Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Kelainan Neural Tube Defect (Spine Bifida, Hidrocefalus)”

DISUSUN OLEH

Kelompok 5

Nama Anggota :

1. Anita Kurnia puspitasari (P05140320006)

2. Desi Susanti (P05140320012)

3. Nesi Aurilia (P05140320028)

4. Rika Kartika Darwis Putri (P05140320037)

Dosen Pengampu : Rialike Burhan, M.Keb.

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata asuhan kebidanan pada kehamilan
dengan judul “Kelainan Neural Tube Defect (Spine Bifida, Hidrocefalus) ”

Tim penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik
dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Terima kasih disampaikan kepada dosen yang telah membimbing dan memberikan materi demi
lancarnya tugas ini. Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat.

Bengkulu, 23 Juli 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian kelainan neural tube defect....................................................................2
B. Gejala spina bifida...................................................................................................2
C. skrining spina bifida.................................................................................................3
D. penanganan bila terjadi spina bifida........................................................................3
E. penyebab spina bifida..............................................................................................3
F. diagnosis spina bifida...............................................................................................4
G. deteksi setelah bayi lahir..........................................................................................4
H. pengobatan spina bifida...........................................................................................5
I. komplikasi spina bifida............................................................................................5
J. pencegahan spina bifida...........................................................................................5
K. pengertian hidrocefalus............................................................................................6
L. tanda dan gejala hidrocefalus...................................................................................8
M. pemeriksaan diagnostik pada hidrocefalus..............................................................9

BAB III PENUTUP..............................................................................................................


A. Kesimpulan............................................................................................................12
B. Saran......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spina bifida adalah kelainan neural tube ( neural tube defect ) yang terjadi akibat
kegagalan neural tube untuk menutup dengan sempurna. Angka kejadian 1 per 1000
kelahiran. Spina bifida terdiri dari sebuah hiatus yang biasanya terletak dalam vertebra
lumbosakralis, dan lewat hiatus ini menonjol sakus meningus sehingga terbentuk
meningokel. Jika sakus tersebut juga berisi medulla spinalis, anomali tersebut dinamakan
meningomielokel. Dengan adanya rakiskisis total, medulla spinalis tergambar sebagai
pita jaringan yang berwarna merah serta menyerupai spons dan terletak dalam suatu
sulkus yang dalam. Dalam keadaan ini, bayi segera meninggal saat lahir. Pada kasus-
kasus lainnya, defek yang terjadi mungkin sangat ringan seperti spina bifida okulta.
Malformasi yang menyertai, khususnya hidrosefalus, anansefalus dan clubfoot umum
terdapat. Jika bagian otak mengalami protrusion ke dalam sakus, terjadi
meningoensefalokel. Pada kasus defek neural tube aperta, kadar alfa feto protein
mendekati pertengahan kehamilan mungkin tinggi tidak seperti biasanya baik dalam
plasma maternal maupun dalam cairan amnion.
Beberapa program skrining dapat dilakukan pada ibu-ibu hamil, yaitu
pemeriksaan skrining alfa feto protein serum maternal untuk mengetahui adanya defek
neural tube dan bisa juga dilakukan penelitian sitogenetik terhadap sel-sel janin yang
diperoleh melalui amniosintesis atau pengambilan sampel vili korialis dari wanita yang
hamil pada usia diatas 35 tahun. Program ini menimbulkan banyak permasalahan sosial,
etis, ekonomi serta hukum, diluar permasalahan stigmata psikologis yang kemungkinan
timbul setelah seseorang mengetahui kalau dirinya membawa “ gen yang jelek. “ Hal
yang sama pentingnya dengan keberhasilan program skrining tersebut adalah program
penyuluhan intensif bagi orang-orang yang menjalani tes.
B. Tujuan
Tujuannya yaitu agar mahasiswa memahami apa itu kelainan neural tebu defect terutama
pada kelainan spina bifida, dan hidrocefalus.
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian neural tube defect?
2. Bagaimana skrining spina bifida?
3. Bagaimana penanganan bila terjadi spina bifida?
4. Apa penyebab spina bifida?
5. Bagaimana diagnosis spina bifida?
6. Bagaimana deteksi setelah bayi lahir?
7. Bagaimana pengobatan spina bifida?
8. Apa saja komplikasi spina bifida?
9. Bagaimana cara pencegahan spina bifida?
10. Apa pengertian hidrocefalus?
11. Bagaimana tanda dan gejala hidrocefalus?
12. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada hidrocefalus?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Neural Tube Defects (NTD)


Cacat tabung saraf atau yang sering disebut Neural Tube Defects (NTD)
merupakan salah satu kelainan bawaan yang paling umum pada neonatus di seluruh
dunia. Neural tube defects adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan
penutupan lempeng saraf (neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga hingga keempat
masa gestasi. Kelainan yang terjadi pada cacat tabung saraf biasanya mengenai
meningen, vertebra, otot, dan kulit. Kelainan yang termasuk dalam NTD meliputi
anencephaly,encephalocele,meningocelekranial ,myelomeningocele, spinal meningocele,
lipomeningocele, spina bifida, dan cacat otak lainnya.

NTD merupakan malformasi kongenital kedua tersering didunia. Kelainan


tersebut terjadi akibat penutupan tabung saraf yang tidak sempurna pada usia embrionik
26 hingga 28 hari. Secara normal sistem saraf pusat (SSP) muncul pada awal minggu
ketiga sebagai suatu lempeng penebalan ektoderm berbentuk sandal, lempeng saraf
(neural plate), di regio middorsal di depan primitive node (nodus primitif). Tepi- tepi
lempeng ini segera membentuk lipatan saraf. Seiring dengan perkembangan yang lebih
lanjut, lipatan saraf tersebut terus meninggi, saling mendekati di garis tengah, dan
akhirnya menyatu membentuk tabung saraf (neural tube). Penyatuan dimulai di daerah
servikal dan berlanjut ke arah sefalik dan kaudal. Jika penyatuan telah dimulai, ujung-
ujung bebas tabung saraf membentuk neuroporus kranialis dan kaudalis yang
berhubungan dengan rongga amnion diatasnya. Penutupan neuroporus kranialis
berlangsung ke arah kranial dari tempat penutupan awal di regio servikal dan dari suatu
tempat di otak depan yang terbentuk belakangan. Tempat yang belakangan ini berjalan ke
arah kranial,untuk menutup regio paling rostral tabung saraf, dan ke arah kaudal untuk
bertemu dengan penutupan dari daerah servikal. Penutupan akhir neuroporus kranialis
terjadi pada stadium -18 sampai -20 somit (hari ke-25);penutupan neuroporus kaudalis
terjadi sekitar 2 hari kemudian.
a. Sfina Bifida
Spina bifida adalah istilah umum untuk NTD yang mengenai daerah spinal. Kelainan ini
berupa pemisah arkus vertebrae dan mungkin mengenai jaringan saraf di bawahnya mungkin
juga tidak.

1. jenis spina bifida


Terdapat beberapa jenis spina bifida antara lain :

a.) Spina bifida okulta


Sfina bifida okulta adalah cacat di arkus- arkus vertebrae yang ditutupi oleh kulit dan
biasanya tidak mengenai jaringan saraf dibawahnya. Kelainan ini terjadi di regio
lumbosakral (L4-S1) dan biasanya ditandai oleh bercak berambut di atas regio yang
terkena. Cacat ini, yang disebabkan oleh tidak menyatunya arkusarkus vertebrae,
mengenai sekitar 10% orang yang sebenarnya normal.

b.) Spina bifida sistika


Sfina bifida okulta adalah NTD berat yang ditandai dengan jaringan saraf dan/atau
meningen yang menonojol melalui suatu defek di arkus vertebrae dan kulit untuk
membentuk suatu kantong seperti kista. Kelainan ini sebagian besar terletak di regio
lumbosakral dan menyebabkan defisit neurologis, tetapi biasanya tidak berkaitan dengan
retardasi mental.

c.) Meningokel
Meningokel adalah spina bifida dengan celah pada ruas tulang belakang yang lebih
besar. Pada kondisi ini, selaput pelindung saraf tulang belakang mencuat keluar dari celah
tersebut, sehingga membentuk kantung pada punggung bayi. Kantung yang keluar
melalui celah ruas tulang belakang biasanya berisi cairan sumsum tulang belakang tanpa
serabut saraf, sehingga penderitanya bisa tidak merasakan keluhan tertentu.
d.) Mielomeningokel
Mielomeningokel adalah jenis spina bifida paling berat. Pada kondisi ini, kantung
yang keluar dari celah tulang belakang berisi cairan dan sebagian saraf tulang belakang.
Keluhan dan gejala yang muncul akan bergantung lokasi dan tingkat kerusakan saraf
tulang belakang. Jika saraf tulang belakang yang mengatur fungsi berkemih mengalami
kerusakan mungkin akan muncul gangguan berkemih. Pada kasus yang lebih parah bisa
terjadi kelemahan total atau paralisis dari tungkai yang disertai dengan gangguan
berkemih.
e.) Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis
Merupakan bentuk spina bifida berat dimana lipatan-lipatan saraf gagal naik di
sepanjang daerah torakal bawah dan lumbosakral dan tetap sebagai masa jaringan saraf
yang pipih.

1. Gejala Spina Bifida

Gejala spina bifida berbeda-beda, tergantung jenisnya. Spina bifida okulta jarang
menimbulkan gejala karena tidak melibatkan saraf tulang belakang. Tanda dari spina bifida
okulta adalah terlihat sejumput rambut di punggung bayi baru lahir, atau ada lekukan
(lesung) kecil di punggung bawah bayi baru lahir.
Berbeda dengan spina bifida okulta, kemunculan meningokel dan mielomeningokel
ditandai dengan adanya kantung yang mencuat di punggung bayi. Pada meningokel, kantung
ini memiliki lapisan kulit tipis. Pada mieomeningokel, kantung ini bisa muncul tanpa lapisan
kulit sehingga cairan dan serabut saraf di dalamnya dapat langsung terlihat. Selain adanya
kantung di punggung bayi, penderita mielomeningokel yang baru lahir juga dapat
mengalami sejumlah gejala di bawah ini:

 Tidak dapat menggerakkan tungkainya sama sekali.


 Bentuk kaki, pinggul, atau tulang belakangnya tidak normal.
 Mengalami kejang.
 Mengalami gangguan berkemih.
2. Skrining Spina Bifida

Skrining spina bifida dilakukan dengan melakukan pemeriksaan darah maternal serum
alpha fetoprotein (MSAFP) di usia kehamilan 16-18 minggu.

Beberapa program skrining dapat dilakukan pada ibu-ibu hamil, yaitu pemeriksaan skrining
alfa feto protein serum maternal untuk mengetahui adanya defek neural tube dan bisa juga
dilakukan penelitian sitogenetik terhadap sel-sel janin yang diperoleh melalui amniosintesis
atau pengambilan sampel vili korialis dari wanita yang hamil pada usia diatas 35 tahun.
Program ini menimbulkan banyak permasalahan sosial, etis, ekonomi serta hukum, diluar
permasalahan stigmata psikologis yang kemungkinan timbul setelah seseorang mengetahui
kalau dirinya membawa “ gen yang jelek. “ Hal yang sama pentingnya dengan keberhasilan
program skrining tersebut adalah program penyuluhan intensif bagi orang-orang yang
menjalani tes.

Program skrining neonatal juga merupakan program yang populer dan banyak dilakukan di
negara bagian Amerika yang memiliki undang-undang bagi pemeriksaan skrining neonatus
untuk menemukan kelainan tertentu.

3. Penanganan jika terjadi spina Bifida

Jika menemukan bayi yang baru lahir dengan sejumlah gejala yang telah disebutkan
di atas, dokter akan langsung memberikan penanganan. pemeriksaan rutin ke dokter saat
berencana hamil dan selama kehamilan. Pastikan untuk meminta saran dan memberi tahu
dokter tentang riwayat kesehatan, obat-obatan, vitamin, serta suplemen yang perlu atau
sedang dikonsumsi saat hamil.
Lakukan pemeriksaan teratur ke dokter sejak bayi lahir hingga usia kanak-kanak.
Bayi perlu kembali diperiksa dokter pada hari ke-3 dan ke-5 setelah lahir dan setiap 1-2
bulan berikutnya hingga berusia 2 tahun. Hal ini dapat membantu memantau tumbuh
kembang bayi sekaligus mendeteksi gangguan yang mungkin terjadi.

4. Penyebab Spina Bifida

Spina bifida disebabkan oleh tabung saraf yang tidak berkembang atau tidak menutup
dengan sempurna pada masa kehamilan. Meski begitu, belum diketahui secara pasti kenapa
hal tersebut bisa terjadi.
Ada beberapa faktor yang dinilai dapat meningkatkan risiko seorang ibu melahirkan
bayi dengan spina bifida, di antaranya:

 Mengalami kekurangan asam folat. Asam folat adalah vitamin yang sangat penting untuk
perkembangan janin.
 Memiliki riwayat keluarga dengan spina bifida.
 Memiliki riwayat mengonsumsi obat-obatan anti-kejang, seperti asam valproat.
 Menderita diabetes atau obesitas.
 Mengalami hipertermia pada minggu-minggu awal kehamilan.

5. Diagnosis Spina Bifida

spina bifida bisa dideteksi selama kehamilan atau setelah bayi dilahirkan. Cara yang
dapat dilakukan antara lain: Diagnosis saat hamil
Ada sejumlah tes yang dapat membantu dokter memastikan kondisi spina bifida atau
cacat lahirnya selama masa kehamilan, yaitu:
 Tes darah
Dokter dapat memeriksa kadar AFP (alfa-fetoprotein) yang terkandung dalam darah ibu
hamil. AFP adalah suatu protein yang diproduksi oleh janin. Kadar AFP yang tinggi
dalam darah ibu hamil bisa menandakan janin berpotensi mengalami kecacatan tabung
saraf, seperti spina bifida.
 USG (ultrasonografi)
Pemindaian visual pada janin melalui USG dapat membantu mendeteksi spina bifida.
Melalui tes ini, dokter dapat melihat kelainan struktur di tubuh janin. Misalnya, jeda ruas
tulang belakang yang terlalu lebar atau ada benjolan pada tulang belakang.
 Amniosentesis
Amniosentesis adalah prosedur pengambilan sampel cairan ketuban. Pada tes ini, akan
dinilai kadar AFP. Kadar AFP yang tinggi menandakan adanya robekan pada kulit sekitar
kantung bayi. Hal ini bisa menjadi tanda spina bifida atau cacat lahir lainnya.

Beberapa kelainan fetus lain yang dapat dideteksi dari peningkatan AFP meliputi :
Anencephaly ,Spina bifida kistika, Encephalocele, Omphalocele, Turner syndrome,
Gastroschisis, Oligohydrmnions, Sacrococcygeal teratoma, Kelainan ginjal polikistik,
Kematian janin intra uteri, Obstruksi traktus urinarius

6. Deteksi setelah bayi lahir

Terkadang, spina bifida baru terdeteksi setelah bayi lahir. Mungkin karena ibu hamil
tidak rutin menjalani pemeriksaan kehamilan atau karena tidak tampak adanya kelainan pada
tulang belakang janin selama pemeriksaan USG. Pemeriksaan pada bayi yang telah lahir
dapat dilakukan dengan melihat langsung gejala-gejalanya. Kemudian, untuk memastikan
diagnosis dan tingkat keparahan kondisi, dapat dilakukan pemindaian pada bayi, misalnya
dengan Rontgen atau MRI.
Khusus untuk spina bifida okulta, kondisi ini bisa saja tidak diketahui hingga usia kanak-
kanak, bahkan dewasa. Keadaan ini umumnya baru disadari saat penderita melakukan
Rontgen atau pemindaian lain karena alasan medis tertentu.
7. Pengobatan Spina Bifida

Pengobatan spina bifida bertujuan untuk meminimalisasi risiko komplikasi dan


meningkatkan kualitas hidup penderitanya. Operasi menjadi pilihan utama untuk menangani
spina bifida. Langkah penanganan ini dapat dilakukan sebelum atau setelah bayi lahir.
Berikut penjelasannya.

8. Komplikasi Spina Bifida

Spina bifida tingkat ringan, seperti spina bifida okulta, umumnya tidak menyebabkan
komplikasi atau hanya menyebabkan cacat fisik ringan. Namun, spina bifida yang cukup
berat dan tidak ditangani segera dapat menimbulkan komplikasi berupa:

 Kelemahan otot hingga kelumpuhan.


 Cacat tulang, termasuk skoliosis, dislokasi pinggul, pemendekkan panjang otot, dan
kelainan sendi.
 Gangguan dan masalah pada pergerakan usus, dan proses berkemih.
 Penumpukan cairan di rongga otak (hidrosefalus).
 Kelainan struktural otak atau tengkorak, seperti malformasi Chiari tipe 2.
 Infeksi jaringan yang melapisi otak (meningitis).
 Keterlambatan belajar.

9. Pencegahan Spina Bifida

Langkah utama untuk menghindari terjadinya spina bifida adalah mencukupi kebutuhan
asam folat, terutama ketika berencana hamil dan selama kehamilan. Dosis asam folat yang
disarankan adalah sebanyak 400 mikrogram per hari. Ibu hamil bisa memenuhi kebutuhan
ini dengan mengonsumsi suplemen asam folat serta memperbanyak konsumsi makanan yang
kaya vitamin ini, seperti kacang-kacangan, kuning telur, brokoli, bayam, pasta, nasi, serta
roti.
Selain itu, lakukan juga sejumlah langkah pencegahan di bawah ini:

 Melakukan pemeriksaan rutin ke dokter saat merencanakan kehamilan dan selama


kehamilan.
 Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala bila didiagnosis menderita diabetes dan
obesitas.
 Hindari kegiatan yang membuat tubuh terlalu panas selama hamil, seperti berendam di air
panas dan melakukan sauna.

B. Pengertian Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal
(Ngatisyah, 1997).

Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001).

Hidrosefalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau eksternal
melebar ( Mumenthaler, 1995).

Hidrosefalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempa


sepanjang perjalanannya, timbulnya hidrosefalus akibat produksi berlebihan cairan
serebrospinal dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma.
Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh
papyloma pleksus dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995).

Hidrosefalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Kongenital
Merupakan hidrosefalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada saat
lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan
tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu

2. Non Kongenital
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu
penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.Pada hidrosefalus didapat pertumbuhan otak sudah sempurna,
tetapi kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial sehingga
perbedaan antara hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus non kongenital terletak pad
pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2
bagian, terbagi yaitu;
1. Hidrosefalus Komunikan (kommunucating hidrosefalus)
Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid,
sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan
2. Hhidrosefalus Non komunukan (nonkommunican hidrosefalus)
Pada hidrosefalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSF.
 Penyebab sumbatan aliran CSF
Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah.

1. Kelainan bawaan
1. Stenosis Aquaductus sylv
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus
dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari
biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada
bulan-bulan pertama setelah lahir.
2. Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula
spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
3. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat
Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga
merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
4. Kista Arachnoid
Dapat terjadi conginetal membai etiologi menurut usi
5. Anomali Pembuluh Darah
2. Infeksi
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi
ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.
3. Perdarahan
4. Neoplasma
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap
aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
 Tumor Ventrikel kiri
 Tumorfosa posterior
 Pailoma pleksus khoroideus
 Leukemia, limfoma
5. Degeneratif.
Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.
6. Gangguan Vaskuler
• Dilatasi sinus dural
• Thrombosis sinus venosus
• Malformasi V. Galeni
• Ekstaksi A. Basilaris

C. Tanda dan Gejala Hidrosefalus


Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama
kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran
wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah
dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi
vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Uji radiologis terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang
terpisah pisah dan pelebaranvontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada
sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan
jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional.
Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe
communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan
atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka
akan terjadi retardasi mental dan fisik.

a) Bayi
 Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
 Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras,
sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
 Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
 Muntah
 Gelisah
 Menangis dengan suara ringgi
 Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan
tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.

 peningkatan tonus otot ekstrimitas


 Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas
 Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah diatas iris
 Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”
 Strabismus, nystagmus, atropi optic
 Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas
b) Anak yang telah menutup suturanya;

Tanda – tanda peningkatan intarakranial

 Nyeri kepala
 Muntah
 Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
 Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
 Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
 Strabismus
 Perubahan pupil

D. Pemeriksaan Diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang yaitu:

1. Rontgen foto kepala


Dengan prosedur ini dapat diketahui:

a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,


tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi
prosessus klionidalis posterior.

b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat
yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus,
lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm)
dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal
ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional.

Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah
sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasanografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai
nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG
tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada
pemeriksaan CT Scan.

6. CT Scan Kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.

Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan


dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah
sumbatan.
7. MRI ( Magnetic Resonance Image )
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur
tubuh.

BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

Cacat tabung saraf atau yang sering disebut Neural Tube Defects (NTD) merupakan salah
satu kelainan bawaan yang paling umum pada neonatus di seluruh dunia. Neural tube defects
adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan penutupan lempeng saraf (neural
plate) yang terjadi pada minggu ketiga hingga keempat masa gestasi. Kelainan yang terjadi pada
cacat tabung saraf biasanya mengenai meningen, vertebra, otot, dan kulit. Kelainan yang
termasuk dalam NTD meliputi
anencephaly,encephalocele,meningocelekranial ,myelomeningocele, spinal meningocele,
lipomeningocele, spina bifida, dan cacat otak lainnya.

10. jenis spina bifida


a. Spina bifida okulta
b. Spina bifida sistika
c. Meningokel.
d. Mielomeningokel
e. Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga
terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal.
Tanda gejala hidrosefalus yaitu kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior
menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan
bandan bayi. Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar
dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis
dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
B. Saran

Kepada para pembaca semoga makalah ini bisa jadi ladang ilmu tentang kemitraan.
Sebagai penulis, kami mohon maaf dari segala kekurangan. Makalah ini dibuat sesuai pemberian
tugas mata kuliahAsuhan Kebidanan pada Kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA

Panda, et al. (2019). Molecular Basis of Spina Bifida: Recent Advances and Future
Prospectives. Journal of Pediatric Neurosciences, 14(1), pp. 16–19.

Sacco, et al. (2019). Fetal Surgery for Open Spina Bifida. The Obstetrician &
Gynaecologist, 21(4), pp. 271–282.

American Association of Neurological Surgeons. Spina Bifida.

Centers for Disease Control and Prevention (2019). Spina Bifida.

National Health Service UK (2017). Health A-Z. Spina bifida.

US National Institure of Neurological Disorders and Stroke (2019). Spina Bifida Fact
Sheet.

US National Library of Medicine (2019). Spina Bifida.

Mayo Clinic (2018). Diseases & Conditions. Spina bifida.

Cunningham, MacDonald, Gant. ( 1995 ). Obstetri Williams. 5. S

jamsuhidajat, R., Wim de Jong. ( 1997 ). Buku Ajar Ilmu Bedah.

Anda mungkin juga menyukai