Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NEUROGENIC BLADDER

Dosen Pengampu :

Bu Ika Ainnur M.Kep,Sp,KMB

Kelompok 5

Nama Kelompok :

1.Siti Mariatul M (202101008)

2. Andini Dwi R (202101020)

3. Alvinatur Roikhah (202101021)

4. Azizah Kusuma (202101029)

5. Rizky Fildayati (202101033)

6. Saferatul Jannah (202101037)

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Asuhan Keperawatan
Neurogenic Bladder. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini,

Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Ika Ainnur M.Kep,Sp,KMB
yang telah memberikan tugas untuk membuat makalah ini dan memberikan bimbingan serta
pengarahan dalam proses pembuatannya. Terlepas dari itu kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik segi sunsunan kalimat maupun tata bahasanya, saya juga menyadari
bahwa makalah saya jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
Askep ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca. Terima kasih.

Wassamualaikum Wr.Wb.

2
DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Tujuan Umum................................................................................................................1
1.3 Tujuan Khusus...............................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..........................................................................................................................3
2.1 Definisi..........................................................................................................................3
2.2 Etologi...........................................................................................................................3
2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan...................................................................3
2.4 Patofosiologi Neurogenic Bladder................................................................................6
2.5 Klasifikasi Neurogenic Bladder....................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis Neurogenic Bladder........................................................................8
2.7 Pemeriksaan Diagnostic Neurogenic Bladder...............................................................9
2.8 Manajemen Neurogenic Bladder...................................................................................9
2.9 Prognosis Neurogenic Bladder....................................................................................11
BAB III..........................................................................................................................................14
KASUS.......................................................................................................................................14
3.1 Pengkajian...................................................................................................................14
3.2 Analisa Data................................................................................................................18
3.3 Diagnosa......................................................................................................................20
3.4 Rencana Keperawatan.................................................................................................21
BAB IV..........................................................................................................................................25
PENUTUP.....................................................................................................................................25
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................26

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Neurogenic bladder adalah suatu gangguan pada lower urinary tract yang
disebabkan oleh kerusakan pada sistem saraf yang dapat terjadi akibat trauma, infeksi
atau kongenital. Di Amerika Serikat, kasus neurogenic bladder ditemukan pada 40-90%
pasien dengan multiple sclerosis, 37-72% dengan penyakit Parkinson, 15% dengan
stroke, 70-80% dengan spinal cord injury, 40% pada anak usia 5 tahun dengan spina
bifida, dan 60,9% pada remaja dengan spina bifida. Penyebab umum lainnya dapat
ditemukan diabetes melitus dengan neuropati otonom, gejala sisa operasi punggung,
cauda equina syndrome karena tulang belakang lumbal yang patologi (Ginsberg, 2013).
Pasien yang mengalami neurogenic bladder memiliki risiko dan insiden yang tinggi untuk
mengalami infeksi jalur urin maupun obstruksi dinding luar kandung kemih. Apabila
tidak ditangani dengan optimal, pasien dengan neurogenic bladder berisiko mengalami
sepsis dan gagal ginjal. Selain itu, pasien juga dapat mengalami inkontinensia urin yang
akan memberi dampak negatif pada kualitas hidupnya karena rasa malu, depresi, dan
terjadinya isolasi sosial (Dorsher & McIntosh 2012). Mengingat tingginya morbiditas
neurogenic bladder, oleh karena itu topik mengenai neurogenic bladder ini penting untuk
dibahas dalam student project kali ini, agar dampak negatif yang ditimbulkan dapat
diantisipasi dengan diagnosis serta penatalaksanaan yang tepat. Adapun dalam student
project ini akan dibahas mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi
klinis, diagnosis, manajemen, dan prognosis neurogenic bladder.

1.2 Tujuan Umum


Tujuan umum penulisan makalah ilmiah ini adalah memberikan gambaran mengenai
penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Neurogenic Bladder

1.3 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penulisan makalah ilmiah ini adalah agar dapat menggambarkan
tentang:

4
a. Konsep dasar Neurogenic Bladder pada pasien Neurogenic Bladder
b. Perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Neurogenic Bladder
c. Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan Neurogenic Bladde

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Neurogenic bladder adalah suatu disfungsi kandung kemih akibat kerusakan sistem saraf
pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian berkemih. Keadaan ini bisa berupa
kandung kemih tidak mampu berkontraksi dengan baik untuk miksi (underactivebladder )
maupun kandung kemih terlalu aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih berdasar
refleks yang tak terkendali (overactive bladder ) (Rackley, 2009; Waxman, 2010).

2.2 Etologi
(Ropper and Brown, 2005)

a. Kelainan pada sistem saraf pusat :


1. Alzheimer’s disease
2. Meningomielocele
3. Tumor otak atau medulla spinalis
4. Multiple sclerosis
5. Parkinson disease
6. Cedera medulla spinalis
7. Pemulihan stroke
b. Kelainan pada sistem saraf tepi :
1. Neuropati alkoholik
2. Diabetes neuropati
3. Kerusakan saraf akibat operasi pelvis
4. Kerusakan saraf dari herniasi diskus
5. Defisiensi vitamin B12

2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan


a. Neuroanatomi Traktus Urinarius

Serabut saraf eferen simpatis ke kandung kemih dan uretra berasal dari the
intermediolateral gray column dari segmen T10-L2 ke ganglia paravertebral simpatis

6
lumbal serabut postganglion di nervus hipogastrikus untuk bersinaps di reseptor alfa dan
beta adrenergik pada kandung kemih dan uretra. Neurotransmiter postganglion utama
untuk sistem simpatis adalah norepinefrin.

Eferen simpatis menstimulasi fasilitasi penyimpanan kandung kemih. Reseptor


beta adrenergik mempersarafi fundus kandung kemih. Stimulasi reseptor ini
menyebabkan relaksasi otot polos sehingga dinding kandung kemih berelaksasi. Reseptor
alfa adrenergik mempersarafi sfingter interna dan uretra posterior. Stimulasi pada
reseptor ini menyebabkan kontraksi otot polos pada sfingter interna dan uretra posterior,
meningkatkan resistensi saluran keluar dari kandung kemih dan uretra posterior. Hal ini
bertujuan agar tidak terjadi kebocoran selama fase pengisian urin.

Eferen parasimpatik (motorik) berasal dari medulla spinalis di S2-S4 ke nervus


pelvikus dan memberikan inervasi ke otot detrusor kandung kemih. Reseptor
parasimpatik kandung kemih disebut kolinergik karena neurotransmiter postganglion
utamanya adalah asetilkolin. Reseptor ini terdistribusi di seluruh kandung kemih. Peranan
sistem parasimpatik pada proses berkemih berupa kontraksi otot detrusor kandung kemih.
Serabut saraf somatik berasal dari nukleus Onuf yang berada di kornu anterior medula
spinalis S2-S4 yang dibawa oleh nervus pudendus dan menginervasi otot skeletal sfingter
uretra eksterna dan otot-otot dasar panggul.

Perintah dari korteks serebri secara disadari menyebabkan terbukanya sfingter


uretra eksterna pada saat berkemih. Sistem aferen (sensoris) berasal dari otot detrusor,
sfingter uretra dan anal eksterna, perineum dan genitalia, melalui n.pelvikus dan
n.pudendus ke conus medullaris; dan melalui n.hipogastrikus ke medula spinalis
thoracolumbal. Aferen ini terdiri atas dua tipe: A-delta (small myelinated A-delta) dan
serabut C (unmyelinated C fibers). Serabut A-delta berespon pada distensi kandung
kemih dan esensial untuk berkemih normal. Serabut C atau silent C-fibers tidak berespon
terhadap distensi kandung kemih dan tidak penting untuk berkemih normal. The silent C
fibers memperlihatkan firing spontan ketika diaktifkan secara kimia atau iritasi
temperatur dingin pada dinding kandung kemih. Serabut C berespon terhadap distensi
dan stimulasi kontraksi kandung kemih involunter pada hewan dengan CMS suprasakral.

7
Fasilitasi dan inhibisi berkemih berada di bawah 3 pusat utama yaitu pusat
berkemih sakral (the sacral micturition center), pusat berkemih pons (the pontine
micturition center), dan korteks serebral. Pusat berkemih sakral pada S2-S4 merupakan
pusat refleks dimana impuls eferen parasimpatik ke kandung kemih menyebabkan
kontraksi kandung kemih dan impuls aferen ke sacral micturition center menyediakan
umpan balik terhadap penuhnya kandung kemih. The pontine micturition center terutama
bertanggung jawab terhadap koordinasi relaksasi sfingter ketika kandung kemih
berkontraksi. CMS suprasakral menyebabkan gangguan sinyal dari pontine micturition
center, sehingga terjadi dissinergi detrusor sfingter. Efek korteks serebral menginhibisi
sacral micturition center. Karena CMS suprasakral juga mengganggu impuls inhibisi dari
korteks serebral, sehingga CMS suprasakral seringkali memilki kapasitas kandung kemih
yang kecil dengan kontraksi kandung kemih involunter (Tortora & Derrickson 2014)

b. Fisiologi Proses Miksi (Rangsangan Berkemih)

Distensi kandung kemih oleh urin dengan jumlah kurang lebih 250 cc akan merangsang
reseptor tekanan yang terdapat pada dinding kandung kemih. Akibatnya akan terjadi refleks
kontraksi dinding kandung kemih oleh otot detrusor, pada saat yang sama terjadi relaksasi
sfingter internus, diikuti oleh relaksasi sfingter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan
kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi sfingter interus
dihantarkan melalui serabut-serabut parasimpatik. Kontraksi sfingter eksternus secara volunter
bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. Kontrol volunter ini hanya dapat terjadi
bila saraf-saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.

Bila terjadi kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin
(kencing keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi urin (kencing tertahan). Persarafan dan
peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan
otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna
(Guyton & Hall 2013).

8
2.4 Patofosiologi Neurogenic Bladder
Pada disfungsi uninhibited neurogenic bladder, terjadi lesi otak di atas pusat mikturisi
pontin sehingga terjadi penurunan kesadaran dari penuhnya kandung kemih dan kapasitas
kandung kemih yang rendah. Karena pusat mikturisi pontin intak, tonus detrusor dan sfingter
tetap terjaga sehingga tidak ada tekanan kandung kemih tinggi yang dapat memicu kerusakan
saluran urin bagian atas.

Disfungsi upper motor neuron neurogenic bladder ditandai dengan adanya dissinergi
detrusor-sfingter, dimana kontraksi destrusor dan sfingter menimbulkan tekanan tinggi pada
kandung kemih. Tekanan ini dapat mengakibatkan refluks vesikoureteral yang dapat
mengakibatkan kerusakan ginjal. Lesi pada medulla spinalis dapat mengakibatkan spastik pada
kandung kemih dan sfingter, terutama jika lesi berada di atas T10 (di atas system saraf simpatetik
untuk kandung kemih). Kapasitas kandung kemih biasanya berkurang karena tingginya tonus
detrusor (overaktivitas detrusor).

Studi pada hewan menunjukkan overaktivitas detrusor pada neurogenic bladder dapat
terjadi karena aktivasi reseptor prejunction M1 yang memfasilitasi pelepasan asetilkolin,
sehingga terjadi pelepasan neutrotransmiter berlebih.. Ketika tekanan detrusor melebihi tekanan
sfingter internal/eksternal pada uretra proksimal, inkontinensia urin akan terjadi.

Pada mixed type A neurogenic, kerusakan pada nukleus detrusor akan mengakibatkan
flaccid detrusor (detrusor areflexia), sedangkan nukleus pudendal yang masih intak akan
menyebabkan hipertoni dari externar sfingter. Kandung kemih menjadi besar dan memiliki

9
tekanan yang rendah, sehingga akan terjadi retensi urin. Karena tekanan detrusor rendah, maka
tidak terjadi kerusakan saluran urin bagian atas dan inkontinensia jarang terjadi.

Mixed type B neurogenic bladder ditandai oleh sfingter eksternal yang flaccid karena
lesi nucleus pudendal, sedangkan kandung kemih akan menjadi spastik karena nucleus detrusor
yang tidak terhambat. Kapasitas kandung kemih akan menjadi rendah, tetapi tekanan vesikuler
tidak meningkat, sehingga karena ada sedikit tahanan pengeluaran urin akan menyebabkan
inkontinensi.

Pada lower motor neuron neurogenic bladder, kerusakan terjadi pada pusat mikturisi
maupun saraf tepi sedangkan sistem saraf simpatetik pada sistem urin masih intak. Kapasitas
kandung kemih besar sedangkan tonus detrusor rendah (detrusor areflexia) dan inervasi sfingter
internal intak. Meskipun tekanan detrusor rendah, inkontinesia urin dan infeksi saluran urin
jarang terjadi (Dorsher & McIntosh 2012).

2.5 Klasifikasi Neurogenic Bladder


Beberapa klasifikasi digunakan untuk mengelompokkan jenis-jenis dari neurogenic
bladder, masing-masing tipe memiliki potensi kegunaan klinis tersendiri. Klasifikasi dapat
berdasarkan penemuan urodinamik, kriteria neurologi atau fungsi saluran kemih bawah
(Ginsberg, 2013). Klasifikasi berdasarkan tipe kerusakan membagi neurogenic baldder menjadi
(Merk Sharp & Dohme Corporation 2016) :

10
A. Neurogenic Bladder Tipe Flaksid
Kerusakan terjadi pada saraf tepi atau medula spinalis yaitu pada level S2S4 yang
mengakibatkan hilangnya kontraksi otot detrusor. Hal ini menyebabkan tekanan menjadi
rendah walaupun volume urin banyak. Setelah kerusakan akut, flaksid inisial dapat
diikuti dengan flaksid berkepanjangan atau spastik.
B. Neurogenic Bladder Tipe Spastik
Kerusakan terjadi pada otak dan medula spinalis diatas level T12. Hal ini menyebabkan
kontraksi involunter kandung kemih yang diikuti dengan kehilangan koordinasi akibat
dissinergi sfingter-detrusor. Kontraksi kandung kemih akan memicu pengeluaran urin
walaupun volume urin masih sedikit.
C. Neurogenic Bladder Tipe Campuran
Disebabkan oleh banyak gangguan seperti sifilis, diabetes militus, tumor otak atau
medulla spinalis, stroke, intervertebral disc rupture, dan gangguan degeneratif (multiple
sclerosis, amytrophic lateral sclerosis).

2.6 Manifestasi Klinis Neurogenic Bladder


Gejalanya bervariasi berdasarkan apakah kandung kemih menjadi kurang aktif atau
overaktif.Suatu kandung kemih yang kurang aktif biasanya tidak kosong dan meregang sampai
menjadi sangat besar.

Gejala-gejala disfungsi Neurogenik bladder terdiri dari urgensi, frekuensi, retensi dan
inkontinens. Hiperrefleksi detrusor merupakan keadaan yang mendasari timbulnya
frekuensi,urgensi dan inkontinens sehingga kurang dapat menilai lokasi kerusakan (localising
value )karena hiperrefleksia detrusor dapat timbul baik akibat kerusakan jaras dari suprapons
maupun suprasakral.

Retensi urine dapat timbul sebagai akibat berbagai keadaan patologis.Pada pria adalah
penting untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan urologis sepertihipertrofi prostat atau
striktur. Pada penderita dengan lesi neurologis antara pons dan medullaspinalis bagian sakral,
DDS dapat menimbulkan berbagai derajat retensi meskipun pada umumnya hiperrefleksia
detrusor yang lebih sering timbul. Retensi dapat juga timbul akibatgangguan kontraksi detrusor
seperti pada lesi LMN. Retensi juga dapat timbul akibat kegagalan untuk memulai refleks niksi

11
seperti pada lesi susunan saraf pusat. Meskipun hanyasedikit kasus dari lesi frontal dapat
menimbulkan retensi, lesi pada pons juga dapat menimbulkan gejala serupa.

Inkontenensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan
suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jarassensorik masih utuh, akan
timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahansfingter yang dapat
bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang
mengakibatkan retensi kronik dengan overflow

2.7 Pemeriksaan Diagnostic Neurogenic Bladder


1. Voiding cystourethrography: mengevaluasi fungsi leher kandung kemih, refluks
vesikoureter profidan kontinensia
2. Pemeriksaan urodinamika: terdiri dari sistometri, uroflometri, profil tekanan uretra dan
elektromielografi sfingter; mengevaluasi kerja kandung kemih untuk penyimpanan urine,
pengosongan kandung kemih dan kecepatan aliran urine keluar dari kandung kemih pada
saat buang air kecil.
3. Retrograde urethrography: mengungkapkan keberadaan striktur dan divertikulum;
berkurang atau terganggunya aliran urin.

2.8 Manajemen Neurogenic Bladder


Secara umum, terapi non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien neurogenic
bladder adalah perubahan gaya hidup. Perawatan ini adalah suatu perubahan yang pasien dapat
lakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengontrol gejala. Perubahan gaya hidup meliputi :

 Bladder diary : rekomendasi total asupan cairan dan formasi urin per hari sekitar
1.800 ml dan 1.600 ml. Hal ini dapat dilakukan dengan cara minum 400 ml pada
setiap makan dan tambahan 200 ml pada pukul 10.00 pagi, 02.00 siang, dan 04.00
sore (Dorsher & McIntosh 2012; Li & Oh 2012).
 Diet : mempertahankan berat badan ideal dan membatasi asupan makanan
maupun minuman yang dapat mengiritasi kandung kemih dapat membantu (Liao,
2015)

Terapi neurogenic bladder dapat diterapkan berdasarkan klasikifasi tipe kerusakan dan gejala
yang ditimbulkan yaitu :

12
a) Neurogenic Bladder Tipe Flaksid
Gejala yang di timbulkan pada kerusakan tipe flaksid ialah kehilangan kontraksi otot
detrusor. Pengobatan yang dapat diberikan yaitu kateterisasi interminten. Intervensi ini
diberikan pada pasien jika hasil USG menunjukan adanya volume residu urine sebanyak
100 ml, atau lebih dari sepertiga kapasitas kandung kemih pasien. Jadwal kateterisasi
dimulai segera sesaat bangun di pagi hari, setiap 3-4 jam sepanjang hari, dan saat
sebelum tidur (Liao, 2015).
b) Neurogenic Bladder Tipe Spastik
Tipe kerusakan yang ditimbulkan dapat menyebabkan kontraksi involunter kandung
kemih yang diikuti dengan kehilangan koordinasi akibat dissinergi sfingter-detrusor.
Pengobatan dengan antimuskarinik dapat menurunkan reflex involunter aktivitas
detrusor. Antimuscarinik : oxybutynin merupakan pilihan obat pertama untuk pengobatan
bladder detrusor overactivity. Sediaan berupa oral, transdermal, dan topikal gel (Dorsher
& McIntosh 2012). Untuk lansia, dosis awal 2,5-5 mg, 2x/hari dapat ditingkatkan sampai
5 mg. Anak-anak di atas 5 tahun, adanya ketidakstabilan kandung kemih neurogenik, 2,5
mg 2x/hari dapat ditingkatkan sampai 5 mg 2x/hari, maksimal 5 mg, 3x/hari. (Cameron,
2016). Efek samping yang ditimbulkan seperti mulut kering, bingung, dan mata kering.
Terapi lain seperti alpha-2 adrenergic agonis dapat digunakan pada disfungsi kandung
kemih neurogenik ketika sfingter mengalami spastik dan terjadi dissinergi pada saraf
motorik atas (Dorsher & McIntosh 2012). Selain pengobatan diatas, adapula pengobatan
non farmakologis yaitu bladder retraining. Pasien dapat memulai dengan menetapkan
interval waktu selama 15 menit lebih lama dari interval waktu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Jika pasien merasakan dorongan untuk berkemih sebelum tambahan 15
menit maka alihkan perhatian dengan cara kontraksikan otot panggul. Kontaksi ini
dikenal sebagai latihan Kegel (Liao, 2015).
c) Neurogenic Bladder Tipe Campuran
Tipe kerusakan campuran dapat disebabkan oleh banyak gangguan, salah satunya trauma
pada medula spinalis. Terapi yang dapat digunakan ialah clonidine dan tizanidine yang
termasuk golongan alpha-2 agonis. Efek samping yang ditimbulkan seperti kelelahan,
pusing, dan mulut kering (Dorsher & McIntosh 2012). Terapi obat lainnya seperti
urecholine dapat mendorong kontraksi detrusor pada tipe campuran atau pada saraf

13
motorik bawah. Urecholine dapat diberikan pada pasien dengan asma, penyakit paru
kronik obstruktif, hipertiroid, obstruksi jalur kemih, dan penyakit arteri koronari atau
Parkinson. Efek samping yang di timbulkan seperti hipotensi, bradikardi,
bronkokontraksi, mual/muntal, serta diare.

Pembedahan merupakan alternatif terakhir. Terapi pembedahan yang dapat dilakukan adalah
sistoplasti augmentasi, miomektomi detrusor/ autoaugmentasi, dan diversi urin (Myers, et al.,
2016)

2.9 Prognosis Neurogenic Bladder


Prognosis dari pasien neurogenic bladder cenderung baik karena adanya alat medis yang modern,
staff medis terlatih, dan kemajuan dalam pengetahuan medis. Jika tidak ditangani dengan baik,
neurogenic bladder dapat menimbulkan (Clarck & Welk 2016) :

1) Disfungsi Permanen
Dengan adanya dari disfungsi secara permanen maka prognosis dari pasien cenderung
buruk
2) Kerusakan Ginjal
Pasien dengan neurogenic bladder yang sudah mengalami kerusakan pada kedua ginjal
memiliki prognosis yang cenderung buruk.
3) Kerusakan pada Dinding Uretra
Pasien dengan neurogenic bladder namun mengalami kerusakan pada dinding uretra
memiliki prognosis yang cenderung.

14
15
Kelainan serebral (stroke, Penyakit/trauma : spinal cord Gangguan metabolik:
tumor otak, Parkinson, injury, multiple sclerosis, Penyakit infeksi : mialitis hipotiroidisme, Diabetes
hidrosefalus, cerebral myelonemingocele, spina transversal,herpes zooster mellitus, AIDS
palsy, shy dragger) bifida

Lesi upper motor neuron


Lesi otak/supra (diatas T12-L1) Lesi pada sacral S2-S4 Peripheral
pubis Lesi Lower Motor
neuron (T12-L1) neurophaty
kandung kemih
Disnergia destrussor dan
Hilangnya kotrol sfingter Dono S2-S4 (the
Ventral S2-S4 (the
ekskresi keseluruhan missed Type B)
missed Type A) Terdapat sesnsai
berkemih akan tetapi MK : RETENSI
Kontraksi bersamaan
Hiperrefleksi Kelumpuhan fungsi volunter URINE
antara sfingter eksternal Kelumpuhan
otot destruser Sensorik menghilang
& otot destrussor Motorik

Pengosongan KK Memiliki sensasi Klien tidak memiliki


kemih terlalu cepat Miksi terlambat
berkemih tetapi sensasi berkemih
tidak dapat akan tetapi reflek
mengeluarkannya motoriknya masih
Pengosongan KK Tekanan intravesikal ↑ bagus
kemih terlalu cepat
MK : RETENSI
Sensasi berkemih ada Mengeluarkan urine
Urine keluar sedikit URINE
tapi urine yang tanpa di dahului rasa
keluar sebelum
dikeluarkan sedikit berkemih
mencapai kamar mandi
Volume residu
urine ↑ MK :
MK : MK : RETENSI
INKONTINENSIA
INKONTINENSIA URINE
MK : URINE
URGENSI
INKONTINENSIA
Distensi OVERFLOW
Berkemih di situasi Abdomen
yang tidak tepat
NEUROGENIK
16 BLADDER
MK : HARGA DIRI
RENDAH
MK : NYERI AKUT MK : RESIKO
Pemasangan kateter INFEKSI
17
BAB III
KASUS

Ny. W usia 50 tahun dengan BB 60 kg datang ke Rumah Sakit Airlangga pada tanggal 3 Maret
2014 pukul 08.00 WIB. Ny A mengeluhkan sejak peristiwa setelah jatuh dari pohon jambu
merasa sakit di daerah suprapubik, jika ditekan seperti tertusuk-tusuk ketika kencing. Ny A
sering mengeluhkan ingin berkemih tetapi keluar dengan jumlah sedikit-sedikit dan Ny A juga
mengatakan sering terbangun di malam hari karena merasa ingin buar air kecil dan terkadang
juga kencingnya menetes dengan sendirinya sehingga dia memakai popok, tampak kantung mata
menghitam, pasien tampak menghindari pusat nyeri, pasien terlihat gelisah dengan rasa sakitnya,
bising usus : 10x/menit. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dari simpisis pubis ke umbilicus
dihasilkan bladder terpalpasi dan suara perkusi dullness. Hasil dari pemeriksaan radiologi ny. A
mengalami spinal cord injury pada sacrum 2 dan hasil USG menunjukan adanya distensi bladder.
Pemeriksaan TTV pasien menunjukkan suhu 38 ºC, RR= 22x/menit, TD = 110/70, Nadi :
110x/menit, Jumlah urine kateter : 400ml/hari. Dari hasil laboratorium urin belum menunjukkan
adanya tanda-tanda infeksi, pH urin 6; RBCs (Red Blood Cells) 3; WBCs (White Blood Cells) 3.

3.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama: Ny. A b
Jenis Kelamin: Perempuan
Umur: 50 tahun
Agama: Islam
Pendidikan: SMP
Pekerjaan: Petani
Alamat: Gresik
Tanggal Masuk: 3 Maret 2014
Jam: 14.00 WIB
b. Riwayat Kesehatan
Alasan Masuk RS

18
Semenjak terjatuh ketika memanjat pohon jambu Ny. A merasa ada gangguan pada
saat berkemih. Kandung kemih penuh, sering berkemih tapi jumlah urinnya sedikit,
terasa nyeri saat di tekan di daerah kandung kemihnya.
Keluhan Utama
Ingin sekali BAK tapi tidak bisa tuntas dalam berkemih dan merasa nyeri di perut
bagian bawah ketika kencing .
Riwayat penyakit sekarang
Neurogenic Bladder karena injuri pada sakrum .
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal seperti pasien
c. Pemeriksaan fisik
B1 (breathing)
DS :
Pasien mengatakan tidak merasa sesak pada pernafasannya
DO :
1) Inpeksi : Secret(-) , Pernafasan cuping hidung (-), sianosis (-), sesak/takipnea
(-) retraksi otot bantu napas (-).
Pola nafas Norml, RR = 20X/menit.
2) Perkusi : Terdengar Hipersonor (-)
3) Palpasi : Vocal fermitus Normal
4) Auskultasi : Terdapat suara nafas tambahan (-).

B2 (blood)
DS :
Pasien megatakan badannya agak terasa panas
DO:
1) Inpeksi : TD: 110/70 mmHg, N: 92x/menit, S: 38,0’C. Retraksi dda (-)
2) Perkusi : Tidak Dikaji
3) Palpasi : -

19
4) Auskultasi : Suara Jantung sonor (+), suara tabahan (-)
B3 (brain)
DS :
Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah
DO :
1) Inpeksi :Penglihatan normal(+) , pupil isokor(+) . GCS : 456
2) Perkusi : Tidak Dikaji
3) Palpasi : Tidak Dikaji
4) Auskultasi : Tidak Dikaji
B4 (bladder)
DS : Klien megtakan nyeri pada saat BAK di area perut bagian dalam jumlah yang
sedikit dengan interval yang sering, px mengatakan sering terbangun karena kencing
di malam hari dan urine nya sering menetes dengan sedirinya.
DO :
1) Inpeksi : Warna urine kuning, Bau Khas, Volume urine (400ml/hari).
2) Perkusi : Suara Dulness
3) Palpasi :
P : nyeri kandung kemih
Q : di tusuk tusuk
R : di kandung kemih
S:7
T : ketika ditekan
4) Auskultasi : Tidak Dikaji
B5 (bowel)
DS :
Pasien mengatakan tidak menglami penurunan nafsu makan
DO :
1) Inpeksi : Anoreksia (-) Berat badan turun (-).
2) Perkusi : Tidak Dikaji

20
3) Palpasi : Kondisi abdomen, nyeri tekan pada perut bagian bawah
(+),Hepatomegali (-) , splenomegaly (-), dan kram abdomen/abdomens (tidak
teraba)
4) Auskultasi :Bisisng usus : 10x/menit

B6 (bone)
DS :
Pasien mengatakan tubuhnya tidak ada luka-luka dan bisa ke kamar mandi sendiri.
DO :
1) Inpeksi : Pembengkakan pada sendi (-) Adanya Luka (-) Kulit Kering(-)
2) Perkusi : Edema pada ekstermitas (-)
3) Palpasi : kekuatan otot
5 5

4 4

4) Auskultasi : Tidak Dikaji


d. Data penunjang
USG : distensi bladder; MRI: injuri spinal cord
e. Pemeriksaan Laboratorium
pH urin 6.
RBCs (Red Blood Cells) 3.
WBCs (White Blood Cells) 3.
Nilai normal (Morton & Fontaine, 2013) :
pH = 4,5-7,5.
RBCs = 0-3
WBCs = 0-4

21
3.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
Data Subjektif : Penyakit/trauma : spinal Retensi Urine
Pasien mengatakan ingin cord injury, multiple
sekali berkencing tapi sclerosis,
keluarnya cuman sedikit myelonemingocele, spina
Pasien mengatakan sering bifida
mengompol tapi kelurnya
cuman sedikit Lesi upper motor neuron
Data Objektif : (diatas T12-L1)
Tampak meringis menahan
nyeri pada saat BAK Disnergia destrussor dan

(Disuria) sfingter

Pasien tampak tiba-tiba


ingin berkemih namun Kontraksi bersamaan

keluarnya sedikit antara sfingter eksternal &

Residu Urine= 400ml/24 otot destrussor

jam.
Miksi terlambat

Tekanan intravesikal ↑

Sensasi berkemih ada tapi


urine yang dikeluarkan
sedikit

MK : RETENSI URINE

22
Data Subjektif: Penyakit/trauma : spinal Nyeri Akut
Klien megtakan nyeri pada cord injury, multiple
saat BAK di area perut sclerosis,
bagian dalam jumlah yang myelonemingocele, spina
sedikit dengan interval bifida
yang sering, px mengatakan
sering terbangun karena Lesi upper motor neuron
kencing di malam hari dan (diatas T12-L1)
urine nya sering menetes
dengan sedirinya. Disnergia destrussor dan

Data Objektif : sfingter

Distensi abdomen, suara


dullness di suprapubic, Kontraksi bersamaan

tampak meringis, pasien antara sfingter eksternal &

tampak kantung mata otot destrussor

menghitam, pasien tampak


Miksi terlambat
gelisah, pasien berhati-hati
pada lokasi nyeri.
Tekanan intravesikal ↑
P : nyeri kandung kemih
Q : di tusuk tusuk
Sensasi berkemih ada tapi
R : di kandung kemih
urine yang dikeluarkan
S:7
sedikit
T : ketika ditekan
N : 110 x/menit
MK : RETENSI URINE

Distensi Abdomen

MK : NYERI AKUT

Data Subjektif : Ventral S2-S4 (the missed Inkontinensia Urine

23
Ny A sering mengeluhkan Type A) Berlebih
ingin berkemih tetapi
keluar dengan jumlah Kelumpuhan Motorik
sedikit-sedikit
Ny A mengatakan sering Memiliki sensasi berkemih

terbangun di malam hari tetapi tidak dapat

karena merasa ingin buar mengeluarkannya

air kecil
Data Objektif :
MK : RETENSI URINE
- Px sedikit berkemih
- Residu Urine :
400ml/hari
Volume residu urine
meningkat

Inkontensia everlow

3.3 Diagnosa
a. Retensi Urin berhubungan dengan disfungsi neurologis (trauma) dibuktikan dengan
DS : Pasien mengatakan ingin sekali berkencing tapi keluarnya cuman sedikit, Pasien
mengatakan sering mengompol tapi kelurnya cuman sedikit.
DO :
Tampak meringis menahan nyeri pada saat BAK (Disuria), Pasien tampak tiba-tiba
ingin berkemih namun keluarnya sedikit
Residu Urine= 400ml/24 jam
b. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik mis. Trauma
c. Inkontensia urin berlebih b.d Obstruksi Jalan Keluar Urine (efek agen farmakologis)

3.4 Rencana Keperawatan


No Diagnosis Tujuan dan kriteria Intervensi

24
. Keperawatan hasil
1. Retensi Urin b.d Eliminasi Urine Observasi :
disfungsi neurologis 1. Periksa kondisi pasien (mis:
Setelah dilakukan
kesadaran, tanda-tanda vital, daerah
tindakan keperawatan
perineal, distensi kandung kemih,
selama 3x24 jam masalah
inkontinensia urin, refleks berkemih)
eliminasi urine
Terapeutik :
diharapakan membaik
1. Siapkan peralatan, bahan-bahan,
dengan kriteria hasil:
dan ruangan Tindakan
2. Siapkan pasien: bebaskan pakaian
 Sensasi
bawah dan posisikan dorsal
berkemih
rekumben (untuk Wanita) dan supine
meningkat
(untuk laki-laki)
 Desakan
3. Pasang sarung tangan
berkemih
4. Bersihkan daerah perineal atau
(urgensi)
preposium dengan cairan NaCl atau
menurun
aquades
 Distensi
5. Lakukan insersi kateter urin
kandung kemih
dengan menerapkan prinsip aseptic
menurun
Sambungkan kateter urin dengan urin
 Berkemih tidak
bag
tuntas
6. Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai
(hesitancy)
anjuran pabrik
menurun
7. Fiksasi selang kateter diatas
 Volume residu
simpisis atau di paha
urine menurun
8. Pastikan urin bag ditempatkan
 Urin menetes
lebih rendah dari kandung kemih
(dribbling)
9. Berikan label waktu pemasangan
menurun
Edukasi :
 Mengompol
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
menurun
pemasangan kateter urin
 Disuria

25
menurun 2. Anjurkan menarik napas saat
 Frekuensi insersi selang kateter
BAK membaik

2. Nyeri Akut b.d agen Tingkat Nyeri Observasi :


pencedera fisik mis. Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
Trauma Tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
selama 3x24 jam masalah frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri akut diharapakan nyeri.
menurun dan teratasi 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : 3. Identifikasi respon nyeri non
- Keluhan nyeri verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
- Meringis menurun memperberat dan
- Sikap protektif meringankan nyeri
menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
- Kesulitan Tidur keyakinan tentang
menurun Terapeutik :
1.Berikan Teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis, akupresur,
dll)
2.Kontrol lingkungan
3.Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
4.Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
5.Monitor efek samping
penggunaan analgetic
Edukasi :
1.Jelaskan penyebab, periode, dan

26
pemicu nyeri
2.Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4.kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,pencahayaan,kebisingan)
5.Fasilitasi istirahat dan tidur
6.Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.

3. Inkontinensia Urine Inkontinensia Urine Observasi :


Berlebih b.d Berlebih. 1. Identifikasi penyebab
Obstruksi Jalan Setelah dilakukan inkontinensia urine (mis. disfungsi
Keluar Urine (efek tindakan neurologis, gangguan medula
agen farmakologis) keperawatan selama 3x24 spinalis, gangguan refleks destrusor,
jam masalah kontinensia obat-obatan, usia, riwayat operasi,
urine diharapakan gangguan fungsi kognitif)
membaik dan teratasi 2. Identifikasi perasaan dan persepsi
dengan kriteria hasil: pasien terhadap inkontinensia urine
-kemampuan berkemih yang dialaminya
meningkat 3 .Monitor kebiasaan
-Nokturia menurun  BAK
-Residu volume urine Terapeutik :
setelah berkemih 1. Bersihkan genital dan kulit sekitar
menurun secara rutin
-Distensi Kandung kemih 2. Berikan pujian atas keberhasilan
menurun mencegah inkontinensia
-verbalisasi pengeluaran 3. Buat jadwal konsumsi obat-obat
urine tidak tuntas diuretik

27
menurun 4. Ambil sampel urine untuk
-frekuensi berkemih pemeriksaan urine
membaik lengkap atau kultur
-sensasi berkemih Edukasi :
membaik 1. Jelaskan definisi, jenis
inkontinensia, penyebab
inkontinensia urine
2. Jelaskan program penanganan
inkontinensia urine
3. Jelaskan jenis pakaian dan
lingkungan yang mendukung proses
berkemih
4. Anjurkan membatasi konsumsi
cairan 2-3 jam menjelang tidur
5. Ajarkan memantau cairan keluar
dan masuk serta pola eliminasi urine
6. Anjurkan minum minimal 1500
cc/hari, jika tidak kontraindikasi
7. Anjurkan menghindari kopi,
minuman bersoda, teh dan coklat
8. Anjurkan konsumsi buah dan
sayur untuk menghindari konstipasi
Kolaborasi :
1.Rujuk ke ahli inkontinensia,
jika perlu

28
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Neurogenic Bladder atau Kandung Kemih Neurogenik adalah suatu kondisi medis
yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengontrol kandung kemih dengan baik
karena kerusakan pada saraf yang mengontrol kemampuan berkemih, menyebabkan
kandung kemih menjadi lebih aktif atau kurang aktif. Orang-orang yang menderita
kandung kemih neurogenik yang lebih aktif mampu berkemih, tetapi mereka memiliki
kesulitan untuk mengosongkan kandung kemih secara keseluruhan. Mereka juga dapat
mengalami gejala, seperti keinginan yang kuat untuk sering berkemih tetapi hanya dapat
mengeluarkan sejumlah kecil urin dan kebocoran urin/mengompol. Karena mereka
cenderung untuk menahan sejumlah kecil urin pada kandung kemih, hal ini meningkatkan
resiko mereka untuk terinfeksi pada saluran kemih. Namun, penderita kandung kemih
neurogenik kurang aktif mampu menahan sejumlah besar urin tetapi tidak mampu
merasakan kandung kemih penuh atau tidak. Mereka juga memiliki kesulitan dalam
mengendalikan otot-otot kandung kemih secara baik. Oleh karena itu, mereka akan sering
mengompol ketika kandung kemih terisi melewati batas. Kondisi ini umumnya
ditemukan pada orangorang dengan penyakit neurogenik, seperti Alzheimer, penyakit
Parkinson, sklerosis multipel dan cedera medula spinalis. Perawatan biasanya termasuk
kateterisasi, dengan memasukan pipa tipis kedalam kandung kemih untuk mempermudah
pengosongan kandung kemih. Apabila tidak dirawat secara tepat, kandung kemih
neurogenik dapat menyebabkan gagal ginjal karena tekanan yang dihasilkan sebagai
akibat ekspansi kandung kemih yang berlebihan dan infeksi saluran kemih

29
DAFTAR PUSTAKA
((Clarke & Santy-Tomlinson, 2014)(Wulandari, 2016)(Student et al., 2021)(Untuk et al., n.d.)

(Clarke & Santy-Tomlinson, 2014). (2014). Spinal Cord Injury 2.1.1. 9–31.

Untuk, D., Tugas, M., Kuliah, M., & Perkemihan, S. (n.d.). MAKALAH SISTEM PERKEMIHAN
Program Studi S1 Keperawatan. 201501021.

Wulandari, S. (2016). Neurogenic bladder: DynaMed. Jurnal Kedokteran, 1(1), 1–18.


http://web.b.ebscohost.com.ezproxy.spfldcol.edu/dynamed/detail?vid=2&sid=b68b3f9f-
1fbe-42ef-b5e8-
b05a8fc3a458%40sessionmgr114&hid=106&bdata=JnNpdGU9ZHluYW1lZC1saXZlJn
Njb3BlPXNpdGU%3D#db=dme&AN=900602&anchor=GenRef5029

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1,Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

30

Anda mungkin juga menyukai