Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRATIKUM FARMAKOLOGI 1

OBOT-OBAT OTONOM
(SIMPATOMIMETIKA)

Disusun Oleh :
Nama : Salsyabila Wonika

NIM : PO.71.39.1.20.075
Kelas : Reguler II B

Dosen Pengampu:
Dewi Marlina, S.F., Apt., M.Kes
Ade Agustianingsih, S.Farm, Apt.

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan pratikum
yang berjudul “Obat-Obat Otonom (Simpatomimetika)”. Penyusunan laporan pratikum ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi 1.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah Farmakologi 1 yang telah memberikan tugas terhadap kami. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman rekan belajar.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa laporan pratikum ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu, saya
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak demi kesempurnaan dikemudian hari.
Demikianlah laporan pratikum ini saya buat, atas perhatian serta kritik dan sarannya,
saya ucapkan terima kasih

Palembang, 1 Desember 2021

Salsyabila Wonika

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan.............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
2.1 Saraf Otonom....................................................................................................3
2.2 Saraf Simpatis...................................................................................................4
2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf Otonom pada Mata.................................8
2.4 Obat Sistem Saraf Otonom...............................................................................9
2.5 Obat Adrenergik...............................................................................................10
BAB III METODE PRATIKUM.....................................................................................13
3.1 Alat dan Bahan..................................................................................................13
3.2 Hewan yang Digunakan....................................................................................13
3.3 Pembuatan Bahan Penelitian............................................................................13
3.4 Prosedur percobaan...........................................................................................13
3.5 Pelaporan..........................................................................................................13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................15
4.1 Hasil Pengamatan.............................................................................................15
4.2 Pembahasan......................................................................................................15
BAB III PENUTUP............................................................................................................17
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................18
LAMPIRAN.......................................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf yang disebut neuron dan jaringan penunjang
yang disebut neuroglia. Tersusun membentuk sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi
(SST). SSP terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi merupakan
susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem
persarafan berfungsi dalam mempertahankan kelangsungan hidup melalui berbagai
mekanisme sehingga tubuh tetap mencapai keseimbangan. Stimulasi yang diterima oleh
tubuh baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai
perubahan dan menuntut tubuh dapat mengadaptasi sehingga tubuh tetap seimbang. Bila
tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau
kondisi abnormal.
Sistem saraf otonom merupakan saraf yang bekerja tanpa dikendalikan oleh kesadaran
umum namun dapat berjalan sesuai fungsinya. Sistem saraf ini berfungsi mengendalikan dan
memelihara organ-organ tubuh bagian dalam misalnya jantung, saluran nafas, saluran cerna,
kelenjar-kelenjar dan pembuluh darah. Obat-obat otonom simpatomimtika terutama bekerja
pada reseptor yang diperantarai syaraf simpatik. Terutama golongan obat adrenergic karena
efeknya mirip perangsangan syaraf adrenergik atau efek neurotransmitter adrenergik. Syaraf
simpatik terutama memberi respons terhadap stimulus “fight or flight”. Respon fight or flight
adalah reaksi yang terjadi secara refleks ketika mendapatkan rangsang dari berbagai bentuk
stresor fisik maupun psikis. Seperti ketakutan, stres karena tertimpa masalah, kondisi yang
mengancam keselamatan, kecemasan, kecelakaan, depresi dan lain-lain.
Fungsi dari saraf simpatis adalah untuk mempersiapkan diri dalam keadaan darurat,
merespons situasi yang tidak menyenangkan dan penuh tekanan (stress), serta keadaan
ancaman dari luar. Oleh karena itu, dengan mduah efek dominansi simaptis adalah adanya
keadaan fight-or-flight. Dengan demikian, dapat dippeningkatan denyut jantung, tekanan
darah, pelebran pembuluh darah,erkirakaan apa efek yang ditimbulkan akibat perangsangan
simpatis, seperti peningkatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, pemecahan glikogen,
pelebaran pembuluh darah, pelebaran pupil, berkeringat, dan penurunan sementara fungsi
sistem pencernaan dan perkemihan. Pengaruh aktivasi sistem saraf simpatis terhadap kelenjar
saliva adalah sekresi saliva yang kental dan kaya akan lendir. Efek lengkap dapat dilihat di
lembaran lampiran.

1
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis memperlihatkan
fungsi antagonis. Bila yang satu menghambat suatu fungsi maka yang lain memacu fungsi
tersebut. Contoh midriasis terjadi dibawah pengaruh saraf simpatis dan miosis dibawah
pengaruh parasimpatis.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, maka praktikkan berkeinginan
untuk menguji efek farmakologi beberapa obat pada sistem saraf simpatis hewan uji untuk
mengetahui efek timbul yang terjadi setelah pemberian obat.

1.2 Tujuan Percobaan


Memahami efek beberapa obat pada sistem saraf simpatis terutama pada mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saraf Otonom


Susunan saraf otonom adalah susunan saraf yang mempunyai peranan penting
mempengaruhi pekerjaan otot involunter (otot polos) seperti jantung, hati pankreas, jalan
pencernaan, kelenjar dan lain-lain. Saraf-saraf otonom bekerja tidak dapat disadari dan
bekarja secara otomatis. Oleh karena itu disebut juga saraf tak sadar. Susunan saraf motorik
yang mempersarafi organ viseral umum, mengatur, menyelaraskan, dan mengkoordinasikan
aktivitas visel vital, termasuk pencernaan, suhu badan, tekanan darah dan segi perilaku
emosional lainnya.
Sistem ini memiliki neuron aferen, konektor, dan eferen. Neuron eferen meliputi neuron
preganglion dan postganglion. Neuron preganglion berada di dalam sistem saraf pusat,
sedangkan neuron postganglion berada di ganglion perifer. Sistem saraf otonom terdiri dari
dua sistem, yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Kedua sistem bekerja antagonis satu
sama lain (Skuta et al, 2017).
Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas, dan sekresi gastrointestinal,
pengosongan kandung kemih, berkeringat, suhu tubuh dan banyak aktivitas lainnya, dimana
beberapa diantaranya atau sebagian diatur oleh sistem saraf otonom.
Salah satu sifat yang menonjol dari sistem saraf otonomik adalah kecepatan (rapidity)
atau intensitas yang ada di dalam sistem saraf ini dapat mengubah fungsi viseral. Dalam
waktu beberapa detik secara tidak disadari dapat timbul keringat dan terjadi pengosongan
kandung kemih. Jadi, sistem saraf yang bekerja melalui serat-serat saraf otonomik dapat
dengan cepat dan secara efektif mengatur sebagian besar atau seluruh fungsi internal
tubuh.sistem saraf otonom, terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak pada medula
spinalis, batang otak dan hipotalamus. Juga bagian korteks selebriti dan khususnya sistem
limbik dapat juga menghantarkan impuls ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga dengan
demikian dapat mempengaruhi pengaturan otonomik.
Seringkali sistem saraf otonom ini bekerja sebagai refleks viseral. Jadi, sinyal pusat di
dalam ganglion otonomik, medula, batang otak atau hipotalamus, pusat-pusat ini sebaliknya
akan menjalarkan respons refleks yang sesuai kembali ke organ-organ viseral dan mengatur
organ-organ tersebut. Sistem saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat dan
antarakeduanya dihubungkan oleh urat-urat saraf eferen dan saraf eferen ini seolah-olah
berfungsi sebagai sistem saraf pusat saraf otonom terutama berkenaan denganorgan-organ
dalam. Menurut fungsinya susunan saraf otonom terdiri dari dua bagian, yaitu saraf simpatis
dan saraf parasimpatis.

Gambar 1. Susunan Saraf Otonom

Tabel 1. Respon sel efektor pada peransangan saraf otonom.


Impuls Impuls
Organ Efektor Kolinergik/Parasimpatik
Adrenergik/Simpatis
Mata Midriasis Miosis
Jantung Denyut bertambah Denyut menurun
Vena Konstriksi, dilatasi -
Sekresi kel. Lambung Berkurang Bertambah
Alat kelamin Ejakulasi Ereksi
Kel. Keringat Sekresi local Sekresi umum

2.2 Saraf Simpatis


Sistem saraf simpatik adalah sistem saraf otonom yang bekerja di luar kesadaran tubuh
(tidak sadar) dan berpangkal pada sumsum tulang belakang. Saat teraktifasi sepenuhnya,
sistem saraf simpatis memproduksi respon”fight or flightíng” yang mempersiapkan tubuh
untuk keadaan krisis yang mungkin membutuhkan aktifitas fisik yang tiba-tiba dan intens.
Sistem ini mempersiapkan tubuh untuk menambah level aktifitas somatik. Peningkatan
aktifitas simpatik umumnya menstimulasi metabolisme jaringan dan meningkatkan
kewaspadaan.
Susunan umum dari sistem saraf simpatik yang memperlihatkan dua rantai simpatik pada
vertebral yang berada disamping kolumna spinalis dan saraf-saraf dan menyebar ke berbagai
organinternal. Saraf simpatik dimulai dari medula spinalis antara segmen T-1 dan L-2 dan
dari tempat ini mula-mula ke rantai simpatik, untuk selanjutkanmenuju ke jaringan dan organ
yang akan dirangsang oleh saraf simpatik. Setiap jaras simpatik terdiri atas dua serat, yaitu
neuronpreganglionik dan neuron postganglionik. Badan sel dari neuron preganglionik terletak
di dalam kormu intermediolateral dari medula spinalis dan serat-seratnya berjalan melewati
radiks anterior medula menuju ke saraf spinal. Setelah saraf spinal meninggalkan kolumna
spinalis, seratpreganglionik simpatiknya akan meninggalkan saraf itu dan berjalan melewati
ramus putih menuju ke salah satu ganglia dari rantai simpatik. Selanjutnya serat-serat itu
dapat melalui salah satu dari ketiga jalan berikut :
a. Serat-serat bersinaps dengan neuron postganglionik yang ada dalam ganglion yang
dimasukinya.
b. Serat-serat berjalan ke atas atau ke bawah dalam rantai dan bersinaps pada salah satu
ganglia lain dalam rantai tersebut.
c. Serat itu berjalan melalui rantai ke berbagai arah dan selanjutnya melalui salah satu saraf
memisahkan diri dari rantai, untuk akhirnya berakhir didalam ganglion simpatetik yang
terpencil.
Oleh karena itu, neuronpostganglionik dapat berasal dari salah satu rantai simpatik atau
dari salah satu ganglia yang terpencil. Selanjutnya serat-serat postganglionik menuju
keberbagai organ yang dituju.dari rantai simpateik sebagian besar serat-serat postganglionik
berjalan kembali ke saraf-saraf spinal melalu ramus abu-abu, yang terdiri dariserat-serat tipe
C di dalam saraf skeletal yang akan menyebar ke seluruhbagian tubuh. Serat-serat ini
mengatur pembuluh darah, kelenjar keringat, danotot piloerektor dari rambut. Jaras
simpatetik yang berasal dari berbagai segmen medula spinalis tidak perlu didistribusikan ke
bagian tubuh yang samaseperti halnya saraf-saraf spinal dari segmen yang sama. Serat
simpatetik dari T-1 umumnya akan melewati rantai simpatik di daerah kepala; dari T-2
menuju ke daerah leher; dari T-3, T-4, T-5, dan T-6 menuju ke daerah toraks; dari T-7, T-8,
T-9, T-10 serta T-11 menuju ke arah abdomen; dan dari T-12, L-1, dan L-2 menuju ke daerah
kaki. Distribusi saraf simpatik ke setiap organ sebagian ditentukan oleh posisi embrio pada
tempat asal sel tersebut. Serat saraf preganglionik simpatetik berjalan tanpa mengadakan
sinapsis, yaitu dari seluruh sel-sel kornu
intermediolateral dari medula spinalis, melewati rantai simpatetik, melewati nervus
splanknikus dan berakhir pada medula adrenal.
Dalam medula adrenal, serat-serat saraf ini akan langsung berakhir pada sel-sel khusus
yang akan mensekresikan epinefrin dan norepinefrin langsung ke dalam aliran darah. Saraf
ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan sumsum tulang belakang
melalui serabut-serabut saraf. Sistem simpatis terdiridari tiga bagian, yaitu :
a. Kornu anterior segmen torakalis ke-2 sampai ke-12 dan segmen lumbalis 1-3 terdapat
nukleus vegetatif yang berisi kumpulan-kumpulan sel saraf simpatis. Sel saraf simpatis ini
mempunyai serabut-serabut preganglion yang keluar dari kornu anterior bersama-sama
dengan radix anterior dan nukleus spinalis. Setelah keluar dari foramen intervetrebralis,
serabut-serabut preganglion ini segera memusnahkan diri daru nukleus spinalis dan
masuk ke trukus simpatikus serabut. Serabut preganglion ini membentuk sinaps terhadap
sel- selsimpatis yang ada dalam trunkus simpatikus, tetapi ada juga serabut-serabut
preganglion setelah berada dalam trunkus simpatikus terus keluar lagi dengan terlebih
dahulu membentuk sinaps menuju ganglion-ganglion/pleksus simpatikus.
b. Trunkus simpatikus beserta cabang-cabangnya. Disebelah kiri dan kanan vertebrata
terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang membujurdisepanjang vertebrata. Barisan
ganglion-ganglion saraf simpatikus ini disebut trunkus simpatikus. Ganglion-ganglion ini
berisi sel saraf simpatis antaraganglion satu dengan ganglion lainnya, atas, bawah kiri,
dan kanan dihubungkan oleh saraf simpatis yang keluar masuk ke dalam ganglion-
ganglion itu. Hal ini menyebabkan sepasang trunkus simpatikus berbentuk rongga. Hal ini
menyebabkan sepasang trunkus simpatikus berbentuk rongga.ganglion-ganglion yang
terdapat dalam trunkus simpatikus juga dapatmenerima serabut-serabut saraf yang datang
dari kornu anterior. Trunkus simpatikus dibagi menjadi empat bagian yaitu :
1) Trunkus simpatikus servikalis. Terdiri dari tiga pasang ganglion. Dari ganglion-
ganglion ini keluar cabang-cabang saraf simpatis yang menuju ke jantung dan arteri
karotis. Di sekitar arteri karotis membentuk pleksus. Dari pleksus ini keluar cabang-
cabang yang menuju ke atas cabang lain mempersarafi pembuluh darah serta organ-
organ yang terletak di kepala. Misalnya faring, kelenjar ludah, kelenjarlakrimalis,
otot- otot dilatator, pupil mata dan sebagainya.
2) Trunkus simpatikus torakalis, terdiri dari ganglion, dari ganglion ini keluar cabang-
cabang simpatis seperti cabang yang mensarafi organ-organ di dalam toraks dan
cabang-cabang yang menembus diafragma dan masuk ke dalam abdomen. Cabang ini
dalam rongga abdomen mensarafi organ-organ di dalamnya.
3) Trunkus simpatikus lumbalis. Bercabang-cabang menuju ke dalam abdomen, juga
ikut membentuk pleksus solare yang bercabang-cabang ke dalam pelvis untuk turut
membentuk plek susu pelvini.
4) Trunkus simpatikus pelvis. Bercabang-cabang ke dalam pelvis untuk membentuk
pleksus pelvini.
c. Pleksus simpatikus beserta cabang-cabangnya. Di dalam abdomen, plevis, toraks serta di
dekat organ-organ yang dipersarafi oleh saraf simpatis (otonom). Umumnya terdapat
pleksus-pleksus yang dibentuk oleh saraf simpatis/ganglion yaitu pleksus/ganglion
simpatikus. Dan juga terdapat sel-sel saraf simpatikus yang serabut-serabutnya akan
keluar dari pleksus itu untuk mensarafi organ-organ dalam tubuh. Pleksus serabut
simpatikus mempersarafi otot-otot jantung, otot tak sadar, dan semua pembuluh darah
serta alat-alat dalam seperti lambung, pankreas, dan usus, dan mempertahankan semua
otot, termasuk tonus sadar, melayani serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit (mis.
arektor Pilli).

Ganglion lainnya (simpatis) berhubungan dengan rangkaian dua ganglionbesar, ini bersama
serabutnya membentuk pleksus-pleksus simpatis:
a. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan cabangnya ke daerah
tersebut dan paru-paru.
b. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan mempersarafi organ-organ
dalam rongga abdomen.
d. Pleksus mesentrikus (pleksus higratrikus), terletak depan sakrum dan mencapai organ-
organ dalam pelvis. Sistem simpatis ini terdiri dari serangkaian urat kembar yang
bermuatan ganglion, urat-urat ini bergerak dari dasar tengkorak yang terletak di depan
koksi sebagai ganglion koksi. Ganglion-ganglion itu berpasangan dan disebarkan dari
derah-daerah pengikut: daerah leher tiga pasang ganglion servikal, daerah dada 11
pasang ganglion torakal, daerah pinggang empat pasang ganglion lumbal, daerah pelvis
empat pasang ganglion sakral, dan di depan koksi satu pasang ganglion koksigis.

Fungsi Saraf Simpatis


1) Mensarafi otot jantung
2) Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
3) Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
4) Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
5) Serabut motoik pada otot tak sadar dalam kulit
6) Mempertahankan tonus semua otot sadar.

2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf Otonom pada Mata


Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak di hipotalamus,
batang otak dan medulla spinalis. Badan sel saraf dari sistem saraf simpatis terletak pada
level vertebra Torakal (T1) sampai Lumbal (L1-L2) atau disebut torakolumbal. Badan sel
saraf dari sistem saraf parasimpatis terletak pada batang otak dan level vertebra Sakral (S2-
S3) atau disebut kraniosakrum. Sistem saraf otonom pada mata berperan dalam fungsi
lakrimasi dan ukuran pupil yang dikontrol oleh keseimbangan sistem saraf simpatis pada otot
dilator iris dan sistem saraf parasimpatis pada spinkter iris. Otot retraktor asesoris dan otot
muller di kelopak mata atas juga dipersarafi oleh sistem saraf simpatis.
Jaras simpatis untuk struktur okular berasal dari segmen torakal satu (T1) hingga torakal
tiga (T3). Jaras parasimpatis berasal dari otak tengah, pons dan medula spinalis bagian
sakrum. Sistem saraf otonom terdiri dari serabut saraf preganglionik dan serabut saraf
postganglionik yang bersinaps pada ganglion yang terletak di luar sistem saraf pusat sebelum
menuju organ efektor.

Anatomi Sistem Saraf Simpatis pada Mata


Jaras sistem saraf simpatis mengaktifkan impuls dari hipotalamus ke iris. Jaras sistem
saraf simpatis terbagi menjadi tiga orde neuron, yaitu orde neuron pertama, orde neuron
kedua dan orde neuron ketiga. Gambar 2.1 menerangkan orde neuron pertama berasal dari
hipotalamus menuju medula spinalis pada segmen servikal delapan (C8) hingga torakal dua
(T2). Orde neuron pertama akan bersinaps pada area yang disebut dengan Ciliospinal center
of Budge- Waller.
Gambar 2. Jaras Simpatis pada Mata
Dikutip dari: Remington

Orde neuron pertama akan bersinaps pada area yang disebut dengan Ciliospinal center of
Budge-Waller. Orde neuron kedua berasal dari medula spinalis menuju ganglion servikal
tengah medial dan inferior dan berakhir di ganglion servikal superior. Orde neuron ketiga
berasal dari ganglion servikal superior menuju nervus siliari panjang akan mempersarafi otot
dilator menyebabkan midriasis. Serabut saraf menuju nervus okulomotor bagian superior
mempersarafi otot tarsal superior yang akan menyebabkan retraksi palpebral dan pelebaran
fisura palpebra.

2.4 Obat Sistem Saraf Otonom


Terdapat banyak tempat atau bagian di mana obat-obat otonom dapat bekerja.
Tempattempat yang berfungsi seperti SSP yang merupakan pusat vasomotor, ganglia,
terminal saraf pra dan pascaganglion (misal: sintesis, penyimpanan, dan pelepasan transmiter)
reseptor pada sel efektor dan mekanisme yang melibatkan terminasi kerja transmiter (misal:
metabolisme atau ambilan kembali).
Obat-obat otonom bekerja dengan cara sebagai berikut :
a. Menghambat sintesis dan pembebasan NT
b. Mempermudah pembebasan NT
c. Berikatan dengan merangsang atau memblok reseptor
d. Menghambat destruksi NT.
Penggolongan obat otonom
Obat-obat yang dapat mempengaruhi fungsi SSO dapat digolongkan menurut jenis efek
utamanya, yaitu golongan:
1. Adrenergik (simpatomimetik) yang mempunyai efek mirip dengan perangsangan
aktivitas saraf simpatik.
2. Penghambat adrenergik (simpatolitik) yang mempunyai efek penghambatan aktivitas
susunan saraf simpatik
3. Kolinergik (parasimpatomimetik) yang mempunyai efek mirip dengan peningkatan
aktivitas susunan saraf parasimpatik
4. Penghambat kolinergik (parasimpatolitik) yang mempunyai efek penghambatan
aktivitas susunan saraf parasimpatik
5. Obat ganglion dengan efek merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion

2.5 Obat Adrenergik


Obat-obatan golongan adrenergik mempengaruhi kerja neurotransmitter norepinephrine
pada reseptor adrenergik. Pada organ mata, reseptor adrenergik dapat ditemukan pada
membran sel otot dilator iris, otot muller pada palpebral superior, epitel silier, anyaman
trabekular, dan otot halus pembuluh darah. Reseptor adrenergik terbagi menjadi α1, α2, β1,
dan β2. Efek reseptor α1 adalah vasokontriksi pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah,
midriasis, kontraksi sfingter kandung kemih dan meningkatkan resistensi perifer. Efek
reseptor α2 adalah menghambat pengeluaran norepinefrin dan menghambat aksi norepinefrin.
Efek reseptor β1 adalah takikardia, meningkatkan lipolysis dan meningkatkan kontraksi otot
jantung. Efek reseptor β2 adalah vasodilatasi pembuluh darah, menurunkan resistensi perifer,
bronkodilasi, meningkatkan glikogenolisis, meningkatkan pengeluaran glukagon dan
relaksasi uterus.
Kerja obat adrenergik dibagi dalam 7 jenis yaitu:
1) Perangsangan organ perifer: otot polos pembuluh darah kulit danmukosa, dan terhadap
kelenjar liur dan keringat.
2) Penghambatan organ perifer: otot polos, usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka.
3) Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dankekuatan kontraksi.
4) Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatankewaspadaan,
aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan.
5) Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot,lipolosis dan
penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
6) Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin danhormon hipofisis.
7) Efek parasimpatik, dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan
neurotransmitter NE atau Ach (secara fisiologis, efek hambatan lebih penting).

Penggolongan Obat Adregenik


Adrenergika dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni:
1) Obat adrenergik kerja langsung
Agonis bekerja langsung terikat pada reseptor adrenergik tanpaberinteraksi dengan
neuron presinaptik. Reseptor yang diaktifkan ini mengawali sintesis pembawa pesan
kedua dan menimbulkan sinyal didalam sel. Sama seperti adrenalin dan noradrenalin,
merangsangreseptor adrenergik. Bergantung pada reseptor yang mana senyawa tersebut
bekerja, dibedakan atas α -simpa tomimetik dan β -simpatomimetik. Ciri obat adrenergik
kerja langsung adalah bahwa responnya tidak berkurang setelah terlebih dulu diberikan
reserpin atauguanetidin yang menyebabkan deplesi NE dari saraf simpatis, tetapi bahkan
meningkat karena adanya peningkatan sintesis reseptor sebagai mekanisme kompensasi
terhadap hilangnya neurotransmiter.
2) Obat adrenergik kerja tidak langsung
Noradrenalin disintesa dan disimpan di ujung-ujung saraf adrenergik dan dapat
dibebaskan dari depotnya dengan jalan merangsang saraf bersangkutan, dan dapat pula
dengan cara perantaraan obat-obat seperti efedrin, amfetamin, guanetidin dan reserpin.
Agonis adrenergik bekerja tidak langsung menyebabkan pelepasan noreprinefrin dari
ujung presinaptik.
Contoh obat adrenergik yang bekerja secara tidak langsung adalah amfetamin dan
tiramin, artinya menimbulkan efek adrenergik melalui penglepasan NE yang tersimpan
dalam ujung saraf adrenergik. Karena itu, efek obat-obat ini menyerupai efek NE, tetapi
timbulnya lebih lambat dan masa kerjanya lebih lama. Senyawa- senyawa yang
tertahandalam vesikel akan mengurangi jumlah NE yang tersimpan. Jika saraf distimulasi,
sejumlah tertentu gelembung sinaps akan mengalami eksositosis dan mengeluarkan
isinya. Jika gelembung ini mengandungfeniletilamin yang kuran poten disbanding NE,
maka efek perangsangansimpatis akan berkurang.

Penggunaan Obat Adregenik


Berdasarkan titik kerjanya pada sel- sel efektor dari ujung adrenergic dibagi menjadi
reseptor (α) alfa dan (β) beta, dan berdasarkan efek fesiologisnya dibagi menjadi alfa1,
alfa 2, beta 1, dan beta 2. Pada umumnya stimulasi pada reseptor menghasilkan efek- efek
sebagai berikut:
 Alfa 1, mengaktifkan organ- organ efektor seperti otot – otot polos (vasokontriksi)
dan sel- sel kelenjar dengan efek tambahannya sekresi ludah dan keringat.
 Alfa 2, menghambat pelepasan noradrenalin pada saraf- saraf adrenergic dengan efek
turunya tekanan darah.
 Beta 1, memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung.
 Beta 2, bronkodilatasi dan stimulasi metabolism glikogen dan lemak.

Penggunaan obat-obat adrenergic, antara lain:


 Shock, dengan memperkuat kerja jantung (β1) dan melawan hipotensi (α), contohnya
adrenalin dan noradrenalin.
 Asma, dengan mencapai bronkodilatasi (β2), contohnya salbutamol dan turunannya,
adrenalin dan efedrin.
 Hipertensi, dengan menurunkan day atahan perifer dari dinding pembuluh melalui
penghambat pelepasan noradrenalin (α2), contohnya metildopa dan klonidin.
 Vasodilator perifer, dengan menciutkan pembuluh darah di pangkal betisdan paha
(cladicatio intermitens).
 Pilek (rhinitis), guna menciutkan selaput lender yang bengkak(α) contohnya
imidazolin, efedrin, dan adrenalin.
 Midriatikum, ysaitu dengan memperlebar pupil mata (α), contohnya fenilefrin dan
nafazolin.
 Anoreksans, dengan mengurangi napsu makan pada obesitas (β2), contohnya
fenfluramin dan mazindol.
 Penghambat his dan nyeri haid (dysmenore) dengan relaksasi pada otot rahim (β2),
contoh nya isoxuprin dan ritordin.
BAB III
METODE PRATIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan
1. Pipet tetes
2. Beaker
3. Lampu senter
4. Penggaris dengan skala milimeter
5. Sarung Tangan
Bahan yang digunakan
1. Efedrin 0,036%
2. Epinefrin 0,086%
3. Prostigmin 0,023%

3.2 Hewan yang digunakan


Hewan yang digunakan adalah Kelinci albino/ 2 ekor Marmut

3.3 Prosedur Percobaan


1. Siapkan hewan coba, alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Tiap kelompok mahasiswa bekerja dengan satu kelinci
3. Tetesi mata kanan dengan 2 tetes Efedrine, lima menit kemudian bandingkan mata
kanan dengan mata kiri. Kemudian mata kiri ditetesi dengan 2 tetes Adrenalin dan 15
- 20 kemudian bandingkan antara mata kanan dan mata kiri. Tes terhadap refleks
cahaya (dengan lampu senter) refleksi kornea, keadaan vasa darah pada konjunctiva.
4. Dua puluh menit kemudian tetesi mata kanan dengan Prostigmin 2 tetes catat apa
yang terjadi.
5. Sepuluh menit kemudian tetesi mata kiri dengan Efedrin 2 tetes, catat apa yang terjadi.
6. Buat data tabulasi ukuran diameter pupil mata yang ditetesi dengan masing-masing
obat, kesimpulan.

3.4 Pelaporan
Tabel Pengamatan Efek obat Simpatomimetika pada Kelinci
Mata Kelinci
Denyut
Kelinci Kanan Kanan (Disinari) Kiri Kiri (Disinari)
Jantung
Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal
Keadaan
Normal
2 Tetes
Efedrin Mata
Kanan
2 Tetes
Epinefrin
Mata Kiri
2 Tetes
Prostigmin
Mata Kanan
2 Tets Efedrin
Mata Kiri
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Berat badan kelinci : 335 gram
Tabel 2. Pengamatan Efek obat Simpatomimetika pada Kelinci Kelompok 6 Ganjil
Mata Kelinci (Pupil)
Denyut
No Dosis BB Jantun Kanan Horizontal Kanan Vertikal Kiri Horizontal Kiri Vertikal
g disinari Tidak disinari Tidak disinari tidak disinari Tidak
disinari disinari disinari disinari
1 Sebelum 335 153/ 4 mm 5 mm 3 mm 4 mm 3 mm 4 mm 4 mm 5 mm
ditetesi (g) menit
2 Diberi 125/ 2 mm 3 mm 3 mm 3 mm 3 mm 4 mm 3 mm 4 mm
Prostigmin menit
3 Diberi 97 / 6 mm 7 mm 5 mm 5 mm 5 mm 6 mm 5 mm 6 mm
Atropin menit
sulfat
4 Diberi 133/ 5 mm 5 mm 4 mm 5 mm 5 mm 6 mm 5 mm 6 mm
Pilokarbin menit

4.2 Pembahasan
Pada pratikum ini dilakukan pengujian efek obat simpatomimetika terhadap mata
hewan uji menggunakan kelinci albino. Aktifitas sistem saraf simpatis terjadi pada tubuh jika
dihadapkan dalam keadaan yang mengancam dan disebut respon fight and flight. Stimulasi
sistem saraf simpatis akan menyebabkan peningkatan denyut jantung, peningkatan frekuensi
nafas, vasokontriksi pembuluh darah tepi, dilatasi pupil, penurunan aktivitas sistem
pencernaan dan sistem traktus urinanius.
BAB V
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Sistem saraf simpatik adalah sistem saraf otonom yang bekerja di luar kesadaran tubuh
(tidak sadar). Aktifitas sistem saraf simpatis terjadi pada tubuh jika dihadapkan dalam
keadaan yang mengancam dan disebut respon fight and flight. Stimulasi sistem saraf simpatis
akan menyebabkan peningkatan denyut jantung, peningkatan frekuensi nafas, vasokontriksi
pembuluh darah tepi, dilatasi pupil, penurunan aktivitas sistem pencernaan dan sistem traktus
urinanius.
Setelah melakukan praktikum dengan melakukan pengujian efek simpatis pada kelinci
albino yaitu pada bagian mata dengan menggunakan obat Postigmin dan
diperoleh data perbandingan diameter pada masing-masing pupil mata kanan dan kiri. Dan
diamati perubahan yang terjadi, dapat disimpulkan bahwa pemberian beberapa obat tersebut
dapat mempengaruhi kerja saraf otonom terutama pada bagian mata kelinci yang
menyebabkan pupil membesar ataupun mengecil serta meningkatkan denyut jantung pada
kelinci karena efek sistem saraf simpatis.
DAFTAR PUSTAKA

Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology, Anatomy, Physiology, Signs,


Symptoms. Ed 5. New York: Thieme; 2012. Hlm. 188-200.

Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks H. Ganong’s review of medical physiology.
Edisi ke-23. USA: McGraw Hill; 2010. hlm. 129-139, 261- 266.

Bartlett JD, Jaanus SD. Pharmacology of ocular drugs. Dalam: Clinical ocular pharmacology.
Edisi ke-5. California: Elsevier; 2008. hlm. 113- 121, 125-137.

Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Neuro-ophthalmology anatomy. Dalam: Neuro-
ophthalmology. 2016. hlm.55-58.

Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Ocular Pharmacotherapeutics. Dalam: Fundamentals and
Principles of Ophthalmology. 2016. hlm. 307-321.

Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Ed 13. USA: Elsevier. 2016.
Hlm.773-80.

Katzung BG. Obat otonom. Dalam: Farmakologi klinik dasar. Edisi ke12. Jakarta: EGC;
2012. hlm. 87-184.

Lymperopoulos A, Koch WJP, Saunders/Elsevier tptp. Autonomic pharmacology. Dalam:


Pharmacology and Therapeutics Principles to Practice. Edisi ke-1. Elsevier; 2009.
hlm. 115-136.

Marlina, Dewi, dan Ade Agustianingsih. 2021. Modul Pratikum Farmakologi I. Poltekkes
Kemenkes Palembang.

Miller NR, Walsh FB, Hoyt WF. Anatomy and physiology of the autonomic nervous system.
Dalam: Walsh and Hoyt's clinical neuroophthalmology. Edisi ke-6. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; . hlm. 650-797.

Remington LA. Autonomic innervation of oculars structures. Dalam: Clinical anatomy of the
visual system. Edisi ke-2. USA: Elsevier Health Sciences; 2005. hlm. 254-262.

Skuta GL CL, Weiss JS. Basic and Clinical Science Course: Neuroophthalmology. Section 5.
American Academy of Ophthalmology, editor. San Fransisco: European Board of
Ophthalmology Subcomittee. 2017-2018. Hlm. 79-85.

Snell RS. Clinical neuroanatomy. Ed 7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2010.
Hlm. 397-412. 3.
LAMPIRAN

Penimbangan Kelinci

Proses Penetesan Obat ke Mata Kelinci

Lampiran
Proses Pengukuran Pupil Mata Kelinci
SOAL
1. Apakah setelah dibieri pilokarpin sudah miosis maksimal ?
Setelah kelinci diberi pilokarpin pada kedua mata kelinci mengalami pengecilan pupil sebesar 1mm dari keadaan
normal baik disinari maupun tidak disinari, kecuali pada mata kiri secara vertikal tidak disinari mengalami
pengecilan pupil sebesar 2mm.

2. Atropin efeknya midrasis apa miosis ? Bandingkan dengan hasil kalian !


Atropin efeknya midrasis pada kedua mata kelinci baik disinari maupun tidak disinari. Terbukti dengan
membesarnya pupil menjadi 6mm pada keadaan yang tidak disinari dan 4-6mm pada keadaan mata yang disinari.

3. Apa efek pilokarpin ? Miosis/midrasis? Bandingkan dengan hasil!


pilokarpin efeknya miosis pada kedua mata kelinci baik disinari maupun tidak disinari secara vertikal maupun
horizontal.

4. Jumlah denyut jantung ketika midrasis terjadi apakah bertambah ?


Ya, denyut jantung menglami kenaikan setelah mengalami midrasis .

5. Jumlah denyut jantung ketika miosis terjadi apakah berkurang ?


Iya, denyut jantung mengalami penurunan setelah mengalami miosis .

Anda mungkin juga menyukai