Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 25 November 2021


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

CEREBRAL PALSY

Disusun Oleh:
St. Faadiyah
111 2020 2115

Pembimbing
Dr. dr. Martira Maddeppungeng, Sp.A(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : St. Faadiyah

NIM : 111 2020 2115

Judul Refarat : Cerebral Palsy

Adalah benar telah menyelesaikan Refarat yang berjudul “Cerebral


Palsy” dan telah disetujui serta dibacakan dihadapan supervisor
pembimbing dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Mengetahui Makassar, 25 November 2021

Dokter Pembimbing Klinik Mahasiswa

Dr. dr. Martira Maddeppungeng, Sp.A(K) St. Faadiyah


11120202115

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya maka laporan

kasus ini dapat diselesaikan. Salam dan salawat semoga selalu tercurah

kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga,

sahabat dan kaum yang mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya atas

semua bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak

langsung selama penyusunan tugas ilmiah ini hingga selesai, terkhusus

kepada pembimbing penulis dalam penyusunan tugas ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini belum sempurna, untuk saran

dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan

penulisan karya ini. Terakhir penulis berharap semoga laporan kasus ini

dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi

pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Makassar, November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... i

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………3

2.1 Definisi…………………..……………………………………………………………3

2.2 Etiologi……………..…………………………………………………………………4

2.3 Patofisiologi.…………….……………………………………………………...……7

2.4 Klasifikasi………...………………………………………………………..…………7

2.5 Manifestasi Klinis……………………………………………………………….....12

2.6 Diagnosis…………….……….…………………………………………………….14

2.7 Tatalaksana……...…………………………………………………………….......18

2.8 Prognosis………..…………….……………………………………………….......21

BAB III KESIMPULAN...............................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cerebral Palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi

pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel

motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan non progresif

akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai

pertumbuhannya.1

Cerebral Palsy atau paralisis otak merupakan kelainan dengan

beberapa tipe dan tingkatan, dapat terjadi segera sebelum lahir, pada

waktu lahir atau sesaat setelah lahir. Kelainan ini dapat bermanifestasi

mulai pada masa bayi, anak-anak dan menetap seumur hidupnya, secara

klinis berupa gangguan terhadap fungsi otot volunter dan persepsi dan

kadang-kadang disertai gangguan mental. Kelainan tersebut adalah

kondisi seumur hidup yang mempengaruhi komunikasi antara otak dan

otot, menyebabkan keadaan permanen dan sikap gerakan yang tidak

terkoordinasi.1

Secara umum, beberapa ahli mengartikan Cerebral Palsy sebagai

kondisi yang ditemukan pada anak berupa kejang atau kekakuan disertai

mobilitas dan kemampuan bicara yang rendah. Cerebral merujuk pada

otak, yang merupakan wilayah yang terkena dampak dari otak (meskipun

kemungkinan besar melibatkan gangguan koneksi antara korteks dan

bagian-bagian lain dari otak seperti serebelum), dan palsy mengacu pada

1
gangguan pergerakan, suatu kondisi yang ditandai dengan tremor pada

tubuh yang tidak dapat terkontrol.1

Setiap 100.000 kelahiran, terdapat 7 kasus paralisis otak. Satu

diantaranya akan meninggal sebelum berumur 6 tahun. Cerebral Palsy

dapat terjadi selama kehamilan (75 %), selama persalinan (5 %) atau

setelah lahir (15 %) sampai sekitar usia tiga tahun. Cerebral Palsy

merupakan kelainan pada anak yang paling sering memberikan masalah

sosial, psikologis dan pendidikan. Cerebral Palsy tidak dapat diprediksikan

secara pasti akan mengenai siapa, serta tidak dapat berpindah dari

seseorang ke orang lain.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Cerebral Palsy (CP) adalah salah satu penyakit kronis yang ditandai

dengan gangguan postur dan gerak nonprogresif. Spatisitas

menyebabkan gangguan postur tubuh, gerak control, keseimbangan dan

koordinasi sehingga akan mengganggu aktivitas fungsional anak dengan

CP (deformitas). Istilah Cerebral Palsy yang berhubungan dengan otak

palsy adalah ketidakmampuan fungsi otot. Dimana anak yang menderita

Cerebral Palsy dapat mengalami gangguan syaraf permanen yang

mengakibatkan anak terganggu fungsi motorik kasar, motorik halus, juga

kemampuan bicara dan gangguan lainnya. Karena Cerebral palsy

berpengaruh pada fungsi koordinasi. 2,3

Cerebral (otak) Palsy (Kelumpuhan) adalah suatu kelainan otak yang

ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam

bergerak dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh

lainnya akibat kerusakan atau kelainan fungsi bagian otak tertentu pada

bayi atau anak dapat terjadi ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau

setelah lahir, sering disertai dengan ketidaknormalan bicara, penglihatan,

kecerdasan kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan

dan gangguan saraf lainnya.2,3

3
2.2 Etiologi

Penyebab Cerebral Palsy dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu prenatal,

perinatal, dan pasca natal.

1. Prenatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan

pada janin misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit

inklusi sitomegalik. Kelainan yang mencolok biasanya gangguan

pergerakan dan retardasi mental. Anoksia dalam kandungan,

terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat

menimbulkan “Palsi Serebral”.4

2. Perinatal

a) Anoksia/hipoksia

Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal

adalah “brain injury”. Keadaan inilah yang menyebabkan

terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada keadaan. presentasi

bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta

previa, infeksi plasenta, partus menggunakan instrumen tertentu

dan lahir dengan seksio kaesar.4

b) Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga

sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi

batang otak, mengganggu pusat pernafasan dan peredaran

darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi

4
diruang subaraknoid akan menyebabkan penyumbatan CSS

sehingga menyebabkan hidrosefalus. Perdarahan diruang

subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul

kelumpuhan spastis.4

c) Prematuritas

Bayi yang kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita

perdarahan otak yang lebih banyak daripada bayi yang cukup

bulan karena pembuluh darah, enzim, dan faktor pembekuan

darah dan lain-lain masih belum sempurna. Otak belum matang

pada bayi prematur memiliki lebih banyak ekuipotensial atau

plastisitas. Keduanya merupakan istilah yang digunakan untuk

menggambarkan kemampuan yang jauh lebih besar dari bagian

terluka otak belum matang untuk mengasumsikan fungsi bagian

yang cedera.4

d) Ikterus

Ikterus pada neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan

otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal,

misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. Bentuk

CP yang sering terjadi adalah atetosis, hal ini disebabkan

karena frekuensi yang tinggi pada bayi yang lahir dengan

mengalami hiperbilirubinemia tanpa mendapatkan terapi yang

diperlukan untuk mencegah peningkatan konsentrasi

unconjugated bilirubin. Gejala-gejala kern ikterus yang terdapat

5
pada bayi yang mengalami ikterik biasanya tampak setelah hari

kedua dan ketiga kelahiran. Bayi menjadi lesu dan tidak dapat

menyusu dengan baik. Kadang-kadang demam dan tangisan

menjadi lemah. Sulit mendapatkan refleks moro dan tendon

pada mereka dan dengan opisthotonus dan diikuti dengan

ekstensi ekstremitas pergerakan otot secara umum menjadi

berkurang. Setelah beberapa minggu tonus meningkat Bayi

tampak mengekstensikan punggung dengan opishotonus dan

diikuti dengan ekstensi ekstremitas.4

e) Meningitis purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak

tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa

CP.4

3. Pascanatal

Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu

perkembangan dapat menyebabkan CP, misalnya pada trauma

kapitis, meningitis, ensefalitis dan luka parut pada otak pasca-

operasi, dan juga kern ikterus seperti kasus pada gejala sekuele

neurogik dan eritroblastosis fetal atau defisiensi enzim hati. 4

Trauma lahir bisa menimbulkan gejala sisa akibat lesi

irreversible pada otak. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan

ruangan yang bisa berhubungan dengan ventrikel atau berupa kista

yang mengandung cairan. Dinding kista itu terdiri dari jaringan

6
ganglia, yang bereaksi setelah terjadi perdarahan. Kista tersebut

dinamakan porensefalus dan pada umumnya sering di jumpai pada

konveksitas hemisferium. CP, konvulsi, dan retardasi mental

merupakan manifestasi dari porensefalus. 4

2.3 Patofisiologi

Pada Cerebral Palsy terjadi kerusakan pada pusat motorik dan

menyebabkan terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan

korteks cerebri terjadi kontraksi otak yang terus menerus dimana

disebabkan karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung

reflex. Bila terdapat cidera berat pada system ekstra pyramidal dapat

menyebabkan gangguan pada semua gerak atau hypotonic, termasuk

kemampuan bicara. Namun bila hanya cedera ringan maka gerakan gross

motor dapat dilakukan tetapi tidak terkoordinasi dengan baik dan gerakan

motorik halus sering kali tidak dapat dilakukan. Gangguan proses sensorik

primer terjadi di sereblum yang mengakibatkan terjadinya ataksia. Pada

keterbatasan gerak akibat fungsi motor control akan berdampak juga pada

proses sensorik.5

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan letak kelainan otak dan fungsi gerak Cerebral palsy

dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

7
1. Cerebral Palsy Spastik

Merupakan bentuk palsi serebral terbanyak (70-110%). Pada

kondisi ini, otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan

mengalami kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas,

ketika penderita berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku

dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik ritme

berjalan, yang dikenal dengan gait gunting (scissors gait). 2,6

Anak dengan spastik hemiplegi, dapat disertai tremor

hemiparesis. Penderita tidak dapat mengendalikan gerakan

tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat, akan terjadi

gangguan gerakan yang berat. Palsi serebral spastik dibagi

berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu:

a. Monoplegi: satu ekstremitas saja, biasanya lengan.

b. Diplegia: mengenai keempat ekstremitas. Tapi biasanya tungkai

lebih berat dari lengan.

c. Triplegia: mengenai tiga ekstremitas. Paling banyak mengenai

kedua lengan dan satu tungkai.

d. Quadriplegia: keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang

sama.

e. Hemiplegia: mengenai salah satu sisi dari tubuh. 2,6

2. Cerebral Palsy Atetoid

Bentuk Cerebral Palsy ini memiliki karakteristik: penderita tidak

bisa mengendalikan gerakan menggeliat dan gerakannya lamban.

8
Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai

dan pada sebagian besar kasus, otot dan lidah. Akibatnya, anak

tampak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Penderita

juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria),

palsi serebral atetoid terjadi pada 11-19 % penderita cerebral

palsy.2,6

3. Cerebral Palsy Ataksid

Pada kondisi ini terjadi gangguan dalam fungsi keseimbangan

dan koordinasi gerakan. Berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan

kaki terbuka lebar dan meletakkan kedua kaki dengan posisi saling

berjauhan. Penderita juga kesulitan melakukan gerakan cepat dan

tepat, misalnya menulis dan mengancingkan baju. Mereka juga

gemetaran.2,6

4. Cerebral Palsy Campuran

Kondisi ini sering ditemukan pada seorang penderita. Biasanya

penderita memiliki lebih dari satu bentuk palsi serebral. Bentuk

campuran yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan

atetoid. Tetapi, kombinasi lainnya juga mungkin dijumpai. 2,6

Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan

penderita untuk melakukan aktivitas normal:

a. Derajat I Tidak terdapat keterbatasan dalam berjalan.

b. Derajat II Berjalan tenpa alat bantu, keterbatasan dalam berjalan

di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.

9
c. Derajat III Berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan

dalam berjalan di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.

d. Derajat IV Kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan

alat bantu gerak yang cukup canggih untuk berada di luar rumah

dan di lingkungan masyarakat (seperti: kursi roda dan skuter).

e. Derajat V Kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas,

walaupun sudah.2,6

Berdasarkan estimasi tingkat derajat kecacatan, yaitu :

1. Minimal

 Perkembangan motrik normal hanya terganggu secara

kualitatif

 Gejala : kelainan tonus sementara, reflex primitif menetap

tidak terlalu lama, kelainan postur ringan, gangguan motoric

kasar dan halus, misalnya clumpsy.

 Penyakit penyerta gangguan komunikasi, dan gangguan

belajar spesifik.8

2. Ringan

 Perkembangan motoric Berjalan usia 24 bulan - 36 bulan,

penderita masih bisa melakukan pekerjaan atau aktvitas

sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit

sekali membutuhkan bantuan khusus

 Gejala : beberapa kelainan pada pemeriksaan neurologis,

perkembangan refleks primitive abnormal, respon postural

10
terganggu, gangguan motorik (tremor), gangguan

koordinasi.

 Penyakit penyerta gangguan komunikasi, dan gangguan

belajar spesifik.8

3. Sedang

 Perkembangan motoric : berjalan usia >3 tahun, anak

berjalan dengan atau tanpa alat bantu, kadang memerlukan

bracing untuk ambulasi seperti tripod atau tongkat. Kaki

atau tungkai masih dapat berfungsi sebagai pengontrol

gaya berat badan. Aktivitas terbatas akan tetapi dapat

melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, penderita

membutuhkan sedikit bantuan khusus dan pendidikan

khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak

dan berbicara. Pengertian atau rasa keindahan masih ada,

dengan pertolongan khusus diharapkan penderita dapat

meningkatkan kualitas hidup sehingga dapat bergerak,

bergaul, hidup di tengah masyarakat.

 Gejala : Berbagai kelainan neurologis, refleks primitif

menetap dan kuat, respon postural melambat.

 Penyakit penyerta tingkat kecerdasan, gangguan belajar,

komunikasi, kadang disertai kejang.8

4. Berat

11
 Perkembangan motoric : Penderita sama sekali tidak bisa

melakukan aktivitas fisik (berjalan) atau berjalan dengan

alat bantu khusus seperti kursi roda kadang perlu operasi.

Penderita tidak mungkin hidup tanpa pertolongan orang lain,

dan membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara

serta tidak dapat menolong diri-sendiri. Pertolongan atau

pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya.

Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dengan reterdasi

mental, yang pengertian dan rasa keindahan tidak ada

sehingga akan menimbulkan gangguan social-emosional

baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.

 Gejala : neurolgis dominan, refleks primitif menetap dan

respon postural tidak muncul.8

2.5 Manifestasi Klinis

Tanda awal Cerebral Palsy, biasanya terlihat pada usia kurang dari

tiga tahun. Orang tua mulai mencurigai ketika fungsi motorik anak tidak

normal. Bayi dengan palsi serebral sering mengalami keterlambatan

perkembangan, misalnya pada usia enam bulan belum bisa tengkurap.

Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus

otot/hipotonia membuat bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy.

Peningkatan tonus otot/hipertonia membuat bayi tampak kaku. Pada

sebagian kasus, bayi pada periode awal tampak hipotonia dan

12
selanjutnya berkembang menjadi hipertonia setelah dua sampai tiga

bulan pertama. Anak- anak palsi serebral dapat pula menunjukan

postur abnormal pada satu sisi tubuh. 8,9

Anak Cerebral Palsy memiliki karakteristik berikut :

 Kemampuan motorik

Anak CP memiliki gangguan fungsi motorik. Gangguan ini

berupa kekauan, kelumpuhan, kurang koordinasi, hilang

keseimbangan dan munculnya gerakan-gerakan ritmis.

Gangguan ini tidak hanya berakibat kepada fungsi anggota

gerak tetapi fungsi-fungsi lain yang berhubungan dengan

masalah motorik lain seperti gangguan bicara, mengunyah, dan

menelan.

 Kemampuan sensoris

Pada umumnya anak CP juga memiliki gangguan dalam hal

sensorisnya. Gangguan sensoris tersebut meliputi gangguan

penglihatan, gangguan pendengaran, dan gangguan kinestetik-

taktil.

 Kemampuan intelektual

Kemampuan intelektual anak CP beragam rentang dari rentang

idiot sampai gifted. Dengan tingkat kecerdasan bervariasi

sekitar 45% mengalami keterbelakangan mental, 35%

mempunyai tingkat kecerdasan normal hingga diatas rata-rata

dan sisanya mengalami cenderung dibawah rata-rata.

13
 Kemampuan persepsi

Peristiwa persepsi terjadi di otak. Karena kerusakan anak

Cerebral Palsy terjadi di otak, maka pada umumnya mereka

juga mengalami gangguan persepsi baik itu secara visual,

auditif maupun kinestetik-taktil.

 Kemampuan berbicara dan komunikasi

Sebagian besar anak CP mengalami gangguan bicara sebagai

akibat dari kekakuan otot-otot motorik bicara mereka. Gangguan

bicara yang terjadi dapat mengarah kepada gangguan

komunikasi. Anak CP mengalami kesulitan dan mengungkapkan

ide dan gagasan mereka bahkan diantara mereka bicaranya

tidak jelas sehingga sukar dipahami maksud pembicaraannya.

 Kemampuan Emosi dan penyesuaian Sosial

Kebanyakan CP mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial

ini berkaitan dengan konsep yang mereka miliki. 8,9

2.6 Diagnosis

Menegakkan diagnosis pasti dari Cerebral Palsy tidaklah begitu

mudah, terutama pada bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Pada

kenyataannya untuk mendiagnosis Cerebral Palsy ada suatu fase

dimana dokter hanya mengawasi ataupun menunggu untuk melihat

apakah kerusakan motorik bersifat permanen dan spesifik. Banyak

anak-anak yang menderita Cerebral Palsy dapat didiagnosis pada usia

14
18 bulan, akan tetapi 18 bulan merupakan waktu yang sangat lama

bagi orang tua pasien untuk menantikan diagnosa dari penyakit anak

mereka, dan ini menjadi saat-saat yang paling sulit untuk dilalui. 7

1. Anamnesis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang

riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan

faktor risiko terjadinya Cerebral Palsy.

Cerebral Palsy biasa didiagnosis atau dicurigai pada bayi atau

anak dengan riwayat mengalami keterlambatan dalam

perkembangan pergerakan seperti tengkurap (5 bulan), duduk (7

bulan), belajar berdiri (10 bulan), berdiri sendiri (14 bulan), berjalan

(15 bulan). Dalam menegakkan diagnosis Cerebral Palsy seorang

dokter biasanya memperhitungkan keterlambatan gerakan-gerakan

tersebut.7

Cerebral palsy dapat didiagnosis menggunakan kriteria Levine

(POSTER). POSTER terdiri dari :

a. P – Posturing/Abnormal Movement (Gangguan Posisi Tubuh

atau Gangguan Bergerak).

b. O – Oropharyngeal Problems (Gangguan Menelan atau Fokus di

Lidah).

c. S – Strabismus (Kedudukan Bola Mata Tidak Sejajar)

d. T – Tone (Hipertonus atau Hipotonus).

15
e. E – Evolution Maldevelopment (Refleks Primitif Menetap atau

Refleks Protective Equilibrium Gagal Berkembang).

f. R – Reflexes (Peningkatan Refleks Tendon atau Refleks Babinski

menetep).

Abnormalitas empat dari enam kategori diatas dapat menguatkan

diagnosis Cerebral Palsy.7

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat dilihat kelainan tonus otot,

kelainan gerak, dan kelainan refleks pada bayi. Pemeriksaan fisik

lengkap dilakukan dengan memperhatikan perkembangan motorik

dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap.

Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan

berulang kali, karena gejala dapat berubah, terutama pada bayi

yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik

yang terlambat; hampir semua Cerebral Palsy melalui fase

hipotoni.7

3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis dari Cerebral Palsy tidak dapat dibuat berdasarkan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah ataupun

pemeriksaan radiologi (X-Ray, CTScan, dan MRI), namun demikian

pemeriksaan tersebut dapat saja dilakukan untuk menyingkirkan

kecurigaan-kecurigaan mengenai penyakit yang lainnya. MRI dan

CT Scan merupakan pemeriksaan yang paling sering dilakukan

16
pada pasien-pasien dengan kecurigaan Cerebral Palsy.

Pemeriksaan-pemeriksaan ini memberi kecurigaan berupa

Hidrocephalus atau pun dapat menyingkirkan penyakit lain yang

juga menyebabkan gangguan motorik. Akan tetapi pemeriksaaan

ini tidak dapat membuktikan bahwa seorang anak menderita

Cerebral Palsy.7,8

Menurut data yang berhasil dikumpulkan pada sekelompok anak

yang menderita Cerebral Palsy ditemukan kelainan pada hasil CT

Scannya, baik berupa skar, pendarahan, ataupun kelainan-kelainan

lainnya yang tidak ditemukan pada anak normal. Maka dari itu pada

anak-anak dengan hasil CT Scan yang menunjukkan suatu

kelainan dan didukung dengan pemeriksaan fisis yang mengarah

kepada Cerebral palsy, dapat didiagnosis sebagai Cerebral Palsy. 7,8

Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto

polos kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG

terutama pada pendenita yang memperlihatkan gejala motorik,

seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai

kejang. Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat

kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke

sekolah biasa atau sekolah luar biasa.7,8

2.7 Tatalaksana

17
Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral Palsy. Terapi bersifat

simptomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien.

Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi

gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan

yang diberikan dan untuk menentukan keberhasilannya maka perlu

diperhatikan penggolongan Cerebral Palsy berdasarkan derajat

kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang dan berat. 9,10

Tujuan terapi pasien Cerebral Palsy adalah membantu pasien dan

keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas

serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita

sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan

penderita bisa mandiri.9,10

Pada anak-anak penanganannya membutuhkan keterpaduan

antara keluarga, ahli rehabilitasi, ahli neurologi, ahli ortopedi, ahli

psikologi, terapi bicara, pekerja medis, sosial dan guru. Sebaiknya

pengobatan ini diarahkan pada suatu tempat/pusat khusus. 9,10

1. Pertimbangan psikologis

Orang tua penderita membutuhkan pendekatan khusus karena

diagnosis jarang ditegakkan pada awal kehidupan sehingga orang

tua beranggapan bahwa anaknya normal dan kecewa bila

mengetahui anaknya tidak normal. Banyak orang tua yang tidak

dapat menerima hal ini. Perkembangan psikologis anak tergantung

pada usia dan perkembangan mentalnya. Beberapa anak kurang

18
dapat memusatkan perhatian dan labil sehingga sulit untuk

diajar.9,10

2. Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang bersifat kausatif. Biasanya

beberapa pasien diterapi dengan obat-obatan untuk mengatasi

epilepsi dengan harapan dapat mengontrol perluasannya dengan

pemberian obat jenis antikonvulsan. Antikonvulsan bekerja dengan

mengurangi stimulasi yang berlebihan pada otak tanpa

menyebabkan depresi pada pusat vital lainnya seperti pusat

pernapasan dan bersifat non sedatif. Beberapa jenis antikonvulsan

yang sering digunakan yaitu : barbiturate, hidantoin,

benzodiazepine.9,10

Beberapa pengobatan juga dianjurkan untuk beberapa pasien

dengan tipe spastik, sebelum terjadinya kontraktur dapat diberikan

diazepam, dantrolene dan baclofen. Penemuan terbaru yaitu

dengan menggunakan Botulinium Toxin (Botox) sangat berguna

untuk mengatasi tipe spastik, biasanya diinjeksikan langsung ke

otot yang mengalami spastik, diperkirakan dapat mengurangi tonus

otot selama beberapa bulan. Tipe athetosis dapat diterapi dengan

pemberian trihexyphenidil HCl dan benztropine. 9,10

3. Terapi Fisik dan Okupasional (Occupational therapy)

19
Terapi fisik dan okupasional berfungsi untuk relaksasi otot,

memperbaiki koordinasi otot dan meningkatkan kontrol otot volunter

sehingga pergerakan dapat dikontrol. Terapi fisik bertujuan untuk

meningkatkan kemandirian dan mobilitas, hal ini diusahakan

melalui latihan-latihan, berusaha untuk memperbaiki posisi dan

belajar jalan sendiri atau belajar untuk menggunakan beberapa alat

bantu seperti kursi roda, skuter, sepeda beroda dua atau beroda

tiga, alat bantu berupa penyangga pada kaki. 9,10

Aktivitas yang ringan dapat dipelajari sendiri meskipun memerlukan

latihan yang berulang-ulang. Meregangkan otot spastik secara aktif

setiap hari berguna untuk mencegah deformitas yang ditandai

dengan adanya spastisitas dan ketidakseimbangan otot. Terapi

okupasional dirancang untuk aktivitas-aktivitas tertentu yang

menggunakan keterampilan motorik, seperti untuk makan, duduk

dan belajar menggunakan peralatan mandi. 9,10

4. Terapi Bicara (Speech therapy)

Pengertian terapi bicara adalah memperbaiki pengucapan kata

yang kurang baik sehingga dapat dimengerti.

5. Penanganan Deformitas

• Pemakaian bidai diperlukan untuk mengatasi deformitas serta

mencegah rekurensi yang telah dikoreksi.

20
• Pemakaian penyangga pada anggota gerak bawah diperlukan

untuk membantu anak berdiri dan berjalan dengan bantuan

tongkat.

• Untuk mengoreksi deformitas dan memperbaiki fungsi diperlukan

tindakan operatif sehingga anak dapat terbebas dari pemakaian

penyangga.9,10

6. Pembedahan

Banyak yang dapat dibantu dengan bedah ortopedi, misalnya

tendon yang memendek akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakit

yang terlalu mengganggu dan lain-lain yang dengan fisioterapi tidak

berhasil. Salah satu indikasi dilakukan tindakan ortopedi jika sudah

terjadi deformitas akibat proses spasme otot atau telah terjadi

kontraktur pada otot dan tendon. Dalam hal ini perlu

dipertimbangkan secara matang beberapa faktor sebelum

melakukan tindakan pembedahan. Tujuan dari tindakan bedah ini

adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat atau

untuk transfer dari fungsi.9,10

2.8 Prognosis

Hingga saat ini Cerebral Palsy tidak dapat disembuhkan, tetapi

berdasarkan masalah yang timbul menyangkut sistem pernapasan

dapat teratasi. Bila seorang anak mulai bertambah usia ataupun ketika

mulai mengikuti kegiatan sekolah, maka ia akan berlatih untuk tidak

21
terlalu bergantung pada orang lain, akan tetapi ada juga anak yang

membutuhkan bantuan seumur hidupnya.11

Kerusakan pada otak yang terjadi pada Cerebral Palsy tidak dapat

diperbaiki, tetapi setiap anak dapat mencoba untuk menggunakan

bagian lain dari otak yang tidak mengalami kerusakan untuk

melakukan hal-hal yang diinginkannya. Seorang anak yang menderita

Cerebral Palsy akan menjadi dewasa tetap sebagai penderita Cerebral

Palsy. Mencari kesembuhan mutlak hanyalah mendatangkan

kekecewaan. Bantuan yang dapat diberikan yaitu membantunya untuk

dapat melanjutkan hidup dengan kemampuan yang ada tanpa

bergantung kepada orang lain selama ia bisa melakukannya sendiri. 11

Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan.

Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental,

bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran. 11

22
BAB III

KESIMPULAN

Cerebral (otak) Palsy (Kelumpuhan) adalah suatu kelainan otak yang

ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam

bergerak dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh

lainnya akibat kerusakan atau kelainan fungsi bagian otak tertentu pada

bayi atau anak dapat terjadi ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau

setelah lahir, sering disertai dengan ketidaknormalan bicara, penglihatan,

kecerdasan kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan

dan gangguan saraf lainnya. Istilah Cerebral Palsy yang berhubungan

dengan otak palsy adalah ketidakmampuan fungsi otot. Dimana anak

yang menderita Cerebral Palsy dapat mengalami gangguan syaraf

permanen yang mengakibatkan anak terganggu fungsi motorik kasar,

motorik halus, juga kemampuan bicara dan gangguan lainnya. Karena

Cerebral palsy berpengaruh pada fungsi koordinasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sheresta N, P. S. (2017). Children With Cerebral Palsy an Their

Quality of life in Nepal. Nepal: Nepal Paediatri.

2. Munkur N, C S. Cerebral Palsy-Definition, Classification, Etiology and

Early Diagnosis.Indian Journal Pediatric,Volume 72.

3. Krigger K W. Cerebral Palsy: An Overview. American Family

Physician.Volume 73.

4. Sulistyawati. N, M. A. (2019). Identifikasi Faktor Penyebab dan Tanda

Gejala Anak Degan Cerebal Palsy. Jurnal Kesehatan Karya Husada ,

76-87.

5. I G. Paediatric Neurology. Division of Child Neurology, Department of

Paediatric, University Hospital, Uppsala, Swedden.

6. K.C.K Kuban, A L. Review Article Cerebral Palsy. The New England

Journal Medicine.

7. NOC, N. N. (2017). Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakatra: Buku

Kedokteran : EGC.

8. Jan MMS. Cerebral Palsy: Comperhensive Review and Update.Ann

Saudi Med 2016;26(2):123-132.

9. Pamilih, C. Y, 2014 “Penatalaksanaan Neuro Development Treatment

(NDT) Pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Di Yayasan

Sayap Ibu Cabang Yogyakarta”.

10. Stavsky, M., Mor, O., Mastrolia, S. A., Greenbaum, S., Than, N. G., &

Erez, O. (2017). Cerebral Palsy— Trends in Epidemiology and Recent

24
Development in Prenatal Mechanisms of Disease, Treatment, and

Prevention. Frontiers in Pediatrics, 5, 21.

11. Hasan R, H A. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika.

25

Anda mungkin juga menyukai