Oleh
Kelompok 2:
1. Lina Susianti E1021005
2. Siti Murtasiyah E1021006
3. Hasna Fauzia Akhsani E1021007
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, taufik dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Obat
Adrenergik “ini dengan baik meskipun masih banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan
masukan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan dating,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
dipengaruhi. Grup pertama, obat-obat kolinergik yang bekerja terhadap reseptor
yang diaktifkan oleh asetilkolin. Grup kedua obat-obat adrenergik yang bekerja
terhadap reseptor yang dipacu oleh norepinefrin atau epinefrin. Obat kolinergik dan
adrenergik bekerja dengan memacu dan menyekat neuron dalam system saraf
otonom.
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu
1. Untuk mengetahui pengertian dan kerja obat adrenergik.
2. Untuk dapat mengklasifikasikan obat adrenergik dan mengetahui jenis reseptor
adrenergik.
3. Untuk mengetahui contoh obat adrenergik dan hubungan struktur dan aktivitas
biologisnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Gambar 1. Simpatomimetik yang (A) bekerja langsung, (B) bekerja tidak
langsung (C) bekerja campuran, Kunci: D: obat
simpatomimetik; NE: Norepinefrin
Reseptor adrenergik dibagi pada dua kategori umum: α dan β. Yang masing-
masingnya telah dibagi lebih lanjut menjadi dua subtipe: α1 dan α2, β1 dan β2 dan β3.
Reseptor α telah dibagi lebih lanjut menggunakan teknik kloning molekul menjadi
α1A, α1B, α1D, α2A, α2B, α2C. reseptor ini dihubungkan ke protein-G reseptor
heterotrimerik dengan sub unit α, β, dan γ. Adrenoseptor yang berbeda
dihubungkan melalui protein-G yang spesifik, masing-masing dengan efektor yang
4
unik, tetapi masing-masing menggunakan guanosine trifosfat (GTP) sebagai
kofaktor. α1 berhubungan dengan Gq, yang mengaktifkan fosfolipase, α2
berhubungan dengan Gs, yang mengaktivasi adenilat siklase.
5
1. Reseptor α1
a. Reseptor α2
2. Reseptor β1
Reseptor β1 yang paling penting berlokasi di membran postsinaptik ada
jantung. Stimulasi dari reseptor ini mengaktivasi adenilat siklase, yang
merubah adenosin trifosfat menjadi adenosin siklik monofosfatase dan
6
memulai kaskade kinase fosforilasi. Mulainya kaskade ini mempunyai efek
kronotopik positif (meningkatkan denyut jantung), dromotopik (meningkatkan
konduksi), dan inotropik (meningkatkan kontraktilitas).
3. Reseptor β2
Reseptor β2 berasal dari adrenoreseptor postganglionik yang berlokasi
pada otot polos dan sel kelenjar. Reseptor ini mempunyai cara kerja yang sama
dengan reseptor β1: aktivasi adenilat siklase. Selain persamaan ini, stimulasi β2
merelaksasi otot polos, mengakibatkan bronkodilator, vasodilasi, dan relaksasi
daripada uterus (tokolisis), kandung kemih dan usus. Glikogenolisis, lipolisis,
glukoneogenesis, dan pelepasan insulin distimulasi oleh aktivasi reseptor β2.
Agonis β2 juga mengaktifkan pompa kalium-natrium, yang merubah kalium
intraselular dan dapat membuat hipokalemi dan disritmia.
4. Reseptor β3
β3 reseptor ditemukan di kandung kemih dan dijaringan lemak otak.
Peranannya pada fisiologis kandung kemih belum diketahui, tetapi ada yang
berpendapat bahwa reseptor β3 ini berperan pada lipolisis dan termogenesis
pada lemak coklat.
2.5 Agonis Adrenergik
Agonis adrenergik berinteraksi dengan perubahan tertentu pada
adrenoseptor α dan β. Aktifitas yang tumpang tindih mempengaruhi perkiraan dari
efek klinis. Sebagai contohnya, epinefrin menstimulasi adrenoseptor α1-, α2-, β1-,
β2-.
7
Keterangan: 10, tidak ada efek;+,efek agonis (ringan, sedang, ditandai),?, efek
tidak diketahui; DA1dan DA2, reseptor dopaminergik.
2
efek α1, efek dari epinefrin, norepinefrin, dan dopamine menjadi
lebih lama pada dosis lebih tinggi.
3
mode efek pertama dari efedrin adalah stimulasi tidak langsung.
8
Hipotensi intraoperasi pada pasien ini harus diterapi dengan agonis langsung, agar
responnya terhadap agonis tidak langsung dapat dirubah.
Hal lain yang dapat membedakan adrenergik agonis dari yang lainnya
adalah struktur kimiawinya. Adrenergik agonis memiliki struktur 3,4
dihidroksibenzen yang dikenal sebagai katekolamin. Obat-obatan ini biasanya kerja
pendek karena metabolismenya oleh monoamin oksidase dan katekol-O-
metiltransferase. Pasien yang mendapat inhibitor monoamin oksidase atau
antidepressan trisiklik dapat menunjukkan sebelumya respon yang berlebihan
terhadap katekolamin. Katekolamin yang timbul secara alami adalah epinefrin,
norepinefrin dan dopamine. Perubahan dari struktur rantai-samping (R1, R2, R3) dari
katekolamin yang timbul secara alami telah membawa kepada perubahandari
katekolamin sintetik (mis: isoprotetenol dan dobutamin), yang lebih mengarah
kepada reseptor yang lebih spesifik.
Adrenergik agonis biasanya digunakan pada anestesiologi dibahas secara
tersendiri dibawah. Perhatikan dosis yang direkomendasikan untuk infus
berkesinambungan ditunjukkan dengan µg/kg/min untuk beberapa agen dan µg.min
untuk yang lainnya. Pada kasus yang manapun, rekomendasi ini harus
dipertimbangkan sebagai protokol, yang mana respon individu dapat berbeda-beda.
2.6 Antagonis Adrenergik
Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang
menghambat perangasangan adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya, golongan
obat ini dibagi atas antagonis adrenoseptor dan penghambat saraf adrenergik.
Antagonis adrenergik terikat tetapi tidak mengaktifkan adrenoreseptor.
Mereka beraksi dengan mencegah aktifitas agonis adrenergik. Seperti agonis,
antagonis dibedakan berdasarkan spektrum dari interaksi reseptor.
1. α BLOKER
Terbagi menjadi α bloker non selektif, α1 bloker selektif dan α2 bloker
selektif. α bloker non selektif terbagi lagi menjadi 3 kelompok: derivat
haloalkalamin, derivat imidazolin dan alkaloid ergot.
2. β BLOKER
9
Dikloroisoproterenol adalah β bloker yang pertama ditemukan tetapi
tidak digunakan karena obat ini juga merupakan agonis parsial yang kuat.
Propranolol, yang ditemukan kemudian menjadi prototipe golongan obat ini.
β bloker mempunyai bermacam tingkatan dari selektifitas untuk
reseptor β 2 1. Mereka yang lebih ke reseptor β1 mempunyai pengaruh yang
lebih sedikitpada bronkopulmonal dan reseptor vascular. Secara teoritis, β1
bloker yang selektif akan mempunyai kemampuan efek inhibisi yang lebih
sedikit terhadap reseptor β2. Sehingga obat ini lebih dipilih untuk pasien
dengan penyakit paru obstruksi kronik tau penyakit perifer vaskular. Pasien
dengan penyakit perifer vaskular dapat secara potensial menurunkan aliran
darah jika reseptor β2, yang mendilatasi arteriol, diblok.
β-bloker juga diklasifikasikan oleh jumlah dari aktifitas intrinsik
simpatomimetik (ISA) yang dimiliki. Banyak dari β-bloker mempunyai
bebrapa peningkatan aktifitas agonis; walaupun merekatidak akan
memproduksi efek yang sama seperti agonis yang sepenuhnya, seperti
epinefrin. β-bloker dengan ISA tidak memiliki keuntungan seperti β-bloker
tanpa ISA dalam mengobat pasien yang mempunyai penyakit kardiovaskular.
β-bloker dapat diklasifikasikan lebihlanjut seperti yang dieliminasi pada
metabolisme hepatis (seperti atenolol dan metopronol), yang dikeskresikan
diginjal tidak mengalami perubahan (seperti atenolol), atau mereka yang
dihidrolisa pada pembuluh darah (seperti esmolol).
2.7 Contoh Obat Adrenergik
1. Katekolamin (Simpatomimetik langsung)
Katekolamin adalah senyawa yang mempunyai struktur katekol (suatu
struktur aromatik dengan dua gugus hidroksil) terhubung dengan suatu amina.
Katekolamin adalah struktur kimia dari suatu senyawa (baik endogen maupun
sintetik) yang dapat menghasilkan respon simpatomimetik. Contoh-contoh dari
katekolamin endogen adalah E, NE dan dopamine. Katekolamin sintetik adalah
isoproterenol dan dobutamin. Ada juga nonkatekolamin (contoh fenilefrin,
metaproterenol, dan albuterol) yang merangsang reseptor adrenergic.
Kebanyakan nonkatekolamin mempunyai masa kerja lebih panjang daripada
10
katekolamin endogen atau sintetik. Terminasi kerja katekolamin adalah
ambilan kembali ke dalam ujung saraf dan metabolisme oleh enzim COMT dan
MAO.
11
Gambar 5. S truktur Norepinephrine, dan Epinephrine
12
Obat-obat alfa-2 juga diduga menghasilkan penekanan kardiovaskular dengan
merangsang reseptor alfa-2 pada SSP, sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
Efek samping dan reaksi yang merugikan Efek samping sering timbul
jika dosis obat dinaikkan atau obat bersifat nonselektif. Efek samping yang
sering timbul pada obat-obat adrenergik adalah hipertensi, takikardi, palpitasi,
aritmia, tremor, pusing, kesulitan berkemih, mual dan muntah.
Hubungan struktur dan aktivitas klonidin.
Dilihat dari struktur klonidin, obat ini memiliki substituen lipofilik pada
posisi orto di cincin fenil. Pada cincin aromatiknya disubstitusi oleh atom
halogen yaitu klorida. Adanya gugus orto-klorida dapat memperbaiki aktivitas
dibandingkan gugus orto-metil pada α2-reseptor. Kehadiran gugus amino
membuat cincin imidazolin bagian dari gugus guanidine. Sesungguhnya, akibat
klonidin pKa basa dari gugus guanidine (pKa 13,6) turun menjadi pKa 8,0
karena gugus amino menyerang langsung cincin orto-diklorofenil. Pada pH
psikologi ini, klonidin ada dalam bentuk tak terionkan sehingga klonidin dapat
melewati SSP.
3. Amfetamin (Simpatomimetik tidak langsung)
13
neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin)
dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan,
diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah,
meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan
menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efek-
efek tersebut menjadi berlebihan.
Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi
amfetamin memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain
(waktu paruh amfetamin 10-15 jam) dan durasi yang memberikan efek
euforianya 4-8 kali lebih lama dibandingkan kokain. hal ini disebabkan oleh
stimulator-stimulator tersebut mengaktivasi “reserve powers” yang ada di dalam
tubuh manusia dan ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah,
tubuh memberikan “signal” bahaya tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu
lagi.
Hubungan struktur dan aktivitas amfetamin.
a. Tidak mempunyai gugus hidroksi fenolat pd posisi 3 dan 4. Hal ini dapat
meningkatkan absorpsi obat pada pemberian secara oral dan meningkatkan
penetrasi obat.
b. Tidak mempunyai gugus β-hidroksi alkohol, sehingga obat bersifat kurang
polar dan lebih mudah menembus sawar darah otak dan menunjukkan efek
rangsangan sistem saraf lebih besar.
c. Adanya gugus amina juga penting terutama untuk aktivitas α-adrenergik,
karena dalam entuk kationik dapat berinteraksi dengan gugus fosfat reseptor
yang bersifat anionik.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Adrenergic adalah zat-zat yang dapt menimbulkan (Sebagian) efek yang sama
dengan stimulasi susunan simpaticus (SS) dan melepaskan noradrenalin (NA)
di ujung- ujung sarafnya. Kerja obat adrenergic dapt dikelompokkan dalam 7
jenis: 1. Perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan
mukosa, dan terhadap kelenjar liur dan keringat, 2. Penghambatan perifer
terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka, 3.
Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi, 4. Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernafasan,
peningkatan kewaspadaan, aktifitas psikomotor, pengurangan nafsu makan, 5.
Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis
lemak dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, 6. Efek endokrin,
misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon hipofisis, 7. Efek
prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan
neurotransmitter NE dan Ach.
2. Golongan obat adrenergic disebut juga obat simpatomimetik yang dibagi
menjadi 3 bagian yaitu yang bekerja langsung, yang langsung merangsang
reseptor adrenergic (contoh epinefrin atau norepinefrin), bekerja tidak
langsung, yang merangsang pelepasan norepinefrin dari ujung saraf terminal
(contoh, amfetamin), yang bekerja campuran (baik langsung maupun tidak
langsung), yang merangsang reseptor adrenergic dan merangsang pelepasan
norepinefrin dari ujung saraf terminal. Reseptor adrenergik dibagi pada dua
kategori umum: reseptor α dan reseptor β.
15
3. Obat adrenergic yang juga dikenal sebagai aminsimpatomimetik mempunyai
struktur dasar beta – feniletilamin yang terdiri dari cincin benzen dan rantai
samping etilamin. Subtitusi dapat dilakukan pada cincin benzen maupun pada
atom C-alfa, atom C-beta dan gugus amino dari etilamin.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Farmakologi Universitas Indonesia. 1995. Farmakologi dan terapi, 4th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Indijah, Sujatti Woro., dan Fajri Purnama. 2016. Farmakologi. Jakarta: Kemenkes RI.
Moffat, Anthony C., Osselton, dan Brian Widdo. 2004. Clarke’s Analysis of Drugs and
Poisons Third Edition. United State: Pharmaceutical Press.
Morgan G. Edward,Jr, MD. 2006. Clinical Anesthesiolgy, 4th ed. New York: The Mc
Graw-Hill.
16