Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN

Dalam Memenuhi Tugas Mata Kuliah

KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI

OLEH :
Kelompok 6
DIAN SULASTRI (12040226291)
WINA APRIANI (12040227538)

DOSEN PEMBIMBING
ISTIQOMAH, M.Pd

PROGRAM STUDI S1 BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT


yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga
penulis diberi untuk menyelesaikan makalah tentang “Pendewasaan Usia
Perkawinan”.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-
banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu penulis
selama proses penyelesaian makalah ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta kesalahan yang penulis yakini diluar batas kemampuan
penulis. Maka dari itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Pekanbaru, April 2023


Tertanda

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Usia Pernikahan Dalam Undang-Undang .................................................. 3
B. Pernikahan Dalam Islam ............................................................................ 4
C. Pacaran ....................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 13
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan dibawah umur merupakan pernikahan yang salah satu atau
kedua pasangan berusia di bawah usia minimal untuk melakukan pernikahan,
yaitu 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Banyaknya pernikahan
di bawah umur mengakibatkan perkembangan penduduk semakin pesat.
Rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yaitu masa subur
merupakan permasalahan remaja dalam Pendewasaan Usia Perkawinan. Sikap
terhadap pendewasaan usia perkawinan yang masih kurang dapat menyebabkan
banyak terjadinya pernikahan di bawah umur. Salain itu menurut (Sari, 2015)
mengatakan bahwa lingkungan dan budaya di sekitar remaja yang sering terjadi
pernikahan di usia muda dapat menghambat sikap remaja untuk mendewasakan
usia perkawinan. Remaja perempuan dan lakilaki usia 14-24 tahun yang
mengetahui tentang masa subur mencapai 65% (SDKI 2007) terdapat kenaikan
sebanding hasil SKRRI tahun 2002-2003 sebesar 29% dan 32%.
Pendewasaan Usia Perkawinan ini berimplikasi pada pentingnya
pengetahuan dan sikap remaja tentang peningkatan usia perkawinan yang lebih
dewasa sehingga dapat berdampak pada penurunan TFR (Total Fertility Rate).
TFR di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 2,6 yang artinya setiap perempuan di
Indonesia mempunyai kemungkinan untuk mempunyai anak 2-3.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa ibu yang
melahirkan diusia 15-16 tahun sebanyak 16 juta orang atau 11% dari seluruh
kelahiran di dunia yang mayoritas (95%) terjadi di negara-negara berkembang. Di
Amerika Latin dan Karibia wanita muda yang menikah berumur 18 tahun sekitar
29%. Prevalensi kasus pernikahan usia dini tertinggi tercatat di Negara Nigeria
(79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%) (WHO, 2012).
Hasil lain dari Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa umur pertama menikah di
Indonesia sudah cukup tinggi yaitu 4,8% pada usia 10-14 tahun dan pada usia 15-
19 tahun yaitu 41,9%. Kelahiran lima tahun terakhir sebelum pengamatan ini

1
dilakukan, perempuan yang berusia 10-14 tahun sudah terjadi pada 0,3 per 1000,
dan perempuan yang berusia 15-19 tahun 53,9 per 1000. Umur pertama menikah
pada usia sangat muda (10-14 tahun) cenderung lebih tinggi pada kelompok
perempuan yang tidak bersekolah (9,5%), di pedesaan (6,2%), petani/
nelayan/buruh (6,3%), serta status ekonomi terendah (6,0%) (Ika Wati, dkk,
2017).

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah Usia Pernikahan dalam Undang-Undang ?
b. Jelaskan tentang Pernikahan dalam Islam ?
c. Apa yang dimaksud Pacaran ?

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk memahami Usia Pernikahan dalam Undang-Undang
b. Mengetahui Pernikahan dalam Islam
c. Mengetahui tentang Pacaran

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Usia Pernikahan Dalam Undang-Undang


Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang telah diubah
dengan UU Nomor 16 Tahun 219 mengatur usia minimal menikah adalah 19
tahun baik untuk pria maupun wanita. Pernikahan yang terjadi di usia kurang dari
19 tahun diperbolehkan dengan izin/dispensasi dari pengadilan agama, lazimnya
dinamakan pernikahan dini.
Pada Pasal 7 ayat 1 dituliskan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila
pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
UU 16/2019 ini memperbaharui aturan sebelumnya, UU 1/1974 yang
menyatakan bahwa perkawinan boleh dilakukan oleh pria berusia minimal 19
tahun dan wanita minimal 16 tahun.
Perubahan dilakukan karena mempertimbangkan UU Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
Menurut UU Perlindungan Anak, anak didefinisikan sebagai seseorang
yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.
Dengan begitu, negara menganggap bahwa seseorang yang sudah berusia
di atas 18 tahun atau mulai dari 19 tahun dapat dikategorikan sebagai dewasa,
sehingga sudah diperbolehkan untuk menikah.
Usia Ideal Menikah Menurut BKKBN
Lembaga pemerintahan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) memiliki rekomendasi usia pernikahan bagi masyarakat.
Menurut BKKBN usia ideal menikah bagi perempuan adalah minimal 21
tahun. Sementara usia menikah ideal pria adalah minimal 25 tahun.
Melansir akun Twitter resmi BKKBN, rekomendasi ini didasari beberapa
pertimbangan.
Usia psikologis yang masih labil akan mempengaruhi pola pengasuhan
anak.

3
Kematangan usia dan mental dapat berdampak pada gizi serta kesehatan anak.
Pernikahan dini dapat menempatkan remaja putri dalam risiko kesehatan atas
kehamilan dini.
Adanya potensi kanker leher rahim atau kanker serviks pada remaja di
bawah 20 tahun yang melakukan hubungan seksual.
Usia Ideal Menikah Menurut Kesehatan
Selanjutnya, usia ideal wanita menikah menurut kesehatan atau psikologis.
Mengutip Slice, Terapis Pernikahan dan Keluarga di Birmingham Maple
Clinic di Amerika Serikat, Carrie Krawiec mengenalkan Teori Goldilocks sebagai
teori usia ideal menikah.
Berdasarkan teori tersebut, usia ideal untuk menikah adalah 28-32 tahun
bagi perempuan dan laki-laki.
Standar usia ini muncul berdasarkan survei dan penelitian yang telah
dilakukan. Menurut teori ini, standar usia menikah ini memiliki kemungkinan
perceraian yang paling kecil dalam lima tahun pertama.
Singkatnya, teori ini menyebut usia ideal untuk menikah adalah tidak
terlalu tua dan tidak terlalu muda. Usia berkisar 28-32 tahun dianggap yang paling
ideal.
Teori ini juga sejalan dengan studi dari Sosiolog Universitas Utah Nick
Wolfinger yang diterbitkan Institut Studi Keluarga dan Time.
Menurut studinya, usia ideal untuk menikah adalah 28-32 tahun karena
memiliki potensi perceraian yang lebih rendah.

B. Pernikahan Dalam Islam


Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu ( ‫ ال ن كاح‬,( adapula yang
mengatakan perkawinan menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan
perkataan zawaj . Sedangkan menurut istilah Indonesia adalah perkawinan.
Dewasa ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi
pada prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam menarik akar
katanya saja.3 Perkawinan adalah ;

4
Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan terangkum atas rukun-
rukun dan syarat-syarat.
Para ulama fiqh pengikut mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan
Hanbali) pada umumnya mereka mendefinisikan perkawinan pada :
Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk
berhubungan badan dengan seorang perempuan) dengan (diawali dalam akad)
lafazh nikah atau kawin, atau makna yang serupa dengan kedua kata tersebut.
Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah
pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dari beberapa terminologi yang
telah dikemukakan nampak jelas sekali terlihat bahwa perkawinan adalah fitrah
ilahi.
Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan
sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan
dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-
ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tujuan pernikahan, sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-
Rum ayat 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang
(mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-
tanda kebesaranNya bagi orang-orang yang berfikir”. Mawaddah warahmah
adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, ketika manusia melakukan
pernikahan.
Pernikahan merupakan sunah nabi Muhammad saw. Sunnah dalam
pengertian mencontoh tindak laku nabi Muhammad saw. Perkawinan diisyaratkan
supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan

5
bahagia di dunia dan akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridha Allah SWT,
dan hal ini telah diisyaratkan dari sejak dahulu, dan sudah banyak sekali
dijelaskan di dalam alQur’an:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya)
lagi Maha mengetahui. (QS. Al Nuur/24 : 32)
Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang
lima yaitu :
b. Wajib bagi orang yang sudah mampu nikah,sedangkan nafsunya telah
mendesak untuk melakukan persetubuhan yang dikhawatirkan akan terjerumus
dalam praktek perzinahan.
c. Haram bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan
batin kepada calon istrinya,sedangkan nafsunya belum mendesak.
d. Sunnah bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mempunyai
kemampuan untuk nikah,tetapi ia masih dapat menahan diri dari berbuat
haram.
e. Makruh bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu member belanja
calon istrinya.
f. Mubah bagi orang tidak terdesak oleh alas an-alasan yang mewajibkan segera
nikah atau karena alas an-alasan yang mengharamkan untuk nikah.

Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Dan ada


banyak hikmah di balik anjuran tersebut. Antara lain adalah :
 Pertama, sunnah Para Nabi dan Rasul
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi
seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-
tiap masa ada Kitab. (QS. Ar-Ra'd : 38).
Dan hadis Nabi:

6
Dari Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Empat hal yang merupakan
sunnah para rasul : [1] Hinna', [2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah. (HR. At-
Tirmizi 1080)
 Kedua, Nikah merupakan bagian dari tanda kekuasan Allah
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.(QS. Al Ruum/29 : 21)
 Ketiga, salah satu jalan untuk menjadi kaya
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-
Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.(QS. Al Nur/24 : 32)
 Keempat, nikah merupakan ibadah dan setengah dari agama
Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki oleh
Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada
separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR.
Thabarani dan Al-Hakim 2/161).
 Kelima, tidak ada pembujangan dalam Islam
Islam berpendirian tidak ada pelepasan kendali gharizah seksual untuk dilepaskan
tanpa batas dan tanpa ikatan. Untuk itulah maka diharamkannya zina dan seluruh
yang membawa kepada perbuatan zina. Tetapi di balik itu Islam juga menentang
setiap perasaan yang bertentangan dengan gharizah ini. Untuk itu maka
dianjurkannya supaya kawin dan melarang hidup membujang dan kebiri. Seorang
muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan, bahwa hidup
membujang itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu kawin; atau
dengan alasan supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya untuk
beribadah dan memutuskan hubungan dengan duniawinya.
Abu Qilabah mengatakan "Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan
menjauhkan diri dari duniawi dan meninggalkan perempuan (tidak kawin dan

7
tidak menggaulinya) serta akan hidup membujang. Maka berkata Rasulullah s.a.w,
dengan nada marah lantas ia berkata: 'Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu
hancur lantaran keterlaluan, mereka memperketat terhadap diri-diri mereka, oleh
karena itu Allah memperketat juga, mereka itu akan tinggal di gereja dan kuil-
kuil. Sembahlah Allah dan jangan kamu menyekutukan Dia, berhajilah,
berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka Allah pun akan meluruskan
kepadamu.

C. Pacaran
1. Definisi Pacaran
Pacaran dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “pacar”, yang
kemudian diberi akhiran–an. Terdapat beberapa pengertian pacaran dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, yaitu :
a. Pacaran : teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih ; kekasih,
b. Berpacaran : bercintaan, berkasih-kasihan,
c. Memacari : menjadikan sebagai pacar; mengencani.
Kalau demikian itu pengertiannya, maka pacaran hanya merupakan sikap
batin, namun kalangan sementara orang-khususnya remaja, sikap batin ini disusul
dengan tingkah laku berdua-duaan, saling memegang , dan seterusnya.
Dalam Bahasa Indonesia, pacar diartikan sebagai teman lawan jenis yang
tetap dan mempunyai hubungan batin, biasanya untuk menjadi tunangan dan
kekasih. Dalam praktiknya, istilah pacaran dengan tunangan sering dirangkai
menjadi satu. Muda-mudi yang pacaran, kalau ada kesesuaian lahir batin,
dilanjutkan dengan tunangan. Sebaliknya, mereka bertunangan biasanya diikuti
dengan pacaran. Agaknya, pacaran di sini, dimaksudkan sebagai proses mengenal
pribadi masing-masing, yang dalam Islam disebut dengan “Ta’aruf”(saling kenal-
mengenal).
2. Tipe-Tipe Pacaran
Tipe pacaran menurut Muhammad Muhyidin dalam bukunya “Pacaran
Setengah Halal Setengah Haram” terbagi menjadi dua, yaitu :

8
a. Pacaran yang memperbodoh
Pacaran yang memperbodoh ini dapat didefinisikan secara ringkas sebagai
wujud dari pacaran yang menjadikan sepasang kekasih terjauhkan dari nilai-nilai
moral agama (moralitas agama).
Secara lebih jelasnya, kita menemukan bahwa ternyata ada tiga maksud dari
istilah pacaran yang memperbodoh diri menurut sudut pandang kita sebagai orang
yang beriman, yaitu :
1) Pacaran yang ditandai dengan perilaku sepasang kekasih yang
berkencan berdua-duaan hingga melakukan hal-hal yang terlarang.
2) Pacaran yang menyebabkan para pecinta mengalami kerusakan
secara psikis.
3) Pacaran yang menyebabkan para pecinta mengalami kerusakan fisik.
b. Pacaran yang mencerdaskan
Pacaran yang mencerdaskan adalah apabila seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang sedang terlibat hubungan asmara dan mereka bisa mencapai
kebahagiaan, kenyamanan dan kedamaian karena menjadikan Allah SWT sebagai
poros cinta mereka. Ialah pacaran yang menjadikan Allah SWT., Sebagai pusat
cinta, menjadikan keridhaan-Nya sebagai tujuan cinta, dan menjadikan cinta-Nya
sebagai acuan untuk mengembangkan cinta di antara mereka.
Dengan cara demikian, para pecinta dan para kekasih yang dicinta tidak
akan pernah merasakan gejolak jiwa yang justru membuat diri mereka sendiri
celaka. Kerinduan, kecemasan, kekhawatiran, ketakutan dan sifat-sifat yang
cenderung negatif lainnya sebagai sifat umum, yang dirasakan oleh para pecinta
tidak akan membuat pecinta terluka oleh sebab yang dicinta tidak memenuhi
harapannya.
3. Pacaran Dalam Perspektif Hukum Islam
Islam sebenarnya telah memberikan batasan-batasan dalam pergaulan
antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya, kita dilarang untuk mendekati zina.
Seperti tersebut dalam surat Al-Isra’ ayat 32 :
ْ ‫َوالَ تَ ْق َرب‬
ً‫ُوا ال ِّزنَى إِنَّهُ َكانَ فَا ِح َشةً َو َساء َسبِيل‬

9
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS.17:32)
Nabi Muhammad Saw bersabda :
”Hati-hatilah kamu untuk menyepi dengan wanita, demi zat yang jiwaku
ada pada kekuasaan-Nya, tidak ada seorang lelakipun yang menyendiri dengan
wanita, melainkan setan masuk di antara keduanya. Demi Allah, seandainya
seorang laki-laki berdesakan dengan batu yang berlumuran (lumpur/ lempeng
hitam ) yang busuk adalah lebih baik baginya dari pada harus berdesakan
dengan pundak wanita yang tidak halal.”(Diriwayatkan oleh At-Thabarani dalam
kitab Al-Mu’jam al-Kabir Juz VIII h.205 dan 7830).
Istilah pacaran secara harfiah tidak dikenal dalam Islam, karena konotasi
dari kata ini lebih mengarah kepada hubungan pra-nikah yang lebih intim dari
sekadar media saling mengenal. Islam menciptakan aturan yang sangat indah
hubungan lawan jenis yang sedang jatuh cinta, yaitu dengan konsep khithbah.
Khithbah adalah sebuah konsep “pacaran berpahala” dari dispensasi agama
sebagai media legal hubungan lawan jenis untuk saling mengenal sebelum
memutuskan menjalin hubungan suami-istri. Konsep hubungan ini sangat
dianjurkan bagi seseorang yang telah menaruh hati kepada lawan jenis dan
bermaksud untuk menikah. Akan tetapi hubungan ini harus tetap terbingkai dalam
nilai-nilai kesalehan, sehingga kedekatan hubungan yang bisa menimbulkan
potensi fitnah sudah di luar konsep ini.
Paparan di atas menunjukkan bahwa pacaran Islami itu sesungguhnya ada,
jika yang dimaksud adalah penjajakan awal yang dilakukan dua orang calon
pasangan suami istri. Tentu saja penjajakan tersebut dilakukan sekedar untuk
mengetahui sifat-sifat kepribadian masing-masing tanpa melampaui norma-norma
agama yang telah ditetapkan dalam ajaran suci. Sebaliknya, pacaran Islami bisa
kita katakan tidak ada jika yang dimaksud adalah praktik mesum muda-mudi yang
sering dilakukan dengan melampaui batas-batas ajaran agama. Dengan demikian,
yang diperbolehkan dalam fiqih adalah hubungan sebatas memenuhi kebutuhan
untuk sekadar mencari tahu sifat dan kepribadian masing-masing. Di luar
kebutuhan minimal seperti ini tentunya termasuk pelanggaran agama yang mesti

10
dijauhi, seperti bermesra-mesraan dan berasyik-masyuk sebagaimana layaknya
dilakukan oleh pasangan suami istri.

4. Konsep Islam Mengatur Hubungan Sepasang Remaja Yang Sedang


Jatuh Cinta
َّ ِ‫ب َو ْالف‬
‫ض ِة‬ ِ َ‫ير ْال ُمقَنطَ َر ِة ِمنَ ال َّذه‬
ِ ‫َاط‬ ِ ‫ت ِمنَ النِّ َساء َو ْالبَنِينَ َو ْالقَن‬ ِ ‫اس حُبُّ ال َّشهَ َوا‬ ِ َّ‫ُزيِّنَ لِلن‬
‫ب‬ِ ‫ّللاُ ِعن َدهُ ُحس ُْن ْال َمآ‬
‫ع ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َو ه‬ ِ ْ‫َو ْالخَ ي ِْل ْال ُم َس َّو َم ِة َواألَ ْن َع ِام َو ْال َحر‬
ُ ‫ث َذلِكَ َمتَا‬
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).”(QS.3:14)
Redaksi di atas tegas menjelaskan bahwa dalam diri manusia telah ditanam
benih-benih cinta yang sewaktu-waktu bisa tumbuh ketika menemukan kecocokan
jiwa. Cinta dalam Islam tidak dilarang, karena ia berada di luar wilayah kendali
manusia.
Agama tidak melarang seorang berkasih-kasihan dan bercinta, karena hal
tersebut merupakan naluri makhluk. Hanya saja agama menghendaki kesucian dan
ketulusan dalam hubungan itu, sehingga ditetapkannya pedoman yang harus
diindahkan oleh setiap orang, sehingga mereka tidak terjerumus di dalam
fahisyah (zina dan kekejian lainnya).
Sedangkan konsep Islam dalam mengatur hubungan antara sepasang
remaja yang sedang jatuh cinta dan benar-benar telah berkeinginan untuk menikah
adalah disunahkan segera menikah apabila sudah berhasrat serta calon suami
mampu membayar mahar dan menafkahi. Prosedur yang dibenarkan bagi laki-laki
yang sungguh-sungguh berkeinginan meminang seorang wanita untuk lebih
mengenal dan mengetahui karakternya adalah sebagai berikut :
 Mengirim delegasi untuk menyelidiki masing-masing pasangannya, dengan
syarat delegasi tersebut harus adil, dapat dipercaya dan satu mahram atau
satu jenis dengan calon yang diselidiki.

11
 Berbincang-bincang, duduk bersama namun harus disertai dengan
mahramnya.
 Sebatas melihat wajah dan telapak tangan saja (menurut syafi’iyah).
 Tidak ada keraguan atau prasangka akan ditolaknya lamarannya.
Rasulullah pernah bersabda dalam Riwayat Jabir berikut ini :
‫اذا خطب احدكم المراة فان استطاع ان ينظر منها الى ما يدعو الى نكاحها فليفعل‬
“Jika di antara kalian ada yang meminang perempuan maka jika ia bisa melihat
si perempuan sesuai yang ia butuhkan untuk dinikahinya, maka hendaklah ia
melakukan hal itu.”
Selain langkah-langkah di atas, Nabi Saw., memberikan tips bagi
seseorang yang hendak memilih pasangannya, yaitu mendahulukan pertimbangan
keberagamaan daripada motif kekayaan, keturunan maupun kecantikan atau
ketampanan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang telah diubah
dengan UU Nomor 16 Tahun 219 mengatur usia minimal menikah adalah 19
tahun baik untuk pria maupun wanita. Pernikahan yang terjadi di usia kurang dari
19 tahun diperbolehkan dengan izin/dispensasi dari pengadilan agama, lazimnya
dinamakan pernikahan dini.
Pada Pasal 7 ayat 1 dituliskan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila
pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
UU 16/2019 ini memperbaharui aturan sebelumnya, UU 1/1974 yang menyatakan
bahwa perkawinan boleh dilakukan oleh pria berusia minimal 19 tahun dan wanita
minimal 16 tahun
Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan
sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan
dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-
ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.

13
DAFTAR PUSTAKA

Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah. Jakarta :
Rajawali Pers, 2009.
Yasid, Abu ,.et.al.Fiqh Today Fatwa Tradisionalis Untuk Orang Modern. Jakarta
: Erlangga, 2007.
https://www.gramedia.com/best-seller/pernikahan-menurut-pandangan-islam/
https://jateng.kemenag.go.id/2022/03/batasan-umur-nikah-melindungi-kesehatan-
catin/

14

Anda mungkin juga menyukai