: flexor persendian bahu dan abductor lengan (Anonymous, 2009).

4. M. teres minor

15
Muskulus ini lebih kecil dari musculus yang berjalan didepannya. Mesculus ini
berjalan di atas M. triceps di bawah M. deltoideus dan M. infraspinatus
(S.Sisson, 1956). Fungsi: flexor persendian bahu (Anonymous, 2009).
Bidang medial

5. M. teres major
Muskulus ini datar/rata lebih lebar pada bagian tengahnya, dan menyebar
diatas permukaan medial M. triceps (S.Sisson, 1956). Fungsi: flexor persendian
bahu (Anonymous, 2009).

6. M. subscapularis
Musculus ini berada pada fossa subscapularis (S.Sisson, 1956). Fungsi :
adductor humerus dan fixator persendian bahu (Anonymous, 2009).

7. M. capsularis
Musculus ini sangat kecil, dan berada pada bagian permukaan flexor dari
kapsul pada persendian bahu (S.Sisson, 1956). Hanya terdapat pada kuda.
Fungsi : untuk menghindarkan terjepit kantong persendian pada waklu flexio
(Anonymous, 2009).

8. M. coracobrachialis
Musculus ini berada pada permukaan medial persendian bahu dan lengan
(S.Sisson, 1956). Fungsi : adductor humerus dan flexor persendian bahu
(Anonymous, 2009).

Pembuluh Darah (Arteri dan Vena) dan Nervus


1. A. circumflexa humeri anterior
Arteri ini merupakan percabangan dari plexus brachialis. Arteri ini
muncul dari tepi anterior M. teres major. Arteri ini berjalan kedepan, di antara
dua bagian dari M. coraco-brachialis. Arteri ini member cabang ke M. coraco-
brachialis, M. pectoralis profundus, berakhir di bagian atas M. biceps brachii
dan M. brachiocephalicus. Arteri ini beranastomose dengan A. circumflexa
humeri posterior (S.Sisson, 1956).

2. A. circumflexa humeri posterior


Arteri ini merupakan salah satu cabang dari plexus brachialis, muncul
sedikit dibawah A. thoracodorsalis dan berjalan menyilang keluar di bawah
persendian siku diantara M. triceps brachii caput longum dan M. triceps brachii
caput laterale bersama nervus axillaris. Arteri ini member cabang ke musculus

16
tersaebut, kapsul persendian, dan musculus dan kulit di bidang bahu,
beranastomose dengan A. circumflexa humeri anterior (S.Sisson, 1956).

3. A. Cervicalis superficialis
Arteri ini muncul dari permukaan dorsal A. brachialis yang berlawanan
dengan rusuk pertama. Arteri ini terbagi menjadi ramus ascendens dan ramus
descendens. Ramus ascendens bercabang ke M. pectoralis profundus, M. omo-
hyoideus, dan M. brachiocephalicus, dan menyuplai darah ke Ln. prescapularis
atau Ln. cervicalis supervicialis. Sedangkan ramus descendens-nya member
cabang pada M. pectoralis superficialis, M. brachiocephalicus (bersama dengan
vena cephalica), dan kulit dada (S.Sisson, 1956).

4. N. Axilaris
Merupakan salah satu cabang dari plexus brachialis. Muncul dibawah N.
musculo-cutaneus. Nervus ini berjalan ke belakang dan ke bawah dari
permukaan medial M. subscapularis dan menghilang diantaraMusculus dan
arteri subscapularis (S.Sisson, 1956).

5. N. Supraclavicularis

6. N. Cutaneus antibrachii lateralis

7. N.cutaneus brachii et antibrachii dorsalis

8. N. musculo-cutaneus ramus proximalis

9. N. radialis
Merupakan salah satu cabang dari plexus brachialis yang berjalan dari bagian
posterior plexus. Nervus ini berjalan kebawah bersama N. ulnaris, bagian
medial A. subscapularis, dan bagian bawah M. teres major, M. triceps brachii
caput longum, dan M. triceps brachii caput medial.
(S. Sisson, 1956)

6.1.3 Apa saja bagian tubuh yang dapat terjadi cedera pada regio bahu
kanan?
Yang terganggu akibat dislokasi sendi bahu:
1. Pergeseran Glunohumeral Joint
Dislokasi dapat dibagi menjadi dua jika ditinjau dari seberapa jauh pergeseran
sendi dari cavitasnya, yaitu: Subluxian (parsial) dan Complete Dislocation.
Terjadinya dislokasi dapat menyebabhan spasme (menyempitan pembuluh).

17
Semakin lama tidak diobati, semakin sakit. Setelah persendian diletakkan
kembali, rasa sakit akan hilang

2. Disfungsi pada Scapulathoracic Joint

3. Robeknya Ligamen dan Tendon


Tendon yang dibentuk pada sendi bahu:
Supraspinatus
Infraspinatus
Fungsinya untuk
Teres minor menstabilisasi caput
Subscapularis humerus pada fossa
glenoid (di kompresi)
4. Rusaknya jaringan syaraf
Sistem Saraf bisa dibagi menjadi dua, yaitu Sistem Saraf Pusat (SSP) dan
Sistem Saraf Tepi (SST). SSP terdiri dari Otak (cerebrospinalis) dan Medulla
spinalis. Sedangkan SST terdiri dari 12 pasang saraf Cranial dan 31 pasang
saraf spinal besera ganglion.

Dari percabangan saraf Medula Spinalis (diantara ossa vertebrae) akan


membentuk suatu anyaman saraf yang disebut Plexus brachialis. Letaknya
berada di dalam segitiga posterior leher belakang clavicula dan dalam axilla.
Plexus dari percabangan ventral terbentuk dari 4 nervus cervical vertebrae
terakhir dan 1 nervus thoracal vertebra pertama. Lalu kemudian memecah
menjadi beberapa nervus utama bahu, dada, dan lengan.

Perpanjangan dari saraf tersebut, terdapat saraf Sirkumfleksi dan Saraf Radialis
yang melingkari Os. Humerus dalam mengatur pergerakkan otot Extensor
lengan bawah. Jika terjadi dislokasi pada glunohumeral Joint, makan saraf-saraf
tersebut akan terganggu dan menyebabkan otot extensor tersebut tidak dapat
digerakkan (wrist drop). Hal yang perlu dilakukan dalam penyembuhannya
adalah terapi Spalk dan physiotheraphy oleh dokter atau paramedis terlatih.

Bursa juga bisa mengalami bursitis, bursitis merupakan peradangan pada


bursa yang menyatu dengan sendi, terjadi akibat eksersi sendi yang berlebihan
karena infeksi. Peristiwa ini paling sering terjadi pada bursa subakromialb
dibahu dan mengakibatkan nyeri dan pergerakan sendi bahu yang terbatas
atau pada bursa antaraprosesus olekranon dan kulit . bursitis prepatelar (blasa)
disebut juga housemaids knee mungkin terjadi akibat sering berlutut
Gangguan pada persendian :

18
- Terkilir
- Dislokasi
- Bursitis
- Artritis

6.2 Aston mengeluhkan nyeri bahu dan lengan atas kanan


menggantung ke bawah tubuhnya dengan posisi eksorotasi.
6.2.1 Bagaimana mekanisme nyeri?
Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan
tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti
peradangan, infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot. Sehingga sesungguhnya
rasa nyeri berguna sebgai alarm bahwa ada yang salah pada tubuh.
Misalnya, saat seseorang tidak sengaja menginjak pecahan kaca, dan kakinya
tertusuk, maka ia akan merasakan rasa nyeri pada kakinya dan segera ia
memindahkan kakinya. Tetapi adakalanya nyeri yang merupakan pertanda ini
dirasakan sangat menggangu apalagi bila berlangsung dalam waktu yang
lama, misalnya pada penderita kanker.
Adanya rangsangan-rangsangan mekanis/kimiawi ( kalor/listrik ) yang dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat
tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri.

Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin,


prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor-
reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,dan jaringan, lalu
dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf pusat ( SSP ) melalui
sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar

19
( rangsangan sebagai nyeri ).

Berdasarkan Mekanisme Nyeri


Nyeri dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu

20
1. Nyeri fisiologis, terjadinya nyeri oleh karena stimulasi singkat yang tidak
merusak jaringan, misalnya pukulan ringan akan menimbulkan nyeri yang
ringan. Ciri khas nyeri sederhana adalah terdapatnya korelasi positif antara
kuatnya stimuli dan persepsi nyeri, seperti semakin kuat stimuli maka semakin
berat nyeri yang dialami.

2. Nyeri inflamasi, terjadinya nyeri oleh karena stimuli yang sangat kuat
sehingga merusak jaringan. Jaringan yang dirusak mengalami inflamasi dan
menyebabkan fungsi berbagai komponen nosiseptif berubah. Jaringan yang
mengalami inflamasi mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti:
bradikinin, leukotrin, prostaglandin, purin dan sitokin yang dapat mengaktivasi
atau mensensitisasi nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung.
Aktivasi nosiseptor menyebabkan nyeri, sedangkan sensitisasinosiseptor
menyebabkan hiperalgesia. Meskipun nyeri merupakan salah satu gejala utama
dari proses inflamasi, tetapi sebagian besar pasien tidak mengeluhkan nyeri
terus menerus. Kebanyakan pasien mengeluhkan nyeri bila jaringan atau organ
yang berlesi mendapat stimuli, misalnya: sakit gigi semakin berat bila terkena
air es atau saat makan, sendi yang sakit semakin hebat bila digerakkan.

3. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului dan disebabkan adanya


disfungsi primer ataupun lesi pada sistem saraf yang diakibatkan: trauma,
kompresi, keracunan toksin atau gangguan metabolik. Akibat lesi, maka terjadi
perubahan khususnya pada Serabut Saraf Aferen (SSA) atau fungsi neuron
sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh
keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya, sehingga menimbulkan
gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan tersebut dapat melalui
perubahan molekuler sehingga aktivasi SSA (mekanisme perifer) menjadi
abnormal yang selanjutnya menyebabkan gangguan fungsi sentral (mekanisme
sentral).

Teori Gate Control yang dikemukakan Melzack dan Wall merupakan teori yang
komprehensif dalam menjelaskan transmisi dan persepsi nyeri.1 Dalam teori ini
dijelaskan bahwa Substansia Gelatinosa (SG), yaitu suatu area dari sel-sel
khusus pada bagian ujung dorsal serabut saraf sumsum tulang belakang
(spinal cord) yang berperan sebagai mekanisme pintu gerbang (gating

21
mechanism). Mekanisme pintu gerbang ini dapat memodifikasi dan merubah
sensasi nyeri yang datang sebelum sampai di korteks serebri dan menimbulkan
persepsi nyeri.

6.2.2 Mengapa timbul nyeri pada bahu Aston?


Aston merasakan nyeri pada bahunya dikarenakan ia mengalami dislokasi pada
sendi bahu. Rasa nyeri merupakan gejala yang utama dan mutlak terjadi pada
kasus dislokasi sendi bahu dikarenakan rusaknya beberapa bagian dari otot,
ligamen, tendon, maupun syaraf. Gejala lainnya adalah sulit bagi penderita
untuk melakukan sebuah gerakan walaupun hanya sedikit pada daerah
bahu.

6.2.3 Mengapa tangan Aston dalam posisi menggantung dan eksorotasi?


Hal ini disebabkan retraksi otot regio bahu, ligamen rhomboideus major
menahan scapula, serta nervus axilaris dan nervus lainnya yang terganggu di
regio bahu menyebabkan sebagian otot untuk sementara tidak dapat
dikendalikan dari sistem syaraf, serta hal tersebut juga menyebabkan sakit
yang hebat.

Karena antara scapula dan caput humeri terdapat ligamentum yang menahan
agar caput humeri tidak terlepas. Sebuah sendi yang pernah mengalami
dislokasi, ligmen ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu
akan gampang mengalami dislokasi kembali.

Dislokasi bahu anterior merupakan kondisi dimana keluarnya caput humeri dari
cavitasartikulare sendi bahu yang dangkal. Dislokasi sendi bahu anterior
biasanya terjadi setelahcedera akut karena lengan dipaksa berabduksi,
berotasi eksterna dan ekstensi sendi bahu.

Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi eksterna


dan ekstensi sendi bahu. Kaput humerus didorong kedepan dan menimbulkan
avulsi kapsul sendi dan kartilago beserta periosteum labrum glenoidalis bagian
anterior.
1,2,5

Pada dislokasi berulang labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar anterior
glenoid.Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta
ligamentum glenohumeruskeduanya terlepas atau terentang keraha anterior

22
dan inferior. Selain itu mungkin adaindentasi pada bagian posterolateral kaput
humerus (lesi Hill-Sachs), yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus
menekan lingkar glenoid anterior setiap kali mengalamidislokasi. Klassifikasi
Dislokasi bahu anterior dapat berupa dislokasi sub-korakoid (paling sering),
sub- glenoid, sub-klavikular, dan dislokasi intratorasik

6.2.4 Bagaimanakah posisi eksorotasi?

Eksorotasi adalah gerakan keluar pada sekililing sumbu panjang tulang yang
bersendi (rotasi). Dalam kasus Aston eksorotasi yang terjadi adalah gerakan
sepanjang axis longitudinal yang melalui caput humeri. Eksorotasi dilakukan oleh
otot infraspinatus, teres mayor dan deltoid posterior.

6.2.5 Apa hubungan nyeri dengan posisi menggantung dan eksorotasi?


Anterior Dislocation
The major traumatic injury to the shoulder is dislocation of thehumerus from
the glenohumeral joint. About 95% of such dislocationsare anterior,6 caused by
resisted force to the arm when theshoulder is abducted and externally rotated.
Examination of this injury reveals a squaring of the shoulder, loss of the
roundness of thedeltoid muscle, prominence of the acromial edge, and an
anteriormass, which is the humeral head. The arm is held in slight
externalrotation and abduction. Before reduction is attempted, a
neurovascularexamination assesses function of the anterior axillary nerve,
whichcan be demonstrated as absent sensation over the deltoid region andloss
of deltoid contraction. This injury, present with up to 30% of dislocations,is
usually a transient neuropraxia that requires several weeks for neurological
recovery.

Shoulder Dislocation
Shoulder dislocation may occur when sufficient impact tears the anterior joint
capsule of the glenohumeral joint, resulting in a slippage of the humeral head
out of the glenoid fossa. In anterior glenohumeral dislocation there are two
mechanisms of injury: a fall onto an outstretched hand, or a collision with a
player or object with the shoulder abducted to 90 degrees and externally
rotated. While the shoulder may dislocate posteriorly, an anteriorinferior
dislocation is the most common. Careful examination to rule out humeral neck
fracture is important before reduction of the shoulder in the field. Small
23
avulsion fractures can occur at the attachment of the supraspinatus tendon
(Fig. 10.3), but this injury will not preclude immediate reduction of the shoulder.

Diagnosis
Athletes who have anterior shoulder dislocation will often state that the
shoulder has popped out and complain of excruciating pain. The athlete is
unable to rotate the arm and has a hollow region just inferiorto the acromion
with an anterior bulge caused by the forward displacement of the humeral
head. Subluxation of the shoulder may occur when the humerus slips out of the
glenohumeral socket and thenspontaneously relocates. Posterior subluxations
are seen more commonly in athletes who use repetitive overhand motion such
as swimmers and baseball and tennis players.

Management
Anterior dislocation is the only shoulder injury that requires prompt
manipulation. The Rockwood technique involves an assistant who applies a
long, folded towel around the ipsilateral axilla, crossing theupper
anterior/posterior chest. Gentle traction is applied while the physician applies
in-line traction at 45 degrees abduction on the injured extremity. Traction is
gradually increased over several minutes.Successful reduction will manifest as
a thunk when the humerus relocates in the glenoid cavity. If started
immediately, the dislocation should be reducible in 2 to 3 minutes.
Postreduction radiographs arerequired. With the Stimson technique, the patient
lies prone on a flat surface with the arm hanging down. A 5-pound weight is
tied to the distal forearm. The reduction will usually take place within 20
minutes.Scapular manipulation in a similar position has also been described as
another method to relocate the shoulder with minimal traction.If these
attempts at early reduction are unsuccessful, reductionusing analgesia or
anesthesia can be attempted in the emergency room. In the patient who
dislocates for the first time, the shoulder should beimmobilized for 2 to 3
weeks. Rehabilitation may reducethe rate of recurrence with goals being the
restoration of full shoulder abduction and strengthening of the rotator cuff
muscles.

24
6.3 Dokter menyatakan bahwa Aston mengalami dislokasi pada sendi
bahu dan tidak adanya fraktur, caput humerus tampak tumpang tindih
dengan collum scapula.
6.3.1 Bagaimana cara menentukan fraktur?
1. X-Ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2. Scan tulang: Menidentifikasi kerusakan jaringan
3. Hitung darah lengkap: Ht: mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun
(perdarahan bermakna pada
4. Sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple)
5. Peningkatan SDP: respon stres normal setelah trauma
6. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
7. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cedera

6.3.2 Apa saja jenis fraktur?


1. Fraktur transversal
fraktur dengan garis patah tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang
2. Fraktur Oblik
fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang
3. Fraktur Spiral
timbul akibat torsi pada ekstrimitas
4. Fraktur Segmental
dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya
segmen sentral dari suplai darahnya
5. Fraktur Kominuta
serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari
dua fragmen tulang
6. Fraktur Kompresi
terjadi ketika dua tulang menumbuk (akibat tumbrukan) tulang ketiga
yang berada di antaranya
7. Fraktur Patologik
terjadi pada daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor
atau proses patologik lainnya
8. Fraktur Beban (Kelelahan) Lainnya
terjadi pada orang yang baru saja menambah aktivitas mereka
9. Fraktur Greenstick
Fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak
10.Fraktur Avulsi
memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon atau
ligamen

25
6.3.3 Bagaimana mekanisme terjadinya dislokasi pada sendi bahu?
KLASIFIKASI
Dislokasi sendi bahu diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Dislokasi anterior
2. Dislokasi posterior
3. Dislokasi inferior atau luksasi erekta
4. Dislokasi disertai fraktur

Dislokasi Anterior
Melihat lokasi kaput humeri terhadap prosesus glenoidalis, dislokasi paling
sering ke arah anterior, dan lebih jarang ke arah posterior atau inferior.
Dislokasi anterior disebut juga sebagai dislokasi preglenoid, subkorakoid dan
subklavikuler.

MEKANISME TRAUMA
Dislokasi anterior merupakan kelainan yang tersering ditemukan dan biasanya
penderita jatuh dengan tangan dalam keadaan out stretched atau trauma pada
skapula sendiri dan anggota gerak dalam posisi rotasi lateral. Dislokasi anterior
juga sering terjadi pada usia muda, antara lain pada atlet akibat kecelakaan
olahraga. Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi
eksterna dan ekstensi sendi bahu. Kaput humerus didorong ke depan dan
menimbulkan avulsi simpai sendi dan kartilago beserta periosteum labrum
glenoidalis bagian anterior. Pada dislokasi anterior, kaput humerus berada di
bawah glenoid, subkorakoid dan subklavikuler.

GAMBARAN KLINIS
Didapatkan nyeri yang hebat serta gangguan pergerakan sendi bahu. Pasien
merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya.
Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan untuk
menerima pemeriksaan apa saja. Posisi badan penderita miring kearah sisi
yang sakit. Perhatikan dua tanda khas, yaitu sumbu humerus yang tidak
menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah di bawah akromion
kosong. Garis gambar lateral atau kontur sendi bahu dapat menjadi rata karena

26
kaput humerus bergeser ke depan, dan kalau pasien tidak terlalu berotot, suatu
tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula. Lengan harus selalu diperiksa
untuk mencari ada tidaknya cedera saraf dan pembuluh darah.

6.3.4 Apa saja dampak dislokasi pada sendi bahu?


DINI
a. Kerusakan nervus aksilaris
Nervus aksilaris dapat cedera; pasien tak dapat mengerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot itu. Ini biasanya suatu
neurapraksia yang sembuh spontan setelah beberapa minggu atau beberapa
bulan.
Kadang-kadang korda posterior pleksus brakialis cedera. Ini sedikit
mengkhawatirkan, tetapi untungnya sering sembuh sejalan dengan waktu.
Nervus aksilaris berjalan melingkari leher humerus dan dapat mengalami
paresis atau paralisis. Sebelum dilakukan reposisi sebaiknya dilakukan
pemeriksaan pada saraf ini. Apabila terdapat paresis atau paralisis, dilakukan
pemeriksaan EMG setiap 3 minggu.

b. Kerusakan pembuluh darah


Kerusakan pembuluh darah dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
traksi sewaktu reposisi atau karena tekanan kaput humerus.
c. Fraktur-dislokasi

27
Kalau juga terdapat fraktur pada bagian proksimal humerus, mungkin
diperlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal.

Tuberositas mayor dapat terlepas selama dislokasi. Ini biasanya masuk ke


tempatnya selama reduksi, sehingga tidak dibutuhkan terapi khusus. Kalau
tuberositas ini tetap bergeser, dapat dilaksanakan penempelan kembali dengan
operasi.

JANGKA PANJANG
a. Kaku sendi
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan bahu, terutama pada
pasien yang berumur lebih dari 40 tahun. Terjadi kehilangan rotasi lateral, yang
secara otomatis membatasi abduksi.

Latihan aktif biasanya akan melonggarkan sendi. Latihan ini perlu dilakukan
dengan bersemangat; perlu diingat bahwa abduksi penuh tidak dapat
dilakukan sebelum rotasi lateral diperoleh kembali. Manipulasi di bawah
anestesi hanya dianjurkan kalau progresi telah berhenti dan sekurang-
kurangnya sudah lewat 6 bulan sejak terjadi cedera. Rotasi lateral harus
dipulihkan sebelum abduksi, dan manipulasi harus dilakukan pelan-pelan dan
berulang-ulang dan tidak dipaksakan.
Kaku sendi yang terjadi pasca reposisi perlu dilakukan fisioterapi yang intensif.

b. Dislokasi yang tak direduksi


Secara mengherankan, dislokasi bahu kadang-kadang tetap tidak terdiagnosis.
Kemungkinan besar ini terjadi kalau pasien (1) tidak sadar atau (2) sangat tua.
Reduksi tertutup perlu diusahakan sampai 6 minggu setelah cedera; manipulasi
yang dilakukan setelah masa itu dapat menyebabkan fraktur pada tulang atau
robeknya pembuluh atau saraf.

Reduksi dengan operasi setelah 6 minggu hanya diindikasikan untuk kaum


muda, karena sukar, berbahaya dan menyebabkan kekakuan yang lama.
Pendekatan anterior digunakan, dan pembuluh serta saraf dikenali dengan
cermat sebelum dislokasi direduksi. Secara aktif dibiarkan meringkaskan terapi

28
untuk dislokasi yang tak tereduksi pada orang lanjut usia. Dislokasi dibiarkan
dan dianjurkan melakukan gerakan aktif pelan-pelan. Pengembalian fungsi
yang cukup baik sering dapat dicapai.

c. Dislokasi rekuren
Dislokasi rekuren dapat bersifat anterior (lebih sering) atau posterior. Dislokasi
rekuren anterior terjadi karena pengobatan awal (imobilisasi) yang tidak
adekuat sehingga terjadi dislokasi. Dislokasi terjadi karena adanya titik lemah
pada selaput sendi di sebelah depan dan terjadi karena trauma yang ringan.
Dislokasi rekuren dapat dengan mudah terjadi apabila lengan dalam keadaan
abduksi, ekstensi dan rotasi lateral.

Kalau dislokasi anterior merobek kapsul bahu, perbaikan terjadi secara spontan
dan dislokasi tidak berulang; tetapi kalau labrum glenoid robek, atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid, kemungkinan besar perbaikan tak
terjadi dan dislokasi sering berulang. Pembalutan lengan pada sisi tersebut
setelah mereduksi dislokasi akut, tampaknya tidak mempengaruhi hasil;
pelepasan labrum terutama terjadi pada pasien muda, dan kalau saat cedera
terjadi cacat tulang yang menembus keluar pada aspek posterolateral kaput
humerus, kemungkinan besar terjadi perulangan.

Riwayat merupakan tanda diagnostik. Pasien mengeluh bahwa bahu


mengalami dislokasi hanya dengan kerja sehari-hari yang relatif ringan. Dia
sering dapat mereduksi sendiri dislokasi itu. Setiap keraguan mengenai
diagnosis dengan cepat dapat diatasi dengan uji aprehensi: kalau lengan
pasien ditempatkan secara pasif di belakang bidang korona pada posisi abduksi
dan rotasi lateral, resistensi yang timbul segera dan kecemasannya bersifat
patognomonik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis

Pengobatan
Dislokasi rekuren dengan frekuensi yang tinggi, memerlukan tindakan operasi
seperti operasi menurut Putti-Platt, Bristow dan Bankart.

29
7. RESTRUKTURISASI / KERANGKA KONSEP

Hanya bagian dari Adanya foramen


caput femoris yang weitbrehct pada
tercakup dalam sendi
cavitas glenoidalis humeroglenoidalis

Adanya
tekanan
terhadap region
bahu kanan

Struktur sendi bahu Adanya gerakan puntiran


rawan terjadi dislokasi keluar (eksternal rotasi)
dan tekanan ke arah
ekstensi dari sendi bahu

Dislokasi anterior
sendi bahu (Caput
humeri tumpang tindih
dengan collum scapula)

Nervus axilaris dan nervus Vaskulerisasi


lainnya di regio bahu terganggu
terganggu

Terasa nyeri Retraksi otot di Ligamen rhomboideus


hebat pada regio bahu major menahan
bahu scapula

30
Posisi lengan menggantung dan
eksorotasi
8. TOPIK PEMBELAJARAN/LEARNING ISSUES
8.1Fraktur
8.2Topografi dan struktur bahu
8.3Dislokasi pada sendi tulang
8.4Jenis dan gerakan sendi
8.5Nyeri bahu
8.6Histologi tulang

YANG YANG HARUS BAGAIMA


YANG SAYA
TOPIK SAYA DIBUKTIKAN NA SAYA
TIDAK TAHU
TAHU KEMBALI BELAJAR
Jenis-jenis, Textbook
Fraktur Definisi -
mekanisme Internet
Topografi dan Definisi
Struktur bahu Topografi bahu Jurnal
struktur bahu bahu
Hubungannya
Jenis-jenis Sendi
dengan Ligament,
Pengertian Struktur anatomi
Dislokasi Tendon, dan Saraf
Regio bahu
pada sendi
Bahu Jenis dislokasi
bahu Struktur tubuh
Gejala
yang terganggu
Rehabilitasi
akibat dislokasi
Jenis
Jenis dan sendi, Jenis sendi,
-
gerakan sendi gerakan gerakan sendi
sendi
Sendi yg
berperan,
Nyeri bahu Mekanisme -
gerakan
sendi
Jenis sel
Histologi tulang, Perbaikan saat Jenis sel tulang,
tulang pembentu terjadi fraktur pembentukan
kan

31
32
9. SINTESIS
9.1 FRAKTUR
A. Pengertian:
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Fraktur
digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsi .

B. Klasifikasi fraktur :
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).

3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :


a. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya,
misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).

4. Berdasarkan posisi fragmen :


a. Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua fragmen
tidak bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur

5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :


a. Tertutup
b. Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :

a. Garis patah melintang.


b. Oblik / miring.
c. Spiral / melingkari tulang.
d. Kompresi
e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.

7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :


a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi

33
- At axim : membentuk sudut.
- At lotus : fragmen tulang berjauhan.
- At longitudinal : berjauhan memanjang.
- At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.

C. Etiologi:
Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun
cukup mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat disebabkan oleh
- Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
- Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.
- Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.

D. Patofisiologis :
Jenis fraktur :
-Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami
pergeseran
-Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
-Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.
-Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka
pada kulit atau
membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi
menjadi : Grade I, dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya dan sakit
jelas, Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
dan Grade III, yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensi, merupakan yang paling berat.

Penyembuhan/perbaikan fraktur :
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat.
Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut.

Bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang


premitif (osteogenik) berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas.
Kondroblas akan mensekresi fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium.
Terbentuk lapisan tebal (kalus disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal
dan meluas, bertemu dengan lapian kalus dari fragmen yang satunya dan

34
menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya
trabekula
oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi
fraktur. Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani transformasi
metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan
mengalami re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru
sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yanng rusak sehingga
akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya

E. Manifestasi klinis:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu
dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa
jam atau beberapa hari setelah cedera.

F. Komplikasi fraktur
-Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
-Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
-Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
-Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
-Shock,

35
-Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia
20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
-Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan
lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma
komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
-Infeksi
-Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis
iskemia.
-Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

G. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di
dalam darah.

Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.

H. Penanganan fraktur
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan
kekuatan normal dengan rehabilitasi.
-Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya
dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan
reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
-Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
-Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan

36
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
-Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal.
Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan
teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan
logam yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur.
Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu
intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu
dan supra kondiler 12-15 minggu.
-Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu:
-Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
-Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
-Memantau status neurologi.
-Mengontrol kecemasan dan nyeri
-Latihan isometrik dan setting otot
-Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
-Kembali keaktivitas secara bertahap.

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :


-Imobilisasi fragmen tulang.
-Kontak fragmen tulang minimal.
-Asupan darah yang memadai.
-Nutrisi yang baik.
-Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
-Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
-Potensial listrik pada patahan tulang.

9.2 TOPOGRAFI DAN


STRUKTUR BAHU
Bahu terletak pada anggota tubuh apendikular bagian proximal, dapat
dikatakan terletak pada bagian tubuh ekstremitas atas yaitu lengan pada
bagian pangkal atas.

Anatomi bahu disusun oleh:

I. TULANG

37
a. Humerus
b. Scapula
c. Clavicula
d. Sternum
e. 8 Thoracic Vertebrae

II. JARINGAN LUNAK

38
a. Glenohumeral Joint
Merupakan Ball-and-Socket Joint
Terbagi atas 3 permukaan yaitu: Superior, Medial, dan Inferior

b. Acromioclavicular Joint
Merupakan Diarthrodal Joint (limited movement)
Contohnya pada saat menggerakkan bahu.

c. Sternoclavicular Joint
Berada di antara 2 permukaan. Terdapat sebuah Articular disk yang
berfungsi untuk menguatkan dan menahan shock, serta mencegah
terjadinya displacement

d. Scapulathorachic Joint

39
Bukanlah persendian yang sebenarnya. Sendi ini dibentuk oleh Os.scapula
pada dinding thorax. Gerakkannya:
Otot menempel pada Os. scapula untuk menstabilisasi area selama
pergerakkan lengan (sebagai batas)
Otot menggerakkan Os. scapula agar sejalan dengan posisi
Glunohumeral Joint. Jika terjadi masalah pada persendian antara Os.
Humerus dan fossa Glenoidalis, maka kemungkinan akan terjadi
adanya Dysfunction pada sendi Scapulathoracic.

OSTEON
Os Scapula
Scapula adalah tulang datar yang berada pada bagian anterior pada bidang
lateral thorax. Poros panjang dari tulang ini membentang secara tidak langsung
dari spina thorax keempat sampai sternum pada akhir rusuk pertama. Scapula
berbentuk agak melengkung dan miring untuk menyesuaikan dengan bentuk
dinding thorax. Pinggirannya membentuk segitiga, menpunyai dua permukaan,
dan tiga sudut (S.Sisson, 1956).

40
Permukaan lateral (Facies lateralis) terbagi atas dua fossa oleh spina
scapulae, yang terbentang antara tepi ventral sampai leher dari tulang
tersebut, dimana ia mengecil. Tepi atas dari spina berbentuk tebal dan kasar.
Pada bagian tengah spina terdapat tuber spina, tempat melekatnya M.
trapezius. Fossa supraspinata terletak di depan dari spina, berukuran lebih
kecil, halus bagian permukaannya, dan merupakan tempat berjalannya M.
supraspinatus. Fossa infraspinata berada di belakang spina, berbentuk lebar
dan halus pada bagian permukaannya, mengecil pada bagian bawah, yang
ditandai dengan beberapa garis lunak sebagai pelengkap perlekatan M.
infraspinatus. Di dekat bagian leher terdapat foramen nutricia (nutrient
foramen), dan di bawahnya terdapat alur vascular (vascular groove) (S.Sisson,
1956).
Facies costalis merupakan permukaan hampa dengan fossa
subscapularis yang memanjang di atasnya. Fossa ini memanjang hingga ke
sepanjang bagian bawah dari permukan ini, meruncing di bagian atas dan
memisahkan dua permukaan kasar berbentuk segitiga yang disebut facies
serrata, tempat melekatnya M. serratus ventralis. Pada bagian bawak facies
costalis terdapat alur vascular (S.Sisson, 1956).
Margo cranialis (anterior border) berbentuk cembung dan kasar pada
bagian atasnya, lalu menjadi cekung dan halus di bagian bawah. Margo

41
caudalis (posterior border) agak cekung, tebal, dan kasar pada sepertiga
bagian atasnya, menjadi tipis di bagian tengah, dan lebih tipis lagi di bagian
bawah. Margo vertebralis (ventral border) melekat dengan cartilage scapulae
(S.Sisson, 1956).
Angulus cranialis (anterior angle) adalah persimpangan antara margo
cranialis dan margo caudalis dan relatif tipis. Angulus caudalis (posterior angle)
berbentuk tipis dan kasar. Angulus glenoidalis (glenoid angle) terhubung
dengan tubuh tulang oleh collom scapulae (leher scapula/ neck of the scapula).
Angulus glenoidalis membentuk cavitas glenoidalis (glenoid cavity) untuk
membentuk artikulasi dengan caput humerus. Cavitas glenoidalis mempunyai
garis luar yang oval dan batas depannya dipotong oleh incissura glenoidalis
(glenoid notch), dan membulat pada bagian lateral. Tuber scapulae berupa
penonjolan yang besar dan kasar di bagian depan, tempat bertautnya tendon
dari M. biceps brachii. Terdapat processus coracoideus pada bagian medialnya,
yang merupakan tempat timbulnya M. coraco-brachialis (S.Sisson, 1956).
Scapula sapi lebih berbentuk segitiga dibandingkan dengan scapula sapi,
relative lebih lebar pada bagian proximal dan lebih mengecil di bagian distal.
Spina scapula lebih menonjol dan terletak lebih kedepan, fossa supraspinata
menjadi sempit dan tidak mencapai bagian bawah tulang. Spina scapula
bersifat sinuous, menekuk ke belakang pada bagian tengah, tapi tidak
menimbulkan perbedaan yang menyolok. Seperti pada kuda, pada bagian
bawah spina terdapat acromion, tempat pertautan M. deltoideus. Fossa
subscapularisnya dangkal. Area tempat berjalannya M. serratus ventralis tidak
begitu menyolok. Foramen nutrisia berada di sepertiga margo caudalis. Cavitas
glenoidalis berbentuk hamper bundar dan tanpa incissura yang menyolok.
Tuberositas kecil dan dekat dengan cavitas glenoidalis. Processus coracoideus
pendek dan melengkung. Kartilago mirip dengan kartilago pada kuda (S.Sisson,
1956).

Os Clavicula
Dalam anatomi manusia, tulang selangka atau clavicula adalah tulang yang
membentuk bahu dan menghubungkan lengan atas pada batang tubuh.
Clavicula berbentuk kurva-ganda dan memanjang. Ini adalah satu-satunya
tulang yang memanjang horizontal dalam tubuh. Terletak di atas tulang rusuk
pertama. Pada ujung medial, clavicula bersendi pada manubrium dari sternum

42
(tulang dada) pada sendi sternoclavicularis. Pada bagian ujung lateral bersendi
dengan acromion dari scapula (tulang belikat) dengan sendi
acromioclavicularis.
Pada wanita, clavicula lebih pendek, tipis, kurang melengkung, dan
permukaannya lebih halus.

Clavicula berguna untuk:


1. Sebagai pengganjal untuk menjauhkan anggota gerak atas dari bagian dada
supaya lengan dapat bergerak leluasa.
2. Meneruskan goncangan dari anggota gerak atas ke kerangka tubuh (aksial).
3. Walaupun dikelompokkan dalam tulang panjang, clavicula adalah tulang
satu-satunya yang tidak memiliki rongga sumsum tulang seperti pada tulang
panjang lainnya.

Perlekatan
Otot-otot dan ligamentum yang berlekatan pada clavicula:
Permukaan superior:
- Otot deltoideus pada bagian tuberculum deltoideus
- Otot trapezius
Permukaan inferior:
- Otot subclavius pada sulcus musculi subclavii
- Ligamentum conoideum (bagian medial dari ligamentum coracoclaviculare)
pada tuberculum conoideum
- Ligamentum trapzoideum (bagian lateral dari ligamentum coracoclaviculare
pada linea trapezoidea
Batas anterior:
- Otot pectoralis mayor
- Otot deltoideus
- Otot sternocleidomastoid
- Otot sternohyoideus
- Otot trapezius

Perkembangan
Clavicula adalah tulang pertama yang mengalami proses pengerasan osifikasi
selama perkembangan embrio minggu ke-5 dan 6. Clavicula juga yang
merupakan tulang terakhir yang menyelesaikan proses pengerasan yakni pada
usia 21 tahun.

Os Humerus
Humerus tulang panjang yang terbentang mulai dari bawah bahu,
dimana tulang ini berartikulasi dengan scapula, dan berartikulasi dengan os

43
radius ulna pada bagian distalnya. Humerus terdiri dari satu bidang panjang
dan dua extremitas (S.Sisson, 1956).
Corpus humeri (shaft) berbentuk silindris tidak beraturan dan
penampilan yang berpilin. Corpus humeri memiliki empat permukaan, yaitu:
Facies lateralis (lateral surface) : halus dan melengkung spiral
Sulcus musculo-spiralis (musculo-spiral groove) : tempat M. brachialis
Facies medialis (medial surface) : panjang dan lurus, melengkung di kedua
sisinya dan bergabung dengan permukaan anterior dan posterior.
Tuberositas teres ( teres tuberosity) : tempat bertautnya tendo M. latissimus
dorsi dan M. teres major. Foramen nutrisia terletak sepertiga dari permukaan
ini.
Facies cranialis (anterior surface) berbentuk segitiga, lebar, dan halus
pada bagian atas, menyempit dan melengkung pada bagian bawah. Facies
cranialis ini dipisahkan dengan facies lateralis oleh crista humeri, yang
memunculkan tuberositas deltoideus (deltoid tuberosity). Facies caudalis
(posterior surface) halus, dan melengkung pada setiap sisi (S.Sisson, 1956).
Ekstremitas proximal terdiri dari kepala, leher, dua tuberositas, dan alur
intertuleral. Tuberositas medialis terdiri dari bagian anterior dan posterior.
Sulcus intertubercularis berada di depan, dipisahkan oleh bagian anterior
tuberositas.
Ekstremitas distalmemiliki permukaan miring untuk artikulasi dengan
os radius ulna, yang terdiri dari dua condylus dengan ukuran yang tidak sama
dan dipisahkan oleh suatu peninggian. Condylus medialis berukuran jauh lebih
besar dan dilintasi oleh alur saggital, pada bagian anterior tempat kelopak
synovial berada. Condylus lateralis berukuran lebih kecil dan terletak agak
rendah dan lebih ke belakang (S.Sisson, 1956).

Fossa coronoidea terletak di depan, di bawah alur pada condylus medialis.


Epicondylus medialis lebih mudah dibedakan. Pada bagian lateral dari
epicondylus lateralis terdapat crista condyloidea. Diantara epicondylus
terdapat fossa olecranon, yang memproyeksikan processus anconeus (S.Sisson,
1956).

44
Tuberositas deltoideus pada os humerus sapi tidak lebih menonjol dari pada
yang terdapat pada os humerus kuda. Foramen nutrisia berada di sepertiga
permukaan posterior. Tuberositas lateral sangat besar. Bagian anterior
tuberositas medialis memiliki proyeksi kecil yang melengkung. Fossa olecranon
dan fossa coronoidea dalam dan lebar (S.Sisson, 1956).

MUSCULUS
Musculus pada daerah ini (Mm. Omi) dimulai dari scapula hingga
berakhir di siku (S.Sisson, 1956).

Otot-otot Gelang Bahu (Musculi extremitates thoracicae)


Otot kulit:
1. M. cutaneus omobrachialis
Fungsi; menggerakkan kulit daerah bahu dan lengan atas (Anonymous, 1956).

Otot-otot lapis superficial :


2. M. trapezius (pars cervicalis dan pars thoracalis )
Musculus ini datar dan berbentuk segitiga (S.Sisson, 1956). Fungsi: pars
cervicis menarik scapula ke cranio-dorsal, pars thoracis : menarik scapula ke
caudo-dorsal (Anonymous, 2009).

3. M. brachiocephalicus (cleidooccipitalis, cleidomastoideus dan


cleidobrachialis). Musculus ini melintang sepanjang sisi dari collum sampai
cranial dari lengan (S.Sisson, 1956). Fungsi: flexor kepala dan leher serta
extensor bahu (Anonymous, 2009).

4. M. omotransversarius
Fungsi: mengangkat kaki muka ke depan (protractor) (Anonymous, 2009).

5. M. latissimus dorsi
Musculus ini lebar dan berbentuk segitiga pada sisi kanan. Musculus ini berada
di bawah kulit dan M. cutaneus, pada dinding lateral thorax, dari spina sampai
ke lengan (S. Sisson, 1956). Fungsi: menarik kaki depan ke belakang
(retractor), protractor tubuh (Anonymous, 2009).

6. M. pectoralis superficialis (pars anterior et posterior)


Musculus pectoralis superficialis pars anterior adalah musculus yangf pendek,
agak bulat, yang terbentang dari manubrium sterni hingga bagian depan
lengan. M. pectoralis superficialis pars posterior adalah muskulus lebar yang

45
terbentang dari tepi ventral sternum hingga ke permukaan medial siku (S.
Sisson, 1956). Fungsi: adductor kaki muka dan alat penggantung tubuh
(Anonymous, 2009).

Otot-otot lapis profundal :


7. M. pectoralis profundus : pars praescapularis (anterior) et humeralis
(posterior)
M. pectoralis profundus pars anterior berbentuk prisma dan terbentang antara
bagian anterior dari permukaan lateral sternum hingga sisi cervix scapula. M.
pectoralis profundus pars posterior berukuran lebih besar pada kuda,
berbentuk segitiga atau seperti kipas. Muskulus ini berfungsi sebagai adductor
dan retractor anggota gerak. (S.Sisson, 1956)

8. M. rhomboideus (pars cervicis et thoracis)


Fungsi: extensor leher (Anonymous, 1956).

9. M. serratus ventralis (pars cervicis et thoracis)


Fungsi: pars cervicis : menarik scapula ke leher, mengangkat/membengkok
leher ke lateral; pars thoracis: menarik scapula ke caudal, bisa sebagai otot
inspirasi (Anonymous, 1956).

Otot-otot bahu (musculi omi)


Bidang lateral
1. M. supraspinatus
Merupakan muskulus yang ada pada fossa suprascapularis (S.Sisson, 1956).
Fungsi : extensor dan fixator persendian bahu (Anonymous, 2009)

2. M. infraspinatus
Muskulus ini berada pada fossa infraspinata dan menyebar kearah posterior
(S.Sisson, 1956). Fungsi: extensor dan fixator persendian bahu (Anonymous,
2009).

3. M. deltoideus
Musculus ini sebagian menyebar di atas M. triceps pada sisi antara scapula
dengan humerus, sebagian di atas M. infraspinatus dan M. teres minor
(S.Sisson, 1956). Pada hewan-hewan yang mempunyai acromion pada scapula
(ruminansia dan carnivora) terdiri dari 2 : pars scapularis dan pars acromialis.
Fungsi: flexor persendian bahu dan abductor lengan (Anonymous, 2009).

4. M. teres minor

46
Muskulus ini lebih kecil dari musculus yang berjalan didepannya. Mesculus ini
berjalan di atas M. triceps di bawah M. deltoideus dan M. infraspinatus
(S.Sisson, 1956). Fungsi: flexor persendian bahu (Anonymous, 2009).
Bidang medial

5. M. teres major
Muskulus ini datar/rata lebih lebar pada bagian tengahnya, dan menyebar
diatas permukaan medial M. triceps (S.Sisson, 1956). Fungsi: flexor persendian
bahu (Anonymous, 2009).

6. M. subscapularis
Musculus ini berada pada fossa subscapularis (S.Sisson, 1956). Fungsi :
adductor humerus dan fixator persendian bahu (Anonymous, 2009).

7. M. capsularis
Musculus ini sangat kecil, dan berada pada bagian permukaan flexor dari
kapsul pada persendian bahu (S.Sisson, 1956). Hanya terdapat pada kuda.
Fungsi : untuk menghindarkan terjepit kantong persendian pada waklu flexio
(Anonymous, 2009).

8. M. coracobrachialis
Musculus ini berada pada permukaan medial persendian bahu dan lengan
(S.Sisson, 1956). Fungsi : adductor humerus dan flexor persendian bahu
(Anonymous, 2009).

Pembuluh Darah (Arteri dan Vena) dan Nervus


1. A. circumflexa humeri anterior
Arteri ini merupakan percabangan dari plexus brachialis. Arteri ini
muncul dari tepi anterior M. teres major. Arteri ini berjalan kedepan, di antara
dua bagian dari M. coraco-brachialis. Arteri ini member cabang ke M. coraco-
brachialis, M. pectoralis profundus, berakhir di bagian atas M. biceps brachii
dan M. brachiocephalicus. Arteri ini beranastomose dengan A. circumflexa
humeri posterior (S.Sisson, 1956).

2. A. circumflexa humeri posterior


Arteri ini merupakan salah satu cabang dari plexus brachialis, muncul
sedikit dibawah A. thoracodorsalis dan berjalan menyilang keluar di bawah
persendian siku diantara M. triceps brachii caput longum dan M. triceps brachii
caput laterale bersama nervus axillaris. Arteri ini member cabang ke musculus

47
tersaebut, kapsul persendian, dan musculus dan kulit di bidang bahu,
beranastomose dengan A. circumflexa humeri anterior (S.Sisson, 1956).

3. A. Cervicalis superficialis
Arteri ini muncul dari permukaan dorsal A. brachialis yang berlawanan
dengan rusuk pertama. Arteri ini terbagi menjadi ramus ascendens dan ramus
descendens. Ramus ascendens bercabang ke M. pectoralis profundus, M. omo-
hyoideus, dan M. brachiocephalicus, dan menyuplai darah ke Ln. prescapularis
atau Ln. cervicalis supervicialis. Sedangkan ramus descendens-nya member
cabang pada M. pectoralis superficialis, M. brachiocephalicus (bersama dengan
vena cephalica), dan kulit dada (S.Sisson, 1956).

4. N. Axilaris
Merupakan salah satu cabang dari plexus brachialis. Muncul dibawah N.
musculo-cutaneus. Nervus ini berjalan ke belakang dan ke bawah dari
permukaan medial M. subscapularis dan menghilang diantaraMusculus dan
arteri subscapularis (S.Sisson, 1956).

5. N. Supraclavicularis

6. N. Cutaneus antibrachii lateralis

7. N.cutaneus brachii et antibrachii dorsalis

8. N. musculo-cutaneus ramus proximalis

9. N. radialis
Merupakan salah satu cabang dari plexus brachialis yang berjalan dari bagian
posterior plexus. Nervus ini berjalan kebawah bersama N. ulnaris, bagian
medial A. subscapularis, dan bagian bawah M. teres major, M. triceps brachii
caput longum, dan M. triceps brachii caput medial.
(S. Sisson, 1956)

SENDI-SENDI
1. Sendi Glenohemeralis
Sendi ini termasuk klasifikasi sendi bola dan mangkuk (ball and soket) dimana
kaput humerus yang berberntuk hampir setengah bola dengan diameter tiga
sentimeter berhubungan dengan fossa glenoidalis dari skapula. Segera akan
tampak bahwa ada ketidaksesuaian antara dua bagian tulang yang
mengadakan persendian ini, dimana bola dari caput humeri yang bernilai

48
sudut 1530 masuk ke dalam mangkuk dari fossa glenoidalis yang bernilai
sudut 750. Keadaan ini secara anatomis membuat sendi ini tidak stabil. Adanya
labrium glenoidalis, suatu jaringan fibrokarfilaginous di sepanjang tepi fossa
glenoidalis serta menghadapnya fossa glenoidalis agak ke atas membuat sendi
ini lebih stabil. Kapsul sendi ini sangat tipis dan di bagian depan diperkuat oleh
ligamentum glenohumeralis superior, medius dari ligamen ini terdapat lubang
yang disebut foramen weitbrecht. Dengan demikian daerah ini merupakan
daerah locus minoris resistensia yang menyebabkan mudahnya terjadi
dislokasi kaput humerus ke anterior. Terdapat tiga buah busa yang
berhubungan dengan kavum sinovium, yaitu busa
subakromialis, subdeltoideus dan subkorakoideus. Fungsinya adalah
memudahkan pergerakan otot-otot deltoideus supraspinatus, infraspinatus,
teres minor dan subskapularis.

2. Sendi Suprahumeral
Merupakan sendi palsu yang bersifat melindungi (protective) persendian antara
kaput humerus dan lengkungan lebar ligamen yang menghubungkan proccesus
korakoideus dan akromion. Lengkungan korakoakromialis melindungi sendi
glenohumeralis terhadap trauma dari atas dan mencegah dislokasi ke atas dari
kaput humerus.
Sendi suprahumeral ini dibatasi oleh kavitas glenoidalis dibagian superiornya,
proccesus akromialis dibagian posterior. Sedangkan dibagian anterior dan
medialnya oleh proccesus kcrakoideus dan dia atasnya terdapat ligamen
korakoakromial. Kaput humerus berada di bawah susunan ini.
Di dalam sendi ini didapatkan bursa subakromial, bursa subkorakoid, otot dan
tendon supraspinatus, superior dari kapsul glenohumeral, tendon biseps dan
jaringan ikat. Ketika lengan diabduksikan, tuberositas majus harus melewati di
bawah ligamen korakoakromialis dan tidak mengadakan penekanan pada
jaringan yang ada di bawahnya. Pergerakan ini memerlukan koordinasi kerja
otot yang halus, kelenturan (laxity) jaringan lunak dan gerakan eksorotasi dari
humerus yang benar. Gangguan dari faktor tersebut dapat mengakibatkan
pembatasan gerak, nyeri dan distabilitas.

3. Sendi Akromioklavikularis
Adalah persendian antara klavikula dan akromion. Sendi ini termasuk dalam
sendi yang tidak beraturan. Sendi ini diperkuat oleh ligamen akromioklavikular

49
yang berjalan dari bagian atas distal klavikula hingga permukaan atas dari
proccesus akromialis dan di belakang oleh
aponeurosis dari otot trapezius dan deltoid. Stabilitas klavikula oleh ligamen
korakoklavikular sebenarnya terdiri dari 2 ligamen, yaitu ligamen conoid dan
ligamen trapezoid) yang mengikat klavikula dengan proccesus korakoid.
Rotasi dari klavikula primer terjadi bila lengan diabduksi lebih dari 900 (waktu
skapula berotasi ke atas), maka terjadi rotasi klavikula mengitari sumbu
panjangnya. Elevasi pada sudut 300 pertama terjadi pada sendi
sternoklavikularis dan 300 berikutnya terjadi akibat rotasi klavikula pada
sumbu panjangnya.

4. Sendi Skapulokostalis
Merupakan persendian antara skapula dan dinding thoraks, dimana
diantaranya terdapat otot subskapularis dan serratus anterior yang disebut
juga a bone muscles bone articulation. Otot penggerak utamanya yaitu
serratus anterior dan trapezius.
Pada sendi ini, skapula bergerak menggelincir pada dinding thoraks.
Gerakannya ada dua tipe, yaitu translasi (gerak dari skapula ke atas, ke bawah,
ke depan dan ke belakang) dan gerak rotasi melalui sumbu tegak lurus.
Biasanya gerak skapula adalah gerak kombinasi daripada kedua gerak ini.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa antara sendi glenohumeral dan
skapulakostal terdapat perbandingan saat melakukan gerakan abduksi dan
fleksi bahu. Mereka menemukan bahwa dua pertiga dari gerakan tersebut
dilakukan oleh sendi glenohumeral (sekitar 1200) sedangkan sepertiganya oleh
sendi skapulakostalis (sekitar 600). Jadi perbandingannya 2:1, yang merupakan
hasil yang konstan.

5. Sendi Sternoklavikular
Adalah persendian synovial antara manubrium sterni dan klavikula bagian
proksimal.
Meniskus menempel pada klavikula bagian superior dan pada kartilago tulang
rusuk pertama, membagi sendi sternoklavikular menjadi dua unit fungsional
untuk gerakan menggelincir. Anteroposteroir gliding (protraksi dan retraksi dari
klavikula) terjadi antara sternum dan meniskus, sedangkan superoinferior
gliding (elevasi dan depresi dari klavikula) terjadi antara klavikula dan
meniskus. Penghubung antara sternum dan klavikula di bentuk oleh ligamen

50
sternoklavikular anterior dan posterior, dan ligamen interklavikular
menghubungkan antara dua klavikula.

6. Sendi Kostosternalis
Merupakan persendian yang menghubungkan tulang iga dengan tulang
sternum. Persendian ini termasuk dalam jenis sendi sinkondrosis.

7. Sendi Kostovertebralis
Merupakan persendian antara tulang iga dengan korpus vertebralis yang terdiri
dari :
a. penghubung kaput kosta dengan kospus vertebra.
b. Yang menghubungkan leher dan tuberkel kosta dengan proccesus
transversus.
Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh
banyaknya sendi pada bahu ( 7 sendi) juga ditunjang oleh banyaknya otot yang
berperan dalam melakukan gerakan bahu.
Kumpulan otot-otot ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok otot yang
menggerakkan dan menstabilkan skapula (shoulder girdle). Otot-otot tersebut,
yaitu :
a. Penggerak Sendi Bahu

1. Deltoid
Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
Pars clavicularis (anterior)
Origo : Akromial sepertiga klavikula
Gerakan : Prime mover fleksi 900 dan adduksi bahu dan sebagai
pembantu gerakan internal rotasi dan abduksi lebih dari
600 dari bahu.

Pars acromialis (middle)


Origo : akromion
Gerakan : Prime mover abduksi bahu sampai 900
Pars spinalis (posterior)

Origo : Spina skapula (ventral bertendon pendek, dorsal bertendo


panjang)
Gerakan : Prime mover ekstensi bahu
Insertio : Tuberositas deltoid (bursa subdeltoid antara otot dan
tuberkulum majus)
Persyarafan : N. Axillaris (C5 C6)

2. Supraspinatus
Origo : Fosa supraspinatus
Insertio : Tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Supraskapularis (C5)

51
Gerakan : Prime mover abduksi bahu hingga 900

3. Infraspinatus
Origo : Fosa infraspinatus
Insertio : Middle dari tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N.Supraskapularis (C5)
Gerakan : Prime mover rotasi ke lateral dan ekstensi horisontal bahu dan
sebagai pembantu gerakan abduksi horisontal bahu.

4. Subskapularis
Origo : Fosa subskapularis
Insertio : Tuberculum minus humerus
Persyarafan : N. Subskapularis superior dan inferior (C5 C6)
Gerakan : Prime mover rotasi ke dalam dari humerus

5. Teres minor
Origo : Permukaan belakang lateral skapula
Insertio : Distal dari tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Axillaris (C5)
Gerakan : Prime mover rotasi kelateral dan ekstensi horisontal bahu
dan sebagai pembantu gerakan abduksi horisontal bahu.
Kelima otot di atas disebut juga sebagai otot intrinsik bahu, sedangkan otot
nomor dua hingga lima disebut sebagai Rotator Cuff.

6. Teres Mayor
Origo : Lateral skapula dan angulus inferior
Insertio : Krista tuberkulum minus humerus
Persyarafan : N. Subskapularis inferior (C5 C6)
Gerakan : Prime mover ekstensi bahu

7. Latissimus Dorsi
Origo : Proccesus spinosus dari thorakal 6 hingga lumbal,
belakang sakrum, bagian posterior krista illiaka dan
beberapa tulang iga bagian bawah.
Insertio : Medial sulkus bisipitalis
Persyafaran : N. Thorakodorsalis (C7 C8)
Gerakan : Prime mover ekstensi dan rotasi kemedial dari bahu.

8. Korakobrakhialis
Origo : Proccesus korakoid skapula
Insertio : Permukaan anteromedial humerus
Persyarafan : N. Muskulokutaneus (C6 C7)
Gerakan : Prime mover fleksi bahu 900

9. Pektoralis Mayor
Dibagi tiga, yaitu :
Pars klavikularis
Origo : dua pertiga bagian media klavikula

52
Pars manubrialis
Origo : Sternum

Pars Sternokostalis
Origo : Kartilago kostae 1 6
Insertio : Tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Pektoralis medial dan lateral (C5, C6, C7, C8, T1)
Gerakan : Prime mover adduksi horisontal dan rotasi ke medial bahu.

b. Penggerak Pergelangan Bahu


1. Serratus anterior
Origo : 8 tulang rusuk bagian anterolateralis
Insertio : Permukaan anterior skapula dari sudut atas hingga bawah
Persyarafan : N. Thorakalis longus (C5, C6, C7)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke atas skapula dan
sebagai pembantu gerakan abduksi bahu 900

2. Rhomboideus mayor
Origo : Proccesus spinosus thorakal 2, 3, 4, dan 5
Insertio : Medial skapula hingga bawah skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C5)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke bawah skapula dan
sebagai pembantu gerakan elevansi skapula.

3. Rhomboideus minor
Origo : Proccesus spinosus cervikal 7 dan thorakal 1
Insertio : Spina skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C5)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke bawah skapula dan
sebagai pembantu gerakan elevansi skapula

4. Levator skapula
Origo : Proccesus transversus cervikalis 1 4
Insertio : Tepi atas skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C3, C4, C5)
Gerakan : Prime mover elevansi skapula

5. Pektoralis minor
Origo : Tulang iga 3, 4, 5
Insertio : Proccesus korakoideus
Persyarafan : N. Pektoralis medialis (C8 Th1)
Gerakan : Adduksi horisontal bahu

6. Subsklavius
Origo : Permukaan atas tulang rusuk
Insertio : Bagian bawah klavikula
Persyarafan : N. Subklavius (C5 C6)
Gerakan : Depresi klavikula

53
7. Trapezius
Dibagi menjadi 3, yaitu :
Superior
Origo : Sepertiga medial dari tulang occiput
Insertio : Sepertiga lateral dari klavikula bagian posterior
Gerakan : Elevasi skapula

Middle
Origo : Proccesus spinosus thorakalis atas
Insertio : Tepi medial spina skapula
Gerakan : Adduksi skapula

Inferior
Origo : Proccesus spinosus thorakalis bawah
Insertio : Tepi bawah spina skapula
Persyarafan : N. Accessory (C3 C4)
Gerakan : Depresi dan adduksi skapula

9.3 DISLOKASI PADA


SENDI BAHU
Dislokasi sendi dapat terjadi spontan karena gerakan tidak spontan, dan karena
kekerasan.
Dislokasi sering disertai dengan kerusakan simpai sendi atau ligamen sendi.
Bila kerusakan
tersebut tidak sembuh kembali dengan baik, luksasi mudah terulang lagi yang
disebut luksasi
habitual. Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar anamnesis yang khas dan
tanda klinisnya. Umumnya deformitas dapat dilihat berupa perubahan posisi
anggota gerak dan perubahan kontur persendian yang bersangkutan. Pada
pemeriksaan tidak ada gejala dan tanda patah tulang, sedangkan gerakan di
dalam sendi yang terluksasi terbatas sekali, bahkan sama sekali tidak
mungkin.

Reposisi diadakan dengan gerakan atau perasat yang berlawanan dengan gaya
trauma dan
kontraksi atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan dengan kekuatan atau
kekerasan
karena mungkin sekali mengakibatkan patah tulang. Untuk mengendurkan
kontraksi dan spasme otot, perlu diberikan anestesia setempat atau umum.
Kekenduran otot memudahkan reposisi.

54
DISLOKASI SENDI BAHU
Di antara sendi-sendi besar, bahu adalah salah satu yang paling sering
berdislokasi. Ini akibat
beberapa faktor: dangkalnya mangkuk sendi glenoid; besarnya rentang
gerakan; keadaan yang mendasari misalnya ligamentosa yang longgar atau
dysplasia glenoid; dan mudahnya sendi itu terserang selama aktivitas yang
penuh tekanan pada tungkai atas.
Kestabilan sendi bahu terutama terletak pada simpai sendi dan otot di
sekitarnya karena kavitas artikulare sendi bahu dangkal. Oleh karena itu,
sering terjadi dislokasi, baik akibat trauma maupun pada saat serangan
epilepsi.
Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada orang dewasa tetapi jarang pada
anak-anak.

KLASIFIKASI
Dislokasi sendi bahu diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Dislokasi anterior
2. Dislokasi posterior
3. Dislokasi inferior atau luksasi erekta
4. Dislokasi disertai fraktur

1. Dislokasi Anterior
Melihat lokasi kaput humeri terhadap prosesus glenoidalis, dislokasi paling
sering ke arah
anterior, dan lebih jarang ke arah posterior atau inferior. Dislokasi anterior
disebut juga sebagai
dislokasi preglenoid, subkorakoid dan subklavikuler.

MEKANISME TRAUMA
Dislokasi anterior merupakan kelainan yang tersering ditemukan dan biasanya
penderita jatuh dengan tangan dalam keadaan out stretched atau trauma
pada skapula sendiri dan anggota gerak dalam posisi rotasi lateral. Dislokasi
anterior juga sering terjadi pada usia muda, antara lain pada atlet akibat
kecelakaan olahraga. Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan
gerakan rotasi eksterna dan ekstensi sendi bahu. Kaput humerus didorong ke
depan dan menimbulkan avulsi simpai sendi dan kartilago beserta periosteum
labrum glenoidalis bagian anterior. Pada dislokasi anterior, kaput humerus
berada di bawah glenoid, subkorakoid dan subklavikuler.

55
GAMBARAN KLINIS
Didapatkan nyeri yang hebat serta gangguan pergerakan sendi bahu. Pasien
merasakan
sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya. Pasien
menyokong lengan itu
dengan tangan sebelahnya dan segan untuk menerima pemeriksaan apa saja.
Posisi badan
penderita miring kearah sisi yang sakit. Perhatikan dua tanda khas, yaitu
sumbu humerus yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah
karena daerah di bawah akromion kosong.
Garis gambar lateral atau kontur sendi bahu dapat menjadi rata karena kaput
humerus bergeser ke depan, dan kalau pasien tidak terlalu berotot, suatu
tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula. Lengan harus selalu diperiksa
untuk mencari ada tidaknya cedera saraf dan pembuluh darah.

KOMPLIKASI
DINI
a. Kerusakan nervus aksilaris
Nervus aksilaris dapat cedera; pasien tak dapat mengerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot itu. Ini biasanya suatu
neurapraksia yang sembuh spontan setelah beberapa minggu atau beberapa
bulan.
Kadang-kadang korda posterior pleksus brakialis cedera. Ini sedikit
mengkhawatirkan, tetapi untungnya sering sembuh sejalan dengan waktu.
Nervus aksilaris berjalan melingkari leher humerus dan dapat mengalami
paresis atau paralisis. Sebelum dilakukan reposisi sebaiknya dilakukan
pemeriksaan pada saraf ini. Apabila terdapat paresis atau paralisis, dilakukan
pemeriksaan EMG setiap 3 minggu.

b. Kerusakan pembuluh darah


Kerusakan pembuluh darah dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
traksi sewaktu
reposisi atau karena tekanan kaput humerus.

c. Fraktur-dislokasi
Kalau juga terdapat fraktur pada bagian proksimal humerus, mungkin
diperlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal.

Tuberositas mayor dapat terlepas selama dislokasi. Ini biasanya masuk ke


tempatnya selama

56
reduksi, sehingga tidak dibutuhkan terapi khusus. Kalau tuberositas ini tetap
bergeser, dapat
dilaksanakan penempelan kembali dengan operasi.

JANGKA PANJANG
a. Kaku sendi
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan bahu, terutama pada
pasien yang
berumur lebih dari 40 tahun. Terjadi kehilangan rotasi lateral, yang secara
otomatis membatasi abduksi.
Latihan aktif biasanya akan melonggarkan sendi. Latihan ini perlu dilakukan
dengan
bersemangat; perlu diingat bahwa abduksi penuh tidak dapat dilakukan
sebelum rotasi lateral diperoleh kembali. Manipulasi di bawah anestesi hanya
dianjurkan kalau progresi telah berhenti dan sekurang-kurangnya sudah lewat
6 bulan sejak terjadi cedera. Rotasi lateral harus dipulihkan sebelum abduksi,
dan manipulasi harus dilakukan pelan-pelan dan berulang-ulang dan tidak
dipaksakan.

Kaku sendi yang terjadi pasca reposisi perlu dilakukan fisioterapi yang intensif.

b. Dislokasi yang tak direduksi


Secara mengherankan, dislokasi bahu kadang-kadang tetap tidak terdiagnosis.
Kemungkinan
besar ini terjadi kalau pasien (1) tidak sadar atau (2) sangat tua. Reduksi
tertutup perlu
diusahakan sampai 6 minggu setelah cedera; manipulasi yang dilakukan
setelah masa itu dapat menyebabkan fraktur pada tulang atau robeknya
pembuluh atau saraf.
Reduksi dengan operasi setelah 6 minggu hanya diindikasikan untuk kaum
muda, karena sukar, berbahaya dan menyebabkan kekakuan yang lama.
Pendekatan anterior digunakan, dan pembuluh serta saraf dikenali dengan
cermat sebelum dislokasi direduksi. Secara aktif dibiarkan meringkaskan terapi
untuk dislokasi yang tak tereduksi pada orang lanjut usia. Dislokasi dibiarkan
dan dianjurkan melakukan gerakan aktif pelan-pelan. Pengembalian fungsi
yang cukup baik sering dapat dicapai.

c. Dislokasi rekuren

57
Dislokasi rekuren dapat bersifat anterior (lebih sering) atau posterior. Dislokasi
rekuren anterior terjadi karena pengobatan awal (imobilisasi) yang tidak
adekuat sehingga terjadi dislokasi.
Dislokasi terjadi karena adanya titik lemah pada selaput sendi di sebelah depan
dan terjadi
karena trauma yang ringan. Dislokasi rekuren dapat dengan mudah terjadi
apabila lengan dalam keadaan abduksi, ekstensi dan rotasi lateral.
Kalau dislokasi anterior merobek kapsul bahu, perbaikan terjadi secara spontan
dan dislokasi tidak berulang; tetapi kalau labrum glenoid robek, atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid, kemungkinan besar perbaikan tak
terjadi dan dislokasi sering berulang. Pembalutan lengan pada sisi tersebut
setelah mereduksi dislokasi akut, tampaknya tidak mempengaruhi hasil;
pelepasan labrum terutama terjadi pada pasien muda, dan kalau saat cedera
terjadi cacat tulang yang menembus keluar pada aspek posterolateral kaput
humerus, kemungkinan besar terjadi perulangan.

2. Dislokasi Posterior
Dislokasi posterior lebih jarang terjadi, jumlahnya kurang dari 2% dari semua
dislokasi sekitar bahu dan biasanya disebabkan karena trauma langsung pada
sendi bahu dalam keadaan rotasi interna.

MEKANISME CEDERA
Gaya tak langsung yang menyebabkan rotasi internal dan aduksi yang nyata
harus sangat kuat untuk dapat menyebabkan dislokasi. Keadaan ini paling
sering terjadi selama ayan atau kejang- kejang, atau karena sengatan listrik

GAMBARAN KLINIS
Diagnosis sering terlewat sebagian karena mengandalkan sinar-X
anteroposterior saja (yang
dapat tampak seperti normal) dan sebagian karena mereka yang menangani
pasien tidak
memikirkan hal itu. Sebenarnya terdapat beberapa tanda klinik yang sangat
jelas. Lengan tetap pada rotasi medial dan terkunci pada posisi itu. Bagian
depan bahu tampak rata dengan korakoid yang menonjol, tetapi
pembengkakan dapat menyembunyikan deformitas ini; tetapi bila dilihat dari
atas, pergeseran posterior biasanya terlihat.
Ditemukan adanya nyeri tekan serta benjolan di bagian belakang sendi.

KOMPLIKASI

58
a. Dislokasi yang tak direduksi
Sekurang-kurangnya setengah dari pasien dengan dislokasi posterior tak
mendapat reduksi
ketika pertama ditemukan. Kadang-kadang sudah terlewat beberapa minggu
atau beberapa
bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Secara khas pasien mempertahankan
lengan berotasi
internal; dia tidak dapat mengabduksi lengan lebih dari 70 80 derajat, dan
kalau mengangkat
lengan yang terentang ke depan, dia tidak dapat memutar telapak tangan ke
atas.
Kalau pasien itu muda, atau merasa tak nyaman dan dislokasi belum lama
terjadi (katakanlah
baru 8 minggu), reduksi terbuka diindikasikan. Melalui pendekatan posterior,
dilakukan perbaikan dan pemendekan kapsul.
Dislokasi belakangan, terutama pada manula, terbaik dibiarkan, tetapi
dianjurkan melakukan
gerakan.

b. Dislokasi atau subluksasi berulang


Ketidakstabilan posterior yang kronis pada bahu.

Dislokasi rekuren posterior


Dislokasi rekuren posterior lebih jarang ditemukan dan juga memerlukan
tindakan operasi.

3. Dislokasi Inferior atau Luksasi Erekta


Kaput humerus mengalami jepitan atau terperangkap di bawah kavitas glenoid
dimana lengan mengarah ke atas sehingga lengan terkunci dalam posisi
abduksi yang dikenal dengan nama luksasio erekta.

4. Dislokasi Disertai dengan Fraktur Tuberositas Mayor Humerus


Jenis ini biasanya adalah dislokasi tipe anterior disertai fraktur. Apabila
dilakukan reposisi pada dislokasi, biasanya fraktur akan tereposisi dan melekat
kembali pada humerus.

TANDA-TANDA KHUSUS PADA ANAK-ANAK


Dislokasi traumatik pada bahu sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Anak-
anak yang
memberi riwayat adanya bahu yang bergeser keluar hampir selalu mempunyai
dislokasi atau

59
subluksasi yang sengaja atau tak sengaja (atraumatik). Pada dislokasi sukarela
(volunter), anak dapat menunjukkan ketidakstabilan bila diinginkan. Pada
dislokasi yang tak sengaja (involunter), bahu bergeser keluar dengan tanpa
diduga-duga selama aktivitas sehari-hari. Kebanyakan di antara anak-anak ini
mengalami kelonggaran sendi yang merata dan sebagian lagi menderita
displasia glenoid. Pemeriksaan dapat memperlihatkan bahwa bahu
bersubluksasi hampir ke setiap arah (ketidakstabilan multidireksional). Sinar-X
dapat memastikan diagnosis.

9.4 JENIS DAN GERAKAN


SENDI
Hubungan antartulang itu disebut persendian (artikulasi).

Berdasarkan keleluasaan gerakan yang dihasilkan, ada tiga jenis persendian,


yaitu sinartrosis, sinfibrosis, dan diartrosis.

a. Sinartrosis
Sinartosis adalah persendian yang tidak dapat digerakkan. Ada dua tipe utama
sinartrosis, yaitu suture dan sinkondrosis. Suture atau sinostosis adalah
hubungan antartulang yang dihubungkan dengan jaringan ikat serabut padat,
contohnya pada tengkorak. Sinkondrosis adalah persendian oleh tulang rawan
(kartilago) hialin, contohnya hubungan antara epifisis dan diafisis pada tulang
dewasa.

60
b. Amfiartrosis atau Sinfibrosis
Amfiartrosis atau Sinfibrosis adalah persendian yang dihubungkan oleh tulang
rawan (kartilago), jaringan ikat serabut, dan ligamen sehingga memungkinkan
terjadi sedikit gerakan. Contohnya sendi antara tulang betis dan tulang kering.

c. Diartrosis
Diartrosis adalah persendian yang memungkinkan gerakan tulang-tulang
secara leluasa. Misalnya sendi engsel pada lutut dan siku serta sendi peluru
pada pangkal paha dan lengan atas. Ujung tulang yang membentuk persendian
(diartrosis) bersifat khas, yaitu berbentuk bonggol, sedangkan ujung yang lain
membentuk lekukan yang sesuai ukuran bonggol. Setiap permukaan sendi
dilapisi dengan tulang rawan hialin dan dibungkus dengan selaput sinovial
yang membentuk minyak sinovial. Minyak sinovial atau minyak sendi ini
berfungsi untuk melicinkan gerakan.

Diartrosis meliputi beberapa macam persendian. Berdasarkan arah gerak yang


ditimbulkannya, diartrosis dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dan macam
sendi yang dijelaskan sebagai berikut.

Macam Macam Jenis Sendi


1. Sendi Engsel
Sendi engsel adalah persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan ke
satu arah. Contohnya, Persendian pada tulang siku dan lutut.

Gambar Sendi Engsel

2. Sendi Pelana

61
Sendi pelana adalah persendian yang memungkinkan gerakan ke dua arah.
Contohnya, Persendian pada hubungan antara tulang ibu jari dan tulang
telapak tangan.

Gambar Sendi Pelana

3. Sendi Putar
Sendi putar adalah persendian tulang yang satu mengitari tulang yang lain
sehingga menimbulkan gerak rotasi. Contohnya, Tengkorak dengan tulang atlas
dan radius dengan ulna.

Gambar Sendi Putar

4. Sendi Geser
Sendi geser adalah persendian yang gerakannya hanya menggeser, kedua
ujung agak rata dan tidak berporos. Sendi geser disebut juga sendi kepat atau
sendi avoid. Contohnya, Persendian pada hubungan antara ruas-ruas tulang
belakang.

62
5. Sendi Luncur
Sendi luncur adalah persendian tulang yang memungkinkan terjadinya gerakan
badan melengkung ke depan, ke belakang atau memutar. Contohnya, Skapula
dengan klavikula dan karpal dengan metakarpal.

Gambar Sendi Luncur

6. Sendi Peluru
Sendi peluru adalah persendian tulang yang gerakannya paling bebas di antara
persendian yang lain, yaitu dapat bergerak ke segala arah. Contohnya, Tulang
lengan atas dengan gelang bahu dan tulang paha dengan gelang panggul.

Gambar Sendi Peluru


63
7. Sendi Elipsoid / Kondiloid
Mirip dengan sendi peluru, hanya saja sendi elipsoid memiliki bonggol dan
ujung-ujung tulangnya tidak membulat, tetapi sedikit oval. Oleh karena itu,
gerakan yang dihasilkan lebih terbatas dibandingkan dengan sendi peluru.
Contohnya, hubungan antara tulang pengumpil dan tulang pergelangan tangan

9.5 NYERI BAHU


Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman
emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori,
respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi yang ditimbulkan
oleh stimulus dalam suatu kasus nyeri.

Biasanya dirasakan hanya dalam bentuk suatu sensasi, dengan gambaran yang
dapat dibandingkan dengan sensasi lain (seperti sentuhan atau penglihatan)
yang mengikuti untuk membedakan kualitas, lokasi, durasi dan intensitas dari
suatu stimulus.

Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi tubuh yang timbul bilamana
jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk
menghilangkan rangsang nyeri ini.

Pada Pertemuan Ilmiah Nasional I (PB PAPDI), menyatakan nyeri sebagai


perasaan atau pengalaman emosional yang disebabkan dan berhubungan
dengan terjadinya kerusakan jaringan tubuh.

Persepsi nyeri sangat bersifat individual, banyak dipengaruhi oleh berbagai


faktor non fisik, bukan hanya merupakan gangguan fisik tetapi merupakan
kombinasi dari faktor fisiologis, patologis, emosional, psikologis, kognitif,
lingkungan dan sosial.

Jenis Nyeri
Berdasarkan Mekanisme Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu
1. Nyeri fisiologis, terjadinya nyeri oleh karena stimulasi singkat yang tidak
merusak jaringan, misalnya pukulan ringan akan menimbulkan nyeri yang
ringan. Ciri khas nyeri sederhana adalah terdapatnya korelasi positif antara

64
kuatnya stimuli dan persepsi nyeri, seperti semakin kuat stimuli maka semakin
berat nyeri yang dialami.

2. Nyeri inflamasi, terjadinya nyeri oleh karena stimuli yang sangat kuat
sehingga merusak jaringan. Jaringan yang dirusak mengalami inflamasi dan
menyebabkan fungsi berbagai komponen nosiseptif berubah. Jaringan yang
mengalami inflamasi mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti:
bradikinin, leukotrin, prostaglandin, purin dan sitokin yang dapat mengaktivasi
atau mensensitisasi nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung.
Aktivasi nosiseptor menyebabkan nyeri, sedangkan sensitisasi nosiseptor
menyebabkan hiperalgesia. Meskipun nyeri merupakan salah satu gejala utama
dari proses inflamasi, tetapi sebagian besar pasien tidak mengeluhkan nyeri
terus menerus. Kebanyakan pasien mengeluhkan nyeri bila jaringan atau organ
yang berlesi mendapat stimuli, misalnya: sakit gigi semakin berat bila terkena
air es atau saat makan, sendi yang sakit semakin hebat bila digerakkan.

3. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului dan disebabkan adanya


disfungsi primer ataupun lesi pada sistem saraf yang diakibatkan: trauma,
kompresi, keracunan toksin atau gangguan metabolik. Akibat lesi, maka terjadi
perubahan khususnya pada Serabut Saraf Aferen (SSA) atau fungsi neuron
sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh
keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya, sehingga menimbulkan
gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan tersebut dapat melalui
perubahan molekuler sehingga aktivasi SSA (mekanisme perifer) menjadi
abnormal yang selanjutnya menyebabkan gangguan fungsi sentral (mekanisme
sentral).

Berdasarkan Kemunculan Nyeri


Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri dapat
dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
1. Nyeri akut, nyeri yang biasanya berhubungan dengan kejadian atau kondisi
yang dapat dideteksi dengan mudah. Nyeri akut merupakan suatu gejala
biologis yang merespon stimuli nosiseptor (reseptor rasa nyeri) karena
terjadinya kerusakan jaringan tubuh akibat penyakit atau trauma. Nyeri ini
biasanya berlangsung sementara, kemudian akan mereda bila terjadi
penurunan intensitas stimulus pada nosiseptor dalam beberapa hari sampai

65
beberapa minggu. Contoh nyeri akut ialah nyeri akibat kecelakaan atau nyeri
pasca bedah.

2. Nyeri kronik, nyeri yang dapat berhubungan ataupun tidak dengan


fenomena patofisiologik yang dapat diidentifikasi dengan mudah, berlangsung
dalam periode yang lama dan merupakan proses dari suatu penyakit. Nyeri
kronik berhubungan dengan kelainan patologis yang telah berlangsung terus
menerus atau menetap setelah terjadi penyembuhan penyakit atau trauma
dan biasanya tidak terlokalisir dengan jelas. Nyeri wajah atipikal adalah salah
satu nyeri kronik.

Etiologi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Tidak hanya satu stimulus yang menghasilkan suatu yang spesifik dari nyeri,
tetapi nyeri memiliki suatu etiologi multimodal. Nyeri biasanya dihubungkan
dengan beberapa proses patologis spesifik. Kelainan yang mengakibatkan rasa
nyeri, mencakup: infeksi, keadaan inflamasi, trauma, kelainan degenerasi,
keadaan toksik metabolik atau neoplasma.

Nyeri dapat juga timbul karena distorsi mekanis ujung-ujung saraf misalnya
karena meningkatnya tekanan di dinding viskus / organ.
Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri (gambar 1), antara lain: lingkungan,
umur, kelelahan, riwayat nyeri sebelumnya, mekanisme pemecahan masalah
pribadi, kepercayaan, budaya dan tersedianya orang-orang yang memberi
dukungan.

Sebagian besar rasa nyeri hebat oleh karena: trauma, iskemia atau inflamasi
disertai kerusakan jaringan. Hal ini mengakibatkan terlepasnya zat kimia
tertentu yang berperan dalam merangsang ujung-ujung saraf perifer.

Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsangan dari lingkungan yang


berlebihan, misalnya: kebisingan, cahaya yang sangat terang dan kesendirian.
Kelelahan juga meningkatkan nyeri sehingga banyak orang merasa lebih
nyaman setelah tidur.

Riwayat nyeri sebelumnya dan mekanisme pemecahan masalah pribadi


berpengaruh pula terhadap seseorang dalam mengatasi nyeri, misalnya: ada
beberapa kalangan yang menganggap nyeri sebagai suatu kutukan.
Tersedianya orang-orang yang memberi dukungan sangat berguna bagi

66
seseorang dalam menghadapi nyeri, misalnya: anak-anak akan merasa lebih
nyaman bila dekat dengan orang tua. Faktor kognitif (seperti: kepercayaan
seseorang) dapat meningkatkan ataupun menahan nyeri, terutama
pemahaman tentang nyeri yang dimiliki individu merupakan penyebab yang
mungkin atau implikasinya.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan Woodrow et al, ditemukan bahwa


toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan umur,
misalnya semakin bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula
pemahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya. 1,16 Toleransi terhadap
nyeri lebih besar pada pria daripada wanita dan pada orang kulit putih lebih
dapat mentoleransinya dibanding pada orang kulit hitam ataupun pada orang
ras oriental.

Depresi dihubungkan dengan nyeri kronik dan merupakan konsekuensi dari


nyeri sedangkan kecemasan dihubungkan dengan nyeri akut dan merupakan
antisipasi
dari nyeri. Menurut penelitian yang dilakukan Sternbach menyatakan bahwa
kecemasan menambah sensitivitas nyeri dan meningkatkan respon nyeri.

Fisiologi Nyeri
Karena banyaknya aspek yang membingungkan dari nyeri dan faktor-faktor
yang menyokong pengalaman keseluruhan nyeri, maka tidaklah mengherankan
bahwa adanya suatu pandangan yang tidak umum dari mekanisme otak yang
menopang persepsi nyeri. Pertama kali harus dipertimbangkan teori yang telah
membuat perhatian yang lebih pada nyeri dan mendukung serta mencatat titik
kekuatan dan kelemahan teori tersebut sebelum melewati suatu pertimbangan
dari aspek aferen dan saraf pusat nyeri.

Prinsip dasar Teori Gate Control yaitu:


1. Masuknya aktivitas saraf aferen dimodulasi oleh mekanisme pembukaan /
penutupan gerbang (gating mechanism) di dalam tanduk dorsal korda spinalis
dan batang otak. Gerbang ini merupakan inhibitor atau fasilitator bagi aktivitas
sel Transmisi (T) yang membawa aktivitas lebih jauh sepanjang jalur saraf.

2. Gerbang dipengaruhi oleh derajat relatif dari aktivitas serabut beta A dengan
diameter besar, serabut delta A diameter kecil serta serabut C. Serabut beta A

67
diameter besar diaktifkan oleh stimuli tidak berbahaya dan pada aktifitas
serabut aferen besar cenderung menutup gerbang sedangkan aktifitas serabut
kecil cenderung membukanya.

3. Mekanisme kontrol serabut saraf desendens dari tingkatan yang lebih tinggi
di susunan saraf pusat dipengaruhi oleh proses kognitif, motivasional dan
afektif.
Derajat mekanisme yang lebih tinggi ini juga memodulasi gerbang. Aktivitas di
dalam serabut aferen besar tidak hanya cenderung menutup gerbang secara
langsung tetapi juga mengaktifkan mekanisme kontrol pusat yang menutup
gerbang.

4. Saat gerbang terbuka dan aktivitas di dalam aferen yang baru masuk cukup
untuk mengaktifkan sistem transmisi, dua jalur asendens utama diaktifkan.
Yang pertama adalah jalur sensoris-diskriminatif, yang bersambung dengan
korteks somatosensoris serebri melalui thalamus ventroposterior. Jalur ini
memungkinkan penentuan tempat nyeri. Kedua, jalur asendens yang
melibatkan informasi retikuler melalui sistem thalamus dan limbus medial. Jalur
ini berurusan dengan rasa tidak enak, penolakan (aversif) dan aspek emosional
dari nyeri. Jalur desendens, selain berpengaruh pada gerbang tanduk dorsal,
dapat juga berinteraksi dengan kedua sistem asendens ini.

Didapat banyak asosiasi antara rasa nyeri dan depresi. Penderita depresi sering
mengeluh adanya rasa nyeri dan sebagian besar penderita nyeri kronik
menjadi depresif. Terkadang didapatkan kesulitan menemukan penyebab yang
primer (seperti masalah nyeri atau masalah depresinya) dan dalam
menentukan faktor psikologis yang mengeksaserbasi rasa nyeri. Hal ini
mempunyai implikasi terapeutik dan memberi dasar rasional terhadap
penggunaan obat yang meringankan atau menghilangkan kecemasan. Sering
hal ini sama efektifnya dengan analgetik dalam menanggulangi rasa nyeri.

NYERI BAHU
Nyeri bahu merupakan keluhan yang sering dijumpai sehari-hari yang
disebabkan oleh nyeri lokal atau nyeri saat menggerakkan lengan, misalnya
pada waktu memakai baju, menyisir rambut, mengambil dompet di saku
belakang. Keluhan di atas sering menimbulkan masalah diagnostik karena

68
dapat melibatkan berbagai macam jaringan, seperti persendian, bursa, otot,
syaraf bahkan organ yang jauh dari tempat nyeri.

BLOMEKANIKA SENDI BAHU


A. Gerakan dan luas gerak sendi bahu

Gerakan-gerakan dari bahu dibagi dua, yang didasarkan pada kelompok otot
penggeraknya. Gerakan tersebut antara lain gerakan skapula dan gerakan dari
humerus. Gerakan-gerakan tersebut antara lain :
1) Gerakan skapula
a. Elevasi dan depresi
Elevasi yaitu gerakan skapula ke atas sejajar dengan vertebra, dapat dilakukan
dengan mengangkat bahu ke atas. Sedangkan depresi adalah kembalinya bahu
dari posisi elevasi. Gerakan vertikal disertai dengan tilting. Total luas geraknya
adalah 10 12 cm.
b. Abduksi (protraksi) dan Aduksi (retraksi)
Protraksi adalah gerakan kelateral skapula menjauhi vertebra. Gerakan ini
dapat terjadi ketika bahu melakukan gerakan mendorong ke depan. Retraksi
yaitu gerakan skapula ke medial, dapat dilakukan dengan menarik bahu ke
belakang. Total luas geraknya adalah kira-kira 15 cm.
c. Upward rotation dan downward rotation
Upward rotation yaitu gerakan rotasi dari scapula pada bidang frontal sehingga
fossa glenoidalis bergerak ke atas. Sedangkan downward rotation yaitu
gerakan kembali dari upward rotation. Total luas gerak 600 , displacement
sudut bawah skapula 10 12 cm dan sudut superolateral 5 6 cm.
d. Upward tilt dan reduction of upward tilt.
Upward tilt yaitu gerakan skapula pada aksis frontal horisontal yang
menyebabkan permukaan posterior skapula bergerak ke atas. Gerakan ini
terjadi oleh karena rotasi dari klavikula, sehingga bagian superior skapula
bergerak naik-turun dan bagian inferiornya bergerak maju-mundur. Hal ini
hanya terjadi jika bahu hiperekstensi. Reduction of upward tilt yaitu gerakan
kembali dari upward tilt.

2) Gerakan humerus
Posisi awal berdiri tegak dengan lengan di samping tubuh.
a. Fleksi dan ekstensi
Feksi adalah gerakan lengan atas dalam bidang sagital ke depan dari 00 ke
1800.
Gerak yang berlawanan ke posisi awal (00) disebut gerak depresi lengan.
Gerak ekstensi adalah gerak dari lengan dalam bidang sagital ke belakang dari

69
00 ke kira-kira 600. Gerakan fleksi dibagi menjadi 3 fase. Fase 1, fleksi 00
sampai 500 - 600. Otot yang terlibat yaitu deltoid anterior, korakobrakhialis,
pektoralis mayor serabut klavikular. Gerakan fleksi bahu ini dibatasi oleh
tegangan dari ligamen korakohumeralis dan tahanan yang dilakukan oleh teres
minor, teres major dan infraspinatus. Fase II, Fleksi 600 - 1200. Pada fase ini
diikuti gerakan shoulder girdle, yaitu rotasi 600 dari skapula, sehingga glenoid
cavity menghadap ke atas dan ke depan, dan aksial pada sendi
sternoklavikular dan akromioklavikular, setiap sendi membantu 300. Gerakan
ini melibatkan otot trapezius, serratus anterior. Fleksi pada sendi
skapulothorakis dibatasi oleh tahanan lattisimus dorsi dan serabut kostosternal
dari pektoralis mayor. Fase III, fleksi 1200 - 1800. Jika hanya satu lengan yang
fleksi dari spinal kolumn. Bila kedua lengan fleksi maksimum akan terjadi
gerakan lordosis dari lumbal melebihi normal.

b. Abduksi dan adduksi


Gerak abduksi adalah gerak dari lengan menjauhi tubuh dalam bidang frontal
dari 00 ke 1800 Gerak adduksi adalah gerak kebalikan dari abduksi yaitu gerak
lengan menuju garis tengah tubuh. Tiga fase gerakan abduksi, fase I, abduksi
00 900 merupakangerakan start abduksi dari sendi bahu. Otot-otot yang
terlibat yaitu deltoid middle dan supraspinatus. Pada akhir abduksi 900 ,
shoulder mengunci sebagai hasil greater tuberosity menyentuh superior
margin dari glenoid.
Fase II, abduksi 900 1500 , ketika abduksi 900, disertai fleksi sehingga dapat
aduksi sampai 1200 shoulder mengunci dan abduksi hanya dapat maju dengan
disertai gerakan shoulder girdle. Gerakan ini adalah ayunan dari skapula
dengan rotasi tanpa mengunci, sehingga kavitas glenoidalis menghadap agak
keatas dengan luas gerakan 600 Aksial rotasi pada sendi sternoklavikularis dan
akromioklavikularis, setiap sendi membantu gerakan 300. otot- otot yang
terlibat ialah trapezius atas dan bawah dan seratus anterior. Pada gerakan
1500 , yang dihasilkan oleh rotasi skapula diketahui dengan adanya tahanan
peregangan dari otot-otot abduktor yaitu latissimus dorsi dan pektoralis mayor.
Fase III, abduksi 1500 1800 dalam fase ini, abduksi mencapai posisi vertikal
dan disertai gerakan spinal kolumn . Bila gerakan hanya satu tangan disertai
pemelesetan kelateral dari spinal kolumn yang dihasilkan oleh otot spinal

70
lawannya. Jika kedua lengan abduksi bersama-sama sampai 1800 akan terjadi
lumbar lordosis yang dipimpin oleh otot spinal.

c. Fleksi dan Ekstensi lumbar


Gerak fleksi horisontal adalah gerak dari lengan dalam bidang horisontal mulai
00 1350. Gerak ekstensi horisontal ialah gerak lengan kebelakang dalam
bidang horisontal dari 00 450.

d. Rotasi
Rotasi dengan lengan disamping tubuh, siku dalam fleksi, bila lengan bawah
digerakkan menjauhi garis tengah tubuh disebut eksorotasi, bila lengan bawah
digerakkan menuju garis tengah tubuh disebut endorotasi. Luas geraknya 900 .
Rotasi dengan lengan dalam abduksi 900 dan telapak tangan menghadap
kebawah, bila lengan diputar kearah kranial disebut eksorotasi dan bila kearah
kaudal disebut endorotasi. Luas geraknya 900 .

Etiologi nyeri bahu


Menurut Cailiet, penyebab nyeri anggota gerak atas termasuk bahu
bermacam-macam, antara lain :
I. Musculoskeletal
1. Degeneratif

a. Tendinitis, dengan atau tanpa kalsifikasi


b. Robekan Cuff sebagian atau total
2. Traumatik

a. Fraktur
b. Dislokasi
c. Separasi akromioklavikular
d. Robekan tendon biseps
3. Keradangan

a. Radang sendi rematoid


b. Gout
c. Radang sendi infeksius
4. Tumor

a. Tulang
b. Jaringan lunak
II. Neurologik
1. Saraf tepi

a. Akar saraf
b. Spiral Foraminal
1. Spondilosys

71
2. Hernia diskus intervertebralis fraktur
3. Hernia diskus intervertebralis dislokasi

c. Tumor ekstramedullaris
2. Pleksus Brakhialis

a. Mekanikal
1. Kompresi berkas neurovaskuler

2. Sindroma skalenus antikus


3. Cervikal rib
4. Sindroma kalikulo kostal
5. Sindroma pektoralis minor

b. Trauma
1. Cedera tarikan atau tusukan

c. Keradangan
1. Radang pleksus brakhialis
d. Tumor
1. Panevast
2. Adenitia

3. Sistem saraf pusat


a. Tumor indramedullar
b. Syringomeylia
III. Vascular
1. Arterial

a. Sumbatan : akut dan kronis


1. Emboli
2. Vasospatik
3. Traumatik
4. Atherosklerotik
b. Aneurisma atau Fistula
2. Vena

a. Plebitis
3. Saluran Limfe

a. Limfedema
IV. Nyeri rujukan dari organ dalam
1. Jantung

a. Nyeri angina
b. Infark myokard
2. Kandung Empedu
3. Diafragma

72
4. Ruptured Viscus

V. Persendian
1. Degeneratif
2. Keradangan
3. Infeksi
4. Metabolik

9.6 HISTOLOGI TULANG


Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix
kolagen ekstraselular (type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid
ini termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang
menjadi kaku dan kuat.

Sel-sel pada tulang adalah :


Osteoblast : yang mensintesis dan menjadi perantara mineralisasi osteoid.
Osteoblast ditemukan dalam satu lapisan pada permukaan jaringan tulang
sebagai sel berbentuk kuboid atau silindris pendek yang saling berhubungan
melalui tonjolan-tonjolan pendek.

Osteosit : merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Mempunyai


peranan penting dalam pembentukan matriks tulang dengan cara membantu
pemberian nutrisi pada tulang.

Osteoklas : sel fagosit yang mempunyai kemampuan mengikis tulang dan


merupakan bagian yang penting. Mampu memperbaiki tulang bersama
osteoblast. Osteoklas ini berasal dari deretan sel monosit makrofag.

Sel osteoprogenitor : merupakan sel mesenchimal primitive yang menghasilkan


osteoblast selama pertumbuhan tulang dan osteosit pada permukaan dalam
jaringan tulang.
Tulang membentuk formasi endoskeleton yang kaku dan kuat dimana otot-otot
skeletal menempel sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan. Tulang
juga berperan dalam penyimpanan dan homeostasis kalsium. Kebanyakan
tulang memiliki lapisan luar tulang kompak yang kaku dan padat.

73
Tulang dan kartilago merupakan jaringan penyokong sebagai bagian dari
jaringan pengikat tetapi keduanya memiliki perbedaan pokok antara lain :
Tulang memiliki system kanalikuler yang menembus seluruh substansi tulang.
Tulang memiliki jaringan pembuluh darah untuk nutrisi sel-sel tulang.
Tulang hanya dapat tumbuh secara aposisi.
Substansi interseluler tulang selalu mengalami pengapuran.

STRUKTUR MAKROSKOPIK
Pada potongan tulang terdapat 2 macam struktur :
- Substantia spongiosa (berongga)
- Substantia compacta (padat)
- Bagian diaphysis tulang panjang yang berbentuk sebagai pipa dindingnya
merupakan tulang padat, sedang ujung-ujungnya sebagian besar merupakan
tulang berongga yang dilapisi oleh tulang padat yang tipis. Ruangan dari tulang
berongga saling berhubungan dan juga dengan rongga sumsum tulang.

JENIS JARINGAN TULANG


Secara histologis tulang dibedakan menjadi 2 komponen utama, yaitu :

- Tulang muda/tulang primer


- Tulang dewasa/tulang sekunder

Kedua jenis ini memiliki komponen yang sama, tetapi tulang primer
mempunyai serabut-serabut kolagen yang tersusun secara acak, sedang tulang
sekunder tersusun secara teratur.

Jaringan Tulang Primer


Dalam pembentukan tulang atau juga dalam proses penyembuhan kerusakan
tulang, maka tulang yang tumbuh tersebut bersifat muda atau tulang primer
yang bersifat sementara karena nantinya akan diganti dengan tulang sekunder
Jaringan tulang ini berupa anyaman, sehingga disebut sebagai woven bone.
Merupakan komponen muda yang tersusun dari serat kolagen yang tidak

74
teratur pada osteoid. Woven bone terbentuk pada saat osteoblast membentuk
osteoid secara cepat seperti pada pembentukan tulang bayi dan pada dewasa
ketika terjadi pembentukan susunan tulang baru akibat keadaan patologis.
Selain tidak teraturnya serabut-serabut kolagen, terdapat ciri lain untuk
jaringan tulang primer, yaitu sedikitnya kandungan garam mineral sehingga
mudah ditembus oleh sinar-X dan lebih banyak jumlah osteosit kalau
dibandingkan dengan jaringan tulang sekunder.
Jaringan tulang primer akhirnya akan mengalami remodeling menjadi tulang
sekunder (lamellar bone) yang secara fisik lebih kuat dan resilien. Karena itu
pada tulang orang dewasa yang sehat itu hanya terdapat lamella saja.

Jaringan Tulang Sekunder


Jenis ini biasa terdapat pada kerangka orang dewasa. Dikenal juga sebagai
lamellar bone karena jaringan tulang sekunder terdiri dari ikatan paralel
kolagen yang tersusun dalam lembaran-lembaran lamella. Ciri khasnya :
serabut-serabut kolagen yang tersusun dalam lamellae(lapisan) setebal 3-7m
yang sejajar satu sama lain dan melingkari konsentris saluran di tengah yang
dinamakan Canalis Haversi. Dalam Canalis Haversi ini berjalan pembuluh
darah, serabut saraf dan diisi oleh jaringan pengikat longgar. Keseluruhan
struktur konsentris ini dinamai Systema Haversi atau osteon.
Sel-sel tulang yang dinamakan osteosit berada di antara lamellae atau kadang-
kadang di dalam lamella. Di dalam setiap lamella, serabut-serabut kolagen
berjalan sejajar secara spiral meliliti sumbu osteon, tetapi serabut-serabut
kolagen yang berada dalam lamellae di dekatnya arahnya menyilang.
Di antara masing-masing osteon seringkali terdapat substansi amorf yang
merupakan bahan perekat.
Susunan lamellae dalam diaphysis mempunyai pola sebagai berikut :
Tersusun konsentris membentuk osteon.
Lamellae yang tidak tersusun konsentris membentuk systema interstitialis.
Lamellae yang malingkari pada permukaan luar membentuk lamellae
circumferentialis externa.
Lamellae yang melingkari pada permukaan dalam membentuk lamellae
circumferentialis interna.

75
PERIOSTEUM
Bagian luar dari jaringan tulang yang diselubungi oleh jaringan pengikat pada
fibrosa yang mengandung sedikit sel. Pembuluh darah yang terdapat di bagian
periosteum luar akan bercabang-cabang dan menembus ke bagian dalam
periosteum yang selanjutnya samapai ke dalam Canalis Volkmanni. Bagian
dalam periosteum ini disebut pula lapisan osteogenik karena memiliki potensi
membentuk tulang. Oleh karena itu lapisan osteogenik sangat penting dalam
proses penyembuhan tulang.
Periosteum dapat melekat pada jaringan tulang karena :
- pembuluh-pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang.
- terdapat serabut Sharpey ( serat kolagen ) yang masuk ke dalam tulang.
- terdapat serabut elastis yang tidak sebanyak serabut Sharpey.

ENDOSTEUM
Endosteum merupakan lapisan sel-sel berbentuk gepeng yang membatasi
rongga sumsum tulang dan melanjutkan diri ke seluruh rongga-rongga
dalam jaringan tulang termasuk Canalis Haversi dan Canalis Volkmanni.
Sebenarnya endosteum berasal dari jaringan sumsum tulang yang berubah
potensinya menjadi osteogenik.

KOMPONEN JARINGAN TULANG


Sepertinya halnya jaringan pengikat pada umumnya, jaringan tulang juga
terdiri atas unsur-unsur : sel, substansi dasar, dan komponen fibriler. Dalam
jaringan tulang yang sedang tumbuh, seperti telah dijelaskan pada awal
pembahasan, dibedakan atas 4 macam sel :

Osteoblas
Sel ini bertanggung jawab atas pembentukan matriks tulang, oleh karena
itu banyak ditemukan pada tulang yang sedang tumbuh. Selnya berbentuk
kuboid atau silindris pendek, dengan inti terdapat pada bagian puncak sel
dengan kompleks Golgi di bagian basal. Sitoplasma tampak basofil karena
banyak mengandung ribonukleoprotein yang menandakan aktif mensintesis

76
protein.
Pada pengamatan dengan M.E tampak jelas bahwa sel-sel tersebut memang
aktif mensintesis protein, karena banyak terlihat RE dalam sitoplasmanya.
Selain itu terlihat pula adanya lisosom.

Osteosit
Merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Pada sediaan gosok
terlihat bahwa bentuk osteosit yang gepeng mempunyai tonjolan-tonjolan
yang bercabang-cabang. Bentuk ini dapat diduga dari bentuk lacuna yang
ditempati oleh osteosit bersama tonjolan-tonjolannya dalam canaliculi. Dari
pengamatan dengan M.E dapat diungkapkan bahwa kompleks Golgi tidak
jelas, walaupun masih terlihat adanya aktivitas sintesis protein dalam
sitoplasmanya. Ujung-ujung tonjolan dari osteosit yang berdekatan saling
berhubungan melalui gap junction. Hal-hal ini menunjukkan bahwa
kemungkinan adanya pertukaran ion-ion di antara osteosit yang
berdekatan.
Osteosit yang terlepas dari lacunanya akan mempunyai kemampuan
menjadi sel osteoprogenitor yang pada gilirannya tentu saja dapat berubah
menjadi osteosit lagi atau osteoklas.

Osteoklas
Merupakan sel multinukleat raksasa dengan ukuran berkisar antara 20 m-
100m dengan inti sampai mencapai 50 buah. Sel ini ditemukan untuk
pertama kali oleh Kllicker dalam tahun 1873 yang telah menduga bahwa
terdapat hubungan sel osteoklas (O) dengan resorpsi tulang. Hal tersebut
misalnya dihubungkan dengan keberadaan sel-sel osteoklas dalam suatu
lekukan jaringan tulang yang dinamakan Lacuna Howship (H). keberadaan
osteoklas ini secara khas terlihat dengan adanya microvilli halus yang
membentuk batas yang berkerut-kerut (ruffled border). Gambaran ini dapat
dilihat dengan mroskop electron. Ruffled border ini dapat mensekresikan
beberapa asam organik yang dapat melarutkan komponen mineral pada
enzim proteolitik lisosom untuk kemudian bertugas menghancurkan matriks
organic. Pada proses persiapan dekalsifikasi (a), osteoklas cenderung

77
menyusut dan memisahkan diri dari permukaan tulang. Relasi yang baik
dari osteoklas dan tulang terlihat pada gambar (b). resorpsi osteoklatik
berperan pada proses remodeling tulang sebagai respon dari pertumbuhan
atau perubahan tekanan mekanikal pada tulang. Osteoklas juga
berpartisipasi pada pemeliharaan homeostasis darah jangka panjang.

Selain pendapat di atas, ada sebagian peneliti berpendapat bahwa


keberadaan osteoklas merupakan akibat dari penghancuran tulang. Adanya
penghancuran tulang osteosit yang terlepas akan bergabung menjadi
osteoklas. Tetapi akhir-akhir ini pendapat tersebut sudah banyak
ditinggalkan dan beralih pada pendapat bahwa sel-sel osteoklas-lah yang
menyebabkan terjadinya penghancuran jaringan tulang.

Sel Osteoprogenitor
Sel tulang jenis ini bersifat osteogenik, oleh karena itu dinamakan pula sel
osteogenik. Sel-sel tersebut berada pada permukaan jaringan tulang pada
periosteum bagian dalam dan juga endosteum. Selama pertumbuhan
tulang, sel-sel ini akan membelah diri dan mnghasilkan sel osteoblas yang
kemudian akan akan membentuk tulang. Sebaliknya pada permukaan
dalam dari jaringan tulang tempat terjadinya pengikisan jaringan tulang,
sel-sel osteogenik menghasilkan osteoklas.
Sel sel osteogenik selain dapat memberikan osteoblas juga berdiferensiasi
menjadi khondroblas yang selanjutnya menjadi sel cartilago. Kejadian ini,
misalnya, dapat diamati pada proses penyembuhan patah tulang. Menurut
penelitian, diferensiasi ini dipengaruhi oleh lingkungannya, apabila terdapat
pembuluh darah maka akan berdiferensiasi menjadi osteoblas, dan apabila
tidak ada pembuluh darah akan menjadi khondroblas. Selain itu, terdapat
pula penelitian yang menyatakan bahwa sel osteoprogenitor dapat
berdiferensiasi menjadi sel osteoklas lebih lebih pada permukaan dalam
dari jaringan tulang.

MATRIKS TULANG
Berdasarkan beratnya, matriks tulang yang merupakan substansi

78
interseluler terdiri dari 70% garam anorganik dan 30% matriks organic.
95% komponen organic dibentuk dari kolagen, sisanya terdiri dari substansi
dasar proteoglycan dan molekul-molekul non kolagen yang tampaknya
terlibat dalam pengaturan mineralisasi tulang. Kolagen yang dimiliki oleh
tulang adalah kurang lebih setengah dari total kolagen tubuh, strukturnya
pun sama dengan kolagen pada jaringan pengikat lainnya. Hampir
seluruhnya adalah fiber tipe I. Ruang pada struktur tiga dimensinya yang
disebut sebagai hole zones, merupakan tempat bagi deposit mineral.
Kontribusi substansi dasar proteoglycan pada tulang memiliki proporsi yang
jauh lebih kecil dibandingkan pada kartilago, terutama terdiri atas
chondroitin sulphate dan asam hyaluronic. Substansi dasar mengontrol
kandungan air dalam tulang, dan kemungkinan terlibat dalam pengaturan
pembentukan fiber kolagen.
Materi organik non kolagen terdiri dari osteocalcin (Osla protein) yang
terlibat dalam pengikatan kalsium selama proses mineralisasi, osteonectin
yang berfungsi sebagai jembatan antara kolagen dan komponen mineral,
sialoprotein (kaya akan asam salisilat) dan beberapa protein.
Matriks anorganik merupakan bahan mineral yang sebagian besar terdiri
dari kalsium dan fosfat dalam bentuk kristal-kristal hydroxyapatite. Kristal
kristal tersebut tersusun sepanjang serabut kolagen. Bahan mineral lain :
ion sitrat, karbonat, magnesium, natrium, dan potassium.
Kekerasan tulang tergantung dari kadar bahan anorganik dalam matriks,
sedangkan dalam kekuatannya tergantung dari bahan-bahan organik
khususnya serabut kolagen.

MEKANISME KALSIFIKASI DAN RESORPSI TULANG


Proses kalsifikasi tulang yang kompleks belum diketahui secara pasti,
namun disini akan dibahas garis besarnya.
Kalsifikasi dalam tulang tidak terlepas dari proses metabolisme kalsium dan
fosfat. Bahan-bahan mineral yang akan diendapkan semula berada dalam
aliran darah. Osteoblas berperan dalam mensekresikan enzim alkali
fosfatase. Dalam keadaan biasa, darah dan cairan jaringan mengandung

79
cukup ion fosfat dan kalsium untuk pengendapan kalsium Ca3(PO4)2
apabila terjadi penambahan ion fosfat dan kalsium. Penambahan ion-ion
tersebut diperoleh dari pengaruh enzim alkali fosfatase dari osteoblas. Hal
tersebut juga dapat diperoleh dari pengaruh hormone parathyreoid dan
pemberian vitamin D atau pengaruh makanan yang mengandung garam
kalsium tinggi.
Faktor lain yang harus diperhitungkan yaitu keadaan pH karena kondisi yang
agak asam lebih menjurus ke pembentukan garam CaHPO4 daripada
Ca3(PO4)2. Karena CaHPO4 lebih mudah larut, maka untuk
mengendapkannya dibutuhkan kadar fosfat dan kalsium yang lebih tinggi
daripada dalam kondisi alkali untuk mengendapkan Ca3(PO4)2 yang kurang
dapat larut.
Kenaikan kadar ion kalsium dan fosfat setempat sekitar osteoblast dan
khondrosit hipertrofi disebabkan sekresi alkali fosfatase yang akan
melepaskan fosfat dari senyawa organik yang ada di sekitarnya.
Serabut kolagen yang ada di sekitar osteoblast akan merupakan inti
pengendapan, sehingga kristal-kristal kalsium akan tersusun sepanjang
serabut.
Resorpsi tulang sama pentingnya dengan proses kalsifikasinya, karena
tulang akan dapat tumbuh membesar dengan cara menambah jaringan
tulang baru dari permukaan luarnya yang dibarengi dengan pengikisan
tulang dari permukaan dalamnya.
Resorpsi tulang yang sangat erat hubungannya dengan sel-sel osteoklas,
mencakup pembersihan garam mineral dan matriks organic yang
kebanyakan merupakan kolagen. Dalam kaitannya dengan resorpsi tersebut
terdapat 3 kemungkinan :
osteoklas bertindak primer dengan cara melepaskan mineral yang disusul
dengan depolimerisasi molekul-molekul organic,
osteoklas menyebabkan depolimerisasi mukopolisakarida dan glikoprotein
sehingga garam mineral yang melekat menjadi bebas,
sel osteoklas berpengaruh kepada serabut kolagen
Rupanya, cara yang paling mudah untuk osteoklas dalam membersihkan
garam mineral yaitu dengan menyediakan suasana setempat yang cukup

80
asam pada permukaan kasarnya. Bagaimana cara osteoklas membuat
suasana asam belum dapat dijelaskan. Perlu pula dipertimbangkan adanya
lisosom dalam sitoplasma osteoklas yang pernah dibuktikan.

PERTUMBUHAN TULANG
Perkembangan tulang pada embrio terjadi melalui dua cara, yaitu
osteogenesis desmalis dan osteogenesis enchondralis. Keduanya
menyebabkan jaringan pendukung kolagen primitive diganti oleh tulang,
atau jaringan kartilago yang selanjutnya akan diganti pula menjadi jaringan
tulang. Hasil kedua proses osteogenesis tersebut adalah anyaman tulang
yang selanjutnya akan mengalami remodeling oleh proses resorpsi dan
aposisi untuk membentuk tulang dewasa yang tersusun dari lamella tulang.
Kemudian, resorpsi dan deposisi tulang terjadi pada rasio yang jauh lebih
kecil untuk mengakomodasi perubahan yang terjadi karena fungsi dan
untuk mempengaruhi homeostasis kalsium. Perkembangan tulang ini diatur
oleh hormone pertumbuhan, hormone tyroid, dan hormone sex.

Osteogenesis Desmalis
Nama lain dari penulangan ini yaitu Osteogenesis intramembranosa, karena
terjadinya dalam membrane jaringan. Tulang yang terbentuk selanjutnya
dinamakan tulang desmal. Yang mengalami penulangan desmal ini yaitu
tulang atap tengkorak.
Mula-mula jaringan mesenkhim mengalami kondensasi menjadi lembaran
jaringan pengikat yang banyak mengandung pembuluh darah. Sel-sel
mesenkhimal saling berhubungan melalui tonjolan-tonjolannya. Dalam
substansi interselulernya terbentuk serabut-serabut kolagen halus yang
terpendam dalam substansi dasar yang sangat padat.
Tanda-tanda pertama yang dapat dilihat adanya pembentukan tulang yaitu
matriks yang terwarna eosinofil di antara 2 pembuluh darah yang
berdekatan. Oleh karena di daerah yang akan menjadi atap tengkorak
tersebut terdapat anyaman pembuluh darah, maka matriks yang terbentuk
pun akan berupa anyaman. Tempat perubahan awal tersebut dinamakan
Pusat penulangan primer.

81
Pada proses awal ini, sel-sel mesenkhim berdiferensiasi menjadi osteoblas
yang memulai sintesis dan sekresi osteoid. Osteoid kemudian bertambah
sehingga berbentuk lempeng-lempeng atau trabekulae yang tebal.
Sementara itu berlangsung pula sekresi molekul-molekul tropokolagen yang
akan membentuk kolagen dan sekresi glikoprotein.
Sesudah berlangsungnya sekresi oleh osteoblas tersebut disusul oleh proses
pengendapan garam kalsium fosfat pada sebagian dari matriksnya
sehingga bersisa sebagai selapis tipis matriks osteoid sekeliling osteoblas.
Dengan menebalnya trabekula, beberapa osteoblas akan terbenam dalam
matriks yang mengapur sehingga sel tersebut dinamakan osteosit. Antara
sel-sel tersebut masih terdapat hubungan melalui tonjolannya yang
sekarang terperangkap dalam kanalikuli. Osteoblas yang telah berubah
menjadi osteosit akan diganti kedudukannya oleh sel-sel jaringan pengikat
di sekitarnya. Dengan berlanjutnya perubahan osteoblas menjadi osteosit
maka trabekulae makin menebal, sehingga jaringan pengikat yang
memisahkan makin menipis. Pada bagian yang nantinya akan menjadi
tulang padat, rongga yang memisahkan trabekulae sangat sempit,
sebaliknya pada bagian yang nantinya akan menjadi tulang berongga,
jaingan pengikat yang masih ada akan berubah menjadi sumsum tulang
yang akan menghasilkan sel-sel darah. Sementara itu, sel-sel
osteoprogenitor pada permukaan Pusat penulangan mengalami mitosis
untuk memproduksi osteoblas lebih lanjut

Osteogenesis Enchondralis
Awal dari penulangan enkhondralis ditandai oleh pembesaran khondrosit di
tengah-tengah diaphysis yang dinamakan sebagai pusat penulangan
primer. Sel sel khondrosit di daerah pusat penulangan primer mengalami
hypertrophy, sehingga matriks kartilago akan terdesak mejadi sekat sekat
tipis. Dalam sitoplasma khondrosit terdapat penimbunan glikogen. Pada
saat ini matriks kartilago siap menerima pengendapan garam garam
kalsium yang pada gilirannya akan membawa kemunduran sel sel
kartilago yang terperangkap karena terganggu nutrisinya. Kemunduran sel
sel tersebut akan berakhir dengan kematian., sehingga rongga rongga

82
yang saling berhubungan sebagai sisa sisa lacuna. Proses kerusakan ini
akan mengurangi kekuatan kerangka kalau tidak diperkuat oleh
pembentukan tulang disekelilingnya. Pada saat yang bersamaan,
perikhondrium di sekeliling pusat penulangan memiliki potensi osteogenik
sehingga di bawahnya terbentuk tulang. Pada hakekatnya pembentukan
tulang ini melalui penulangan desmal karena jaringan pengikat berubah
menjadi tulang. Tulang yang terbentuk merupakan pipa yang mengelilingi
pusat penulangan yang masih berongga rongga sehingga bertindeak
sebagai penopang agar model bentuk kerangka tidak terganggu. Lapisan
tipis tulang tersebut dinamakan pipa periosteal.
Setelah terbentuknya pipa periosteal, masuklah pembuluh pembuluh
darah dari perikhondrium,yang sekarang dapat dinamakan periosteum,
yang selanjutnya menembus masuk kedalam pusat penulangan primer
yang tinggal matriks kartilago yang mengalami klasifikasi. Darah membawa
sel sel yang diletakan pada dinding matriks. Sel sel tersebut memiliki
potensi hemopoetik dan osteogenik. Sel sel yang diletakan pada matriks
kartilago akan bertindak sebagai osteoblast. Osteoblas ini akan
mensekresikan matriks osteoid dan melapiskan pada matriks kartilago yang
mengapur. Selanjutnya trabekula yang terbentuk oleh matriks kartilago
yang mengapur dan dilapisi matriks osteoid akan mengalami pengapuran
pula sehingga akhirnya jaringan osteoid berubah menjadi jaringan tulang
yang masih mengandung matriks kartilago yang mengapur di bagian
tengahnya. Pusat penulangan primer yang terjadi dalam diaphysis akan
disusun oleh pusat penulangan sekunder yang berlangsung di ujung ujung
model kerangka kartilago.

PERTUMBUHAN MEMANJANG TULANG PIPA


Setelah berlangsung penulangan pada pusat penulangan sekunder di
daerah epiphysis, maka teradapatlah sisa sisa sel khondrosit diantara
epiphysis dan diaphysis. Sel sel tersebut tersusun bederet deret
memanjang sejajar sumbu panjang tulang. Masing masing deretan sel
kartilago dipisahkan oleh matriks tebal kartilago, sedangkan sel sel

83
kartilago dalam masing masing deretan dipisahkan oleh matriks tipis.
Jaringan kartilago yang memisahkan epiphysis dan diaphysis berbentuk
lempeng atau cakram sehingga dinamakan Discus epiphysealis.
Sel sel dalam masing masing deretan tidak sama penampilannya. Hal ini
disebabkan karena ke arah diaphysis sel sel kartilago berkembang yang
sesuai dengan perubahan perubahan yang terjadi pada pusat penulangan.
Karena perubahan sel sel dalam setiap deret seirama, maka discus
tersebut menunjukan gambaran yang dibedakan dalam daerah daerah
perkembangan.

Daerah daerah perkembangan :

1. Zona Proliferasi : sel kartilago membelah diri menjadi deretan sel sel
gepeng.
2. Zona Maturasi : sel kartilago tidak lagi membelah diri,tapi bertambah besar.
3. Zona hypertrophy : sel sel membesar dan bervakuola.
4. Zona kalsifikasi : matriks cartlago mengalami kalsifikasi.
5. Zona degenerasi : sel sel cartlago berdegenerasi diikuti oleh terbukanya
lacuna sehingga terbentuk trabekula.

Karena masuknya pembuluh darah, maka pada permukaan trabekula di daerah


ke arah diaphysis diletakan sel sel yang akan berubah menjadi osteoblas yang
selanjutnya akan melanjutkan penulangan.
Dalam proses pertumbuhan discus epiphysealis akan semakin menipis,
sehingga akhirnya pada orang yang telah berhenti pertumbuhan
memanjangnya sudah tidak deketemukan lagi.

PEMBESARAN DIAMETER TULANG PIPA


Pertumbuhan tulang pipa selain memanjang melalui discus epiphysealis juga
mengalami pertambahan diameter dengan cara pertambahan jeringan tulang
melalui penulangan oleh periosteum lapisan dalam yang dibarengi dengan
pengikisan jaringan tulang dari permukaan dalamnya.
Dengan adanya proses pengikisan jaringan tulang ini, walau pun diameter
tulang bertambah namun ketebalannya tetap dipertahankan. Hal ini

84
penting,karena tanpa pengikisan,berat tulang akan bertambah terus sehingga
mengganggu fungsinya.

PERUBAHAN STRUKTUR JARINGAN TULANG


Pada mulanya, dari perkembangan trabekula tulang terbentuk semacam sistem
harvers yang tidak teratur polanya yang dinamakan sistem Havers primitif.
Untuk membentuk sistem Havers dengan pola teratur, perlulah sistem Havers
primitif mengalami perubahan sehingga terjadilah tulang sekunder. Perubahan
dimulai pada beberapa tempat yang terletak tersebar dalam bentuk rongga
rongga yang disebabkan erosi tulang oleh sel-sel osteoklas. Rongga rongga
tersebut meluas sehingga terbentuk silindris yang memanjang, disusul oleh
masuknya pembuluh darah bersama jeringan sumsum tulang kedalam rongga
rongga tersebut. Apabila rongga sudah cukup besar, erosi akan berhenti dalm
mulailah pembentukn tulang oleh osteoblas yang diletakan oleh darah pada
dinding rongga. Pembentukan tulang berlangsung sebagai lembaran
lembaran yang dimulai dari dinding rongga yang makin lama makin
mengecilkan rongga sehingga akhirnya pembuluh darah dikelilingi penuh oleh
lembaran lembaran tulang. Dengan demikian terbentuklah sistem harvers
dengan pembuluh darah di tengahnya. Pada perbatasan luar setiap sistem
harvers terdapat substansi perekat yang merupakan sisa matriks tulang.
Pembentukan sistem Havers tidak berhenti estela proses di atas, namun akan
terjadi pula erosi lagi yang diikuti pembentukan sistem harvers baru seperti
semula. Proses tersebut terjadi berulang-ulang sehingga pada potongan
melintang tulang pipa akan dapat dibedakan beberapa struktur :

1. Sistem Havers yang lama


2. Sistem Havers yang sedang dibentuk
3. Ruang-ruang karena erosi
4. Sisa sisa sistem harvers sebagai lamela intersitiil.

PERBAIKAN PATAH TULANG


Jika terjadi patah tulang, maka kerusakan akan menyebabkan perdarahan yang
biasanya akan diikuti oleh pembekuan. Kerusakan juga menyebabkan

85
kerusakan matriks dan sel sel tulang di dekatgaris patah.
Awal dari proses perbaikan tulang dimulai dengan pembersihan dari bekuan
darah, sisa sisa sel dan matriks yang rusak. Periosteum dan endosteum
disekitar tulang yang patah menanggapi dengan meningkatnya proliferasi
fibroblast sehingga terbentuklah jaringan seluler disekitar garis patah dan di
antara ujung ujung tulang yang terpisah.
Pembentukan tulang baru berlangsung melalui penulangan enkhondral dan
desmal secara simultan. Untuk penulangan enkhondral didahului dengan
terbentuknya kartilago hialin yang berasal dari perubahan jaringan granulasi
sebagai hasil proliferasi fibroblast. Celah fragmen tulang sekarang diisi oleh
jaringan kartilago yang merupakan kalus. Jaringan tulang baru mengisi celah
diantara fragmen tulang membentuk kalus tulang dan menggantikan kalus
kartilago. Sel sel osteoprogenitor dari periosteum dan endosteum akan
menjadi osteoblas sehingga di daerah tersebut terjadi penulangan desmal.
Penulangan enkhondral berlangsung sebagai trabekula dalam jaringan
kartilago yang merupakan jaringan penopang sementara dalam perbaikan
patah tulang. Tekanan pada tulang selama proses penyembuhan menyebabkan
perbaikan bentuk tulang ke bentuk asalnya sehingga benjolan kalus akhirnya
akan lenyap melalui resorpsi.

PERSENDIAN DAN MEMBRANA SYNOVIALIS


Tulang tulang dihubungkan satu ama lain melalui persendian. Berdasarkan
strukturnya terdapat berbagai bentuk sendi yang juga menentukan keluasan
gerakan bagian bagian tulang yang terlibat.
Berdasarkan keluasan gerakannya dibedakan :

1. Synathrosis : gerakan terbatas.


2. Diathrosis : gerakan luas.

Karena luasnya gerakan dari diarthrosis maka diantara ujung ujung tulang
berdekatan terdapat rongga yang dinamakan Cavum artikularis. Rongga ini
berdinding jaringan ikat padat.
Kapsel pada sendi tersebut terdiri atas dua lapisan, yaitu :

86
1. Lapisan fibrosa (di sebelah luar)
2. Lapisan sinovial (disebelah dalam)

Cairan yang berada di dalam cavum synoviale dihasilkan oleh sel sel sinovial.
Permukaan dalam dari lapisan sinovial biasanya dibatasi oleh sel sel
berbentuk gepeng atau kuboid. Di bawah lapisan ini terdapat jaringan pengikat
longgar atau padat dan jaringan lemak. Sel sel membran sinovial berasal dari
jaringan mesenkhim yang dipisahkan oleh substansi dasar.

87
10. KESIMPULAN
Aston mengalami dislokasi anterior diakibatkan struktur sendi bahu yang rawan dan
gerakan puntiran keluar (eksternal rotasi), tekanan ke arah ekstensi dari sendi bahu,
menyebabkan terganggunya nervus aksilaris dan nervus lain di regio bahu terganggu,
sehingga terjadi retraksi otot, ligamen rhomboideus major menahan scapula, dan rasa
nyeri yang hebat. Hal tersebut membuat Aston berada dalam posisi eksorotasi dengan
lengan menggantung.

88
12. DAFTAR PUSTAKA

PUSTAKA CETAK:

Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Snell, Richard S. 2007. Anatomi Klinik Snell 6th Ed. Hal. 24. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG.

Pearce, Evelyn C. 2000. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Hal.300. Jakarta:
Penerbit PT. Gramedia.

Katzung, G.Bertram.,2007,Basic & Clinical Pharmacology 10th Ed.,

TheNeal,J.Michael, 2002, Medical Pharmacology at a glance-4th Ed., Blackwell science


Ltd,London.

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th
ed. EGC: 2012; p. 1369.

Robert B. Taylor, editor. Taylors Musculoskeletal Problems and Injuries ed 2006.Springer:


2006; p. 37-38.

Chung, Kyung. Board Review Series: Gross Anatomy, 4th edition.

Moore, Keith L. and Arthur F. Dalley. Clinically Oriented Anatomy, 4th edition.

Stedman's Medical Dictionary, 27th edition.

Mosby's Medical, Nursing, and Allied Health Dictionary, 5th ed.

Black (1997). Medical surgical nursing. Philadelpia: WB Saunders Company

Lewis (2000). Medical surgical nursing. St Louis: Mosby

Price, S. A. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, S. C. (2008). Medical Surgical Nursing. Brunner & Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC

Apley, A. Graham. 1995. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi Ketujuh. Jakarta: Widya
Medika.

Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone.

89
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta:
EGC.

Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Bedah RSCM. 2005. Jakarta.

Gray's Anatomy of the Human body, 1918, Copyright expired {{Gray's Anatomy plate|
Nerves of the left upper extremity}}

Keperawatan medikal bedah Brunner dan Suddarth Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brenda.
Edisi 8 Volume 3. EGC. 2002. Jakarta.

Ilmu Bedah Syamsuhidayat R dan De Jong Wim. EGC. 1997 . Jakarta.

Kumpulan kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Bina Rupa Aksara. 1995. Jakarta

PUSTAKA ONLINE:

Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/.../Chapter%20II.pdf.

http://www.emedicinehealth.com/shoulder_dislocation/page2_em.htm (John P. Cunha, DO)

https://catalog.ama-assn.org/MEDIA/ProductCatalog/m890158/Function%20%20Anatomy
%20Ch%204.pdf

http://www.scribd.com/doc/86897716/Sendi-Bahu-Terdiri-Dari-Komponen

http://id.scribd.com/doc/38743639/Dislokasi-Bahu-Anterior

90

Anda mungkin juga menyukai