Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

KOLINERGIK

OLEH :
KELOMPOK 5

MUH. ILHAM (G701 18 060)


NUR FADHLIYAH DG. PATIPPE (G701 18 146)
SYAHNA SHALDAN (G701 18 037)
FATIMAH AZZAHRAH (G701 18 130)
NUR HIDAYAH (G701 18 070)
ULI AULIANTI (G701 18 012)
IKLIMA (G701 18 045)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran
yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik
lagi

Palu, 5 November 2019

Kelompok 5
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ...........................................................................................


Kata Pengantar .............................................................................................
Daftar Isi ........................................................................................................
Bab 1 Pendahuluan .......................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................
1.3 Tujuan ...............................................................................................
Bab II Hasil dan Pembahasan ......................................................................
2.1 Pengertian Kolinergik (Parasimpatomimetika) .............................
2.2 Reseptor Kolinergik .........................................................................
2.3 Kolinergik dapat dibagi menurut cara kerjanya ..........................
2.4 Sintesis Asetilkolin ...........................................................................
2.5 Obat-obat Kolinergik .......................................................................
Bab III Penutup .............................................................................................
3.1 Kesimpulan .......................................................................................
3.2 Saran .................................................................................................
Daftar Pustaka ...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem saraf pusat (SSP), yang terdiri dari otak dan medula spinalis dan
merupakan Sistem saraf utama dari tubuh. Sistem saraf tepi, terletak diluar
otak dan medula spinalis, terdiri dari 2 bagian; otonom dan somatic. Setelah
ditafsirkan oleh SSP, Sistem saraf tepi menerima rangsangan dan memulai
respons terhadap rangsangan itu.
Sistem saraf otonom (SSO), juga disebut sebagai sistem saraf visceral,
bekerja pada otot polos dan kelenjar. Fungsi dari SSO adalah mengendalikan
dan mengatur jantung, Sistem pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung
kemih, mata dan kelenjar. SSO mempersarafi (bekerja pada) otot polos, tetapi
SSO merupakan sistem saraf involunter yangkita tidak atau sedikit bisa
dikendalikan. Kita bernapas jantung kita berdenyut, dan peristaltik terjadi
tanpa kita sadari. Tetapi, tidak seperti Sistem saraf otonom, sistem saraf
somatik merupakan sistem volunter yang mempersarafi otot rangka, yang
dapat kita kendalikan.
Dua peringkat neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf
perifer adalah:
1. Neuron aferen, atau sensorik, dan
2. Neuron eferen, atau motorik
Neuron aferen mengirimkan impuls ke SSP, dimana impuls itu
diinterprestasikan. Neuron eferen menerima impuls (informasi) dari otak dan
meneruskan impuls ini melalui medula spinalis ke sel-sel organ efektor. Jalur
eferen dalam sistem saraf otonom dibagi menjadi dua cabang; saraf simpatis
dan parasimpatis, yang keseluruhannya disebut sebagai sistem saraf simpatis
dan sistem saraf parasimpatis.
Sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis bekerja pada organ-
organ yang sama tetapi menghasilkan respons yang berlawanan agar
tercapainya homeostasis (keseimbangan). Kerja obat-obat pada sistem saraf
simpatis dan parasimpatis dapat berupa respons yang merangsang atau
menekan.
Sistem saraf simpatis juga dikenal sebagai sistem adrenergik karena
dulu diperkirakan bahwa adrenalin merupakan neurotransmiter yang
mempersarafi otot-otot polos. Kini neurotransmitter tersebut dikenal sebagai
norepinefrin. Sedangkan Sistem saraf parasimpatis juga dikenal sebagai
system kolinergik karena neurotransmitter terdapat pada ujung saraf neuron
yang mempersarafi otot adalah asetilkolin. Obat-obat yang menyerupai
asetilkolin disebut sebagai obat-obat kolinergik, atau parasimpatomimetik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Kolinergik?
2. Jelaskan macam-macam Reseptor Kolinergik berdasarkan afinitas terhadap
zat yang bersifat sebagai kolinomimetik?
3. Jelaskan macam-macam Reseptor Kolinergik menurut cara kerjanya?
4. Jelaskan Sintesis Asetilkolin?
5. Jelaskan macam-macam Obat kolinergik?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Kolinergik?
2. Untuk mengetahui macam-macam Reseptor Kolinergik berdasarkan
afinitas terhadap zat yang bersifat sebagai kolinomimetik
3. Untuk mengetahui macam-macam Reseptor Kolinergik menurut cara
kerjanya
4. Untuk mengetahui Sintesis Asetilkolin
5. Untuk mengetahui macam-macam Obat kolinergik
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kolinergik (Parasimpatomimetika)


Parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan
efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena
melepaskan neuron asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama
SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat
penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi.Bila neuron SP dirangsang
timbulah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek
kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan
memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (Hcl),
juga sekresi mata, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi
kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah, memperlamba
pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak
diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan
menurunnya tekanan intraokuler akibatnya lancarnya pengeluaran air mata,
kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran
urin, dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka, menekan SSP setelah
pada permulaan menstimulasinya, dan lain-lain. (Tan Hoan Tjay & Rahardja,
2002).
Menurut sifat kerjanya, reseptor kolinergik (kolinoseptor) dapat
dibedakan menjadi reseptor muskarinik dan reseptor nikotinik berdasarkan
afinitas terhadap zat yang bersifat sebagai kolinomimetik.

2.2 Reseptor Kolinergik


Menurut sifat kerjanya, reseptor kolinergik (kolinoseptor) dapat
dibedakan menjadi reseptor muskarinik dan reseptor nikotinik berdasarkan
afinitas terhadap zat yang bersifat sebagai kolinomimetik.
2.2.1 Reseptor Muskarinik
Selain berikatan dengan ACh, reseptor muskarinik juga berikatan
dengan muskarin, yaitu suatu alkaloid yang terdapat pada jamur
beracun. Reseptor muskarinik ini menunjukkan afinitas yang lemah
terhadap nikotin. Hasil studi-studi ikatan (binding study) dan dengan
memberikan penghambat tertentu, telah dapat ditemukan beberapa
subtype reseptor muskarinik yaitu M1, M2, M3, M4, dan M5. Reseptor
muskarinik dapat ditemukan dalam ganglia Sistem saraf efektor dan
organ efektor otonom seperti, jantung, otot polos, otak, dan kelenjar
eksokrin. Kelima reseptor M tersebut terdapat dalam neuron, dan juga
ditemukan reseptor M1 dalam didalam sel parietal lambung, reseptor M2
didalam otot jantung dan otot polos, serta reseptor M3 di dalam kelenjar
eksokrin dan otot polos. Reseptor muskarinik didalam jaringan-jaringan
diatas lebih peka terhadap obat muskarinik, namun dalam dosis tinggi
muskarinik dapat pula memacu reseptor nikotinik.
2.2.1.1 Mekanisme transduksi sinyal asetilkolin
Setelah asetilkolin berikatan dengan reseptor
muskarinik, akan timbul sinyal dengan mekanisme yang
berbeda. Misalnya, bila reseptor M1 atau M2 diaktifkan,
reseptor ini akan mengalami perubahan konformasi dan
berinteraksi dengan protein G yang selanjutnya akan
mengaktifkan fosfolipase C. akibatnya akan terjadi hidrolisis
fosfatidilinositol-94,40bifosfate (PIP2) yang akan
menyebabkan peningkatan kadar Ca++ intrasel. Selanjutnya
kation ini akan berinteraksi atau memacu ion menghambat
enzim-enzim, atau menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi, atau
kontraksi. Sebaliknya, aktivasi reseptor subtype M2 pada otot-
otot jantung memacu protein G yang menghambat adenilsikase
dan mempertinggi konduksi K+ sehingga denyut dan kontraksi
otot jantung menurun.
2.2.2 Distribusi Reseptor Asetilkolin Muskarinik

2.2.2 Reseptor Nikotinik


Selain mengikat ACh, reseptor ini dapat mengenal nikotin , dan
afinitasnya lemah terhadap muskarin. Pada tahap awal, nikotin memang
memacu reseptor nikotinik, namun setelah itu nikotin akan menyekat
reseptor nikotinik sendiri. Reseptor nikotinik terdapat dalam SSP,
medulla adrenal, ganglion otonom, dan pada sambungan saraf otot
(myoneural junction). Obat-obat nikotinik akan memacu reseptor
nikotinik di ganglion otonom dan yang terdapat pada sambungan saraf
otot. Misalnya reseptor nikotinik di ganglion dihambat secara selektif
oleh heksametonium, sedangkan reseptor nikotinik pada sambungan
saraf otot dihambat secara spesifik oleh tubokurarin.

2.3 Kolinergik dapat dibagi menurut cara kerjanya


2.3.1 Zat Dengan Kerja Langsung
Golongan kolinergik kerja langsung ini meliputi ester kolin
(asetilkolin, metakolin, karbamoilkolin, dan betanekol) dan alkaloid
alamiah (muskarin, pilokarpin, nikotin, lobelin).Beberapa obat sintetik
(oksetremorin, dimetilfenilpiperazinium, DMPP) masih terus
diteliti.Diantaraanggota-anggota subkelas ini, terdapat perbedaan dalam
spectrum efek (potensi stimulasi muskarinik dan nikotinik) dan
farmakokinetiknya. Kedua macam perbedaan ini memengaruhi
penggunaan kliniknya)

Mekanisme Kerja
Agonis kolinergik bekerja mirip dengan kerjaastilkolin pada reseptor
kolinergik. Obat-obat ini berkaitan dengan reseptor padamembran sel-
sel organ target mengubah permeabilitas membrane sel dan
mempermudah pengaliran kalsium dan natrium ke dalam sel yang
menyebabkan stimulasi otot.

Efek samping:
Biasanya efek samping dihasilkan oleh efek-efek nonspesifiknya pada
system saraf parasimpatik.Agonis kolinergik yang berkaitan khusus
dengan reseptor di system saraf parasimpatikmenimbulkan efek
parasimpatomimetik yang tidak diinginkan diluar organ target. Sebagai
contoh, penggunaan betanekol mengurangi retensi urin, juga dapat
meningkatkan motilitas saluran cerna, yang dapat menimbulkan mual,
kembung, muntah, kram usus, dan diare.

2.3.2 Zat Dengan Kerja Tidak Langsung


Antikolinesterase menghambat enzim asetilkolinesterasi (yang
menguraikan ACh menjadi asetat dan kolin) sehinggaACh menumpuk
ditempat reseptor ACh. Akibatnya, stimulasi reseptor kolinergik di
seluruh tubuh berlangsung lebih lama. Dalam golongan ini kita kenal
dua kelompok obat yaitu :
1) Golongan karbamat (ester asam karbamat), dapat disebut juga
golongan antikolinesterase reversible, kecuali edrofonium yang
bukan merupakan suatu ester. Obat yang termasuk dalam
golongan ini adalah ambenonium, edrofonium klorida,
neostigmin, fisostigmin salisilat, dan pridostigmin.
2) Golongan fosfat (ester asam fosfat) atau golongan ireversibel.
Mempunyai masa kerja yang sangat lama, dan membentuk
kompleks yang sangat stabil dengan enzim serta dihidrolisis
dalam waktu berhari-hari atau berminggu-minggu

Mekanisme Kerja
Obat-obat antikolinesterase meningkatkan kadar dan efek ach
pada tempat reseptor dalam SSP atau ganglia otonomik, pada sel-sel
efektor di viscera, dan pada motor end plate. Bergantung pada tempat
kerja, dosis obat, dan masa kerjanya, obat-obat ini dapat memberikan
efek stimulasi atau efek depresi pada reseptor kolinergik.

Efek Samping:
Efek samping yang umum terjadi berupa efek
parasimpatomimetik. Pada mata berupa penglihatan kabur, penurunan
akomodasi, miosis; pada kulit akan keluar banyak keringat; pada
saluran cernaakan terjadi peningkatan salvias, kembung, mual, muntah,
kram usus dan diare.
Efek brokontriksi: nafas terasa pendek, mengi, atau terasa tegang di
dada. Vasodilatasi: penurunan denyut jantung dan pengurangan
kontraksi otot jantung.
Efek pada SSP: Irritabilitas, ansietas atau rasa takut (pada beberapa
kasus), dan terjadi kejang.

2.4 Sintesis Asetilkolin


Sintesis asetilkolin terjadi pada bagian terminal syaraf kolinergik
dengan bantuan kolin asetiltransferase yaitu dengan mengkatalisis perubahan
asetil ko-enzim A dan kolin. Asetil ko-A merupakan derivat dari piruvat
yang dibentuk melalui metabolisme glukosa, yang berlokasi di mitokondria.
Dikarenakan kolin asetiltransferase berada di sitoplasma maka asetil ko-A
harus dibebaskan dari mitokondria menuju sitoplasma. Asetilkolin yang
dihasilkan akan dibawa ke membrane sinapsis
melalui vesicular acetylcholine transport untuk dibebaskan ke celah sinapsis
(Purves et al., 2004). Kolin asetil transferase
dan vesicular acetylcholine transport hanya dapat ditemukan pada komponen
presinapsis syaraf kolinergik yang akan berhubungan dengan bagian post-
sinapsis syaraf cholinoceptive (syaraf yang menerima input dari syaraf
kolinergik) (Mesulam, 2004).

2.5 Obat-obat Kolinergik


Obat-obat kolinergik (agonis kolinergik) ialah obat yang bekerja secara
langsung atau tidak langsung meningkatkan fungsi neurotransmitter
asetilkolin. Kolinergik juga disebut parasimpatomimetik karena
menghasilkan efek yang mirip dengan perangsangan Sistem saraf
parasimpatis.
Obat-obat kolinergik memiliki 3 indikasi utama, yaitu:
1. Menurunkan tekanan intraocular pada pasien glaucoma atau operasi
mata
2. Mengobati atoni saluran cerna atau vesika urinaria
3. Untuk mendiagnosis dan pengobatan miastenia gravis.
Beberapa obat kolinergik merupakan antidotum penting untuk obat-obat
blokade neuromuscular, antidepresan trisiklik, dan alkaloid beladona.
Obat –obat kolinergik memperlihatkan efeknya dengan menunjukkan
salah satu dari 2 cara yaitu bekerja mirip dengan asetilkolin atau menghambat
destruksi asetilkolin oleh enzim asetilkolinesterase di tempat-tempat
reseptornya.
Klasifikasi
Obat-obat kolinergik merangsang reseptor kolinergik. Karena itu, kerjanya
mirip dengan asetilkolin endogen. Obat-obat golongan ini dapat
dikelompokkan berdasarkan:
1. Spektrum efeknya, yaitu muskarinik atau nikotinik; dan
2. Mekanisme kerjanya, yaitu yang bekerja langsung pada reseptor
asetilkolin atau secara tidak langsung melalui penghambatan
asetilkolinesterase. Beberapa obat, seperti neostigmin termasuk dalam
lebih dari satu subkelas.

Penggolongan obat-obat kolinergik beserta prototype, analog utama dan


obat lain
Cara kerja Golongan Prototip Analog utama Obat penting
lain
Kerja langsung Agonis Asetilkolin Muskarin, Karbamolkoli
muskarinik Betanikol, n
Pilokarpin Metakolin
Arekolin
Agonis nikotinik Asetilkolin Nikotin Karbamikolin
Suksinilkolin
Neostigmin
Kerja tidak Penghambat aktif Neostigmin Edrofonium Pridostigmin
langsung kolinesterase Fisostigmin
(reversible) Karbaril

Penghambat Ekotiofat Parathion Isofluorofat


kolinesterase (disopropil
(irreversible) fluorofosfat
DFP)
Malation Diklorvos
Kolinergik lain Metoklopram
id
Sisaprid
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP),
karena melepaskan neuron asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya.
Parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek
yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan
neuron asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan


jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan

berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka

dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan

makalah dalam kesimpulan di atas.


DAFTAR PUSTAKA

Kee J.L, Hayes E.R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.


Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai