Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

CEREBRAL PALSY

DOSEN PENGAJAR
Ns. PUTRI EKA SUDIARTI, M.Kep

Disusun Oleh
YULIA LESTARI

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis telah dianugerahkan kekuatan dan


kesehatan sehingga dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini. Selawat
dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabat sekalian yang telah membawa perubahan dari alam
jahiliyah ke alam yang penuh dengan hidayah.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah mendukung penulisan makalah ini, sehingga makalah ini
dapat dijadikan referensi bagi para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, untuk ini
penulis mohon saran-saran dan perbaikan dari semua pihak.

Bangkinang, Maret 2024

Penulis,

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisa ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAAN ................................................................................ 3
A. Definisi ......................................................................................................... 3
B. Klasifikasi ..................................................................................................... 4
C. Etiologi .......................................................................................................... 5
D. Faktor Resiko ................................................................................................ 7
E. Manifestasi klinis .......................................................................................... 8
F. Patofisiologi ................................................................................................ 11
G. Gejala .......................................................................................................... 12
H. Diagnosis ..................................................................................................... 13
I. Diagnosis pembanding ................................................................................ 13
J. Pemeriksaan penunjang............................................................................... 14
K. Penatalaksanaan .......................................................................................... 14
L. Komplikasi................................................................................................... 17
M. Pencegahan .................................................................................................. 18
N. Prognosis ...................................................................................................... 18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................... 20
A. Pengkajian ................................................................................................... 20
B. Nursing Care Plan ....................................................................................... 24
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 29
A. Kesimpulan ................................................................................................. 29
B. Saran............................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam
susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat
pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral
bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer
akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan
penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah
cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir
William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy,
sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral
Paralysis. Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.
WinthropPhelps menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam
penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT,
bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru
sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan
masyarakat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu: populasi
yang diambil, cara diagnosis, dan ketelitiannya. Misalnya insidensi cerebral palsy
di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, Gilory memperoleh 5 dan
1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy, 50
% kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan
ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong
berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 % mempunyai
intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ di bawah
70, 35 % disertai kejang, sedangkan 50 % menunjukan gangguan bicara. Laki-laki
lebih banyak dari pada wanita ( 1,4 : 1,0).

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan makalah ini yaitu untuk
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada anak
dengan gangguan cerebral palsy

C. Tujuan Penulisan
Menjelaskan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada anak
dengan gangguan cerebral palsy.

2
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Definisi
Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan
sebagai kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan epilepsy
dan ketidak normalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat dari cacat atau
lesi otak yang sedang berkembang. ( Behrman : 1999, hal 67 – 70 )
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh
abnormalitas system motor piramida ( motor kortek, basal ganglia dan otak kecil )
yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal. (
Suriadi Skep : 2006, hal 23 – 27 ).
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda ( sejak dilahirkan ) serta merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup
dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan
neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan sebelum juga
kelainan mental. ( Ngastiyah : 2000, hal 54 – 56 ).
Jadi, Cerebral (otak) cpacry ( KeIumpuhan ) adalah suatu kelainan otak
yang ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam
bergerak dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh lainnya
akibat kerusakan / kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi / anak dapat
terjadi ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir, sering disertai
dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, kecerdasan kurang,
buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf
lainnya.
DERAJAT KEPARAHAN CEREBRAL PALSY
(Gross Motor Function Classification System/GMFCS)
Derajat I : berjalan tanpa hambatan, keterbatasan terjadi pada gerakan
motorik kasar yang lebih rumit.
Derajat II : berjalan tanpa alat bantu, keterbatasan dalam ber-jalan di
luar rumah dan di lingkungan masyarakat.

3
Derajat III : berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan dalam
berjalan di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
Derajat IV : kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan alat
bantu gerak yang cukup canggih untuk berada di luar rumah dan di
lingkungan masyarakat.
Derajat V : kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun
sudah menggunakan alat bantu yang canggih

B. Klasifikasi
Cerebral Palsy dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Tipe spastic atau pyramidal ( 50% dari semua kasus CP, otot-otot menjadi
kaku dan lemah. Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a. Hipertoni ( fenomena pisau lipat )
b. Hiperrefleksi yang disertai klonus.
c. Kecenderungan timbul kontraktur.
d. Reflex patologis.
Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut :
a. Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
b. Spastic diplegia, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas
sedikit lebih berat.
c. Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit
lebih berat.
d. Monopologi, bila hanya satu anggota gerak.
e. Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak
bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
2. Tipe disginetik ( koreatetoid, 20% dari semua kasus CP ), otot lengan, tungkai
dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali,
tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi
menyebabkan keadaan semakin memburuk, gerakan akan menghilang jika
anak tidur.

4
3. Tipe ataksik, ( 10% dari semua kasus CP ), terdiri dari tremor, langkah yang
goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan koordinasi dan gerakan
abnormal.
4. Tipe campuran ( 20% dari semua kasus CP ), merupakan gabungan dari 2
jenis diatas, yang sering ditemukan adalah gabungan dari tipe spastic dan
koreoatetoid. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional :
a. Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan / aktivitas sehari-hari sehingga
sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
b. Sedang
Aktivitas sangat terbatas, penderita membutuhkan bermacam-macam
bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya
sendiri, dapat bergerak dan berbicara. Dengan pertolongan secara khusus,
diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara
sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan
baik.
c. Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau
pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya
penderita seperti ini ditampung dengan retardasi mental berat, atau yang
akan menimbulkan gangguan social-emosional baik bagi keluarganya
maupun lingkungannya.

C. Etiologi
1. Pranatal
 Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan kelainan pada
janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit infeksi
sitomegalik.
 Radiasi sinar X
 Malformasi Kongenital

5
 Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa,
anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal)
2. Perinatal
a. Anoreksia/Hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak.
Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoreksia. Hal demikian
terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi
sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
b. Perdarahan otak
Perdarahan dan anoreksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi
anoreksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan
menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan
hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks
serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan
otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena
pembulu darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih
belum sempurna.
d. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya
pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. Terjadi ikterus bila
bilirubin dalam darah lebih dari 20 mg/dl.
e. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3. Post natal / Pasca natal
a. Trauma Kapitis

6
b. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis,
ensefalomielitis.
c. Luka Parut pada otak pasca bedah.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih
berperan dari pada faktor pascanatal. Studi oleh nelson dkk ( 1986 ) menyebutkan
bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemia prenatal, faktor
penyebab cerebral palsy. Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat
akhir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan Cerebral
palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. Sedangkan faktor pascanatal
mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun. ( Hagbreg dkk, 1975 ), atau
sampai 5 tahun kehidupan ( Blair dan Stanley, 1982 ), atau sampai 16 tahun (
Perlstein, Hod, 1964 )

D. Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP
semakin besar antara lain adalah :
1. Letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda
awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak
berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan
kerusakan otak permaanen.
3. Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.
4. BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir
5. Kehamilan ganda.
6. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi
SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut
menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak
dalam kandungan.

7
7. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan
jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
CP pada bayi.
8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
9. Kejang pada bayi baru lahir.

E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik Cerebral palsy bergantung pada lokalisasi dan luasnya
jaringan otak yang mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia
basalis atau serebelum. Dengan demikian secara klinik dapat dibedakan 3 bentuk
dasar gangguan motorik pada Cerebral palsy, yaitu : spastisitas, atetosis dan
ataksia.
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus
dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak
hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama
derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan
kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada
sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi
sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan.
Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam
flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks
neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus
kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan
besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat
anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya;
hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang
sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi
tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan
keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan

8
tungkai. Golongan spastitis ini meliputi 3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk
kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
a. Monoplegia/ Monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak
lebih hebat dari yang lainnya.
b. Hemiplegia/ Diparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
c. Diplegia/ Diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan.
d. Tetraplegia/ Tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama
hebatnya dibandingkan dengan tungkai
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas)
dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada
lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot
dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya
seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya
berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif,
tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan
biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang
terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak
flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal
menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala
spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia
berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
4. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya
flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan

9
keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan
semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di serebelum.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
6. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan
yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol
otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak
anak berliur.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan
kelainan refraksi.padakeadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
8. Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia.
Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
9. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat
bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
10. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
11.Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral
palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy
yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia
serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh.
Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami
kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara
volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak,
perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.

10
12. Problem emosional terutama pada saat remaja.
Dari manifestasi klinis diatas tadi, terdapat ciri-ciri dari cerebral palsy,
yaitu :
 Perkembangan motor kasar dan motor halus yang lambat
 Tindakan yang sepatutnya hilang masih kekal
 Berjalan dengan menjinjit atau kaki diseret
 Ketidaknormalan bentuk otot
 Lekukan pada spinal “jawbone” kepala kecil
 Penangkapan
 Sawan
 Percakapan komunikasi
 Deria yang lemah
 Kerencatan akal
 Masalah pembelajaran
 Masalah tingkah laku

F. Patofisiologi
Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi,
hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrower
gry, saluran sulci dan berat otak rendah. Anoxia merupakan penyebab yang berarti
dengan kerusakan otak, atau sekunder dari penyebab mekanisme yang lain. CP
(Cerebral Palsy) dapat dikaitkan dengan premature yaitu spastic displegia yang
disebabkan oleh hypoxic infarction atau hemorrhage dalam ventrikel.
Type athetoid / dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal ganglia dan
beberapa saraf nuclei cranial. Selain itu juga dapat terjadi bila gangsal banglia
mengalami injury yang ditandai dengan idak terkontrol; pergerakan yang tidak
dosadari dan lambat. Type CP himepharetic,karena trauma pada kortek atau CVA
pada arteri cerebral tengah. Cerebral hypoplasia; hipoglicemia neonatal
dihubungkan dengan ataxia CP.
Spastic CP yang paling sering dan melibatkan kerusakan pada motor
korteks yang paling ditandai dengan ketegangan otot dan hiperresponsif. Refleks

11
tendon yang dalam akan meningkatkan dan menstimulasi yang dapat
menyebabkan pergerakan sentakan yang tiba-tiba pada sedikit atau semua
ektermitas. Ataxic CP adanya injury dari serebelum yang mana mengatur
koordinasi, keseimbangan dan kinestik. Akan tampak pergerakan yang tidak
terkoordinasi pada ekstremitas aras bila anak memegang / menggapai benda. Ada
pergerakan berulang dan cepat namun minimal. Rigid / tremor / atonic
CP ditandai dengan kekakuan pada kedua otot fleksor dan ekstensor. Type ini
mempunyai prognosis yang buruk karena ada deformitas multiple yang terkait
dengan kurangnya pergerakan aktif. Secara umum cortical dan antropy
cerebral menyebabkan beratnya kuadriparesis dengan retardasi mental dan
microcephaly.

G. Gejala
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus
yang berat,bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan.
Gejalanya bervariasi,mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata
sampai kekakuan yang berat,yang menyebabkan bentuk lengan dan tungkai
sehingga anak harus memakai kursi roda. Gejalanya selalu mengiringi tipe dari
cerebral palsy. Gejala lain yang mungkin muncul adalah :
 Kecerdasan dibawah normal
 Keterbelakangan mental
 Kejang/epilepsy (trauma pada tipe spastik)
 Gangguan menghisap atau makan
 Pernafasan yang tidak teratur
 Gangguan perkembangan kemampauan motorik (misalnya menggapai
sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan)
 Gangguan berbicara (disatria)
 Gangguan penglihatan
 Gangguan pendengaran
 Kontraktur persendian
 Gerakan menjadi terbatas

12
H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat
kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya
cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan
perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih
menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang
kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang
menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy
melalui fase hipotoni.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala,
pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada penderita yang
memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena
sering disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala
dilakukan untuk mencoba mencari etiologi.
Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual
yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.

I. Diagnosis pembanding
1. Mental subnormal
2. Retardasi motorik terbatas
3. Tahanan volunter terhadap gerakan pasif
4. Kelainan persendian
5. Cara berjalan yang belum stabil
6. Gerakan normal
7. Berjalan berjinjit
8. Pemendekan kongenital pada gluteus maksimus, sastrak nemius atau
hamstring
9. Kelemahan otot-otot pada miopati, hipotoni atau palsy erb
10. Lain penyebab dari gerakan involunter
11. Penyakit-penyakit degeneratif pada susunan saraf
12. Kelainan pada medala spinalis

13
13. Sindrom lain

J. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis
sebral palsi di tegakkan.
 Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
 Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
 Foto rontgen kepala.
 Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang
dibutuhkan.
 Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari reterdasi
mental.

K. Penatalaksanaan
Pada umumnya penanganan penderita CP meliputi :
a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini
perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog,
psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi,
occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua
pasien.
b. Aspek non medis yang dilakukan
Untuk mengatasi kecacatan motorik yang disertai kecacatan mental
memerlukan pendidikan yang khusus. Kesembuhan dalam arti regenerasi otak
yang sehat dapat diraih dengan pengobatan dan perawatan yang tepat.
c. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu
diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang

14
berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini
dilakukan sepanjang pasien hidup.
d. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan
tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan
koreotetosis yang berlebihan.
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot
yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas.
Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe
lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -
dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan
dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik,
tendon, otot atau pada tulang.
e. Obat-obatan
Pasien cereebral palsy (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah
baik, makin banyak gejala penyertaannya dan makin berat gejala motoriknya
makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral
palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki
gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.
Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang
memberikan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe
spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat
muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik
dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenanceanti kejang
yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin
dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan
benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada
keadaanchoreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada
keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat

15
diberikan dextroamphetamine 5 – 10 mg pada pagi hari dan 2,5 – 5 mg pada
waktu tengah hari.

f. Tindakan keperawatan
Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca
status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . Jika
dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera
memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak
walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan
kepada orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera
dibawa konsultasi ke dokter.
g. Occupational therapy
Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri
sendiri, memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa
mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya.
h. Redukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita
CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi
terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan
dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab
dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok
serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri.
Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan
untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari.
Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur
perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita
yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan.
Fisioterapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita
CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa
dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di
Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational

16
therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya
diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan
bersama-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal.
Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja
sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.

L. KOMPLIKASI
1. Ataksi
2. Katarak
3. Hidrosepalus
4. Retardasi Mental
IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah, dengan suatu
ketegangan IQ yang lebih rendah.
5. Strain/ ketegangan
Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia
6. Pinggul Keseleo/ Kerusakan
Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.
7. Kehilangan sensibilitas
Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.
8. Hilang pendengaran
Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
9. Gangguan visual
Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
10. Kesukaran btuk bicara
Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal,
gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak
hemiplagia.
11. Inkontinensia
RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar
kecil.
12. Penyimpangan Perilaku

17
Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan
ketidaksuburan/kemandulan.

M. PENCEGAHAN
Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan
menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal
dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih
banyak pula yang sulit untuk dihindari. “Prenatal dan perinatal care” yang baik
dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan “haemolytic disease
of the new born” dapat dicegah dengan transfusi tukar yang dini, “rhesus
incompatibility” dapat dicegah dengan pemberian “hyperimmun anti D
immunoglobulin” pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain
yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia,
meningitis, status epilepsi dan lain-lain.

N. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : Berat ringannya
CP, cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan
kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk
(1968), hanya sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan
menyenangkan, namun Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap
229 penderita CP yang.didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7
tahun 52% di antaranya telah bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula
bahwa bentuk CP yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang
lebih banyak mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan
pada golongan anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di negara maju,
misalnya diInggris dan Scandinavia, terdapat 20–25% penderita CP bekerja
sebagai buruh harian penuh dari 30–50% tinggal di” Institute Cerebral Palsy”.
Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin
buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis,
makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat
diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang

18
tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun
lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya
mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-
kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin
lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga
dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan
penerimaannya maka makin baik prognosis.

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 25 Agustus 2016
Jam : 10. 00 WIB
1. Data Subyektif
a. Identitas
Nama : An.”N“
Umur : 8 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Anak ke- :3
Alamat : Baregbeg Ciamis

b. Keluhan Utama
Kaki tidak bisa diluruskan dan sulit menelan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sulit menelan terutama makan
pedas, makan makanan cair pun sangat lama untuk proses menelannya
keluhan paling utama di rasakan sekitar 1 minggu yang lalu. Muntah tidak
ada, nafsu makan berkurang, demam kadang timbul tiba-tiba namun kalau
sudah diberi paracetamol demam mereda, gusi bengkak sejak 2 bulan dan
apabila ditekan mengeluarkan darah.BB: 11 kg, S:36,9 0C.N:
128x/m,R:18x/m.
d. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
1. Prenatal
Sebelumnya ibu KB suntik 1 bulan. Selama hamil ibu kontrol rutin
setiap 2 minggu di bidan,di dokter Sp.OG Cuma 1 kali pemeriksaan
pada usia kehamilan 5 bulan, tidak imunisasi, USG, mendapat
suplemen tambah darah dan vitamin. Selama hamil tidak mengalami

20
masalah, tidak mual muntah berlebihan, tidak demam, tidak ada edema
dan tidak mengalami hipertensi.
2. Perinatal dan Post Natal
Anak lahir spontan di BPM pada usia kehamilan 9 bulan 10 hari,
presentasi kepala, ketuban jernih, setelah lahir anak langsung menangis.
Gerak aktif, tidak biru dan tidak kuning. Berat badan lahir 2800 gr
panjang badan 48 cm. Post natal anak kontrol dan mendapat imunisasi
di Puskesmas
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu os mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang pernah menderita
penyakit seperti yang dialami klien namun tidak ada riwayat penyakit berat
lainnya seperti Hepatitis, penyakit menurun seperti kencing manis, penyakit
menahun seperti darah tinggi
f. Status Imunisasi
Jenis imunisasi Umur diberikan Tempat pelayanan
Vit K Segera setelah lahir Bidan
Hb0 2 jam setelah Vit K Bidan
BCG + polio 1 1 bulan Puskesmas
Combo 1+ polio 2 - -
Combo 2 + polio 3 3 bulan Puskesmas
Combo 3 + polio 4 - -
Campak 9 bulan Puskesmas

2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : Composmentis
BB : 11 kg
RR : 18 x/menit
Nadi : 128x/menit
Suhu : 36,9 0C

21
b. Pemeriksaan fisik
Kepala Rambut warna hitam, lurus, agak kotor, tidak
mudah rontok, distribusi merata, kulit kurang
bersih, tidak ada cicatrix, tidak terdapat nyeri tekan
maupun benjolan abnormal.
Muka Simetris, bentuk oval, tidak ada odema,pucat
Mata Simetris, tidak oedem, conjungtiva merah muda,
sclera berwarna putih terdapat gambaran tipis
pembuluh darah, pupil isokor
Hidung Pernafasan spontan, hidung bersih tidak ada polip,
tidak ada benda asing, tidak ada secret, terdapat
bulu – bulu halus, dan tidak ada cyanosis.kurang
bersih di bagian hidung
Mulut Bibir kotor, terdapat stomatitis,dan lidah kurang
bersih.dan ada bengkak di gusi
Telinga Telinga kurang bersih, ada sedikit serumen, tidak
ada benda asing, membrane tympani utuh.
Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid. Tidak terdapat
bendungan vena jugularis.
Dada Simetris, bentuk bulat datar, kadang ada retraksi
intercostae, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
krepitasi, dan tidak ada jejas.
Abdomen Tidak ada bekas luka, kelainan kulit dan odema
Genetalia Tidak ada odema tidak ada varises.

Ekstremitas
Atas Tidak ada oedem kanan/kiri sulit untuk di gerakan
Bawah Tidak ada odem kanan/kiri, tidak ada varises,ada
kaku

22
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Hasil Normal
HB 10,1 g/ dL 13-17 g/ dL
Leukosit 7800 uL 5.000-10.000 uL
Trombosit 375.000 uL 150.000-450.000 uL
GDS 105 mg/ dL 110-160 mg/ dL
Hematokrit 30,0 % 40-50 %

23
B. NURSING CARE PLAN
No Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
1 Gangguan nutrisi kurang Tujuan: 1. Ajarkan pola 1. Memberikan intake 1. mengajarkan pola S :
dari kebutuhan tubuh Pemenuhan nutrisi makan yang teratur yang adekuat dan makan yang teratur  Ibu klien
berhubungan dengan pasien adekuat 2. Anjurkan untuk menghindari 2. menganjurkan mengatakan os
gangguan proses menelan Kriteria hasil berpartisipasi terjadinya untuk berpartisipasi mau makan dan
1. Adanya kemajuan dalam program komplikasi/mempe dalam program minum walaupun
peningkatan berat latihan/kegiatan rberat penyakit latihan/kegiatan sangat sedikit
badan. 3. Jaga kebersihan lebih lanjut. 3. menjaga kebersihan
2. Berat badan pasien mulut pasien 2. Dengan adanya mulut pasien O:
normal/ideal sesuai 4. Kolaborasi dengan kegiatan maka 4. berkolaborasi Tanda-Tanda Vital
usia pasien ahli gizi dalam klien akan merasa dengan ahli gizi BB : 11 kg
pemberian nutrisi lapar dan akhirnya dalam pemberian N : 128 x/ mnt
muncul keinginan nutrisi R : 18 x/ mnt
klien untuk SB : 36,90C
memenuhi A:
nutrisinya. masalah teratasi sebagian
3. Kebersihan mulut P :
anak akan  Intervensi di
memudahkan dan lanjutkan
meningkatkan I:
nafsu pasien untuk  Mengatur pola makan
makan/pemenuhan  Menjaga kebersihn
nutrisi. mulut
4. Meningkatkan gizi
anak E:
Keluarga mengatakan
sudah mau makan
walaupun sedikit
R:
24
Masalah teratasi sebagian

2 Gangguan komunikasi Tujuan 1. Kaji derajat 1. Menentukan derajat 1. mengkaji derajat S :


verbal berhubungan Pasien mampu disfungsi pada kerusakan serebral disfungsi pada  Ibu klien
dengan gangguan melakukan proses sistem pendegaran yang terjadi dan sistem pendegaran mengatakan os
neuromuskular pada komunikasi dalam yang dialami. kesulitan pasien yang dialami. masih sulit untuk
sistem pendengaran kekurangan yang 2. Perhatikan dalam beberapa 2. memperhatikan berkomunikasi
ada. kesalahan dalam atau seluruh tahap kesalahan dalam
Kriteria hasil komunikasi dan proses komunikasi. komunikasi dan O:
1. Adanya pemahaman berikan umpan 2. Pasien mungkin berikan umpan Tanda-Tanda Vital
tentang masalah balik. kehilangan balik. BB : 11 kg
komunikasi 3. Berikan metode kemampuan untuk 3. memberikan metode N : 128 x/ mnt
2. Menggunakan komunikasi memantau ucapan komunikasi R : 18 x/ mnt
sumber-sumber alternatif, seperti yang keluar dan alternatif, seperti SB : 36,90C
dalam komunikasi menlis di papan tidak menyadari menlis di papan A:
dengan tepat tulis, gambar. bahwa komunikasi tulis, gambar. masalah belum teratasi
3. Mampu Berikan petunjuk yang diucapkannya Berikan petunjuk P :
mengggunakan visual (gerakan tidak jelas. Umpan visual (gerakan  Intervensi dilanjutkan
metode komunikasi tangan, gambar- balik membantu tangan, gambar- I:
untuk gambar, daftar pasien gambar, daftar  mengkaji intake dan
menegspresikan kebutuhan, merealisasikan kebutuhan, output
kebutuhan demonstrasi). kenapa pemberi demonstrasi).  mengobservasi TTV
4. Kolaborasi asuhan tidak 4. berkolaborasi  menganjurkan
dengan ahli terapi mengerti/bersepon dengan ahli terapi keluarga untuk tetap
wicara dan memberikan wicara melanjutkan
kesempatan untuk kolaborasi dengan
mengklarifikasikan ahli wicara
isi/makna yang
terkandung dalam E:
ucapannya Keluarga mengatakan
3. Memberikan klien masih sulit untuk
metode komunikasi berkomunikasi
25
yang dapat R:
dipahami oleh Masalah belum teratasi
pasien
4. Pengkajian secara
individual untuk
mengetahui
kemampuan bicara
dan sensori,
motorik, dan
kognitif berfungsi
ntuk
mengidentifikasi
kekurangan dan
kebutuhan terapi.
3 Gangguan mobilitas fisik Tujuan 1. Kaji kemampuan 1. Untuk 1. mengkaji S :
berhubungan dengan Pasien mampu secara mengidentifikasi kemampuan secara  Ibu klien
kelemahan otot melakukan aktivitas fungsional/luasnya derajat kekuatan fungsional/luasnya mengatakan klien
Kriteria hasil kerusakan. atau kelemahan dan kerusakan. belum bisa
1. Mampu dapat memberikan mobilisasi secara
mempertahankan 2. Berikan aktifitas informasi tentang mandiri
posisi optimal dan ringan yang dapat pemuliahan 2. memberikan
fungsi yang dikerjakan pasien. 2. Anak dapat aktifitas ringan yang O:
dibuktikan dengan meningkatkan dapat dikerjakan Tanda-Tanda Vital
tidak adanya 3. Libatkan anak kemampuan yang pasien. BB : 11 kg
kontraktur. dalam mengatur dimiliki anaknya N : 128 x/ mnt
2. Meningkatkan jadwal harian dan walaupun terbatas 3. melibatkan anak
R : 18 x/ mnt
memilih aktifitas dalam mengatur
kekuatan dan fungsi 3. Membantu SB : 36,90C
bagian tubuh yang yang diinginkan pemenuhan jadwal harian dan
A:
terganggu. 4. Bantu pasien kebutuhan memilih aktifitas
masalah belum teratasi
3. Mampumenggunak dalam pergerakan 4. Membantu yang diinginkan
P :
dan latihan dengan 4. membantu pasien
an teknik untuk memberikan  Lanjutkan intervensi
melakukan aktivitas. menggunakan eks dorongan untuk dalam pergerakan
I:
26
remitas yang tidak latihan aktif dan latihan dengan  mengobservasi TTV
sakit. sehingga terjadi menggunakan eksre  menganjurkan
5. Kolaborasi dengan peningkatan fungsi mitas yang tidak keluarga untuk tetap
ahli fisioterapi. dari ektremitas sakit. menjaga klien dan
5. Membantu pasien 5. berkolaborasi menempatkan klien
dalam menemukan dengan ahli di tempat yang aman
kebutuhan dan fisioterapi. supaya terhindar dari
meningkatkan cedera dan tetap
keseimbangan, berkolaborasi dengan
koordinasi, dan ahli fisioterapi
kekuatan otot.
E:
Keluarga mengatakan
klien masih sangat sulit
untuk mobilisasi
R:
Masalah belum teratasi

27
CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl/Jam No. Catatan Keperawatan Evaluasi
DK
25-8-2016 1 13.45
10.00  Memonitor tanda vital klien: S:
suhu axila 36,9 °C, rr 48 x/m Ibu klien mengatakan
dan nadi 132 x/m. Kulit suhu kulit an. S turun dari
kemerahan. sebelumnya.
 Memberikan tapid sponge. O:
 Mengelola pemberian  Temperatur 36,6 °C.
antipiretik paracetamol ¾ cth.  Tidak ada kejang.
10.10 A:
 Memotivasi ibu untuk tetap Hipertermi teratasi.
memberikan ASI atau cairan P:
peroral lainnya.  Monitor perubahan tanda
11.00 vital ekstrim.
 Memonitor tanda vital klien:  Berikan tapid sponge bila
suhu axila 36,6 °C, rr 37 x/m panas.
dan nadi 128 x/m.  Tingkatkan hidrasi.
 Memotivasi keluarga untuk
tetap memberikan tapid sponge.
 Menganjurkan ibu untuk
memasangkan pakaian tipis,
menyerap keringat dan
memudahkan sirkulasi udara.
25-8-2016 2 13.45
10.00  Memantau status hidrasi klien: S:
turgor kulit baik, klien muntah Ibu klien menyatakan an.
dan BAB 1 kali. R mau menetek.
 O:
 Intake klien terjaga,ASI +
 Memberikan cairan/PASI  Mukosa mulut lembab.
10.15 peroral A:
 Defisit cairan tidak terjadi.
P:
 Monitor input-output.
 Motivasi pemberian
intake peroral.

27
CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl/Jam No. Catatan Keperawatan Evaluasi
DK
25-8-2016 3 09.45
10.30  Mendiskusikan dengan ibu S:
klien tentang antisipasi demam Ibu klien mengatakan
dan kejang. sudah bisa melakukan
 Menjelaskan kepada ibu antisipasi demam dan
penyebab kejang terdahulu. kejang.
 Mendiskusikan dengan ibu O:
penanganan di rumah bila anak -
kembali demam tinggi serta A:
terjadi kejang. Pengetahuan ibu
 Memotivasi ibu untuk meningkat.
memanfaatkan fasilitas Injuri tidak terjadi.
kesehatan. P:
Monitor perubahan suhu.

28
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cerebral (otak) parcy ( KeIumpuhan ) adalah suatu kelainan otak yang
ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam bergerak
dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh lainnya akibat
kerusakan / kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi / anak dapat terjadi
ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir, sering disertai
dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, kecerdasan kurang,
buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi
saraf lainnya. Cerebral palsy dapat disebabkan oleh prenatal, perinatal dan
post natal da nada berbagai macam klasifikasi pada cerebral palsy.
Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan
menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal,
natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi
masih banyak pula yang sulit untuk dihindari.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami
pengertian dan etiologi dari Cerebral palsy. Dengan demikian, diharapkan
nantinya dapat melakukan pencegahan dan pengobatan terhadap Cerebral
palsy.

29
DAFTAR PUSTAKA

Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An


Illustrated Guide. New York: Thieme; 2006.
Institute of Physiology and Pathophysiology, Johannes Gutenberg-University,
Mainz, Germany. 2007. Handbook of Clinical Neurology; Pain and hyperalgesia:
definitions and theories.
J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference.
Disease, drugs, and Procedure. Trigeminal Neuralgia in Emergency Medicine.
Wilkinson,M,Judith.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan
anak fakultas kedokteran universitas IndonesiaPutz R dan Pabst R. 1997.
sobota. Jakarta : EGC
Sumber : Elita Mardiani. faktor – faktor risiko prenatal dan perinatal kejadian
cerebral palsy. 2006 : program studi epidemiologi program pascasarjana
universitas diponegoro semarang (diakses 16 maret 2016 pukul 14:14)

30

Anda mungkin juga menyukai